Anda di halaman 1dari 4

Tugas PBL BLOK 23

Richard Harris 102017193

Abses Peritonsil

 Etiologi
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsillitis akut atau infeksi yang bersumber dari
kelnejar mukus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama
dengan penyebab tonsillitis, dapat ditemukan kuman aerob (paling sering
Streptococcus pyogens) dan anaerob.

 Patofisiologi
Infeksi kapsul tonsil - peritonsilitis - pembentukan nanah - Infiltrasi supurasi ke ruang
potensial peritonsil tersering menempati daerah superior dan lateral fosa tonsilaris
karena daerah tersebut merupakan jaringan ikat longgar-palatum mole tampak
membengkak - Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil ke tengah, depan,
bawah, dan uvula bengkak terdorong ke sisi kontra lateral - iritasi pada m. pterygoid
interna - menyebabkan trismus.

 Gejala dan tanda


Selain gejala dan tand tonsillitis akut, juga terdapat odinofagia, otalgia, regurgitasi,
mulut berbau, hiperdalivasi, suara gumam dan kadang-kadang sukar membuka mulut
(trismus) serta pembengkakan kelenjar submandibular dengan nyeri tekan.

 PF
Palatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi
.Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis,
mungkin banyak dendrites dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah.

 Terapi
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penisiin dan klindamisin, dan
obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dn kompres dingin
pada leher. Jika sudah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah daerah yang paling menonjol
dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan
geraham atas akhir pada sisi yang sakit. Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi
tonsilektomi. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3
minggu sesudah drainase abses.

 Komplikasi
1. Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau
piemia.
2. Perjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses
parafaring. Pada perjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga
menjadi mediastinitis.
3. Jika terjadi perjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus
sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak

Abses Retrofaring
 Etiologi
1. Infeksi dalurn napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring.
2. Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau
tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea, dan endoskopi.
3. Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin).

 Patofisiologi
Ruang retrofaring dapat mengalami infeksi yang berkembang menjadi abses meelalui
dua cara, yaitu penyebaran infeksi melalui aliran limfe (sebagian besar) secara lokal
dari sumber infeksi atau inokulasi langsung bakteri melalui trauma tembus atau benda
asing. Pada anak, abses retrofaring akut paling banyak disebabkan infeksi saluran
pernafasan atas seperti tonsillitis dan faringitis, sinusitis paranasalis, otitis media, dan
infeksi gigi yang kemudian menyebar dan menyebabkan limfadenopati retrofaring.
Limfadenopati retrofaring kemudian menyebabkan abses retrofaring akibat supurasi
kelenjar getah bening nasofaring. Hal ini merupakan alasan abses retrofaring yang
disebabkan oleh proses non-traumatik jarang ditemukan pada orang dewasa karena
kelenjar getah bening retrofaring telah mengalami regresi. Abses retrofaring akut pada
orang dewasa biasanya disebabkan oleh inokulasi langsung patogen piogenik ke
dalam ruang retrofaring yang disebabkan trauma pada faring atau esophagus akibat
tertelan benda asing atau prosedur medis yang traumatik seperti endoskopi,
laringoskopi direk, maupun intubasi endotrakeal.

 Gejala dan tanda


Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil,
rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan tidak mau makan atau
minum. Juga terdapat demam, leher kaku dan nyeri, Dapat timbul sesak nafas karena
sumbatan jalan napas, terutama hipofaring. Jika proses peradangan berlanjut sampai
mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu
resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara.

 PF
Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa terlihat
bengkak dan hiperemis.

 Terapi
Terapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan tindakan bedah. Sebagai
terapi medikamentosa diberikan antibiotika dosis tinggi. Selain itu dilakukan pungsi
dan insisi abses melalui laringoskopi langsung dalam posisi pasien baring
Tredelnburg. Pus yang keluar segera diisap, agar tidak terjadi aspirasi.

 Komplikasi
1.Penjalaran ke ruang parafaring, ruang vasikuler visera.
2. Mediastinitis
3.Obstruksi jalan napas sampai asfiksia
4. Jika pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan abses paru.
\
Abses Submandibula
 Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, dari gigi, dasar mulut, kelenjar liur
atau kelenajr limfa submandibular. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang
leher dalam lainnya. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.

 Gejala dan PF
Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau
di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan.

 Terapi
Antibiotika dosis tinggi terhdap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
paraenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narcosis jika letak abses dalam dan
luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid,
tergantung letak dan luas abses.

 Komplikasi
Sumbatan jalan napas, mediastinitis.

Angina Ludwig
 Etiologi
Sumber infeksi yang seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob
dan anaerob.

 Gejala dan PF
Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di daerah submandibular,
yang tampak hiperemis dank eras pada perabaan. Dasar mulut membengkak, dapat
mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan sesak nafas, karena
sumbatan jalan napas.

 Terapi
Sebagai terapi diberikan antibiotika dengan dosis tinggi, untuk kuman aerob dan
anaerob dan diberikan secara paraenteral. Selain itu dilakukan eksplorasi yang
bertuhjuan untuk dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evakuasi pus (pada
angina Ludovici jarang ditemukan pus) atau jaringan nekrosis. Insisi dilakukan di
garis tengah secara horizontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Perlu
dilakukan pengobatan terhadap sumber ineksi (gigi), untuk mencegah kekambuhan.
Pasien dirawat inap sampai infeksi reda.

 Komplikasi
1. Sumbatan jalan napas
2. Perjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum
3. Sepsis
Pertanyaan saat sesi PBL
1. Apakah semua penderita tonsillitis akut beresiko terkena abses peritonsil?
Abses peritonsil memang merupan komplikasi tonsillitis akut tetapi tidak semua
tonsillitis akut akan menjadi abses peritonsil.

2. Apakah komplikasi tersering dari abses peritonsil


Komplikasi tersering adalah dehidrasi karena ketika seseorang mengalami trismus
(sulit membuka rahang) membuatnya menjadi malas makan dan minum sehingga
akan mengurangi asupan kebutuhan cairan dari orang tersebut.

3. Apa Gold standard pada pemeriksaan abses peritonsil?


Gold standar dari abses peritonsil adalah aspirasi dengan jarum untuk mengeluarkan
pus nya, dimana dengan pus ini nanti juga dapat kita lakukan uji kultur untuk
mengetahui bakteri apa yang terdapat dalam abses tersebut, sehingga kita juga dapat
menentukan terapi antibiotik apa yang dapat diberikan.

4. Apakah terapi konservatif yg dapat diberikan pada stadium infiltrasi ?


Untuk terapi konservatif diberikan antibiotic. Pemilihan antibiotic yang tepat
tergantung dari hasil kultur mikroorhanisme pada spirasi jarum. Penisilin merupakan
frug of choice pada abses peeritonsil dan efektif pada 98% kaus jika yang
dikombinsikan dengan metronidazole. Metronidazole merupakan antimikroba yang
sangat baik untuk infeksi anaerob. Saat ini perlu dipertimbangkan adanya kelompok
streptococus yg mampu menghasilkan enzim Beta laktamase yg menyebabkan
resistensi pada terapi penisilin biasa. Untuk mengatasi hal tersebut diberikan
antibiotic yang mengandung asam clavulanate seperti amoxiclav untuk menghambat
produksi enzim beta lactamase.

5. Apakah gambaran radiologi pada abses peritonsil?


Untuk abses peritonsil, USG dan foto polos kurang dapat digunakan. Yang bisa
digunakan biasanya CT scan yg menunjukkan gambaran kumpulan cairan hypodense
di apex tonsil yang terinfeksi ditambah peripheral rim enhancement, ct scan juga
dapat menentuka posisi abses sebelum dilakukan tindakan operatif. Tetapi jika tidak
terdapat fasilitas ct scan, x ray pada kasus abses akan terlihat gambaran air-fluid level.
Hal ini bisa membantu kita menegakkan diagnosis telah terjadinya abses bukan
infiltrat.

Anda mungkin juga menyukai