A. Pengertian
Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher
dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana
yang terlibat. Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan salah satu dari Abses leher
dalam dimana selain itu abses leher dalam dapat juga abses retrofaring, abses
parafaring, abses submanidibula dan angina ludovici (Ludwig Angina).
Peritonsillar
abscess
(PTA)
merupakan
kumpulan/timbunan
mulut yang cukup lebar (trismus) untuk pemeriksaan tenggorok. Menelan jadi
sukar dan nyeri. Penyakit ini biasanya hanya pada satu sisi. Air ludah menetes dari
mulut dan ini merupakan salah satu penampakan yang khas. Pergerakan kepala ke
lateral menimbulkan nyeri, akibat infiltrasi ke jaringan leher di regio tonsil. Selain
gejala dan tanda tonsilitis akut dengan odinofagia (nyeri menelan) yang lebih
hebat biasanya pada satu sisi, juga terdapat nyeri telinga (otalgia), muntah
(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara
sengau (rinolalia) dan pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration).
Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine
dan jarum besar (berukuran 1618) yang biasa menempel pada syringe berukuran
10cc. Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan
material dapat dikirim untuk dibiakkan.
Pemeriksaan penunjang lainnya :
1. Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit
(electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood cultures).
2. Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan
tonsillitis dan bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif,
penderita memerlukan evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver
function tests perlu dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly.
3. Throat culture atau throat swab and culture: diperlukan untuk
identifikasi organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk
pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya
resistensi antibiotik.
4. Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue
views) dari nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam
menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal.
5. Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan
hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil), dengan
peripheral rim enhancement.
6. Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.
F. Penatalaksanaan Medis
terjadi
perdarahan
atau
sepsis,
sedangkan
sebagian
lagi
Kemudian
dapat
terjadi
penjalaran
ke
mediastinum
menimbulkan mediastinitis.
3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan
thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak
Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis diabaikan.
Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progress penyakit. Untuk
itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini.
H. Prognosis
Abses peritonsoler hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan
tonsilektomi. Tonsilektomi ditunda sampai 6 minggu setelah dilakukan insisi,
Pada saat tersebut peradangan telah mereda, biasanya terdapat jaringan fibrosa
dan granulasi pada saat
operasi
asimetri
palatum
mole,
eksudasitonsil,
dan
pergeseran
uvula
B. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa yang mungkin dapat ditegakkan dari data yang ada antara lain
1.
2.
3.
4.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhab tubuh b/d susah menelan dan muntah
6. Resiko tinggi penyebaran infeksi b/d pecahnya abses
Mandiri
Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup
pasien
Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
Berikan informasi
mengenai nyeri seperti :
penyebab nyeri, lama
nyeri, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur
Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik
C. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat. Seperti tahap tahap yang lain dalam proses keperawatan, fase
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
1.
2.
3.
4.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
1. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau
tidak
2. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat
dibuktikan dengan prilaku klien :
jika
klien
telah
mampu
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta.
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medical bedah,
Vol. 1 Fachruddin, Darnila. 2006. Abses Leher Dalam. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan, Telinga-Hidung-Tenggorokan. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
Snell, S Richard. 2002. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
EGC; Jakarta.
Soepardi,E.A, Iskandar, H.N, Abses Peritonsiler, Buku Ajar Ilmu