Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ABSES LEHER DALAM

A. ANATOMI FISIOLOGI LEHER


Leher dalam bahasa anatomi sering disebut sebagai collum. Leher
merupakan saluran utama antara kepala, dan anggota tubuh lainnya. Banyak struktur
penting yang terdapat di leher seperti, otot, kelenjar, arteri, vena, saraf, limfatik,
trakea, esofagus, dan tulang belakang. Kerangka leher dibentuk oleh tulang leher,
tulang hyoid, manubrium sternum (tulang dada), dan klavikula (tulang leher). Collum
terletak antara cranium dan thorax. Batas atas dibentuk oleh tepi bawah mandibula,
angulus mandibulae, processus mastoideus, linea nuchae superior dan protuberantia
occipitalis externa. Sedangkan batas bawah adalah incisura jugularis sterni, dataran
atas clavicula, articualtio acromioclavicularis, margo superior scapula dan proccesu
spinorus vertebra cervicallis VIII.
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh
fasia servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrosus yang
membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi
beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi tiga bagian yaitu fasia
servikalis superfisialis, media dan fasia servikalis profunda. Ketiga fasia ini
dipisahkan oleh otot platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot platisma
sebelah inferior berasal dari fasia servikalis profunda dan klavikula serta meluas ke
superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula. (Ballenger, 1994).
Fasia servikalis superfisial terletak tepat di bawah kulit leher berjalan dari
perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke
arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia
servikalis superfisial dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial,
saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna (Ballenger, 1994). Fasia
servikalis profunda mengelilingi daerah leher dalam dan terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1. Lapisan superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak
sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebarkan ke daerah
wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus m. sternokleidomastoideus,
m. trapezius, m. masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut
juga lapisan eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.
2. Lapisan media
a) Divisi muskular, terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda
dan membungkus m. sternohioid, m. sternotiroid, m. tirohioid dan m. omohioid.
Di bagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian
inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula.
b) Divisi viscera, membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid,
trakea dan esofagus. Di sebelah posterosuperior berawal dari dasar tengkorak
bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian anterosuperior melekat
pada kartilago tiroid dan os hyoid. Lapisan ini berjalan ke bawah sampai ke
toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan perikardium. Fasia
bukofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang berada pada bagian posterior
faring dan menutupi m. konstriktor dan m. buccinator.

3. Lapisan profunda
a) Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi
prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan
bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi ala
melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding
anterior dari danger space.

b) Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra dan lateral
meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot di daerah tersebut.
Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding
posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga
lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung karotis (carotid sheath)
yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke
toraks (Raharjo SP,2013)

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.
Ruang sepanjang leher
Ruang ini meliputi ruang retrofaring, the danger space, ruang prevertebral dan
ruang vascular visceral. (Raharjo SP,2013).
Di bagian posterior ruang retrofaring terdapat danger space, disebut
demikian karena berisi jaringan ikat longgar sehingga resistensinya kecil terhadap
penyebaran infeksi dan berjalan mulai dari dasar tengkorak hingga ke diafragma.
Ruang prevertebral terletak diantara otot-otot prevertebral dan fasia prevertebral.
Infeksi di sini dapat menerobos ke lateral atau inferior ke dalam mediastinum
posterior (Bailey, 2006).
Ruang suprahioid
Ruang yang berada di atas tulang hioid antara lain adalah ruang
submandibular, ruang parafaring, ruang peritonsil, ruang mastikator, ruang
temporal dan ruang parotis. Ruang submandibular dibatasi di anterior dan lateral
oleh mandibula, bagian superior oleh mukosa lingual dan di postero-inferior oleh
hioid serta lapisan superfisial fascia servikalis profunda dibagian inferior (Bailey,
2006).
Ruang parafaring, disebut juga ruang faringomaksila, ruang perifaring atau
ruang faring lateral. Digambarkan berbentuk corong terbalik dengan dasarnya
berada di dasar tengkorak dan apeksnya di hioid. Ruang parafaring berhubungan
dengan beberapa ruang leher dalam termasuk submandibular, retrofaringeal, ruang
parotis dan ruang mastikator. Hal ini memiliki implikasi klinis penting dalam
penyebaran infeksi di ruang-ruang leher (Ballenger, 1997).
Ruang peritonsil dibentuk oleh kapsul dari tonsil palatina di medial, oleh
otot konstriktor faring superior di sisi lateral dan pilar anterior tonsil di superior
serta pilar posterior tonsil di inferior. Ruang ini mengandung jaringan ikat longgar
terutama yang dekat dengan palatum mole yang menjelaskan mengapa mayoritas
abses peritonsil berlokasi di pole posterior dari tonsil (Ballenger, 1997).
Ruang mastikator dibentuk oleh lapisan superfisial dari fascia servikalis
profunda dan membungkus masseter dibagian lateral dan m. pterigoid di medial.
Ruang mastikator berhubungan langsung dengan ruang temporal di bagian
superior di bawah zigoma (Raharjo SP,2013).
Ruang temporal dibatasi di lateral oleh lapisan superfisial fasia servikalis
yang melekat ke zigoma dan temporal ridge serta batas medialnya adalah
periosteum tulang temporal. Ruang ini dibagi menjadi ruang superfisial dan
profunda oleh m. Temporalis (Bailey, 2006).
Ruang parotid, selain berisi kelenjar parotis juga kelenjar limfe parotis, n.
fasialis dan vena fasialis posterior. Lapisan pembungkus memiliki bagian paling
lemah di permukaan supero-medial menyebabkan adanya hubungan langsung
ruangan ini dengan ruang parafaring (Ballenger, 1997; Surarso, 2011).

Ruang infrahioid
Ruang potensial yang ada di bawah tulang hioid adalah ruang visceral anterior.
Area ini dibungkus oleh lapisan media dari fasia servikalis profunda dan
mengandung kelenjar tiroid, esofagus dan trakea. Ruang potensial ini mulai dari
kartilago tiroid hingga ke anterior dari mediastinum superior dan arkus aorta
(Ballenger, 1997; Surarso, 2011)

B. KONSEP TEORITIS ABSES LEHER DALAM


1. Definisi
Abses adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh
jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian lain dari tubuh
(Rifqi,2011).
Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang
potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai
sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher
(Yuhardika,2013).
Infeksi leher dalam merupakan infeksi leher pada ruang (potensial)
diantara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber
seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher
(Fachruddin, 2007).
Abses leher dalam merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa akibat
komplikasi-komplikasinya yang serius seperti obstruksi jalan napas, kelumpuhan
saraf kranial, mediastinitis, dan kompresi hingga ruptur arteri karotis interna.
Lokasinya terletak di dasar mulut dan dapat menjadi ancaman yang sangat serius.
Etiologi infeksi di daerah leher dapat bermacam-macam. Kuman penyebab abses
leher dalam biasanya terdiri dari campuran kuman aerob, anaerob maupun
fakultatif anaerob (Rahman,2010).
2. Etiologi
Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal dalam
tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh baik
secara perluasan langsung, maupun melalui laserasi atau perforasi. Berdasarkan
kekhasan flora normal yang ada di bagian tubuh tertentu maka kuman dari abses
yang terbentuk dapat diprediksi berdasarkan lokasinya. Sebagian besar abses leher
dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob,
maupun fakultatif anaerob (Pulungan, 2011).
Sumber infeksi paling sering pada infeksi leher dalam berasal dari infeksi
tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran
infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apek gigi
molar I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan penjalaran infeksi akan
masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual, sedangkan molar II dan III apeknya
berada di bawah mylohyoid sehingga infeksi akan lebih cepat ke daerah
submaksila (Pulungan, 2011).

Sumber infeksi penyebab abses leher dalam.


Penyebab Jumlah %
Gigi 77 43
Penyalahgunaan obat suntik 21 12
Faringotonsilitis 12 6,7
Fraktur mandibula 10 5,6
Infeksi kulit 9 5,1
Tuberculosis 9 5,1
Benda asing 7 3,9
Peritonsil abses 6 3,4
Trauma 6 3,4
Sialolitiasis 5 2,8
Parotis 3 1,7
Lain-lain 10 5,6
Tidak diketahui 35

3. Patofisiologi
Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk
mencegah penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain tubuh. Organisme
atau benda asing membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan
pelepasan sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah respon inflamasi
(peradangan), yang menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel darah putih
(leukosit) ke area tersebut dan meningkatkan aliran darah setempat.
Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses, atau
kapsul, oleh sel-sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah pus
menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali proses
enkapsulasi tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk
menjangkau penyebab peradangan (agen infeksi atau benda asing) dan
melawan bakteri-bakteri yang terdapat dalam pus.Abses harus dibedakan
dengan empyema. Empyema mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas
yang telah ada sebelumnya secara normal, sedangkan abses mengacu pada
akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui proses
terjadinya abses tersebut.
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu
infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka
akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas abses, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi
bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung
kepada lokasi abses

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABSES LEHER DALAM


A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Tanggal Masuk RS :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Agama :

B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh sakit saat menelan dan leher bengkak
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengeluh leher bengkak, semakin lama semakin sakit.
Pasien biasanya juga mengeluh susah menelan, sulit membuka mulut, sakit
pada tenggorokan, ludah banyak, dan pasien mengeluh napas bau.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien pernah mengalami sakit / infeksi gigi dan tertelan benda
asing
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
e. Biasanya pasien memiliki riwayat penyakit keluarga seperti Ca atau DM
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : biasanya pasien mengalami sakit ringan
b. Kesadaran : biasanya kesadaran pasien compos mentis
c. Tanda-tanda Vital
TD
Nadi
Suhu
Pernafasan

d. Pemeriksaan fisik Head to Toe


Kepala : kepala simetris, tidak ada pembengkakan, keadaan rambut bersih
Wajah : wajah simetris, tidak ada pembengkakan,
Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
Hidung : hidung simetris, fungsi penciuman baik
Mulut : mulut simetris, mukosa bibir kering,
Berbicara kurang jelas (+)
Suara serak dan parau (+)
Warna lidah merah (+)
Nafas bau (+)
Tonsil = T3 (kanan dan kiri)
Leher : leher tidak simetris (+)
Edema leher (+)
Nyeri tekan (+)
Tenggorokan : teggorokan nyeri (+)
Paru-paru : Inspeksi : simetris (+/+) retraksi (-/-)
Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronchi (-/-)
Jantung : tidak ada kelainan pada jantung
Abdomen : tidak ada kelainan pada abdomen
Ekstermitas : simetris (+/+), akral hangat, CRT <2 detik
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan NOC NIC


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
1. Gangguan menelan NOC NIC: aspiration
berhubungan dengan precaution
Odinofagia Status menelan : fase oral:
persiapan, penahanan, dan Monitoring:
pergerakan cairan atau pantau tingkat
partikel padat ke arah kesadaran pasien
posterior di mulut pantau kemampuan
menelan
Status menelan : fase faring : observasi reflek batuk
penyaluran cairan atau dan muntah
partikel padat dari mulut ke Tindakan mandiri :
esofagus Posisikan pasien
dengan semi fowler
Kriteria Hasil : Berikan makanan
Dapat dalam jumlah yang
mempertahankan kecil
makanan dalam mulut Anjurkan pasien
Kemampuan menelan untuk memakan
adekuat makanan yang lunak
Pengiriman bolus ke Kolaborasi:
hipofaring selaras Konsultasikan dengan
dengan refleks menelan ahli gizi tentang
Kemampuan untuk makanan yang mudah
mengosongkan rongga ditelan
mulut
Kolaborasi dengan
Mampu mengontrol
dokter tentang
mual & muntah
pemasangan NGT
Imobilitas
konsekuensi : fisiologis
Pengetahuan tentang
prosedur pengobatan
Tidak ada kerusakan
otot tenggorong atau otot
wajah, menelan,
menggerakkan lidah,
atau refleks muntah

2. Nyeri akut NOC NIC :


berhubungan dengan Pain Level, Pain Management
faktor biologis Pain control,
Comfort leveL Monitoring

Kriteria hasil Lakukan pengkajian


Mampu mengontrol nyeri nyeri secara
(tahu penyebab nyeri, komprehensif
mampu menggunakan termasuk lokasi,
tehnik nonfarmakologi karakteristik, durasi,
untuk mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas dan
mencari bantuan) faktor presipitasi
Melaporkan bahwa nyeri Observasi reaksi
berkurang dengan nonverbal dari
menggunakan manajemen ketidaknyamanan
nyeri Kaji kultur yang
Mampu mengenali nyeri mempengaruhi respon
(skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) Evaluasi pengalaman
Menyatakan rasa nyaman nyeri masa lampau
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang Tindakan mandiri :
norma
Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi, teknik
relaksasi tarik hafas
dalam
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat

Kolaborasi:

Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil

3. Gangguan pola tidur NOC NIC: sleep


berhubungan dengan Anxiety reduction enhancement
nyeri akut Comfort level Monitoring:
Pain level Pantau pola tidur
Rest : Extent and pasien dan catat
Pattern hubungan faktor-faktor
Sleep : Extent an fisik (misalnya :
Pattern sumbatan jalan nafas,
nyeri atau
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan,) atau
Jumlah jam tidur faktor-faktor psikologis
dalam batas normal 6-8 yang dapat membantu
jam/hari pola tidur pasien
Pola tidur, kualitas Monitor waktu makan
dalam batas normal dan minum dengan
Perasaan segar waktu tidur
sesudah tidur atau Monitor/catat
istirahat kebutuhan tidur pasien
Mampu setiap hari dan jam
mengidentifikasikan hal- Tindakan mandiri:
hal yang meningkatkan Jelaskan pentingnya
tidur tidur yang adekuat
Ciptakan lingkungan
yang nyaman
Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
tentang teknik tidur
pasien
Kolaborasi:
Kolaborasikan
pemberian obat tidur

Anda mungkin juga menyukai