Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

PENDAHULUAN

FISTULA PERIANAL

Disusun oleh :
TAUFIK FAJAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
FISTULA PERIANAL

A. Pengertian
Fistula perianal/fistula ani disebut juga fistula in ano yang merupakan sebuah
hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit
perianal. Hubungan ini berupa sebuah traktus yang terbentuk oleh jaringan
granulasi. Bukaan primernya terletak pada kanalis anal dan bukaan sekundernya
terletak pada kulit perianalis. Bukaan sekundernya dapat multiple yang berasal
dari satu bukaan primer saja.

Fistula adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran dengan saluran
lain, atau antara suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit. Yang pertama
disebut fistula interen dan yang kedua fistula eksteren. Fistula anorektal atau
fistula ani adalah terowongan abnormal dari anus atau rektum, biasanya menuju
ke kulit di dekat anus, tapi bisa juga ke organ lainnya seperti vagina

Apabila tidak ditutup secara permanen dengan tindakan bedah, fistula akan
tetap terbuka sehingga dapat terinfeksi ulang dari anal aau rectum yang
berakibat terbentuknya pus terus menerus. Traktus yang terbentuk oleh abses,
dapat juga tidak berhubungan dengan anal atau rectum dan secara definisi
disebut sebagai sinus, bukan fistula.

Fistula perianal adalah komunikasi abnormal antara anus dengan kulit


perianal. Kelenjar pada kanalis analis terletak pada linea dentate menyediakan
jalur organism yang menginfeksi untuk dapat mencapai ruang intramuscular.

Fistula perianal sering terjadi pada laki-lak berumur 20-40 tahun,berkisar 1-3
kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses
( tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan
terbentuk fistula.

B. Etiologi
Kebanyakan fistula berasal dari kelenjar dalam didinding anus atau rectum.
Kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses
anorektal. Terdapat sekitr 7-40% pada kasus abses anorektal berlanjut menjadi
fistula perianal. Namun lebih sering penyebabnya tidak dapat diketahui.
Organisme yang biasanya terlibat dalam pembentukan abses adalah
Escherichiacoli, Enterococcus sp dan Bacteroides sp. Fistula juga sering
ditemukan pada penderita dengan penyakit Chohn, tuberculosis, devertikulitis,
kanker atau cedera anus maupun rectum, aktinomikosis dan infeksi klamidia.
Fistula pada anak-anak biasanya merupakan cacat bawaan. Fistula yang
menghubungkan rectum dan vagina bisa merupakan akibat dari terapi sinar x,
kanker, penyakit Crohn dan cedera pada ibu selama proses persalinan.

C. Tanda dan Gejala


Umumnya, gejala utama yang tersering adalah keluarnya pus seropuruluen
yang mengiritasi kulit disekitarnya dan menyebabkan perasaan tidak enak.
Terkadang anamnesis mengatakan gejala ini sudah menahun. Abses perianal
yang rekurens menyarankan adanya fistula ani. Selma bukaannya cukup besar
untuk pus keluar, maka nyeri belum menjadi gejala. Tapi bila bukaanya
tersumbat maka nyeri akan timbul meningkat hingga pus dapat keluar. Biasanya
bukaan hanya soliter, terletak 3,5-4 cm dari anus, memberi gambaran elevasi
kecil dengan jaringan granulasi warna merah pada mulut lubang. Bila elevasi
ditekan akan keluar pus.

D. Patofisiologi
Hipotesis kriptoglandular, yang menjelaskan bahwa fistula in ano merupakan
abses anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan membentuk traktus.
Kanalis anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi melalui sfingter
internal dan mengalir menuju kripta pada linea dentate.Kelenjar dapat terinfeksi
dan menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan itu,
terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga dapat
terjadi setelah trauma, pengeluaran feces yang keras, atau proses inflamasi.
Apabila kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk
abses didalam rongga intrsfingterik. Abses lama kelamaan akan menghasilkan
jalan keluar dengan meninggalkan fistula.

E. Pemeriksaan Penunjang
●Fistulografi
-●Ultrasound endoanal atau endorektal.
●MRI
●CT-Scan.

F. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda.
Komplikasi yang dapat langsung terjadi antara lain:
a. Perdarahan
b. Impaksi fecal
c. Hemorrhoid
Komplikasi yang tertunda antara lain adalah:
 Inkontinensia
Munculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot sfingter yang
terpotong, khususnya pada pasien dengan fistula kompleks seperti letak tinggi
dan letak posterior. Drainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat
merusak saraf-saraf kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak. Apabila
pinggiran fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat menutup, yang
mengakibatkan bocornya gas dan feces. Risiko ini juga meningkat seiring menua
dan pada wanita.
 Rekurens
Terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer atau
mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau ke samping. Epitelisasi dari
bukaan interna dan eksterna lebih dipertimbangkan sebagai penyebab
persistennya fistula. Risiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada wanita.
 Stenosis kanalis
Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal.
Penyembuhan luka yang lambat. Penyembuhan luka membutuhkan waktu
kurang lebih 12 minggu, kecuali ada penyakit lain yang menyertai (seperti
penyakit Crohn).

G. Penatalakasanaan
Prinsip umum dalam penanganan bedah fistula ani adalah untuk
menghilangkan fistula, mencegah rekurens, dan untuk memelihara fungsi
sfingter.
Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi bukaan saat berada
di kamar operasi:
 Memasukkan probe melalui bukaan eksternal sampai ke bukaan internal,
atau sebaliknya.
 Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau hidrogen
peroksida, dan memperhatikan titik keluarnya di linea dentata. Walaupun
methylene blue dapat mewarnai jaringan sekitarnya, namun
mencairkannya dengan Saline atau hidrogenperoksida akan mengatasi
masalah ini.
 Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.
Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal ini
dapat berguna pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada varian yang
kompleks

H. Pathway
RESUME

A. Situasi

DS : -

DO : Nyeri di bagian anus

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Asuhan keperawatan perioperasi terdiri dari 3 tahap yaitu mempunyai pra,


intra dan pasca operasi, dimana perawat mempunyai peran integral dalam
rencana asuhan kolaboratif dengan pembedahan.
1. Perawatan Pre operasi
Perawatan pre operasi meliputi
:
- Kelengkapan rekam medis dan status

- Memeriksa kembali persiapan pasien

- Informed consent

- Menilai keadaan umum dan TTV

- Memastikan pasien dalam keadaan puasa

Pada fase pre operasi ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan
emosional klien, mengetahui tingkat resiko pembedahan,
mengkoordinasi berbagai pemeriksaan diagnostik, mengidentifikasi
diagnosa keperawatan yang mengambarkan kebutuhan klien dan
keluarga, mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk
pembedahan.
2. Perawatan Intra operasi meliputi :

- Melaksanakan orientasi pada pasien

- Melakukan fiksasi

- Mengatur posisi pasien

- Menyiapkan bahan dan alat


- Drapping
- Memeriksa persiapan instrument

- Membantu pelaksanaan pembedahan

Pada fase intraoperasi perawat melakukan 1 dari 2 peran selama


pembedahan berlangsung, yaitu perawat sebagai instrumentator atau
perawat sirkulator.
Perawat instrumentator memberi bahan-bahan yang dibutuhkan selama
pembedahan berlangsung dengan menggunakan teknik aseptic
pembedahan yang ketat dan terbiasa dengan instrumen pembedahan.
Sedangkan perawat sirkulator adalah asisten instrumentator atau
dokter bedah.
3. Perawatan Post Operasi

Pada fase post operasi setelah pembedahan, perawatan klien dapat


menjadi komplek akibat fisiologis yang mungkin terjadi. klien yang
mendapat anastesi umum cenderung mendapat komplikasi yang lebih
besar dari pada klien yang mendapat anastesi lokal.
Perawatan post operasi meliputi :

- Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala.

- Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu


dengan perawat anastesi
- Mengukur dan mencatat produksi urine

- Mengatur posisi seusai dengan keadaan

- Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi

- Mengukur TTV setiap 15 menit sekali

B. Background

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit


yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah operasi.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Meliputi penyakit lain yang pernah dialami atau dapat mempengaruhi


penyakit sekarang.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga mempunyai


penyakit yang sama atau tidak.
C. Analisis

Diagnosa keperawatan yang muncul :

1. Pre operasi

 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur


pembedahan
2. Intra operasi

 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan


pembatasan pemasukan cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh
secara tidak normal seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti
muntah.
 Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan.

3. Post operasi

 Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan


intregitas otot.
 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
ditandai dengan adanya luka operasi
D. Recommendation

Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1. Pre Operasi

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur


pembedahan.
Tujuan : Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Intervensi :
- Kaji tanda – tanda ansietas verbal dan non verbal

- Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis operasi

- Beri dukungan pra bedah


2. Intra Operasi

a. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kekurangan volume cairan


berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral,
hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter,
selang, jalur normal seperti muntah.
Tujuan : Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Intervensi:

- Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran


cairan gastrointestinal).
- Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi
yang dilakukan.
- Pantau tanda-tanda vital.

- Membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan dan pilihan-


pilihan yang mempengaruhi intervensi.
- Mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.

- Hipotensi, takikardi, peningkatan pernafasan mengindikasikan


kekurangan cairan, misal : dehidrasi / hipovolemik.
- Periksa alat drein pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
- Kolaborasi : Berikan cairan parenteral, produksi darah atau plasma
ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika
diperlukan.
- Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai
petunjuk.
- Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/
hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengindi-kasikan
formasi hematoma / perdarahan.
- Kulit yang dingin / lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian
cairan tambahan.
- Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat
waktu penggan-tian volume sirkulasi yang potensial bagi
penurunan komplikasi.
- Pemasukan oral bergantung kepada pengembalian fungsi
gastriointestinal.
b. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
Tujuan : Tidak terjadinya cedera selama pembedahan pemakaian kasa
Intervensi :
- Kaji ulang identitas pasien dan jadwal prosedur operasi sesuai
dengan jadwal
- Pastikan keamanan elektrikal selama selama pembedahan

- Pastikan untuk mencatat jumlah pemakaian kasa, instrument, jarum


dan pisau operasi
3. Post Operasi

a. Diagnosa Keperawatan : Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan


pada kulit, jaringan dan intregitas otot.
Tujuan : Nyeri teratasi.
Kriteria Evaluasi :
- Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / dihilangkan.

- Tampak santai, dapat beristirahat / tidur dan ikut serta dalam


aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi:

- Evaluasi rasa sakit secara reguler, mencatat, lokasi dan


intensitas (skala 0 – 5)
- Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan
peningkatan pernafasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya
rasa sakit.
- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai
kebutuhan. Sediakan informasi mengenai kebutuhan /
efektivitas intervensi.
- Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.

- Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi-fowler, miring.

- Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas


dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
- Kolaborasi : Berikan obat sesuai petunjuk

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit


ditandai dengan adanya luka operasi.
Tujuan : Tidak terjadinya infeksi pasca pembedahan
Intervensi :
- Pastikan semua tim bedah telah melakukan pencucian tangan
sesuai dengan prosedur yang benar
- Lakukan desinfeksi area pembedahan dan pemasangan doek
steril pada daerah pembedahan
- Pertahankan sterilitas selama pembedahan

- Tutup luka dengan dengan pembalut atau kasa steril


DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M  and  Alice, C.G., 2000. Rencana  Asuhan 
Keperawatan :  Pedoman  Untuk  Perencanaan  Dan  Pendokumentasian 
Perawatan  Pasien. Jakarta, Penerbit  Buku  Kedokteran  EGC.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit. (ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC.

Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006).
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.

Judith M.Wilkinson, Nancy R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan


Edisi 9. Jakarta: EGC.
Preseptor Klinik

Anda mungkin juga menyukai