Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“HEMATURIA”

Oleh

ULIA FUANIDA

00320029

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns. Yanti Sinaga, S.Kep) (Rizki Sari Utami M, Ners, M.Kep)

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS BATAM

2020
LAPORAN PEMDAHULUAN HEMATURIA

A. Definisi

Hematuria adalah didapatkannya sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu

dibedakan dengan bloody urethral discharge atau perdarahan per uretram, yaitu

keluarnya darah dari meatus uretra eksterna tanpa melalui proses miksi. Keadaan ini

sering terjadi pada trauma uretra atau tumor uretra.

Harus diyakinkan pula bahwa seorang yang menderita hematuria atau pseudo

hematuria. Pseudo atau false hematuria adalah urine yang berwarna merah atau

kecoklatan yang bukan disebabkan oleh sel darah merah, melainkan oleh zat lain lain

yang mewarnai urine misalnya pada keadaan hemoglobinuria, mioglobinuria,

konsentrasi zat asam urat yang meningkat, sehabis makan atau minum bahan yang

mengandung pigmen tumbuh – tumbuhan berwarna merah atau setelah

mengkonsumsi beberapa obat- obatan tertentu seperti fenotiazina, piridium, porfirin,

rifampisin dan fenolftalein.

B. Etiologi

Hematuri dapat disebabkan oleh berbagai etiologi seperti:

a. Infeksi : Bacterial cystitis (sering), Interstitial cystitis (jarang), Prostatitis,

Uretritis, Tuberculosis, Schistosomiasis

b. Batu : Batu ginjal, Batu ureter, Batu buli-buli

c. Tumor : Renal carcinoma, Ureteric carcinoma, Bladder carcinoma, Prostatic

carcinoma
d. Inflamasi : Glomerulonefritis, IgA nefropati, Goodpastures syndrome,

Radiation cystitis

e. Trauma : Trauma ginjal (trauma tumpul abdomen), Trauma buli-buli

(kateterisasi)

f. Hematologi : Terapi antikoagulan, Henoch-Schonlein purpura, Kelainan

koagulasi, Sickle cell disease

g. Olahraga : pelari jarak jauh

a. Gambaran Klinis

Pada anamnesis ditanyakan, hematuria bermula pada awal berkemih dimana

menunjukkan ada kelainan di uretra bagian distal. Manakala, jika hematuria

berlangsung selama berkemih menunjukkan adanya kelainan di saluran kemih bagian

atas dan jika hematuria terjadi di akhir berkemih, kemungkinan adanya kelainan di

leher dari buli-buli (bladder neck) atau uretra pars prostatika. Pada wanita yang

mengalami hematuria, perlu dipastikan apakah pasien dalam keadaan menstruasi saat

dievaluasi untuk mengambil langkah berjaga-jaga dalam mendapatkan specimen buat

analisis.

Gejala-gejala lain seperti peningkatan frekuensi berkemih dan disuria perlu

ditanyakan karena kedua gejala dapat mengarah adanya infeksi saluran kemih atau

uroepithelial malignancy. Jika pada pasien didapatkan adanya nyeri kolik, perlu

dicurigai penyebab hematuria adalah batu saluran kemih. Hematuria tanpa rasa nyeri

menunjukkan kemungkinan disebabkan oleh kelainan lain seperti nefrolitiasis,


infeksi, atau nekrosis papiler. Selain itu, hematuria yang tidak nyeri serta tanpa

gejala-gejala lain dari penyakit ginjal perlu di periksa dengan lebih lanjut untuk

menolak kemungkinan adanya keganasan genitourinaria.

Keluhan lain yang ditanyakan seperti penurunan berat badan, kemerahan di

kulit, arthritis, artralgia, atau gejala penyakit paru menunjukkan adanya penyakit

sistemik termasuk sindroma vaskulitis, keganasan dan tuberkulosis. Nyeri

tenggorokan atau infeksi di kulit yang terjadi tidak lama sangat berhubung erat

dengan poststreptokokus glomerulonefritis.

Riwayat pemakaian obat penting untuk diketahui karena gambaran diskolorasi

urine atau hematuria sendiri dapat terjadi akibat pemakaian beberapa macam obat

seperti penggunaan analgesic untuk jangka waktu yang lama (analgesic

nephropathy). Penggunaan kontrasepsi oral juga dikaitkan dengan loin-pain

hematuria syndrome. Perokok dan pasien yang diobati dengan siklofosfamid juga

mempunyai risiko tinggi menderita kanker buli-buli. Riwayat keluarga seperti sickle

cell disease, polycystic kidney disease, atau penyakit ginjal yang lain serta riwayat

bepergian ke area endemik malaria atau schistosomiasis.

Pada pemeriksaan fisik, hipertensi terutama yang baru terjadi mungkin

merupakan tanda-tanda dari penyakit ginjal. Temuan pada pemeriksaan fisik seperti

petekia, arthritis, mononeuritis multiplex, dan eritema mungkin berkaitan dengan

koagulapati, penyakit imunologik, atau vaskulitis. Pemeriksaan prostat dan meatus

uretra juga perlu dilakukan untuk mendapatkan evaluasi yang lengkap.


b. Pemeriksaan Penunjang

Tidak semua pemeriksaan dilakukan ke semua pasien. Pemeriksaan dipilih

berdasarkan kemungkinan penyebab hematuria.

a. Tes darah

 Darah lengkap : deteksi anemia

 ESR Erythrocyte sedimentation : meningkat pada infeksi dan

keganasan

 Faal ginjal : ureum dan kreatinin

b. Tes urine

 Tes Dipstick : deteksi darah

 Miksroskopi : hematuria mikroskopik

 Sitologi urine : deteksi tumor buli-buli

 Morfologi sel darah merah dalam urine : deteksi sumber perdarahan

c. Radiologi

 Foto polos : mayoritas dari kasus batu ginjal, ureter dan buli-buli

 IVP (intravenous pyelography) :

Pemeriksaan yang sering digunakan untuk melihat struktur sistem

genitourinaria selain pemeriksaan ini lebih murah. Namun, IVP tidak dapat

mendeteksi batu saluran kemih yang berukuran diameter <3 cm dan tidak

dapat mengevaluasi buli-buli dan uretra sepenuhnya.


 USG (ultrasonography) :

Sangat penting untuk mendeteksi kista dan dapat digunakan pada

pasien gagal ginjal (tidak menggunakan kontras). Namun, USG tidak dapat

mendeteksi batu saluran kemih yang berukuran diameter < 3 cm dan sangat

tidak bermanfaat untuk mengevaluasi uroepitelium.

 CT scan :

CT scan dengan kontras sangat bermakna digunakan untuk mendeteksi

massa kecil parenkim ginjal, urolitiasis, dan abses ginjal. Kekurangan CT

scan adalah dalam mendeteksi keganasan uroepitelial.

 MRI : dapat menentukan derajat kanker prostat

d. Patologi

 Biopsi : karsinoma

 Biopsi ginjal : dilakukan selepas pemeriksaan rutin ginjal

e. Bedah

Semua pemeriksaan di atas tidak dapat melakukan evaluasi dari mukosa buli-

buli, maka cystoscopy dilakukan terutama pada pasien berusia >40 tahun dan juga

pasien yang masih muda tetapi mempunyai faktor risiko menderita keganasan

genitourinaria.

 Flexicystoscopy : pemeriksaan endoskopi buli-buli bawah pengaruh

anestesi lokal
 Rigid cystoscopy : pemeriksaan endoskopi buli-buli bawah pengaruh

anestesi umum

 Retrograde ureterography : visualisasi ureter dan pelvis renalis

 Ureteroscopy : pemeriksaan endoskopi ureter via buli-buli

c. Diagnosis Banding

a. Hemoglobinuria

b. Makanan (contoh: beetroot)

c. Obat (contoh: nitrofurantoin dan rifampisin)

d. Porphyrias

e. Menstruasi

d. Tatalaksana

Pada pasien dengan keluhan terdapat darah dalam urin atau hematuria, langkah

awal untuk pemeriksaan dilakukan tes urin yaitu tes dipstick. Jika hasilnya positif,

dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan sedimen urin untuk melihat apakah

terdapat sel darah merah ( eritrosit ). Jika tidak didapatkan sel darah merah, maka

dapat dicurigai adanya myoglobinuria atau hemoglobinuria. Pada kasus ini juga, perlu

diperhatikan adanya riwayat penggunaan obat-obatan yang menimbulkan efek

samping yaitu hematuria.

Jika didapatkan sel darah merah dalam sedimen urin, harus dipastikan kembali

apakah terdapat pyuria atau bakteriuria, jika ada lakukan kultur urin. Hasil neharif

pada kultur urin dapat dicurigai adanya nefritis intertisial. Pada kasus yang positif sel
darah merah pada urin, harus dilakukan juga pemeriksaan ada tidaknya protein dalam

uri ( proteinuria ), jika tidak ada protein dalam urin atau yang disebut isolated

hemturia, maka dilakukan pemeriksaan darah lengkap, prothombin time, partial

tromboplastin time dan elektoforesis Hb. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengevaluasi kemungkinan terjadinya suatu proses keganasan dan kelainan struktur.


C. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan eliminasi urine b.d retensi urine, disuria, nokturia.

b. Nyeri b.d supresi sel saraf akibat pembesaran karsinoma pada

kandung kemih.

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal b.d gangguan transport

oksigen melalui membrane kapiler

d. Intoleransi aktivitas b.d anemia,

e. Risiko tinggi infeksi b.d luka post operasi

f. Kurangnya pengetahuan b.d informasi yang kurang tentang tindakan

diagnostik invasif, intervensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan,

adanya stoma, perencanaan pasien pulang

D. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan eliminasi urine b.d retensi urine, diuria, nokturia


Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, eliminasi urine dapat optimal sesuai toleransi
individu
Kriteria evaluasi :
- Secara subjektif pasien tidak mengeluh mengalami gangguan eliminasi urine
- Secara objektif berpartisipasi dalam aktivitas yang berhubungan dengan
perawatan nefrostomi tube
Intervensi Rasional
Lakukan dan ajarkan cara perawatan Pasca bedah dengan nefrostomi tube
nefrostomi tube yang ada, maka pasien atau keluarga
perlu diajak dalam berpartisipasi agar
kemandirian meningkat.
Pantau proses penyembuhan luka insisi Mengembangkan intervensi dini
pada sekitar nefrostomi tube. terhadap kemungkinan komplikasi
Anjurkan klien mengunjungi seorang Menurunkan kecemasan dan ketakutan
yang telah mengalami nefrostomi tube . terhadap kemampuan beradaptasi
2. Nyeri b.d supresi sel saraf akibat pembesaran karsinoma pada kandung kemih
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, skala nyeri menurun
Kriteria evaluasi : Secara objektif klien tampak lebih nyaman
Intervensi Rasional
Perhatikan lokasi, intensitas, dan durasi Menentukan keparahan nyeri
Nyeri
Berikan rasa nyaman (perubahan posisi, Menurunkan tegangan otot
kompres hangat)
Dorong menggunakan teknik relaksasi Meningkatkan kemampuan koping
(nafas dalam, imaginary, atau
visualisasi)
Kolaborasi pemberian obat analgesik, Menurunkan nyeri dang meningkatkan
kortikosteroid, antispasmodic relaksasi otot.
Pantau skala nyeri Menetukan penurunan skala nyeri

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal b.d gangguan transport oksigen melalui


membrane kapiler
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, perfusi jaringan ginjal adekuat
Kriteria evaluasi :
- Secara objektif pasien tidak pucat dan pernafasan cuping hidung (-)
- Haluaran urine adekuat dan hematuri (-)
- Hb meningkat
Intervensi Rasional
Observasi status hidrasi dan TTV Memantau tekanan ortostatik
Pantau hasil laboratorium yang relevan Mengetahui peningkatan Hb
Pantau BUN, elektrolit serum, kreatinin Untuk mengetau faal ginjal
serum, pH, dan kadar hematokrit
Observasi hematuria Memantau pembekuan darah
Pertahankan keakuratan pencatatan Mencegah dehidrasi maupun over
asupan dan haluaran hidrasi

4. Intoleransi aktivitas b.d anemia


Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam, pasien menunjukkan toleransi terhadap
aktivitas.
Kriteria evaluasi :
- Klien mampu beraktivitas secara bertahap.
- Tidak ada keluhan sesak napas dan fatigue selama aktivitas .
Intervensi Rasional
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien Menjadi data dasar kepatuhan pasien
untuk meningkatkan aktivitas
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas Untuk mencegah kelelahan
5. Risiko
dan teknik tinggiwaktu
manjemen infeksi b.d luka post operasi
Tujuan
Penggunaan : Dalam
teknik waktu
relaksasi 3 x 24 jam,Untuk
(misalnya: tidak terjadi infeksi
mencegah cepat lelah
Kriteria
distraksi, evaluasi
visualisasi) : TTV
selama normal, tidak ada tanda dan gejala ISK
aktivitas
Pantau respon Intervensi
kardiorespiratori Menjadi indikasi aktivitas Rasional untuk
Gunakan
(misalnya: sabun pucat,
dispnea, antimikrobial untukdisudahi
frekuensi Mencegah
(istirahat transmisi
dahulu) organisme
cucidenyut
nafas, dan tangannadi)
Pertahankan
Pantau asupan nutrisiintake cairan adekuat Untuk memastikan
Meningkatkan aliran–urine
sumber sumber
Ajarkan klien cuci tangan Memberikan
energi yang adekuat informasi tentang
Pantau pola tidur dan lamanya waktu personal
Mengetahui polahigiene
istirahat pasien
Tidur Ajarkan klien tentang gejala dan tanda Memberikan informasi untuk
infeksi, serta anjurkan untuk meningkatkan kepatuhan
Melaporkannya
Ajarkan klien dan keluarga untuk Dapat mencegah infeksi
mengalirkan kantong untuk mencegah
refluks
Kaji jenis pembedahan, dan apakah Mengidentifikasi kemajuan atau
adanya anjuran khusus dari tim dokter penyimpangan dari tujuan yang
bedah dalam melakukan perawatan diharapkan.
luka.
Lakukan mobilisasi miring kiri-kanan Mencegah penekanan setempat yang
tiap 2 jam. berlanjut pada nekrosis jaringan lunak.
Lakukan perawatan luka:
 Lakukan perawatan luka steril pada Perawatan luka sebaiknya tidak setiap
hari ke-3 operasi dan diulang setiap hari untuk menurunkan kontak tindakan
2 hari sekali. dengan luka yang dalam kondisi steril
sehungga mencegah kontaminasi
 Bersihkan lukan dengan cairan kuman ke luka bedah.
antiseptik jenis iodine providum Pembersihan debris (sisa fagositosis,
dengan cara swabbing dari arah jaringan mati) dan kuman sekitar luka
dalam ke luar. dengan mengoptimalkan kelebihan dari
iodin providum sebagai antiseptik dan
dengan arah dari dalam keluar dapat
mencegah kontaminasi kuman ke
 Bersihkan bekas sisa iodin providum jaringan luka.
dengan alkohol 70% atau normal Antiseptik iodine providum

6. Kurangnya pengetahuan b.d informasi yang kurang tentang tindakan diagnostik


invasif, intervensi kemoterapi, radiasi dan pembedahan, adanya
stoma, perencanaan pasien pulang.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam, terpenuhinya informasi yang dibutuhkan
pasien.
Kriteria evaluasi :
- Pasien teradaptasi dengan kondisi yang dialami.
- Pasien mampu mengungkapkan jadwal pengobatan dan tujuannya.
Intervensi Rasional
Ajarkan klien dan keluarga prosedur Meningkatkan pemahaman dan
dan tujuan terapi. menurunkan ansietas.
Lakukan pemberian kemoterapi
intravesika: Mencegah infeksi.
 Gunakan teknik steril dalam Meningkatkan retensi obat.
kateterisasi.
 Intruksikan klien untuk berkemih Meningkatkan lapisan bagian dalam
sebelum obat dimasukkan. kandung kemih dengan obat-obatan.
 Intruksikan untuk selalu mengubah Memberikan kontak yang besar dari
posisi. obat dengan permukaan kandung
kemih.
 Intruksikan untuk menunggu Mencegah pemajanan pada kemoterapi
berkemih selama beberapa jam. dan imunoterapi yang dikeluarkan
 Intruksikan klien untuk toileting hati melalui urine.
– hati.
Ajarkan perawatan Nefrostomi tube Meningkatkan kemandirian.
selama di rumah.
E. Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah

sebagai berikut.

a. Eliminasi urine dapat optimal sesuai toleransi individu

b. Penurunan skala nyeri

c. Perfusi jaringan ginjal adekuat

d. Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas.

e. Tidak terjadi infeksi pada luka pasca bedah.

f. Informasi kesehatan terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. infeksi saluran kemih. editor

sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Ilmu penyakit

dalam Edisi V. Jakarta: Interna publishing. 2009.

2. Anderson, etc, Handbook of Clinical Drug Data, 10th edition, McGraw-Hill

Companies, USA, 174, 2002.


3. Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H. European

Association of urology : guidelines on urinary and Male genital Tract

Infections. 2001

4. Infeksi saluran kemih, http://emedicine.medscape.com/article/438091-

overview#showall, diakses tanggal 1 februari 2014

5. Infeksi saluran kemih, 2011, http://reference.medscape.com/drug/macrobid-

macrodantin-nitrofurantoin-342567, diakses pada tanggal 1 februari 2014

6. Depkes, 2007, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Departemen

Kesehatan RI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai