Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hampir semua fistula ani, yang biasanya disebut fistel perianal atau fistel pra-anal,
disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel
mempunyai satu muara di kripta diperbatasan anus dan rectum dan lobang lain di
perineum di kulit perianal. Kadang fistel disebabkan oleh colitis yang disertai proktitis,
seperti TBC, amubiasis, atau morbus Crohn.1,2,3
Fistel dapat terletak disubkutis, submukosa, antar sfingter, atau menembus sfingter,
mungkin fistel terletak anterior, lateral, atau posterior. Bentuknya mungkin lurus,
bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya sfingter bersifat tunggal, kadang ditemukan
yang kompleks. Fistel dengan lubang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk
lurus, fistel dengan lobang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak
lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior di sekitar
m.puborektalis dan dapat membentuk satu lobang perforasi atau lebih di sebelah anterior,
sesuai Hukum Hoodsall.2,3
Penatalaksanaan fistula ani bertujuan untuk eradikasi sepsis tanpa
menyebabkan inkonstinensia. Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya
sendiri. Terapi konservatif medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta
profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.1,2,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Fistula ani adalah hubungan abnormal antara epitel dari kanalis anal dan
epidermis dari kulit perianal. Biasanya merupakan kelanjutan dari abses anorektal,
sehingga fistula ani merupakan bentuk kronis dari abses anorektal. Dalam muara
interna (primer) hampir selalu berada dalam kripta, fistula biasanya tunggal dan
hanya melibatkan bagian muskulus sfingter; fistula majemuk atau fistula-fistula
yang melibatkan seluruh muskulus sfingter eksterna kurang lazim ditemukan.2,3
Hampir semua fistula anus disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses
anorektum, sehingga kebanyakan fistula mempunyai satu muara di kripta di
perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit perianal. Kadang,
fistula disebabkan oleh colitis disertai proktitis seperti TBC, amobiasis dan
morbus Crohn. Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu
dipikirkan penyakit Crohn, karena 50 % penderita penyakit Crohn mengalami
fistula anus.2,3
Fistula dapat terletak di subkutis, submukosa, antar sphingter atau
menembus sfingter. Fistula mungkin terletak di anterior, lateral atau posterior.
Bentuknya mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya fingter
bersifat tunggal, kadang ditemukan yang kompleks.2,3

Gambar 2.1 Fistula Perianal

2
2.2 Epidemiologi
Fistula perianal sering terjadi pada laki laki berumur 20 – 40 tahun, berkisar
1-3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses
(tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan
terbentuk fistula.1,3

2.3 Etiologi
Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau
rektum. Kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada
abses anorektal. Terdapat sekitar 7-40% pada kasus abses anorektal berlanjut
menjadi fistel perianal. Namun lebih sering penyebabnya tidak dapat diketahui.
Organisme yang biasanya terlibat dalam pembentukan abses adalah Escherichia
coli, Enterococcus sp dan Bacteroides sp. Fistula juga sering ditemukan pada
penderita dengan penyakit Crohn, tuberkulosis, devertikulitis, kanker atau cedera
anus maupun rektum, aktinomikosis dan infeksi klamidia. Fistula pada anak-anak
biasanya merupakan cacat bawaan. Fistula yang menghubungkan rektum dan
vagina bisa merupakan akibat dari terapi sinat x, kanker, penyakit Crohn dan
cedera pada ibu selama proses persalinan.3

2.4 Patofisiologi
Pada kanalis anal terdapat kelenjar kriptoglandur yang mengalir menuju
kripta pada linea dentata. Bila kelenjar mengalami infeksi dan salurannya
tersumbat akan menyebabkan abses anorektal. Dapat berada pada perianal,
ischiorectal space, intersphincteric space, dan pelvirectal space.3
Bila keadaan ini terus berlanjut akan berlanjut menjadi fistula dimana abses
akan berusaha mencari jalan keluar dan dapat timbul juga setelah drainase, kadang
jaringan granulasi berlapis dapat tertinggal dan menyebabkan gejala berulang.3

3
Gambar 2.2 Patofisiologi Fistula Perianal6

2.5 Klasifikasi
Fistula diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan kompleks anal
sphincter sebagai berikut:1,2,3
a) Fistula intersphincteric  berawal dalam ruang diantara M. Sfingter
Eksterna dan Interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus.

Gambar 2.3 Fistula Intersphincteric6

b) Fistula transsphincteric  berawal dalm ruang diantara M. Sfingter


Eksterna dan Interna, kemudian melewati M. Sfingter Eksterna dan
bermuara sepanjang ½ inchi di luar lubang anus.

4
Gambar 2.4 Fistula Transsphincteric6

c) Fistula suprasphincteric  berawal dari ruang diantara M. Sfingter Eksterna


dan Interna dan membelah ke atas M. Puborektalis lalu turun diantara
puborektal dan M. Levator ani lalu muncul ½ inchi di luar anus.

Gambar 2.5 Fistula Suprasphincteric6

d) Fistula extrasphincteric  berawal dari rektum/colon sigmoid dan


memanjang ke bawah, melewati M. Levator ani dan berakhir di sekitar anus.
Biasanya akibat dari trauma, Chron’s Disease, PID, dan abses supralevator.

5
Gambar 2.6 Fistula Extrasphincteric6

Gambar 2.7 Klasifikasi Fistula Perianal

Hukum Goodsall

Fistula ani terdiri lubang interna dan eksterna. Dengan melihat adanya
lubang externa dapat diperkirakan letak lubang internanya dan salurannya dengan
Goodsall’s rule. Secara umum, jika lubang eksterna berada di sebelah anterior dari
anal tranversal line maka salurannya berjalan radier membentuk garis lurus.
Sebaliknya bila lubang eksterna berada di sebelah posterior dari anal transversal
line maka saluran akan melengkung menuju posterior midline.3

6
Gambar 2.8 Goodsall Rule

2.6 Penegakan Diagnosa

1) Anamnesis
Dari anamnesis biasanya ada riwayat kambuhan abses perianal dengan
selang waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit. Pada colok
dubur umumnya fistel dapat diraba antara telunjuk dianus (bukan di rectum) dan
ibu jari dikulit perineum sebagai tali setebal kira-kira 3 mm (colok dubur
bidigital). Jika fistel agak lurus dapat disonde sampai sonde keluar di kripta
asalnya. Fistel perineum jarang menyebabkan gangguan sistemik, fistel kronik
yang lama sekali dapat mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma
planoseluler kulit. Sering memberikan sejarah yang dapat diandalkan nyeri
sebelumnya, bengkak, dan spontan atau drainase bedah direncanakan dari abses
anorektal.2,5
Tanda dan gejala fistula perianal yaitu sebagai berikut:3
 Nyeri pada saat bergerak, defekasi dan batuk
 Ulkus
 Keluar cairan purulen
 Benjolan (Massa fluktuasi)
 Pruritus ani
 Demam

7
 Kemerahan dan iritasi kulit di sekitar anus
 General malaise
Sedangkan gejala dan tanda fistula kompleks adalah sebagai berikut:
 Radang usus
 Divertikulitis
 Sebelumnya terapi radiasi untuk kanker prostat atau dubur
 Tuberkulosis
 Terapi steroid
 Infeksi HIV

2) Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik tetap menjadi andalan diagnosis. Pada
pemeriksaan fisik di daerah anus (dengan pemeriksaan digital/rectal toucher)
ditemukan satu atau lebih eksternal opening fistula atau teraba adanya fistula di
bawah permukaan kulit. Eksternal opening fistula tampak sebagai bisul (bila abses
belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang dikelilingi oleh jaringan
granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan sebagai daerah indurasi/ nodul
di dinding anus setinggi garis dentata. Terlepas dari jumlah eksternal opening,
terdapat hampir selalu hanya satu internal opening.5,6

3) Pemeriksaan Penunjang1,2,3
 Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan; studi pra operasi
normal dilakukan berdasarkan usia dan komorbiditas.
 Pemeriksaan Radiologi
- Fistulografi: Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan
anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur
fistula.
- Ultrasound endoanal / endorektal: Menggunakan transduser 7 atau 10
MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus
intersfingter dari lesi transfingter. Transduser water-filled ballon
membantu evaluasi dinding rectal dari beberapa ekstensi suprasfingter.

8
- MRI: MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, untuk
memperbaiki rekurensi.
- CT- Scan: CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit
crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan
daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral
dan rektal.
- Barium Enema: untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit
inflamasi usus.
- Anal Manometri: evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna
pada pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena trauma
persalinan, atau pada fistula kompleks berulang yang mengenai sphincter
ani.

2.7 Tatalaksana
Tujuan terapi dari fistula ani adalah eradikasi sepsis tanpa menyebabkan
inkonstinensia. Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya sendiri.
 Simple intersphincteric fistula sering diterapi dengan fistulotomy (membuka
tract fistula), kuretase, dan penyembuhan sekunder.

Gambar 2.8 Fistulotomy pada Intersphincteric Fistula6

 Pada fistula transsphinteric terapi tergantung dari lokasi kompleks sphincter


yang terkena. Bila fistula kurang dari 30% otot sphincter yang terkena dapat
dilakukan sphincterotomy tanpa menimbulkan inkonstinensia yang berarti.

9
Bila fistulanya high transsphincteric dapat dilakukan dengan pemasangan
seton.3,6
 Pada fistula suprasphenteric biasanya diterapi juga dengan pemasangan
seton.3,6
 Pada fistula extrasphincteric terapi tergantung dari anatomi dari fistula,
biasanya bila fistula diluar sphincter dibuka dan didrainase.3,6
Seton digunakan untuk identifikasi tract, sebagai drainase, dan merangsang
terjadinya fibrosis dengan tetap menjaga fungsi dari sphincter. Cutting seton
terbuat dari karet yang diletak pada fistula untuk merangsang fibrosis. Noncutting
seton terbuat dari plastic yang digunakan sebagai drainase.3,6
Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi tract fistula
saat berada di kamar operasi2,6:
 Memasukkan probe melalui lubang eksternal sampai ke bukaan internal,
atau sebaliknya.
 Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau hidrogen
peroksida, dan memperhatikan titik keluarnya di linea dentata.
 Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.
 Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal ini
dapat berguna pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada varian
yang kompleks.

Terapi Konservatif
Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta profilaksis
antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.

Terapi pembedahan2,3,4:
- Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit,
dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat
mungkin dilakukan fistulotomi.
- Fistulektomi: Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk
menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah
membiarkannya terbuka.

10
- Seton: Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua
macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual
untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana
benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan
ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.
- Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi
keberhasilannya tidak terlalu besar.
- Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke
dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh
tubuh. Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana,
tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi,
hanya 16%.

Pasca Operasi
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama
setelah operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap
beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan
dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar.
Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan
cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang
diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif.
Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja
setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang.
Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan
untuk duduk diam berlama-lama.4,5

2.8 Komplikasi
Komplikasi dini pasca operasi, sebagai berikut:1,2,3
 Retensi urin
 Pendarahan
 Impaksi tinja
 Thrombosed wasir
Komplikasi tertunda pascaoperasi, sebagai berikut:

11
 Kambuh
 Inkontinensia
 Stenosis Anal: Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis dari lubang anus.
Bulking agen untuk membantu mencegah bangku sempit.

2.9 Prognosis
Fistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan,
cabang fistel tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan
granulasi menempel permukaan. Setelah fistulotomy standar, tingkat kekambuhan
dilaporkan adalah 0-18% dan tingkat dari setiap inkontinensia tinja adalah 3-7%.
Setelah menggunakan Seton, melaporkan tingkat kekambuhan adalah 0-17% dan
tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 0-17%. Setelah flap mukosa
kemajuan, tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 1-17% dan tingkat dari setiap
inkontinensia feses adalah 6-8%.3

12
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 53 tahun
Alamat : Banda Ratu
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
No. Rekam Medik : 165402
MRS : 08 April 2019
Pemeriksaan : 08 April 2019

3.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 08 April 2019


pukul 08.30 WIB di Instalasi Rawat Inap, Ruang Seruni, RSUD Mukomuko.

3.2.1 Keluhan Utama


Adanya lobang disekitar anus sejak 10 tahun yang lalu.

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang laki-laki, usia 53 tahun, datang ke IGD RSUD Mukomuko dengan
keluhan adanya lobang disekitar anus sejak 10 tahun yang lalu. Lubang tersebut
hilang timbul, kadang membesar dan kadang mengecil. Dari lobang tersebut
keluar cairan bening. Cairan tersebut tidak berbau. Keluhan disertai dengan
demam. Saat ini keluhan sangat mengganggu pasien, sehingga pasien mencari
pengobatan.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan ini berulang kali dirasakan pasien. Sebelumnya pasien tidak
mempunyai riwayat penyakit berat yang perlu perawatan Rumah Sakit seperti
penyakit jantung, ataupun penyakit kronis seperti Hipertensi dan Diabetes
Melitus, tidak sedang dalam pengobatan, dan tidak ada riwayat alergi.

13
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti
pasien.
3.2.5 Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien adalah seorang kepala keluarga. Pasien kurang menjaga higienitas
dalam kehidupan sehari-hari. Pasien merokok dan tidak ada minum alkohol.
Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Generalis


a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital Sign :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 21 x/menit
Suhu Badan : 37,7 °C
3.3.2 Status Lokalis
a. Kepala dan Leher
 Mata : Eksoftalmus (-/-), Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-),
Pupil : Bulat, Isokor, Diameter 3 mm/ 3 mm,
Refleks cahaya langsung (+/+),
Refleks cahaya tidak langsung (+/+).
 Telinga : Tidak ada kelainan
 Hidung : Tidak ada kelainan
 Mulut : Tidak ada kelainan
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
b. Thoraks
 Paru-paru
Inspeksi Dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Stem fremitus kanan = Stem fremitus kiri

14
Perkusi Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi Suara nafas: vesikuler di kedua lapangan paru
Suara nafas tambahan: Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

 Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi Batas atas jantung: ICS III linea midclavicula sinistra
Batas kanan jantung: ICS IV linea parasternal dekstra
Batas kiri jantung: ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi BJ 1 > BJ 2, irreguler, Murmur: (-) Gallop : (-)

c. Abdomen
Inspeksi Simetris
Auskultasi Bising usus (+) normal, frekuensi 5 x/menit
Palpasi Soepel, pembesaran organ (-)
Perkusi Timpani

d. Ekstremitas : Tidak ada kelainan


e. Genitalia : Status Lokalis ar anus:
Tampak lobang di daerah perianal
Dari lobang tersebut keluar cairan bening dan tidak
berbau

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut:

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 13,3 12-14 g/dL

Hematokrit 34 38-44 %

Eritrosit 4,3 4,5-5,5 juta/mm3

Leukosit 28.800 5.000-10.000 /mm3

Trombosit 403.000 150.000-450.000 /mm3

15
3.5 Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


pasien didiagnosis dengan Fistula Perianal.

3.6 Tatalaksana

 Tatalaksana Farmakologi:

- IVFD RL 20 gtt/I makro

- Inj. Cefotaxime 2x1 g (IV)

- Inj. Ketorolac 3x30 mg (IV)

- Paracetamol tab 3x500 mg (po)

 Tatalaksana Nonfarmakologi:

- Fistulectomy

3.7 Prognosis

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad fungsionam : dubia ad bonam
 Ad sanactionam : dubia ad malam

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien merupakan seorang seorang laki-laki, usia 53 tahun, dengan keluhan


adanya lobang disekitar anus sejak 10 tahun yang lalu. Lubang tersebut hilang
timbul, kadang membesar dan kadang mengecil. Dari lobang tersebut keluar
cairan bening. Cairan tersebut tidak berbau. Keluhan ini berulang kali dirasakan
pasien. Fistula perianal sering terjadi pada laki laki berusia 20 – 40 tahun. Dari
anamnesis biasanya ada riwayat kambuhan abses perianal dengan selang waktu
diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit. Tanda dan gejala fistula
perianal diantaranya yaitu adanya bengkak atau adanya lobang disekitar anus
yang disertai keluarnya cairan dan demam.
Dari pemeriksaan status lokalis ar anus didapatkan hasil berupa adanya
lobang di daerah perianal, dari lobang tersebut keluar cairan bening dan tidak
berbau. Temuan pemeriksaan fisik tetap menjadi andalan diagnosis. Pada
pemeriksaan fisik di daerah anus (dengan pemeriksaan digital/rectal toucher)
ditemukan satu atau lebih eksternal opening fistula atau teraba adanya fistula di
bawah permukaan kulit. Eksternal opening fistula tampak sebagai bisul (bila abses
belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang dikelilingi oleh jaringan
granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan sebagai daerah indurasi/ nodul
di dinding anus setinggi garis dentata. Terlepas dari jumlah eksternal opening,
terdapat hampir selalu hanya satu internal opening.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil kesan leukositosis (Leukosit: 28.800 /mm3). Hal ini
menunjukkan adanya proses peradangan yang sedang berlangsung.
Pasien diberikan terapi injeksi cefotaxime, injeksi ketorolac, dan paracetamol
tablet lalu dilakukan tindakan fistulectomy. Tatalaksana pada fistula perianal
terdiri dari terapi konservatif dan terapi pembedahan. Terapi konservatif berupa
medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta profilaksis
antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren. Sedangkan terapi
pembedahan yang sering dilakukan adalah Fistulectomy dimana jaringan

17
granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula. Terapi
terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.
Prognosis ad sanactionam pasien ini yaitu dubia ad malam. Fistel dapat
kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak
turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi menempel
permukaan.

18
BAB V
KESIMPULAN

Fistula perianal merupakan sebuah hubungan yang abnormal antara epitel


dari kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Fistula perianal adalah
bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh yang membentuk traktus
akibat inflamasi.
Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau penyaliran
abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di
perbatasan anus dan rektum dan lubang lain di perineum kulit kepala.
Sebagian besar fistula ani memerlukan operasi karena fistula ani jarang
sembuh spontan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi
yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan
mengalami kekambuhan).

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston D, Oswari J. Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.1994.

2. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.


Jakarta :EGC.2000.

3. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.Hal 747-748.

4. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta :


Erlangga.2006.

5. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.


2000.

6. Corman, M.L. Colon and Rectal Surgery 5th Ed. Lippincott Williams &
Wilkins. 2005.

20

Anda mungkin juga menyukai