Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

Laparatomy Eksplorasi

Kelompok 3

Disusun oleh :

Ahmad Mujiburroh KHG D18006

Dadan Darajat P KHG D18103

Elsera Sulistina N KHG D18017

Fahmi Rizki F KHG D18021

Laela Sari Restiani KHG D18053

Mimann KHG D18032

Peppi Kris O KHG D18035

Yulianti KHG D18150

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2018
A. Latar Belakang

Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan

saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua

organ tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi.

Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo

sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga

laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau

peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi.( Fossum, 2002)

Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat

penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda,

sedikit terjadi perdarahan dan di daerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun

kerugian yang dapat terjadi dalam penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia

jika proses penjahitan atau penangan post operasi kurang baik dan persembuhan yang

relatif lama.

Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ

visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan

diagnosa.

B. Pengertian

Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya

perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2010).

Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.

(Lakaman 2011).

Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat),

tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996).


Sedangkan menurut Sanusi (1999), laparatomi adalah insisi pembedahan

melalui dinding perut atau abdomen.

C. Etiologi

Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa hal

(Smeltzer, 2012) yaitu:

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).

2. Peritonitis.

3. Perdarahan saluran cerna.

4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.

5. Massa pada abdomen

D. Patofisiologi

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional

(Dorland, 2011). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis

akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2010).

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang

dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada

trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja

(Smeltzer, 2011). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa

trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja

(Smeltzer, 2011).

Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan

atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih

bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan ,


pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)

dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan

laparatomy.(Arif Muttaqin, 2013).

Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan

darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan

usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh

atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,

kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan

respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas

kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi,

nyeri akut.(Arif Muttaqin, 2013).

E. Pathway
Trauma abdomen Peritonitis Obstruksi Usus Apendisitis

Rawat Inap

Prosedur Tindakan Medis (Pembedahan)

Operasi Laparatomi

Post Operasi Laparatomi Eksplorasi

Nyeri Akut Kerusakan Integritas Resiko Infeksi


jaringan Kulit
I. Gambar

F. Manifestasi klinis
1. Nyeri tekan.
2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
3. Kelemahan.
4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
5. Konstipasi.
6. Mual dan muntah, anoreksia
G. Komplikasi

 Syok

Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai

dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.

Manifestasi Klinis :

- Pucat

- Kulit dingin dan terasa basah

- Pernafasan cepat

- Sianosis pada bibir, gusi dan lidah

- Nadi cepat, lemah dan bergetar

- Penurunan tekanan nadi

- Tekanan darah rendah dan urine pekat.

 Hemoragi

- Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan

- Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan

tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan

tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat

- Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena

pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami

erosi oleh selang drainage.

Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-

basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan

konjungtiva pucat dan pasien melemah.


H. Pemeriksaan Diagnostik

Praktik standar pada pembedahan mengharuskan agar beberapa tes

laboratorium (jumlah darah lengkap, analisa air kemih, serologi, analisa darah),

elektrokardiogram, dan penyinaran sinar X pada dada dilakukan pada semua penderita

dewasa sebelum pembedahan dilakukan :

a. Penyinaran dengan sinar X

Penyinaran dengan sinar X pada dada hanya dilakukan kalau pada anamnesa

dan gambaran klinik yang ditemukan mencurigakan.

b. Pemeriksaan lainnya

Elektrokardiogram (EKG), tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda

yang harus menjalani prosedur pembedahan yang tidak berat

I. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

2. Mempercepat penyembuhan.

3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.

4. Mempertahankan konsep diri pasien.

5. Mempersiapkan pasien pulang

Perawatan pasca pembedahan

1. Tindakan keperawatan post operasi

a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output

b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.

c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai

drain tercabut.

d. Perawatan luka operasi secara steril.


2. Makanan

Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan

sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah

makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses

penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu

meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi. pembatasan diit yang

dilakukan adalah NPO (nothing peroral).

Biasanya makanan baru diberikan jika:

- Perut tidak kembung

- Peristaltik usus normal

- Flatus positif

- Bowel movement positif

3. Mobilisasi

Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil.

Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan

posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen

dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.

4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi

Sistem Perkemihan.

- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia

inhalasi, IV, spinal.

- retensio urine. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi abdomen bawah (distensi

buli-buli).

- Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi kaji warna, jumlah urine, out put urineà-

Dower catheter < komplikasi ginjal 30 ml / jam


Sistem Gastrointestinal.

- 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapatàMual muntah menyebabkan

stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher

serta TIO meningkat.

- Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus, suara usus (-), distensi

abdomen, tidak flatus.

- Kaji paralitic ileus

- jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.

- Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan

decompresi dan drainase lambung.

 Meningkatkan istirahat.

 Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.

 Memonitor perdarahan.

 Mencegah obstruksi usus.

 Irigasi atau pemberian obat.

J. INDIKASI

Tindakan laparatomi bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan

apendiksitis, pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker ovarium,

kangker tuba falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker kolon, kangker kandung

kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis, trauma abdomen, pendarahan

abdomen, massa abdomen, dll.


ASUHAN KEPERAWATAN POST OP LAPARATOMY

1) Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada klien post laparatomy meliputi :

a) Biodata

 Identitas Klien,meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal

pengkajian, diagnosa medis, tindakan medis.

 Identitas Penanggungjawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien, sumber biaya.

b) Lingkup Masalah Keperawatan

Keluhan utama : klien dengan post laparatomy ditemukan adanya keluhan nyeri

pada luka post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan terasa lemas.

c) Riwayat Kesehatan

Riwayat Kesehatan Sekarang. Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat

pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik

PQRST, yaitu :

- P (Provokatif atau Paliatif), hal-hal yang dapat mengurangi atau memperberat.

Biasanya klien mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi. Nyeri bertambah bila

klien bergerak atau batuk dan nyeri berkurang bila klien tidak banyak bergerak atau

beristirahat dan setelah diberi obat.

- Q (Quality dan Quantity), yaitu bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar,

dan sejauh mana klien merasakan keluhan utamanya. Nyeri dirasakan seperti

ditusuk-tusuk dengan skala ≥ 5 (0-10) dan biasanya membuat klien kesulitan untuk

beraktivitas.
- R (Regional/area radiasi), yaitu dimana terasa gejala, apakah menyebar? Nyeri

dirasakan di area luka post operasi, dapat menjalar ke seluruh daerah abdomen.

- S (Severity), yaitu identitas dari keluhan utama apakah sampai mengganggu

aktivitas atau tidak. Biasanya aktivitas klien terganggu karena kelemahan dan

keterbatasan gerak akibat nyeri luka post operasi.

- T (Timing), yaitu kapan mulai munculnya serangan nyeri dan berapa lama nyeri itu

hilang selama periode akut. Nyeri dapat hilang timbul maupun menetap sepanjang

hari.

1) Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sebelumnya dan kapan terjadi.

Biasanya klien memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.

2) Riwayat kesehatan Keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa dengan klien,

penyakit turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada anggota keluarga yang

memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.

d) Riwayat Psikologi

Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan pembedahan

seperti cemas.

e) Riwayat Sosial

Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan. Biasanya klien

tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.

f) Riwayat Spiritual

Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan klien akan

kesembuhannya dan secara umum klien berdoa untuk kesembuhannya. Biasanya aktivitas
ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan nyeri luka post

operasi.

g) Kebiasaan Sehari-hari

Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi gangguan atau tidak.

Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : makan, minum, eliminasi Buang Air

Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan

ketergantungan. Biasanya klien kesulitan melakukan aktivitas, seperti makan dan minum

mengalami penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB dan BAK mengalami

penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi.

h) Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Kesadaran dapat compos mentis sampai koma tergantung beratnya kondisi penyakit

yang dialami, tanda-tanda vital biasanya normal kecuali bila ada komplikasi lebih

lanjut, badan tampak lemas.

2. Sistem Pernapasan

Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasanmenjadi lebih cepat akibat nyeri,

penurunan ekspansi paru.

3. Sistem Kardiovaskuler

Mungkin ditemukan adanya perdarahan sampai syok, tanda-tanda kelemahan, kelelahan

yang ditandai dengan pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan darah dan

nadi meningkat.

4. Sistem Pencernaan

Mungkin ditemukan adanya mual, muntah, perut kembung, penurunan bising usus

karena puasa, penurunan berat badan, dan konstipasi.


5. Sistem Perkemihan

Jumlah output urin sedikit karena kehilangan cairan tubuh saat operasi atau karena

adanya muntah. Biasanya terpasang kateter.

6. Sistem Persarafan

Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS dan dikaji semua fungsi nervus

kranialis. Biasanya tidak ada kelainan pada sistem persarafan.

7. Sistem Penglihatan

Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya sekret/lesi, reflek pupil terhadap

cahaya, visus (ketajaman penglihatan). Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan pada

sistem penglihatan.

8. Sistem Pendengaran

Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya nyeri tekan,

uji kemampuan pendengaran dengan tes Rinne, Webber, dan Schwabach. Biasanya

tidak ada keluhan pada sistem pendengaran.\

9. Sistem Muskuloskeletal

Biasanya ditemukan kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri.

10. Sistem Integumen

Adanya luka operasi pada abdomen. Mungkin turgor kulit menurun akibat kurangnya

volume cairan.

11. Sistem Endokrin

Dikaji riwayat dan gejala-gejalayang berhubungan dengan penyakit endokrin, periksa

ada tidaknya pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening. Biasanya tidak ada keluhan

pada sistem endokrin.


i) Data Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :

- Elektrolit : dapat ditemukan adanya penurunan kadar elektrolit akibat kehilangan cairan

berlebihan

- Hemoglobin :dapat menurun akibat kehilangan darah

- Leukosit : dapat meningkat jika terjadi infeksi

j) Terapi

Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk mengurangi nyeri,

antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik untuk mengurangi rasa mual.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi.

Pengertian:

Pengalaman emosional dan sensori tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan

jaringan secara actual atau potensial atau menunjukkan adanya kerusakan (Association for

the Study of Pain) : Serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat

yang dapat diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan.

Indikator:

 Melaporkan kenyamanan fisik

 Melaporkan kepuasan terhadap pengawasan nyeri\

 Melaporkan kenyamanan psikologis


 Melaporkan kepuasan terhadap tingkat kemandirian

 Ekspresi puas terhadap pengawasan nyeri

Nursing Intervention Classification (NIC):

 Melakukan pengkajian yang komprehensif dari nyeri termasuk local, karakteristik,

serangan/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau penyebab dan faktor-faktor

pencetus.

 Mengobservasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan terutama pada

ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif.

 Memastikan klien mendapatkan perawatan analgesic.

 Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik dan mengetahui pengalaman nyeri dan

respon klien terhadap nyeri.

 Menyediakan informasi tentang nyeri seperti : Penyebab, lamanya dan

cara mengantisipasi ketidaknyamanan.

 Mengontrol faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi respon ketidaknyamanan.

 Mengurangi atau menghilangkan factor-faktor pencetus yang dapat meningkatkan

nyeri .

 Memantau kepuasan klien terhadap management nyeri.


2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyaman.

Pengertian: Keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian tubuh tertentu atau pada satu

atau lebih ekstremitas.

Clien outcomes :

 Menunjukkan tingkat mobilitas, ditandai dengan indicator 1-5:

1) Ketergantungan/tidak berpartisipasi

2) Membutuhkan bantuan orang lain dan alat

3) Membutuhkan bantuan orang lain

4) Mandiri dengan pertolongan alat bantu

5) Mandiri penuh

 Klien akan menunjukkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan.

 Klien akan meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi jika diperlukan.

 Klien akan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat

bantu (Sebutkan aktivitas dan alat bantunya) ;

 Klien akan menyangga berat badan.

 Klien akan berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar sejauh

(sebutkan jaraknya).

 Klien akan berpindah dari dan ke kursi/kursi roda.

 Klien akan menggunakan kursi roda secara efektif.


Nursing Intervention Classification (NIC):

 Terapi aktivitas, ambulasi:

Meningkatkan dan membantu berjalan untuk mempertahankan atau memperbaiki

fungsi tubuh volunteer dan autonom selama perawatan serta pemulihan dari sakit atau

cedera.

 Terapi aktivitas : Mobilitas sendi:

Penggunaan pergerakan tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan atau

memperbaiki fungsi tubuh volunteer dan autonom selama perawatan serta pemulihan

dari sakit atau cidera

 Perubahan posisi:

Memindahkan klien atau bagian tubuh untuk memberikan kenyamanan, menurunkan

resiko kerusakan kulit, mendukung integritas kulit, dan meningkatkan penyembuhan.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.

Pengertian Peningkatan risiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen.

Clien outcomes:

 Fakor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun

klien, pengetahuan yang penting : Pengendalian infeksi, dan secara konsisten

menunjukkan perilaku deteksi resiko dan pengendalian resiko.

 Klien menunjukkan pengendalian resiko dengan indicator 1-5 (Tidak pernah, jarang,

kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)

 Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.

 Menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat.

 Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria dan imun dalam

batas normal.
 Menggambarkan factor yang menunjang penularan infeksi.

 Melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mkengikuti prosedur pernapasan dan

pemantauan.

Nursing Intervention Classification (NIC)

 Membatasi jumlah pengunjung

 Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan

 Mengajarkan klien teknik mencuci tangan

 Menggunakan sabun anti mikrobakteri bila mencuci tangan

 Menggunakan sarung tangan steril

 Menginstruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat masuk dan keluar

dari ruangan klien

 Mempertahankan teknik isolasi

 Menyendirikan klien yang terinfeksi


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. 1988. Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition.
Philadelpia: J.B. Lippincott Campany

Corwin Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta.


Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Fitzpatrick, JK. 1997. Abdominal Surgical Approaches in Danakas GT Pietrantoni M (ed)


“The Care Of The Gynecologic / Obstetric Patient”. St Louis, Missouri, Mosby.

Ignativicus, Donna D ; Workman, 2006, Medical Surgical Nursing Critical Thinking for
Collaborative Care, Elsevier Saunders, USA.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran
Bandung

Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2, EGC,Jakarta.
Sjamsurihidayat dan Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Soeparman, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Smetzer S C, Bare B G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2,


EGC, Jakarta.
Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.

Anda mungkin juga menyukai