Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) DI IGD KEBIDANAN RSUD


DR. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

Tanggal 16 April - 21 April 2018

Oleh:
Elyana Fadiah, S.Kep
NIM. 1730913320044

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) DI IGD RSUD DR. H. MOCH


ANSARI SALEH BANJARMASIN

Tanggal 16 April - 21 April 2018

Oleh:
Elyana Fadiah, S.Kep
NIM. 1730913320044

Banjarmasin, 16 April 2018

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Emmelia Astika F. D, Ns., M.Kep Hj. Fauziah, Ns


NIK. 1990 2011 1 098 NIP. 19730323 199703 2 001
ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)

A. Pengertian Asuhan Persalinan Normal


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan.

B. Tujuan Persalinan Normal


Tujuan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan
memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui
upaya yang terintegrasi dan lengkap, tetapi dengan intervensi yang seminimal
mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada
tingkat yang dinginkan (optimal).

C. Etiologi terjadinya persalinan


Terjadinya persalinan belum diketahui secara pasti, sehingga menimbulkan
beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his. Teori
kemungkinan terjadinya proses persalinan adalah:
1. Teori keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Setelah melewati batas tertentu tersebut terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai. Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi
kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses
persalinan.
2. Teori penurunan progesterone
Proses penuaan plasenta terjadi saat usia kehamilan 28 minggu, karena
terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan
dan buntu. Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot
rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai
berkontraksi setelah mencapai penurunan progesteron tertentu.
3. Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior. Perubahan
keseimbangan esterogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot
rahim, sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Dengan
menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat mulai.
4. Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu,
yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat
menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu persalinan.
5. Teori hipotalamus – hipofisis dan glandula suprarenalis
Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anen-sefalus sering terjadi
keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian
kortikosteroid dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya)
persalinan. Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara
hipotalamus – hipofisis dengan mulainya persalinan.

D. Manifestasi Persalinan
1. Tanda-tanda permulaan persalinan
a) Lightening yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul
b) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun
c) Perasaan sering kencing atau susah kencing (polakisuria)
d) Adanya kontraksi dari uterus (braxton hicks); kontraksi yang kuat,
sering dan tidak teratur
e) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah
bisa bercampur darah (bloody show)
2. Tanda-tanda in partu
a) Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, bersifat sering dan
teratur dengan frekuensi yang makin pendek dan hilang timbul
b) Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-
robekan kecil pada serviks
c) Adanya cairan ketuban yang pecah dengan sendirinya
d) Serviks mendatar, menipis dan membuka

E. Faktor-faktor Penting Dalam Persalinan


Faktor-faktor penting dalam persalinan yaitu:
1. Power (HIS/kontraksi otot rahim, kontraksi dinding perut, kekuatan
mengejan, keregangan, dan kontraksi ligamentum rotundum)
2. Passanger (janin dan plasenta)
3. Passage (jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang)
4. Provider (pengetahuan, ketrampilan, sikap penolong dalam mengambil
keputusan)
5. Psychologic (pengalaman sebelumnya, kesiapan emosional, support
sistem)

F. Tahapan Dalam Persalinan


Terdapat empat tahap persalinan, diantaranya:
1. Kala I : Dimulai dari permulaan persalinan sampai dilatasi serviks
secara lengkap
Proses membukanya serviks sebagai akibat his di bagi dalam 2 fase,
yaitu:
a) Fase laten: kurang lebih selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm
b) Fase aktif: dibagi dalam 3 fase lagi yaitu:
1) Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4
cm
2) Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
3) Fase deselarisasi: pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap
Fase-fase tersebut pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi
demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, fase deselarisasi terjadi lebih
pendek.
Mekanisme pembukaan serviks berbeda antara primigravida dan
multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka
lebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru
kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium
uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum
dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam
Waktu yang sama.
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah
lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm,
disebut ketuban pecah dini. Kala 1 selesai apabila pembukaan serviks
uteri telah lengkap. Pada primigravida kala 1 berlangsung kira-kira 13
jam sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.

2. Kala II : Dimulai dari dilatasi serviks lengkap sampai kelahiran bayi


Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3
menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk
ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar
pangggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita
merasa pula tekanan pada rektum dan hendak buang air besar.
Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus
membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin
tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih
berelaksasi kepala janin tidak masuk lagi diluar his, dan dengan his dan
kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput dibawah simfisis dan dahi, muka dan dagu melewati
perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan
badan, dan anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-
rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 30 menit.

3. Kala III : Dimulai dari kelahiran bayi sampai kelahiran plasenta


Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6
sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan
tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan
pengeluaran darah.

4. Kala IV : Dimulai dari kelahiran plasenta sampai stabilisasi keadaan


pasien, biasanya pada sekitar 1 jam masa nifas. Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada kala IV, diantaranya:
a) Kontrol perdarahan
b) Kaji TTV
c) Massase uterus
d) Kontrol kontraksi uterus
e) Perawatan perineum
f) Pemeriksaan fisik
g) Pemberian nutrisi
h) Inisiasi menyusui dini

G. Aspek Lima Benang Merah Dalam Persalinan Normal


Ada lima aspek dasar atau lima benang merah yang penting dan saling terkait
dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut
melekat pada setiap persalinan, baik normal maupun patologis. Lima benang
merah tersebut, yaitu:
1. Membuat keputusan klinik
2. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
3. Pencegahan infeksi
4. Pencatatan (rekam medik) asuhan persalinan
5. Rujukan

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan urin protein (Albumin) bertujuan untuk mengetahui adanya
risiko pada keadaan preeklamsi maupun gangguan pada ginjal yang
biasanya dilakukan pada trimester 2 dan 3
2. Pemeriksaan darah
3. Pemeriksaan USG yang berguna untuk mendapatkan gambaran dari janin,
plasenta dan uterus
4. Stetoskop monukuler yang berguna untuk mendengar denyut jantung
janin, daerah yang biasanya digunakan untuk mengukur denyut jantung
janin adalah area fungtum maksimum

I. Asuhan Persalinan Normal 58 Langkah


1. Langkah 1
Mendengarkan, melihat, dan memeriksa gejala serta tanda kala dua
sebagai berikut:
a) Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran
b) Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan
vagina
c) Perineum tampak menonjol
d) Vulva dan sfingter ani membuka.
2. Langkah 2
a) Memastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru
lahir. Untuk asfiksia, yaitu: tempat tidur datar dan keras, 2 kain dan 1
handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari
tubuh bayi.
b) Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi, dan mengganjal bahu
bayi
c) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam
partus set.
3. Langkah 3
Mengenakan atau memakai celemek plastik.
4. Langkah 4
Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, mencuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian mengeringkan tangan
dengan tisue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5. Langkah 5
Memakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.
6. Langkah 6
Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (menggunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT dan steril, memastikan tidak terkontaminasi
pada alat suntik).
7. Langkah 7
Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan hati-hati dari depan ke
belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi air DTT.
a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
membersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
b) Membuang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia
c) Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (mendekontaminasi,
melepaskan, dan merendam dalam larutan klorin 0,5%).
8. Langkah 8
a) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
b) Melakukan amniotomi bila selaput ketuban dalam belum pecah dan
pembukaan sudah lengkap.
9. Langkah 9
Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian
melepaskan dan merendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit. Mencuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Langkah 10
Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit).
a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan semua hasil-
hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
11. Langkah 11
a) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janin baik, serta membantu ibu dalam menemukan posisi yang
nyaman dan sesuai dengan keinginannya
b) Menunggu hingga timbul rasa ingin meneran, melanjutkan pemantauan
kondisi ibu dan janin, memantau kenyamanan ibu (mengikuti pedoman
penatalaksanaan fase aktif), dan mendokumentasikan sesuai temuan yang
ada
c) Menjelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka
untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara
benar.
12. Langkah 12
Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (jika ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, membantu ibu ke posisi setengah
duduk atau posisi lain yang diinginkan dan memastikan ibu merasa nyaman).
13. Langkah 13
Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada dorongan
kuat untuk meneran dengan cara sebagai berikut:
a) Membimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b) Mendukung dan beri semangat pada saat meneran dan memperbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e) Menganjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f) Memberikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h) Segera merujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah 120 menit
atau 2 jam meneran pada primigravida, dan 60 menit atau 1 jam meneran
pada multigravida.
14. Langkah 14
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Langkah 15
Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu jika kepala
bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16. Langkah 16
Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Langkah 17
Membuka tutup partus set dan memerhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan.
18. Langkah 18
Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Langkah 19
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
melindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi
dan membantu lahirnya kepala. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan
sambil bernapas cepat dan dangkal.
20. Langkah 20
Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan mengambil tindakan
yang sesuai jika hal itu terjadi dan segera melanjutkan proses kelahiran bayi.
a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, melepaskan lewat bagian atas
kepala bayi
b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, mengeklem tali pusat di dua tempat
dan memotong diantara klem tersebut.
21. Langkah 21
Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Langkah 22
Memegang secara biparietal setelah kepala melakukan putaran paksi luar.
Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Secara lembut
menggerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di
bawah arkus pubis dan kemudian menggerakkan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
23. Langkah 23
Menggeser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan, dan siku sebelah bawah setelah kedua bahu lahir. Menggunakan
tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
24. Langkah 24
Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong dan kaki. Memegang kedua mata kaki (memasukkan
telunjuk diantara kaki dan memegang masing-masing mata kaki dengan ibu
jari dan jari-jari lainnya).
25. Langkah 25
Melakukan penilaian (selintas) sebagai berikut:
a) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan?
b) Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap, segera melakukan tindakan
resusitasi (Langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi
bayi baru lahir dengan asfiksia).
26. Langkah 26
Mengeringkan dan memosisikan tubuh bayi di atas perut ibu.
a) Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya
(tanpa membersihkan verniks), kecuali bagian tangan
b) Mengganti handuk basah dengan handuk kering
c) Memastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.
27. Langkah 27
Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam
uterus (hamil tunggal).
28. Langkah 28
Memberitahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus
berkontraksi baik).
29. Langkah 29
Menyuntikkan oksitosin 10 unit (intramuskular) di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (melakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin) dalam waktu
satu menit setelah bayi lahir.
30. Langkah 30
Menjepit tali pusat dengan menggunakan klem (dua menit setelah bayi lahir
pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Pada sisi luar klem penjepit,
mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan melakukan penjepitan kedua
pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Langkah 31
Memotong dan mengikat tali pusar dengan cara berikut:
a) Mengangkat tali pusat yang telah dijepit dengan satu tangan kemudian
melakukan pengguntingan tali pusat (melindungi perut bayi) di antara dua
klem tersebut
b) Mengikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan melakukan ikatan
kedua menggunakan benang dengan simpul kunci
c) Melepaskan klem dan memasukkan dalam wadah yang telah tersedia.
32. Langkah 32
Melakukan persiapan inisiasi menyusui dini dengan cara sebagai berikut:
a) Menempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi
b) Meletakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu
c) Meluruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding
dada-perut ibu
d) Mengusahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi
lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Langkah 33
Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
34. Langkah 34
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
35. Langkah 35
Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu yaitu pada tepi atas
simfisis untuk mendeteksi dan tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Langkah 36
Menegangkan tali pusat ke arah bawah setelah uterus berkontraksi, sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso kranial)
secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Menghentikan penegangan
tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya jika plasenta
tidak lahir setelah 30-40 detik kemudian mengulangi prosedur di atas.
Meminta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting
susu jika uterus tidak segera berkontraksi.
37. Langkah 37
Melakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas.
Meminta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai kemudian ke arah atas mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorso kranial).
a) Jika tali pusat bertambah panjang memindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva dan melahirkan plasenta
b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat maka:
1) Memberi dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2) Melakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4) Mengulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5) Segera merujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
lahir
6) Melakukan plasenta manual jika terjadi perdarahan.
38. Langkah 38
Melahirkan plasenta dengan kedua tangan saat plasenta muncul di introitus
vagina. Memegang dan memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin
kemudian melahirkan dan menempatkan plasenta pada wadah yang telah
disediakan. Jika selaput ketuban robek memakai sarung tangan DTT atau
steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian menggunakan jari-
jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang
tertinggal.
39. Langkah 39
Melakukan masase uterus segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir.
Meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
Melakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15
detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
40. Langkah 40
Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan memastikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Memasukkan plasenta ke dalam kantung
plastik atau tempat khusus.
41. Langkah 41
Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
42. Langkah 42
Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
43. Langkah 43
Memberi cukup waktu untuk terjadi kontak kulit ibu dan bayi (di dada ibu
paling sedikit satu jam).
a) Sebagian besar bayi berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu
30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit.
Bayi cukup menyusu dari satu payudara
b) Membiarkan bayi berada di dada ibu selama satu jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu.
44. Langkah 44
Melakukan penimbangan/ pengukuran bayi, memberi tetes mata antibiotik
profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral
setelah satu jam kontak kulit ibu dan bayi.
45. Langkah 45
a) Memberikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian
Vitamin K1) di paha kanan anterolateral
b) Meletakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa
disusukan
c) Meletakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu
di dalam satu jam pertama dan membiarkan sampai bayi berhasil menyusu.
46. Langkah 46
Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
sebagai berikut:
a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
b) Setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
d) Melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika
uterus tidak berkontraksi dengan baik.
47. Langkah 47
Mengajarkan ibu dan keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi.
48. Langkah 48
Mengevaluasi dan mengestimasi jumlah kehilangan darah.
49. Langkah 49
Memantau TTV ibu sebagai berikut:
a) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama
satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama dua jam
pertama persalinan
b) Memeriksa temperatur ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca
persalinan
c) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
50. Langkah 50
Memeriksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas
dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5–37,5ºCº).
51. Langkah 51
Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas peralatan setelah
didekontaminasi
52. Langkah 52
Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Langkah 53
Membersihkan badan ibu menggunakan air DTT kemudian membersihkan
sisa cairan ketuban, lendir, dan darah serta membantu ibu memakai pakaian
yang bersih dan kering.
54. Langkah 54
Memastikan ibu merasa nyaman, membantu ibu memberikan ASI, serta
menganjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya.
55. Langkah 55
Mendekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Langkah 56
Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalik
bagian dalam keluar, dan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit.
57. Langkah 57
Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
mengeringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih.
58. Langkah 58
Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), memeriksa tanda vital,
dan asuhan kala IV.

J. Pathway

Persalinan

Manifestasi persalinan:
Penyebab terjadinya
1. Lightening
persalinan:
2. Perut melebar, fundus uteri turun
1. Teori keregangan
3. Perasaan sering kencing
2. Teori penurunan hormone
4. Adanya kontraksi dari uterus (braxton
progesterone
hicks)
3. Teori oksitosin internal
5. Serviks menjadi lembek dan datar
4. Teori prostaglandin
6. Rasa sakit oleh adanya his yang datang
5. Teori hipotalamus – hipofisis
lebih kuat
dan glandula suprarenalis
7. Keluar lendir bercampur darah
8. Adanya cairan ketuban
9. Serviks mendatar, menipis dan membuka

Kala I Kala II Kala III Kala IV

Kontraksi uterus Kelahiran kepala Kelahiran Stabilisasi


Plasenta kondisi ibu

Dilatasi serviks Kelahiran Bahu


Episiotomi/laserasi Defisiensi
pengetahuan
Nyeri Persalinan Kelahiran
Tubuh dan Kerusakan integritas
Ekstremitas jaringan dan Resiko
Infeksi

Resiko kekurangan
volume cairan
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Anamnesis umum
1) Nama, jenis kelamin, usia, agama, pendidikan, alamat dan pekerjaan
2) Tanyakan primigravida atau multigravida
3) HPHT
4) Riwayat alergi obat-obatan
5) Riwayat kehamilan sekarang: ANC, masalah yang dialami selama
kehamilan seperti perdarahan, kapan mulai kontraksi, apakah
gerakan bayi masih terasa, apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika
ya, cairan warnanya apa? Kental/ encer? Kapan pecahnya? Apakah
keluar darah pervagina? Bercak atau darah segar? Kapan ibu
terakhir makan dan minum? Apakah ibu kesulitan berkemih?
6) Riwayat kehamilan sebelumnya
7) Riwayat penyakit terdahulu
8) Riwayat penyakit keluarga

b) Pemeriksaan fisik umum


1) Minta ibu untuk mengosongkan kandung kemih
2) Nilai keadaan umum, suasana hati, tingkat kegelisahan, warna
konjungtiva, kebersihan, status gizi, dan kebutuhan cairan tubuh
3) Nilai tanda – tanda vital (TD, Nadi, suhu, dan pernafasan), untuk
akurasi lakukan pemeriksaan TD dan nadi diantara dua kontraksi.
4) Pemeriksaan abdomen untuk menentukan tinggi fundus dan
kontraksi uterus
5) Palpasi jumlah kontraksi dalam 10 menit, durasi dan lamanya
kontraksi
6) Memantau denyut jantung janin (normal 120-160x/menit)
7) Menentukan presentasi (bokong atau kepala)
8) Menentukan penurunan bagian terbawah janin
9) Pemeriksaan dalam:
a) Nilai pembukaan dan penipisan serviks
b) Nilai penurunan bagian terbawah dan apakah sudah masuk rongga
panggul

2. Analisa Data

Kemungkinan
Data Masalah
Penyebab
DS:
- Paseien mengeluh nyeri pada area Dilatasi Nyeri
perut serviks persalinan
DO:
a. Pasien terlihat meringis kesakitan
b. Pada pengkajian nyeri didapatkan
data seperti:
1) P: Kontraksi uterus
2) Q: Seperti ingin buang air
besar
3) R: Area abdomen
4) S: Skala sedang-berat (4-10)
5) T: Bertahap
DS:
- Faktor resiko Resiko
DO: kehilangan kekurangan
a. Terlihat perdarahan volume cairan
adanya volume cairan
pervaginam yang banyak, ≤ 500 aktif
ml (Perdarahan)
b. Wajah pasien terlihat pucat
c. Terjadi perubahan pada tanda-
tanda vital seperti:
1) TD menurun
2) HR meningkat
DS: Prosedur Kerusakan
- bedah integritas
DO: (episiotomi) jaringan
Terlihat adanya luka bekas
episiotomi
DS: Kurang Defsiensi
Klien mengatakan tidak tahu apa sumber pengetahuan
yang harus dia lakukan setelah pengetahuan
melahirkan
DO:
-

3. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Nyeri persalinan yang berhubungan dengan dilatasi serviks yang
ditandai oleh pasien mengeluh nyeri pada area perut dan terlihat
meringis kesakitan dengan pengkajian nyeri akibat adanya kontraksi
uterus, nyeri dengan kualitas seperti ingin buang air besar pada area
abdomen dengan skala 4-10 dan terjadi secara bertahap
b. Resiko kekurangan volume cairan dengan faktor resiko kehilangan
volume cairan aktif (perdarahan) yang ditandai dengan wajah pasien
terlihat pucat, terdapat perdarahan pervaginam yang banyak ≤ 500 ml
dengan TD yang menurun dan HR meningkat
c. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan prosedur
bedah (episiotomy) yang ditandai dengan adanya luka bekas
episiotomy.
d. Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya sumber
pengetahuan yang ditandai oleh klien mengatakan tidak tahu apa yang
harus dia lakukan setelah melahirkan
4. Intervensi

No. Diagnosa NOC NIC


1. Nyeri persalinan Setelah dilakukan Managemen nyeri
tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian
selama 2 x 24 jam nyeri nyeri secara
persalinan dapat teratasi komperhensif yang
dengan: meliputi lokasi,
NOC karakteristik,
1. Tingkat nyeri onset/durasi, frekuensi,
2. Kontrol nyeri kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan
Kriteria hasil: faktor pencetus
Mampu mengontrol 2. Berikan informasi
nyeri (mengetahui mengenai nyeri,
penyebab nyeri, mampu seperti: penyebab
menggunakan teknik nyeri, berapa lama
nonfarmakologi untuk nyeri akan dirasakan
mengurangi nyeri). 3. Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan (mis.
Suhuruangan,
pencahayaan dan
kebisingan)
2. Resiko kekurangan Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan
volume cairan tindakan keperawatan 1. Monitor resiko
selama 2 x 8 jam resiko terjadinya perdarahan
kekurangan volume pada pasien
cairan teratasi dengan: 2. Monitor tanda-tanda
NOC vital
Keseimbangan cairan 3. Pertahankan agar
pasien tirah baring jika
Kriteria hasil: terjadi perdarahan aktif
1. Tekanan darah dan 4. Berikan produk darah
denyut nadi radial
dalam batas normal Pemberian produk
2. Keseimbangan darah
intake dan output 1. Cek kembali bahwa
dalam 24 jam produk darah telah
disiapkan, diketik, dan
dicocokkan bagi
penerima
2. Cek kembali pasien
dengan benar, tipe
darah, tipe Rh, jumlah
unit, waktu kadaluarsa
3. Instruksikan kepada
pasien tentang tanda
dan gejala reaksi
terhadap transfuse
(gatal, pusing, nafas
pendek, dan atau nyeri
dada)
4. Monitor TTV
5. Monitor adanya reaksi
transfuse
6. Monitor area IV terkait
tanda dan gejala dari
adanya infiltrasi,
phlebitis, dan infeksi
local
7. Dokumentasikan waktu
transfusi
3. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan perineum
integritas jaringan tindakan keperawatan 1. Bantu pasien
selama 2 x 24 jam membersihkan area
Kerusakan integritas perineum
jaringan dapat teratasi 2. Jaga agar area
dengan: perineum tetap kering
NOC 3. Inspeksi area insisi atau
1. Penyembuhan luka: robekan (mis.
primer dan Episiotomo, laserasi)
sekunder 4. Bersihkan area
perineum secara teratur
Kriteria hasil: 5. Berikan pembalut yang
1. Kondisi kulit dan menyerap cairan
tepi luka dalam 6. Dokumentasikan cairan
keadaan baik yang keluar (lokea)
2. Pembentukan bekas 7. Berikan obat-obatan
luka baik anti nyeri dengan tepat
3. Tidak ada eritema, 8. Instruksikan pasien dan
peradangan dan orang-orang terdekat
lebam disekitar kulit untuk menginspeksi
4. Tidak ada tanda-tanda yang tidak
peningkatan suhu normal pada area
kulit perineum (seperti;
infeksi, kulit pecah-
pecah, gatal dan cairan
yang tidak normal)

Perlindungan Infeksi
1. Monitor adanya tanda
dan gejala infeksi
2. Periksa keadaan kulit
jika ada kemerahan,
kehangatan ekstrim,
atau drainase
3. Periksa kondisi sayatan
bedah atau luka
4. Tingkatkan asupan
nutrisi dan cairan yang
cukup
5. Ajarkan kepada pasien
tentang tanda dan
gejala infeksi dan
kapan harus
melaporkan hal
tersebut
4. Defisiensi Setelah dilakukan Perawatan postpartum
pengetahuan asuhan keperawatan 1. Pantau tanda-tanda
selama 2 x 24 jam, vital
masalah defisiensi 2. Monitor lokea terkait
pengetahuan klien dengan warna, jumlah,
dapat teratasi dengan bau dan adanya
NOC: gumpalan
Pengetahuan: 3. Minta pasien
Kesehatan ibu mengosongkan
postpartum kandung kemih
sebelum dan sesudah
Kriteria hasil: pemeriksaan
1. Pemantauan rutin postpartum
(tanda-tanda vital) 4. Pantau lokasi TFU dan
dalam rentang tonus
normal 5. Pantau perineum atau
2. Cairan vagina luka operasi dan
normal (lokea) jaringan disekitarnya
3. Pola involusi uterus (REEDA)
baik 6. Dorong pasien untuk
4. Perawatan memulai pergerakan
perineum secara rutin
5. Intake dan output 7. Pantau nyeri pasien
6. Perubahan tingkat 8. Ajarkan pasien untuk
nyeris penanganan nyeri non-
farmakologis
9. Berikan analgesic
sesuai kebutuhan
10. Ajarkan pasien cara
merawat perineum
11. Periksa warna dan
suhu payudara beserta
puting
12. Monitor kandung
kemih termasuk intake
dan output (mis.
Pengosongan kandung
kemih, warna dan bau)
13. Monitor status BAB
(mis. Tanggal dan
waktu BAB, bising
usus dan flatus)
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). 6th ed.
Mosbie Elsevier: USA
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC, Jakarta.
Heather, T Herdman, Shigemi Kamitsuru., 2015. Diagnosis Keperawatan,
Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
JNPK-KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Ed. 2. Jakarta: EGC
Marjiati. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta: Salemba
Medika
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: TIM
Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th ed. Mosbie
Elsevier: USA
Reeder, SJ, Martin, LL, Koniak-Griffin, D. 2014. Keperawatan Maternitas:
Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai