Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KASUS

Anestesia dan Thalasemia

M. Deny Saeful Alam, Reza Widianto Sudjud, Indriasari


Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Unpad/Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung

Abstrak

Thalasemia merupakan penyakit keturunan atau herediter menurut hukum mandel yang melibatkan penurunan
produksi salah satu atau lebih rantai globin (α,β,γ,δ) dari hemoglobin sehingga terjadi gangguan sintesis
hemoglobin. Gejala sudah mulai terdeteksi sejak bulan pertama kehidupan ketika level Hb fetal menurun. Gejala
klinis yang dijumpai biasanya berhubungan dengan anemia yang berat, erytropoisis yang inefektif, extramedular
hematopoiesis, dan gejala yang muncul karena timbunnan tranfusion dan akibat peningkatan penyerapan besi.
Kulit biasanya tampak pucat karena anemia dan kuning karena jaundice dari hiperbilirubinemia. Tulang kepala
dan tulang-tulang yang lainnya biasanya mengalami deformitas karena erytroid hyperplasia dengan intramedullary
expansion dan penipisan tulang kortek dikenal dengan facies colley. Pasien dengan thalasemia baik intermediate
atau mayor pada suatu waktu mungkin memerlukan penanganan bedah seperti misalnya cholecystectomy ataupun
spleenectomi sehingga memerlukan tindakan anestesi. Permasalahan yang perlu diperhatikan saat melakukan
anestesi pasien thalasemia diantaranya komplikasi akibat anemia, komplikasi akibat timbunnan besi, dan
komplikasi karena terapi chelation.

Kata kunci: Anemia, anestesi, hemosiderosis, splenektomi, thalasemia

Anaesthesia and Thalassaemia

Abstract

Thalassaemia is a hereditary disorder according to Mandel’s law, involving a reduction in one of the globin chains
(α,β,γ,δ) from haemoglobin resulting in impaiment of haemoglobin synthesis. Sysmptoms may present as early
as one month of life when there is reduction in fetal haemoglobin. Clinical symptoms usually relates to severe
anemia, ineffective erythropoiesis and symptoms that occurs as a result of transfussion and iron loading. Skin
usually appears pale due to anemia and yellow due to jaundice and hyperbilirubinemia. Deformity of skull and
other bones usually occurs as a result of erythroid hyperplasia with intramedually expansion and thinning of cortex
known as Facies Colley. Patients with thalassaemia, either intermediate or major, may require surgery some time in
their life, such as cholecystectomy or splenectomy therefore requiring anaesthesia. Issues that need to be adressed
during anaesthesia include complications due to anemia, iron loading and chelation therapy.

Key words: Anemia, anaesthesia, haemosiderosis, splenectomy, thalassaemia

57
58

M. Deny Saeful Alam , Reza Widianto Sudjud, Indriasari

Pendahuluan sejak usia 18 bulan oleh dokter spesialis anak di


Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung (RSHS).
Thalasemia adalah kelainan bawaan yang Penderita tidak pernah kontrol ke RSHS, tetapi
ditandai adanya gangguan sintesis rantai globin. kemudian kontrol ke Rumah Sakit Perseroan
Thalasemia mayor terbagi menjadi thalasemia Terbatas Perkebunan Nusantara (RS PTPN)
mayor beta (thalasemia mayor) yang menyebabkan Subang secara tidak teratur. Penderita awalnya
anemia berat dan thalasemia beta trait (thalasemia mendapat transfusi darah merah teratur setiap
minor) yang menyebabkan anemia mikrositik 1⎯2 bulan di RS PTPN Subang hingga penderita
ringan. Indikasi splenektomi adalah bila terjadi berusia 3 tahun, tiap transfusi sebanyak 2 kantong
hipersplenisme, yaitu kebutuhan transfusi darah merah.
meningkat dua kali lipat yang menetap selama Penderita tidak pernah di periksa darah setelah
lebih dari 6 bulan, kebutuhan transfusi lebih di transfusi. Sejak usia 3 tahun hingga sekarang,
dari 200 mL/kgBB/tahun, terdapat leukopenia penderita kontrol tidak teratur tiap 3 minggu–1
serta trombositopenia berat. Splenektomi dapat bulan di RS PTPN Subang dan mendapat transfusi
mengurangi kebutuhan transfusi sebesar 25% darah merah 1⎯2 kantong tiap kontrol.
sampai 60%. Manajemen anestesi operasi Penderita adalah anak kedua dari 2 bersaudara,
splenektomi memerlukan perhatian khusus lahir ditolong bidan, lahir spontan, langsung
meliputi preoperatif, intraoperatif dan post menangis, berat badan lahir 3000 gram. Ibu
operatif. penderita melihat anaknya tampak lebih kecil
dibandingkan dengan teman seusianya. Riwayat
Laporan Kasus penyakit serupa dalam keluarga tidak ada, riwayat
alergi (-), riwayat asma (-). Pada pemeriksaan
Seorang anak wanita usia 8 tahun dikonsulkan fisik ditemukan pasien kompos mentis, agak
untuk operasi elektif dengan diagnosa sesak, tekanan darah (TD) 90/60 mmHg, Heart
splenomegali et causa hiperspleenisme et causa Rate (HR) 110 x/menit, respirasi rate (RR) 25 x/
thalasmia mayor yang rencananya akan dilakukan menit dengan Saturasi perifer O2 (SpO2) 92–
spleenectomi. 93% udara bebas, suhu 36.8 0C, berat badan
(BB) 18 kg. Pemeriksaan kepala ditemukan
Anamnesa konjungtiva anemis (KA) (-/-), skera ikterik
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, (SI) (-/-), buka mulut (BM) lebih dari 3 jari,
penderita tampak pucat, yang semakin lama Mallampati I. Jugular Venous Pressure (JVP)
semakin bertambah pucat. Keluhan juga disertai tidak meningkat, pergerakan leher (+) normal,
penderita tampak sesak napas yang semakin Retrakasi suprasternal (-), Tiromental distance
lama semakin bertambah sesak sejak 1 minggu > 3 cm. Pemeriksaan thoraks bentuk dan gerak
sebelum masuk rumah sakit. Penderita lebih simetris, retraksi interkostal -/-, pemeriksaan
nyaman tidur dengan 2 bantal. Keluhan pucat jantung iktus cordis (IC) tak tampak, teraba di Inter
disertai dengan bengkak pada kaki penderita sejak Costal Sternal (ICS) IV Linea Mid Costa Sinistra
1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan (LMCS), tak kuat angkat, thrill (-), murmur sistoli
pucat disertai penderita mudah merasa lelah, gr III/6 di semua ostia, gallop (+), pemeriksaan
letih, lesu. Keluhan didahului perut penderita pulmo sonor, Vesicular Breath Sound (VBS)
tampak membesar yang semakin lama semakin kiri=kanan, ronki (+/+) minimal, wheezing (-/-),
membesar serta teraba keras di perut bagian atas pemeriksaan abdomen cembung tegang, retraksi
sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit. epigastrium (-), hepar 9 cm bawah arcus costae,
Keluhan tidak disertai dengan mata atau 6 cm bawah prossesus xipideous, tepi tajam,
badan kuning, panas badan, perdarahan hidung, kenyal, rata. Lien: Schuffner VIII. Akral hangat,
gusi, bintik-bintik merah dikulit. Buang air besar capillary refill time <2 detik, edema pretibia
dan buang air kecil tidak ada keluhan. +/+, edema dorsum pedis +/+, a/r Gluteal baggy
Penderita telah diketahui sakit thalasemia pants (+), Status dermatologikus dermatosis

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 32 No. 1 Febuari 2014


59

Anestesia dan Thalasemia

(-). Pemeriksaan laboratorium Protrombin Time midazolam 1 mg dan fentanil 50 mcg, dimasukan
(PT)/International Normolized Ratio (INR) : pelan-pelan sehingga pasien tetap napas spontan.
14,2/0,96, Hemoglobin (Hb) 11,4 g/dL, Lekosit Setelah pasien tertidur pasien di cuff dan di
(L) 6.700/mm3, Hematokrit (Ht) 32%, Trombosit bagging. Setelah pasien tertidur dalam, dilakukan
(Tr) 94.000/mm3, Serum Glutamic Oxaloacetic intubasi dengan single lumen endotracheal tube
Transaminase (SGOT)/ Serum Glutamic Piruvic (ETT) Polyvinil Chlorida (PVC) no 4 dengan
Transaminase (SGPT) 86/78, Ureum (Ur)/ balon. Selanjutnya diberikan relaksan atrakurium
Kreatinin (Cr) 15/0,19 mg/dL, Gula Darah 15 mg. Maintenance dengan oksigen 2 L/mnt, air
Sewaktu (GDS) 82 mg/dL, Natrium (Na)/ Kalium 2 L/mnt dan isoflurane 1 vol%, fentanil intermiten
(K) 139/4,4 mEq/L. Elektrokardiografi (EKG) 10 mcg dan atracrurium 10 mg setiap 30 menit.
ditemukan Left Ventricular Hypertrophy (LVH), Selain itu juga diberikan dexametason dengan
Right Ventricular Hypertrophy (RVH), Left Atrial dosis 0,2 mg/kgBB.
Hypertrophy (LAH), Right Atrial Hypertrophy Operasi berlangsung selama kurang lebih tiga
(RAH), Foto torak ditemukan kardiomegali jam lima belas menit, sedangkan anastesinya dari
dengan curiga edema paru. Ekokardiografi awal induksi sampai meninggalkan ruang operasi
(28/12/2010) kesan mitral regurgitation (MR) kira-kira empat jam, dimana operasi dimulai 30
moderate, aorta regurgitasi (AR) mild, pulmonal menit setelah diinduksi dan waktu yang perlukan
hipertension (PH) Pa pressure 55 mmHg, Fungsi dari operasi selesai sampai ekstubasi dengan
Left Ventricular (LV) menurun, ejection fraction pasien benar-benar bangun kira-kira 15 menit.
(EF) 44%, Efusi perikardial minimal. Kardiologi Selama operasi napas dikontrol dengan
Anak Kesan Diagnosis Fungsional (DF): bagging dengan frekuensi antara 10⎯12x/mnt dan
decompensated heart disease+ thalasemia mayor, volume tidal 6⎯8 mL/kgBB. Keadaan vital selama
diagnosis anatomi (DA): Suspek kardiomiopati operasi, TD 70–105/45–65 mmHg tanpa support.
dilatasi, diagnosis etiologi (DE): acquired heart HR: 100–130 X/mnt regular dan adequate. SpO2
disease. 99–100%. Perdarahan selama operasi kurang
Prinsip Setuju tindakan Anestesi dengan lebih 1.700 mL. Produksi urine total 320 mL.
status fisik American Society of Anesthesiologists Cairan yang diberikan Kristaloid 700 mL Koloid
(ASA) III dan disarankan sedia darah, puasa 1000 mL FFP 150 mL PRC 400 mL
preoperatif 6 jam, Post op Pediatric Intensive Setelah operasi selesai, obat pelumpuh otot
Care Unit (PICU)/ Intensive Care Unit (ICU). di reverse dengan prostigmin 0,04 mg/kgBB dan
atropin. Selain itu pasien juga diberikan bolus
Preoperatif ondansentron 2 mg. Selanjutnya untuk analgetik
Sebelum dimasukan ke ruang operasi pasien post op dilakukan pemasangan kateter epidural.
telah dipasang intravena line dan diberikan Analgetika post op bupivacaine 0,125% dan
cairan RL sesuai dengan maintenance cairan. Fentanil 2mcg/mL dengan dosis inisial 8 mL
Pasien dipindahkan ke meja operasi diposisikan dan maintenance 2 mL/jam kontinu. Ekstubasi
setengah duduk, dipasang alat-alat monitor, nasal dilakukan setelah pasien betul-betul bangun.
kanul dengan flow 3L/mnt dan cateter urine
didapatkan urine initial 50 mL yang selanjutnya Postoperasi
langung dikosongkan, didapatkan: TD : 100/70 Pasien langsung dipindahkan ke ICU, sebelum
mmHg tanpa support, HR : 125 x/mnt regular dipindahkan kondisi pasien relatif stabil dengan
dan adekuat, RR 25 x/mnt dengan binasal canul TD 90–50 mmHg tanpa support, HR 100 x/mnt,
(BNC) 3 L/mnt didapatkan SpO2 99% Berat RR 25 x/mnt dengan BNC O2 2L/mnt didapatkan
badan pasien 18 kg. SpO2 93–95%. Laboratorium post op Hb 10,1
mg/dl, Ht 30%, Tr 89.000/m3.
Intraoperatif Pasien dirawat di ICU selama 3 hari, selama
Pasien diberikan O2 100%, kemudian diinduksi dirawat tidak ditemukan keluhan sesak napas
inhalasi dengan sevoflurane mulai dari 1 vol% dan perdarahan post op. Pasien keluar dari ICU
yang dinaikkan perlahan-lahan, ditambah dengan dengan kesadaran CM, TD 101/63 mmHg tanpa

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 32 No. 1 Febuari 2014


60

M. Deny Saeful Alam , Reza Widianto Sudjud, Indriasari

support, HR 109 x/mnt, RR 28 x/mnt dengan sehingga diperlukan tansfusi setiap 2–5 minggu.
BNC O2 2 L/mnt didapatkan SpO2 100%. Komplikasi utama pemberian transfusi darah
Kemudian pasien dialih rawat ke ruang merah secara terus menerus dalam jangka lama
kemuning lantai 1 selama 4 hari dan di ijinkan adalah penularan penyakit infeksi dan timbulnya
pulang tanggal 10 Januari 2011. kelebihan besi.1,2,4
Pada anak yang cukup mendapat transfusi,
Pembahasan pertumbuhan dan perkembangan biasanya normal,
dan splenomegali biasanya tidak ada. Bila terapi
Thalasemia adalah kelainan bawaan yang kelasi efektif, anak ini bisa mencapai pubertas
ditandai adanya gangguan sintesis rantai dan terus mencapai usia dewasa secara normal.
globin. Thalasemia mayor banyak ditemukan Bila terapi kelasi tidak adekuat, secara bertahap
di daerah Mediteranian, Afrika, dan Asia akan terjadi penumpukan besi. Efeknya akan
Tenggara. Thalasemia mayor terbagi menjadi tampak pada akhir dekade pertama. Komplikasi
thalasemia mayor beta (thalasemia mayor) yang hati, endokrin dan jantung akibat kelebihan besi
menyebabkan anemia berat dan thalasemia beta mulai tampak, termasuk diabetes, hipertiroid,
trait (thalasemia minor) yang menyebabkan hipoparatiroid dan kegagalan hati progresif.
anemia mikrositik ringan.1,2 Tanda-tanda seks sekunder akan terlambat atau
Patofisiologis terjadinya thalasemia mayor tidak timbul.4
adalah karena terjadi mutasi pada gen globin, Gambaran klinis pada anak yang tidak
bila terjadi gangguan pada rantai alfa maka akan mendapat transfusi adekuat sangat berbeda.
terjadi thalasemia alfa sedangkan gangguan pada Pertumbuhan dan perkembangan sangat
satu atau lebih rantai beta akan menyebabkan terlambat. Pembesaran lien yang progresif sering
thalasemia beta. Pada thalasemia mayor produksi memperburuk anemianya dan kadang-kadang
rantai globin terganggu, sehingga terdapat disertai trombositopenia. Terjadi perluasan
ketidakseimbangan sintesis rantai globin sumsum tulang yang mengakibatkan deformitas
(alfa>beta). Hal ini menyebabkan eritropoesis tulang kepala dengan zigoma yang menonjol,
tidak efektif dan terjadi anemia hipokrom memberikan gambaran khas mongoloid.
mikrositik berat. Rantai alfa yang tidak Anak-anak ini mudah terinfeksi, yang dapat
mempunyai pasangan akan membentuk suatu mengakibatkan penurunan mendadak kadar
substansi yang akan merusak membran sel darah hemoglobin. Karena peningkatan jaringan
merah, kerusakan prematur ini menyebabkan eritropoiesis yang tidak efektif, pasien mengalami
kematian intramedular dan eritropoesis yang hipermetabolik, sering demam dan gagal tumbuh.4
tidak efektif.1–3 Penderita yang tidak mendapat terapi kelasi
Tata laksana pasien thalasemia berat meliputi besi teratur dan kontinu menyebabkan akumulasi
transfusi darah dan terapi kelasi. Pemberian besi dan kerusakan berbagai organ diantaranya
transfusi darah dan kombinasi dengan terapi jantung, hepar, kelanjar endokrin, kulit, dan
agen pengikat yang efektif mampu mengubah sebagainya. Penimbunan besi dalam miokardium
gambaran anak dengan thalasemia β yang berat. menyebabkan otot jantung mengalami dilatasi,
Pemberian transfusi sel darah merah yang teratur, hipertrofi, dan fibrosis. Penyebab kematian
mengurangi komplikasi anemia dan eritropoiesis tersering pada penderita talasemia mayor adalah
yang tidak efektif, membantu pertumbuhan kejadian kardiovaskular akibat gagal jantung.5
dan perkembangan selama masa anak-anak Kelebihan besi merupakan konsekuensi paling
dan memperpanjang ketahanan hidup pada penting dari transfusi pada pasien thalasemia.
thalasemia mayor. Protokol transfusi digunakan Kelebihan besi dapat disebabkan oleh terapi
untuk menjaga agar kadar hemoglobin sebelum transfusi yang diberikan, meningkatnya
transfusi berada antara 9,0 sampai 10,5 g/dL, penyerapan besi dalam usus dan hemolisis
dengan pemberian transfusi packed red cell kronik. Tujuan pemberian terapi kelasi adalah
(PRC) 10–15 mL/kg. Kadar hemoglobin setelah untuk menurunkan kadar besi dalam jaringan ke
transfusi berkurang 1 gram setiap minggu, tingkat yang tidak menimbulkan toksisitas. Terapi

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 32 No. 1 Febuari 2014


61

Anestesia dan Thalasemia

kelasi dimulai bila kadar feritin serum lebih dari hepatomegali, hemosiderosis dan fibrosis hati
1.000 ng/mL.1–3 Saat ini ada beberapa jenis terapi sebelum transplantasi, semakin buruk hasilnya.7–9
kelasi yang digunakan, meliputi deferoxamine, Terjadinya kardiomiopati pada penderita
deferiprone dan deferasirox. Deferoxamine thalasemia bisa disebabkan karena anemia
merupakan obat untuk terapi kelasi yang paling kronik dan iron overload. Pada thalasemia
banyak digunakan, tetapi memiliki beberapa mayor, adanya anemia kronik yang disebabkan
keterbatasan seperti pemberian secara parenteral, oleh proses hemolitik memicu jantung untuk
efek samping dan harganya yang lebih mahal. meningkatkan cardiac output sebagai mekanisme
Deferiprone merupakan obat kelasi yang diberikan kompensasi sehingga memiliki volume ventrikel
peroral, dan cukup aman dan efektif. Obat kelasi yang besar, dan rendahnya resistensi vaskular
oral lainnya adalah deferasirox, yang memiliki yang akan menyebabkan kardiomiopati, yaitu
efektivitas yang sama dengan deferoxamine kelainan pada miokardium yang berhubungan
tetapi efek sampingnya lebih sedikit.6–8 dengan disfungsi jantung.12 Terjadinya besi yang
Indikasi splenektomi adalah bila terjadi berlebihan di miosit menyebabkan disfungsi
hipersplenisme, yaitu kebutuhan transfusi miokardial, dilatasi, berkurangnya fungsi sistoli,
meningkat dua kali lipat yang menetap selama fibrosis serta kardiomiopati. Kardiomiopati
lebih dari 6 bulan, kebutuhan transfusi lebih talasemia-β terbagi menjadi dua fenotipe umum,
dari 200 mL/kgBB/tahun, terdapat leukopenia yaitu fenotipe dilatasi dengan dilatasi ventrikel
serta trombositopenia berat.1 Splenektomi kiri disertai gangguan kontraktilitas dan fenotipe
dapat mengurangi kebutuhan transfusi sebesar restriktif dengan pengisian ventrikel restriktif.5,13
25% sampai 60%. Prosedur ini ditunda hingga Kardiomiopati restriktif biasanya terjadi
usia 6⎯7 tahun karena kemungkinan terjadi sebelum kardiomiopati dilatasi, juga disfungsi
sepsis post splenektomi. Sebelum dilakukan diastolik yang mendahului disfungsi sistolik
splenektomi, direkomendasikan pemberian kemudian gagal jantung keseluruhan. Penurunan
vaksin terhadap pneumococcus, meningococcus, fungsi kontraktilitas jantung terjadi pada stadium
dan haemophylus influenzae untuk mengurangi dini kemudian diikuti dengan disfungsi sistolik di
risiko sepsis. Setelah prosedur splenektomi, fase lanjut.5 Gagal jantung kiri lebih sering terjadi
diberikan penisilin profilaksis 250 mg dua kali secara klinis dibandingkan gagal jantung kanan.14
sehari seumur hidup.1,2,4 Guideline Recommendations for Heart
Saat ini para ahli anak maupun bedah masih Complications in Thalasemia Major (Italian
memperdebatkan antara teknik total atau parsial Federation of Cardiology) mengatakan mengenai
splenektomi mengingat banyaknya komplikasi 3 kondisi keterlibatan jantung pada penderita
yang akan terjadi paska operasi. Bahador A dkk, talasemia, yaitu:13 Siderosis miokardial terisolasi
mengatakan bahwa angka kejadian sepsis paska (isolated myocardial siderosis), Kardiomiopati
splenektomi parsial lebih rendah dibandingkan dini (early cardiomyopathy), Kardiomiopati
splenektomi total.9 Menurut Grosfeld, yang jelas (overt cardiomyopathy). Siderosis
mempertahankan fungsi fagosit limpa pada partial miokardial terisolasi (isolated myocardial
splenectomy lebih baik, akan tetapi kemungkinan siderosis) adalah siderosis pada otot jantung
terjadinya anemia berulang yang membutuhkan yang hanya dibuktikan oleh cardiac magnetic
transfusi darah bagi penderita thalasemia paska resonance (CMR) tanpa disertai dengan adanya
splenektomi total dapat berulang, sehingga tetap kardiomiopati baik dari gejala klinik maupun
diperlukan splenektomi total.10 teknik pemeriksaan yang lain. Kardiomiopati dini
Transplantasi sel stem hematopoietik (early cardiomyopathy) adalah adanya disfungsi
(hematopoietic stem cell transplantation) dari ventrikel kiri dan/atau kanan dengan atau
merupakan terapi kuratif pada penderita tanpa siderosis miokardial yang dibuktikan
thalasemia. Hasil yang lebih baik didapatkan dengan adanya penurunan ejeksi fraksi (EF)
pada pasien usia kurang dari 3 tahun yang masih <60% dan adanya peningkatan indexed diameter
mendapat sedikit transfusi dan tanpa komplikasi left ventricular end-diastolic atau peningkatan
yang signifikan. Semakin besar kondisi indexed volume. Kardiomiopati yang jelas (overt

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 32 No. 1 Febuari 2014


62

M. Deny Saeful Alam , Reza Widianto Sudjud, Indriasari

cardiomyopathy) didefinisikan bila terdapat besar risiko mereka mendapatkan anak berikutnya
adanya riwayat gagal jantung, gejala atau tanda dengan thalasemia. 1,7,8
gagal jantung kongestif, kelas II IV dari New York Prognosis ad vitam pada penderita ini adalah
Heart Assosiation, disfungsi ventrikel kiri dan/ dubia ad malam. Penyebab kematian tersering
atau kanan yang jelas dan aritmia (atrial fibrilasi, pada penderita thalasemia adalah komplikasi
atrial flutter, aritmia ventrikel repetitif). 14 gagal jantung. Gagal jantung biasanya terjadi
Terhambatnya pertumbuhan berupa pada dekade kedua dan ketiga kehidupan. Pada
perawakan pendek sering terjadi pada penderita penderita ini telah didapatkan gagal jantung
talasemia. Pola pertumbuhan relatif normal dan kardiomiopati dilatasi disertai dengan
sampai usia 9⎯10 tahun, namun selanjutnya hemosiderosis yang memperburuk harapan
tampak pertumbuhan mulai terhambat. Faktor hidupnya. Prognosis ad fuctionam untuk
yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan penderita ini adalah dubia ad malam. 1,7,8
antara lain anemia kronis, overload besi,
hipersplenisme, toksisitas kelasi, hipotiroidisme, Pertimbangan Anestesi Perioperatif
hipogonadisme, defesiensi/insufisiensi GH, Pasien dengan thalasemia intermediate
defesiensi zink, penyakit hati kronis, nafsu makan atau mayor pada suatu waktu mungkin
yang menurun, dan stress psikososial. Perawakan memerlukan penanganan bedah seperti misalnya
pendek didefinisikan sebagai tinggi <-3SD sesuai cholecystectomy ataupun spleenectomy sehingga
usia dan jenis kelamin.14 memerlukan tindakan anestesi. Permasalahan
Malnutrisi berat didefinisikan sebagai adanya yang perlu diperhatikan saat menganestesi pasien
edema pada kedua tungkai, atau severe wasting thalasemia diantaranya komplikasi akibat anemia,
( <70 BB/TB atau BB/TB <-3SD), tebal lipatan komplikasi akibat timbunan besi, dan komplikasi
kulit (TLK) triseps < persentil 5th atau adanya karena terapi chelation. Komplikasi-komlikasi
gejala klinis malnutrisi berat. Pada penderita ini ini termasuk didalamnya alloimmunization
didapatkan TLK 4 mm, dan berada < persentil 5th. dan infeksi yang berhubungan dangan tranfusi,
Pada penderita thalasemia, termasuk penderita spleenomegaly, bone abnormalitas yang
ini, malnutrisi dapat disebabkan karena proses disebabkan oleh ektramedullar hematopoeisis
hipermetabolik akibat peningkatan eritopoiesis ataupun terapi chelation, dysfungsi endokrine
jaringan yang tidak efektif. Gejala hipermetabolik (termasuk didalamnya hypogonadism,
lainnya seperti sering demam dan gagal tumbuh. hypopituitarism dan diabetes melitus), tinggi
Tatalaksana malnutrisi berat sesuai dengan yang rendah, pulmonary hypertension, venous
pedoman terapi yang ada.1,7,8 thrombosis, cardiomyopathy yang diakibatkan
Seperti halnya penyakit kronik lainnya, oleh timbunnan besi. Namun dari sekian banyak
penyakit talasemia juga menimbulkan implikasi permasalahan yang paling perlu diperhatikan
psikososial penting. Pasien dan keluarganya adalah kesulitan dalam penanganan jalan
perlu mendapatkan pemahaman dan menerima nafas yang disebabkan oleh hiperplasia dari
penyakitnya, sehingga dapat menghadapi tulang wajah dan penyempitan lubang hidung
kenyataan perlunya transfusi dan terapi kelasi karena ektramedullar hematopoesis dan efek
jangka panjang untuk meningkatkan harapan hemosiderosis yang mengakibatkan dysfungsi
hidup pasien. Disamping itu dijelaskan juga kardiak, supra ventikular aritmia dan juga
mengenai komplikasi yang sudah terjadi yaitu, disfungsi hati. Pada pasien ini tidak ditemukan
pembesaran dan kelemahan jantung, gagal kesulitan manajemen airway karena hal-hal
tumbuh, disertai gizi buruk yang memiliki tersebut di atas. 16
konsekuensi buruk pada kelangsungan hidup Pertimbangan perioperatif pada pasien
penderita. Diperlukan upaya bersama untuk thalsemia dibagi menjadi 3 bagian yaitu
menangani penderita ini secara menyeluruh. preoperatif, intraoperatif, dan post operatif.
Konseling genetik harus diberikan pada orang tua Pada saat preoperatif yang perlu diperhatikan
penderita, sehingga mereka mengerti seberapa diantaranya kadar hemoglobin pasien saat akan

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 32 No. 1 Febuari 2014


63

Anestesia dan Thalasemia

dioperasi, evaluasi terhadap disfungsi endokrin, adalah monitoring fungsi kardiovaskular dan
evaluasi fungsi kardiak termasuk diantaran EKG, pulmonal, monitoring cairan, perdarahan post
foto thorax, dan bila perlu echocardiografi, evalusi op, analgetika post op dipilih dengan epidural
fungi hepar yang perlu diperhatikan adalah resiko chateter, menghindari penggunaan non steroid
terjadinya sirosis dan hepatitis akibat timbunan anti inflamation drugs (NSAID) karena mencegah
besi ataupun infeksi, evalusi terhadap jalan nafas gangguan agregasi trombosit dan menghindari
dan antibotik dan imunisasi pre-spleenectomy15. penggunaan opioid intavena karena berisiko
Secara klinis pada pasien ini ditemukan depresi napas. 15
gangguan fungsi jantung, gannguan fungsi paru-
paru, fungsi hepar meningkat, fungsi ginjal masih Simpulan
normal dan tidak ditemukan gangguan faktor
koagulasi. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan Pada kasus diatas indikasi operasi ditujukan karena
kadar Hb, Ht, Tr, elektrolit, faktor koagulasi, limfa yang membesar dan mengganggu aktivitas,
fungsi hepar, fungsi ginjal, fungsi kardio (EKG selain itu kebutuhan akan tranfusi meningkat
dan ekokardiografi) dan foto thoraks. Pada lebih dari 200 mL/kgBB/tahun. Pertimbangan
beberapa litelatur disebutkan bahwa hematokrit anestesi meliputi preoperatif, intraoperatif dan
optimal untuk dilakukan operasi minimal 30%.16 post operatif meliputi anamnesis coexisting
Pertimbangan saat intraoperatif yaitu diseseas, keterbatasan aktivitas, gangguan
persiapan untuk kemungkinan adanya kesulitan pernapasan, riwayat terapi terdahulu, riwayat
penanganan jalan napas, memposisikan bagian- operasi terdahulu, penilaian airway, anemia,
bagian extremitas yang mengalami demineralisasi pemeriksaan kardiopulmonal, penilaian fungsi
dengan hati-hati, memberikan perhatian lebih hepar dan ginjal, penggunaan obat-obat anestesia
pada saat monitoring kardiovaskular termasuk dengan efek hemodinamik minimal termasuk
diantranya hipertensi post spleenektomi, jika efeknya terhadap kardiopulmonal, hepar dan
dilakukan operasi dengan tehnik laparoskopi maka ginjal harus minimal dan dihindari perburukan
perlu juga diperhatikan fungsi kardiovaskular fungsi tersebut, manajemen analgetika post op
dan respirasi akibat laparoskopi dan profilaksis adekuat serta perawatan post op di PICU/ICU.
terhadap terjadinya thromboemboli. Pada
pasien ini prainduksi harus dalam keadaan Daftar Pustaka
normovolemia, penggantian cairan puasa sudah
diberikan cairan via infus sebelumnya dan 1. Lanzkowsky P. Manual of pediatric
produksi urin normal 2 mL/kgBB/jam. Obat- hematology and oncology. Edisi ke⎯4.
obat induksi dipilih efeknya minimal pada Burlington: Elsevier Academic Press; 2005.
hemodinamik yaitu sevofluran dan midazolam, 2. Yaish HM. Thalasemia [diunduh 2 Januari
diberikan fentanil untuk mencegah kenaikan 2011]. Tersedia dari: http//www.emedicine.
simpatis saat intubasi, diberikan pula atrakrurium com.
untuk ventilasi kendali dan obat ini tidak 3. DeBaun MR, Vichinsky E.
menambah kerja hepar karena dimetabolisme Hemoglobinopathies. Dalam Kliegman
di plasma. Selama operasi ventilasi dikontrol RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
manual untuk mencegah hipoksia-hiperkarbia penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics.
dan mencegah kenaikan pulmonal vascular Edisi ke⎯18. Philadelphia: Elsevier Saunders;
resistance (PVR). Hindari nyeri karena dapat 2007. h. 2025⎯38.
meningkatkan rangsang simpatis, meningkatkan 4. Permono B, Ugrasena IDG. Hemoglobin
beban jantung dan meningkatkan sistemic abnormal: talasemia. Dalam Permono B,
vascular resistance (SVR). Hindari penggunaan Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E,
N2O karena meningkatkan PVR17. Pada pasien Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar
dengan MR dan AR dihindari bradikardia karena hematologi-onkologi anak. Cetakan ke⎯2.
dapat meningkatkan volume regurgitan. 18 Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2006. hlm.
Pada saat pos toperatif yang perlu diperhatikan 64⎯97.

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 32 No. 1 Febuari 2014


64

M. Deny Saeful Alam , Reza Widianto Sudjud, Indriasari

5. Lekawanvijt S, Chattipakorn N. Iron overload 13. Colan SD. Cardiomyopathies. Dalam: Keane
thalassemic cardiomyopathy: iron status JF, Lock JE, Fyler D. Nadas’ pediatric
assessment and mechanisms of mechanical cardiology. Edisi ke⎯2. Philadelphia:
and electrical disturbance due to iron toxicity. Saunders Elsevier; 2006. hlm. 415⎯58.
Can J Cardiol. 2009;25(4):213⎯8. 14. Cogliandro T, Derchi G, Mancuso L,
6. Kushner JP, Porter JP, Olivieri NF. Secondary Mayer MC, Pannone B, Pepe A. Guideline
iron overload. Hematology. 2001:47⎯61. recommendations for heart complications
7. Rund D, Rachmilewitz E. β-Thalasemia. N in talasemia major. Cardiology Medi.
Engl J Med. 2005;353:1135⎯46. 2008;9:515⎯25.
8. Olivieri NF. The β-Thalasemia. N Engl J 15. Yao Fun Sun F, Anesthesiology Problem-
Med. 1999:341(2):99⎯109. Oriented Patient Management. Edisi ke 6.
9. Catlin AJ. Thalasemia: the facts and Lippincott Williams & Wilkins. 2008:986–
the controversies. Pediatr Nursing. 987.
2003;29(6):447⎯51. 16. Hines RL, Marschall KE. Stoelting’s
10. Bahador A, Banani SA, Foroutan HR, Anesthesia and Co-Existing Disease. Edisi
Hosseini SM, Davani SZ. A comparative ke 5. Saunders Elsevier. 2008:412.
study of partial vs total splenectomy in 17. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Calahan
thalasemia major patients. J Indian Assoc MK, Stock MC. Handbook of Clinical
Pediatr Surg. 2007 vol 12, page 133⎯5 Anesthesia. Edisi ke 6. Lippincott Williams
11. Grosfeld JL, dkk. The Spleen in Pediatric & Wilkins. 2009:240–241.
Surgery edisi ke 2 dan 6. Mosby Elsevier. 18. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ.
2006 hlm. 1691⎯1702. Clinical Anesthesiology. Edisi ke 4. Mc Graw
12. Wood JC. Cardiac complications in Hill. 2005:471, 476–477.
thalasemia major. PMC. 2010;33:81⎯6.

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 32 No. 1 Febuari 2014

Anda mungkin juga menyukai