Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

Hampir semua fistula ani, yang biasanya disebut fistel perianal atau fistel
pra-anal, disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga
kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta diperbatasan anus dan rectum
dan lobang lain di perineum di kulit perianal. Kadang fistel disebabkan oleh colitis
yang disertai proktitis, seperti TBC, amubiasis, atau morbus Crohn.
Fistel dapat terletak disubkutis, submukosa, antar sfingter, atau menembus
sfingter, mungkin fistel terletak anterior, lateral, atau posterior. Bentuknya
mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya sfingter bersifat
tunggal, kadang ditemukan yang kompleks. Fistel dengan lubang kripta di sebelah
anterior umumnya berbentuk lurus, fistel dengan lobang yang berasal dari kripta
di sebelah dorsal umumnya tidak lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang
dan pus terdorong ke anterior di sekitar m.puborektalis dan dapat membentuk satu
lobang perforasi atau lebih di sebelah anterior, sesuai Hukum Hoodsall.
Penatalaksanaan fistula ani bertujuan untuk eradikasi sepsis tanpa
menyebabkan inkonstinensia. Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya
sendiri. Terapi konservatif medikamentosa dengan pemberian analgetik,
antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula
rekuren.

3
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fistula

2.1.1 Definisi Fistula

Fistula adalah hubungan abnormal antara dua tempat yang berepitel.


Fistula adalah hubungan abnormal yang berkembang antara dua bagian tubuh
yang terpisah dari satu sama lain. Fistula adalah kata Latin yang bila
diterjemahkan menjadi “pipa” atau “tabung.” Secara umum, keberadaan fistula
menandakan penyakit, tetapi kadang seorang ahli bedah sengaja membuat fistula
antara dua permukaan epitel untuk tujuan pengobatan.1,2

2.1.2 Etiologi Fistula

Fistula dapat muncul secara spontan atau sekunder karena abses perianal
(atau perirektal). Faktanya, setelah drainase dari abses periani, hampir 50 %
terdapat kemungkinan untuk berkembang menjadi fistula yang kronik. Fistula
lainnya dapat terjadi sekunder karena trauma, penyakit Crohn. fisura ani,
karsinoma, terapi radiasi, aktinomikosis, tuberculosis, dan infeksi klamidia.2
Hipotesa kriptoglandular menyatakan bahwa infeksi bermula pada kelenjar
ani dan berkembang menuju dinding otot dari sfingter ani yang menyebabkan
abses anorektal. Setelah pembedahan atau drainase spontan pada kulit periani,
biasanya jaringan granulasi dari traktus tertinggal, menyebabkan gejala yang
berulang.2
Dapat disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum. Kadang
fistula disebabkan oleh colitis yang disertai proktitis, seperti TBC, amubiasis, atau
morbus Crohn. Infeksi dari kelenjar intersphincter di anal dengan organisme yang
ditemukan di traktus gastrointestinal- baik aerob (Cth : E.coli) dan anaerob (Cth :
Bacteroides spp.) – adalah penyebab gangguan yang umum terjadi ini.1
3

2.1.3 Abses Anorektum

Biasanya abses perianal terjadi akibat glandula analis terinfeksi yang


mengerosi ke dalam jaringan yang mendasari. Biakan dari fistula abses rektum
anal memperlihatkan infeksi campuran dengan E.coli dominan. Penggunaan
kronis purgatif dan enteritis regionalis merupakan faktor penyebab yang
lazim. Infeksi yang tak lazim seperti aktinomikosis, tuberkulosis, dan penyakit
jamur lain, penyakit peradangan pelvis, prostatitis dan kanker bisa jarang
menyertai.3
Gejala dini rasa sakit yang tumpul pada rektum dan keluhan sistemik
ringan berlanjut menjadi nyeri perianal berdenyut yang parah disertai demam,
kedinginan, dan malaise. Daerah fluktuasi tidak selalu jelas, karena kulit perianus
tebal. Kemerahan, nyeri tekan dan penonjolan generalisata menjadi gambaran
yang biasa ditemukan. Insisi dan drainase segera tanpa menunggu fluktuasi,
seperti pada infeksi subkutis lain, mencegah perluasan serius.3
Penting untuk mengetahui bahwa tak ada peranan terapi medis konservatif
bagi abses rektum. Abses anorektum harus dianggap suatu kedaruratan bedah dan
penundaan dalam terapi bedah mengakibatkan kerusakan jaringan lebih lanjut.
Perluasan multilateral dapat meluas ke dalam paha, skrotum, dan bahkan dinding
abdomen, jika terapi bedah ditunda.3
Prinsip bedah terapi ini relatif sederhana. Di bawah anestesi dengan
evaluasi sigmoidoskopi atau jari tangan eksterna dan interna, daerah abses di
drainase dengan eksisi sederhana dan rongga abses dibiarkan terbuka. Penting
untuk mengeksplorasi dengan cermat rongga abses dan jaringan sekelilingnya
menggunakan jari, karena tonjolan seperti jari dapat meluas ke dalam jaringan
sekelilingnya, menyebabkan abses majemuk, yang seluruhnya harus dibuka dan
didrainase.3

Khasnya, tiga nama abses adalah konsekuensi penyebaran pada arah diatas :4
1. Perianal – sepsis menyebar secara vertical ke bawah pada ruang
intersphincter,
4

berdekatan dengan anal canal sebagai abses perianal


2. Ischiorectal – sepsis menyebrang sphincter externus dan muncul jauh
dari anal kanal
sebagai abses ischiorectal.
3. Supralevator – sepsis menyebrang secara vertical ke atas menyebabkan
pengumpulan
di supralevator.
Diantara 3 rute ini, sepsis dapat juga hadir pada bidang sirkumferensial,
menyebabkan pengumpulan horizontal.

2.1.4 Letak Fistula


Kebanyakan fistula mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus
dan rectum dan lobang lain di perineum di kulit perianal.1
Fistula dapat terletak di subkutis, submukosa, antarsfingter, atau
menembus sfingter. Fistula dapat terletak anterior, lateral, atau posterior.
Bentuknya mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya sfingter
bersifat tunggal, kadang ditemukan yang kompleks.1

Hukum Goodsall
Untuk membantu pemeriksa memperkirakan arah saluran dan
kemungkinan lokasi dari muara interna, dapat digunakan Hukum Goodsall. Ketika
pasien berada dalam posisi litotomi :2
5

a) Jika muara eksterna terletak anterior dari garis imajiner yang ditarik
anterior dari kanalis ani, fistula biasanya berjalan langsung menuju anal
kanal.2
b) Jika muara eksterna terletak sebelah posterior dari garis, fistula biasanya
membentuk lengkungan terhadap garis tengah dari kanalis ani.2

Fistula dengan lobang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk lurus.


Fistula dengan lobang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak
lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior di
sekitar m.puborektalis dan dapat membentuk satu lobang perforasi atau lebih di
sebelah anterior, sesuai hukum Goodsall1. Beragam perbedaan anatomis dari abses
dan fistula ini dapat terjadi, pemahaman mengenai hal itu dipermudah oleh
pengetahuan tentang rute penyebaran infeksi.4

Lokasi muara fistula eksterna adalah kunci dari posisi muara interna
Jalur umum traktus fistulosa anorektum. Muara interna (primer) hampir selalu
berada dalam kripta; fistula biasanya tunggal dan hanya melibatkan bagian
muskulus sfingter; fistula majemuk atau fistula yang melibatkan seluruh muskulus
sfingter eksterna kurang lazim ditemukan. Hukum Goodsall adalah garis
transversal membagi fistula anal menjadi dua kelompok: (1). Jika muara sekunder
terletak anterior terhadap garis transversa yang membagi kanalis analis menjadi
bagian anterior dan posterior, biasanya muara itu berhubungan dengan muara
primer melalui traktus fistulosa yang melengkung berbentuk tapal kuda atau semi
tapal kuda.3
Harus dicatat, walau bagaimanapun, semakin jauh muara eksterna dari
anus, hokum Goodsall semakin tidak dapat dipercaya. Sebagai tambahan, arah
saluran pada fistula yang rumit tidak dapat diprediksi.2
6

2.1.5 Klasifikasi Fistula


Perianal Fistula diberi nama menurut klasifikasi Park:2
1. Fistula Transsphingter
Fistula transsphinkter disebabkan oleh abses ischiorektal, dengan
perluasan jalur melalui sphingter eksterna. Terjadi sekitar 25 % dari semua
fistula. Jalur utama menyebrang sphincter externus yang terdapat pada
tingkat manapun dibawah puborectalis sampai serat terendah dari
sphincter externus.2,4
2. Fistula Intersphingter
Terbatas pada ruang intersphingter dan sphingter interna. Disebabkan oleh
abses perianal. Terjadi sekitar 70 % dari semua fistula2. Semua jalur
inflamasi pada posisi medial striated muscle atau sphincter externus.4
3. Fistula Suprasfingter
Disebabkan oleh abses supralevator. Melewati otot levator ani, diatas
puncak otot puborektal dan masuk ke dalam ruang intersphingter. Terjadi
sekitar 5 % dari semua fistula2. Sangat jarang, dan jalur utamanya
menyebrang melewati levator ani.4
4. Fistula Ekstrasphingter
Tidak melewati kanalis ani dan mekanisme sphingter, melewati fossa
ischiorektal dan otot levator ani, dan bermuara tinggi di rektum.Terjadi
sekitar 1 % dari semua fistula2. biasanya akibat sepsis intrapelvis atau
operasi bedah yang tidak tepat dari fistula yang lain, dan jalurnya diluar
semua kompleks sphincter.4

2.1.6 Gejala Klinis Fistula


Manifestasi klinik tergantung pada kekhususan defek. Pus atau feces dapat
bocor secara konstan dari lubang kutaneus. Fistula dicurigai apabila4 :
a) discharge persisten pada tempat drainase abses
b) ditemukan organisme usus dari hasil kultur
c) abses terjadi rekuren
d) terdeteksi adanya indurasi baik secara klinis atau dalam anestesi
7

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Fistula


Lokasi muara eksterna memberikan petunjuk bagi kemungkinan jalur
fistula dan terkadang fistula dapat dirasakan sebagai jalur yang menebal. Pada
banyak kasus, untuk melihat jalurnya membutuhkan banyak alat, dan terkadang
jalurnya tidak jelas sampai dilakukan pembedahan.6
Peralatan yang dapat digunakan oleh dokter :6
a) Fistula probe. Alat yang secara khusus dibuat untuk dimasukkan ke dalam
fistula
b) Anoscope. Instrumen kecil untuk melihat kanalis ani.
c) Jika fistula rumit atau terletak pada tempat yang tidak lazim, dapat
digunakan :
1. Diluted methylene blue dye. Disuntikkan ke dalam fistula.
2. Fistulography. Memasukkan cairan kontras, kemudian
memfotonya.
3. Magnetic resonance imaging

Untuk menyingkirkan kelainan lainnya seperti colitis ulseratif atau penyakit


Crohn, dapat digunakan :
1. Flexible sigmoidoscopy
Tabung yang ramping dan fleksibel dengan kamera di dalam ujungnya,
dapat untuk melihat rectum dan kolon sigmoid sebagai gambar
yangdiperbesar pada layer televisi.
2. Colonoscopy
Mirip sigmoidoskopi, tetapi dengan kemampuan untuk memeriksa seluruh
kolon dan usus halus.

2.1.8 Penatalaksanaan Fistula


1. Fistulotomy
Ahli bedah pertama-tama melakukan pelacakan untuk mencari
muara interna fistula. Lalu, ahli bedah memotong dan membiarkan
jalurnya dalam keadaan terbuka, mengkuretnya (mengeluarkan isinya),
8

lalu menempelkan sisinya ke sisi yang diinsisi sehingga fistula dibiarkan


terbuka (diratakan) flattenedout.
Untuk memperbaiki fistula yang lebih rumit, seperti horshoe
fistula (dimana jalurnya melewati sekitar dua sisi tubuh dan mempunyai
muara eksternal pada kedua sisi dari anus), dokter bedah dapat
membiarkan terbuka hanya pada segmen dimana jalurnya bersatu dan
mengeluarkan jalur sisanya.6
Teknik dibiarkan terbuka (Fistulotomi) berguna pada mayoritas
perbaikan fistula. Pada prosedur ini, dimasukkan probe melalui fistula
(melalui kedua muara), dan kulit yang menutupinya, jaringan subkutis, dan
otot sfingter dipisahkan, oleh sebab itu membuka salurannya. Kuretasi
dilakukan untuk memindahkan jaringan granulasi pada dasar saluran.
Teknik ini dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terlalu banyak
menggunting sfingter (yang dapat menyebabkan inkontinensia).
Fistulotomi dibiarkan menutup secara sekunder.2
Pada fistula dapat dilakukan fistulotomi atau fistulektomi.
Dianjurkan sedapat mungkin di lakukan fistulotomi, artinya fistula dibuka
dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka
sehingga menyembuh mulai dari dasar per sekundam intentionem.
Lukanya biasanya akan sembuh dalam waktu agak singkat. Kadang
dibutuhkan operasi dua tahap untuk menghindari terpotongnya sfingter
anus.4

2. Flap Rektal
Terkadang, untuk mengurangi jumlah otot sfingter yang digunting,
dokter bedah dapat mengeluarkan jalurnya dan membuat flap ke dalam
dinding abdomen untuk mencapai dan mengeluarkan muara fistula interna.
Flap nya kemudian ditempelkan ke belakang.6
9

3. Penempatan Seton
Dokter bedah menggunakan seton untuk6 :
a) menciptakan jaringan paurt di sekitar otot sphincter sebelum
memotongnya dengan pisau
b) mengizinkan seton untuk secara lambat memotong seluruh jalur melalui
otot selama beberapa minggu. Seton juga dapat membantu drainase
fistula

Gambar 1. Seton

Pada pasien dengan fistula kompleks, fistula rekuren, penyakit Crohn,


keadaan imunokompromised, seton dapat digunakan sendiri, atau
kombinasi dengan fistulotomi.2
Seton dibuat dari benang silk yang besar, penanda silastik, atau pita
karet, yang dipasang pada saluran fistula dan menyediakan tiga tujuan.
Yang pertama, kita dapat melihat langsung ke saluran, sebagai drain dan
pemicu fibrin, dan juga memotong melalui fistula. oleh sebab itu, seiring
waktu, sejalan dengan terjadinya fibrosis diatas seton. Secara perlahan
memotong melalui otot sfingter, dan menampakkan saluran. Seton
diketatkan selama kunjungan ke poli sampai ia ditarik selama lebih dari 6-
8 minggu. Keuntungan pemakaian seton, adalah bahwa “fistulotomi
10

bertahap” ini mengizinkan untuk pembelahan progresif dari otot sfingter,


menghindari terjadinya komplikasi inkontinensia.2

4. Lem fibrin atau sumbat kolagen


Pada beberapa kasus, dokter dapat menggunakan lem fibrin, terbuat
dari protein plasma, untuk menyumbat dan menyembuhkan fistula
daripada memotong dan membiarkannya terbuka. Dokter menyuntikkan
lem melalui lubang eksterna setelah membersihkan salurannya lebih
dahulu dan menempelkan lubang yang di dalam agar tertutup. Saluran
fistula dapat juga disumbat dengan protein kolagen dan kemudian ditutup.6

Gambar 2. Lem fibrin

2.2 Fistula Perianal

2.2.1 Definisi Fistula Perianal

Fistula ani disebut juga fistula perianal atau fistula para-anal. Fistula
anorektal (Fistula ani) adalah komunikasi abnormal antara anus dan kulit perianal.
Kelenjar pada kanalis ani terletak pada linea dentate menyediakan jalur organisme
yang menginfeksi untuk dapat mencapai ruang intramuscular.9,10

Fistula perianal adalah saluran abnormal yang dibatasi oleh jaringan


granulasi, yang menghubungkan satu ruang (dari lapisan epitel anus atau rektum)
11

ke ruang lain, biasanya menuju ke epidermis kulit di dekat anus, tapi bisa juga ke
organ lainnya seperti kemaluan. 9,10

2.2.2 Epidemiologi Fistula Perianal

Penyakit ini biasanya terjadi pada laki laki yang berumur 20 – 40 tahun.
Namun sangat jarang terjadi, penderitanya berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang.
Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses dengan persentase sekitar 40%
pasien. Fistula Ani yang terjadi pada anak-anak bisa disebabkan pada cacat
bawaan, dimana Fistula sering ditemukan pada anak laki-laki. 8,10

2.2.3 Etiologi Fistula Perianal

Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau


rektum. Kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada
abses anorektal. Terdapat sekitar 7-40% pada kasus abses anorektal berlanjut
menjadi fistula perianal. Namun lebih sering penyebabnya tidak dapat diketahui.
Organisme yang biasanya terlibat dalam pembentukan abses adalah Escherichia
coli, Enterococcus sp dan Bacteroides sp. Fistula juga sering ditemukan pada
penderita dengan penyakit Crohn, tuberkulosis, devertikulitis, kanker atau cedera
anus maupun rektum, aktinomikosis dan infeksi klamidia. Fistula pada anak-anak
biasanya merupakan cacat bawaan. Fistula yang menghubungkan rektum dan
vagina bisa merupakan akibat dari terapi sinat x, kanker, penyakit Crohn dan
cedera pada ibu selama proses persalinan.10

2.2.4 Anatomi Anal Canal

Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis
epitel. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh
anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Kanalis analis
dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persyarafan sensoris somatik dan peka
terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persyarafan
autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Darah vena di atas garis anorektum
mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke
12

sistem kava melalui V. Iliaka. Sistem limfe dari rektum mengalirkan isinya
melalui pembuluh limfe sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah
kelenjar limfe paraaorta melalui kelenjar limfe Iliaka Interna, sedangkan limfe
yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar inguinal.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya mengarah
ke ventrokranial yaitu mengarah ke umbilikus dan membentuk sudut yang nyata
ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi, sudut ini
menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis
mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. Pada daerah ini terdapat kripta anus
dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi di sini dapat
menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistula. Lekukan antar-
sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok
dubur dan menunjukkan batas antara sfingter ekterna dan sfingter interna (garis
Hilton).
Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter interna dan
sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter
interna, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis) dan
komponen m. sfingter eksternus. M. Sfingter internus terdiri dari serabut otot
polos, sedangkan M. Sfingter eksternus terdiri atas serabut olot lurik.
13

Gambar 3. Anatomi Anus dan Rektum

2.2.5 Patofisiologi Fistula Perianal

Pada kanalis anal terdapat kelenjar kriptoglandur yang mengalir menuju


kripta pada linea dentata. Bila kelenjar mengalami infeksi dan salurannya
tersumbat akan menyebabkan abses anorektal. Dapat berada pada perianal,
ischiorectal space, intersphincteric space, dan pelvirectal space.10
Bila keadaan ini terus berlanjut akan berlanjut menjadi fistula dimana
abses akan berusaha mencari jalan keluar dan dapat timbul juga setelah drainase,
kadang jaringan granulasi berlapis dapat tertinggal dan menyebabkan gejala
berulang.10
14

Gambar 4. cryptoglandular theory

2.2.6 Klasifikasi Fistula Perianal

Sistem klasifikasi Parks menjelaskan ada 4 tipe fistula perianal yang


terjadi akibat infeksi kriptoglandular, yaitu:8,9,10

1. Interspingterika, merupakan bentuk fistula yang sering terjadi. Saluran


fistula berada di daerah intersphingterika. berawal dalam ruang diantara
M. Sfingter Eksterna dan Interna dan bermuara berdekatan dengan lubang
anus.
2. Transphingterika. Biasanya disebabkan oleh abses isiorektal. Fistula
menghubungkan intersphingtrerika dengan fosa isiorektal oleh adanya
perforasi di sphingter eksternal dan kemudian ke kulit. berawal dalam
ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna, kemudian melewati M.
Sfingter Eksterna dan bermuara sepanjang ½ inchi di luar lubang anus.
3. Suprapshingterika. Biasanya merupakan hasil dari abses supralevator.
Seperti Transphingterika tapi saluran berada di atas sphingter eksternal dan
ada perforasi di muskulus levator ani. berawal dari ruang diantara M.
Sfingter Eksterna dan Interna dan membelah ke atas M. Puborektalis lalu
turun diantara puborektal dan M. Levator ani lalu muncul ½ inchi di luar
anus.
15

4. Ekstrasphingterika. Saluran melewati rektum ke lapisan kulit perineum,


fossa isiorektal melalui m. levator ani dan akhirnya ke dalam anus.
berawal dari rektum/colon sigmoid dan memanjang ke bawah, ,elewati M.
Levator ani dan berakhir di sekitar anus. Biasanya akibat dari trauma,
Chron’s Disease, PID, dan abses supralevator.

Gambar 5. Klasifikasi Parks

2.2.7 Gejala Klinis Fistula Perianal

Berikut gejala umum fistula ani:10

1. Nyeri, yang bertambah pada saat bergerak, defekasi, dan batuk.


2. Keluar darah atau nanah dari lubang fistula.
3. Iritasi atau ulkus di kulit di sekitar lubang fistula.
4. Gatal sekitar anus dan lubang fistula.
5. Benjolan (Massa fluktuan) bila masih berbentuk abses.
6. Demam, dan tanda tanda umum infeksi
7. Fistula Ani Kadang-kadang merasakan sakit berlebihan bahkan membuat
tubuh menjadi lemah dan lesu. Fistula jika mengering kadang tidak terasa
16

sakit dan bila timbul kembali maka rasa sakit terasa bahkan hingga sampai
dua bulan.

2.2.8 Diagnosis Fistula Perianal

Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

a) Anamnesis Hemoroid

Dari anamnesis biasanya ada riwayat kambuhan abses perianal dengan


selang waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit. Pada
colok dubur umumnya fistula dapat diraba antara telunjuk di anus (bukan
di rectum) dan ibu jari dikulit perineum sebagai tali setebal kira-kira 3 mm
(colok dubur bidigital). Jika fistula agak lurus dapat disonde sampai sonde
keluar di kripta asalnya. Fistula perineum jarang menyebabkan gangguan
sistemik, fistula kronik yang lama sekali dapat mengalami degenerasi
maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit. Sering memberikan sejarah
yang dapat diandalkan nyeri sebelumnya, bengkak, dan spontan atau
drainase bedah direncanakan dari abses anorektal.9,12

b) Pemeriksaan Fisik Hemoroid

Pada pemeriksaan fisik di daerah anus (dengan pemeriksaan digital/rectal


toucher) ditemukan satu atau lebih eksternal opening fistula atau teraba
adanya fistula di bawah permukaan kulit. Eksternal opening fistula tampak
sebagai bisul (bila abses belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang
dikelilingi oleh jaringan granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan
sebagai daerah indurasi/ nodul di dinding anus setinggi garis dentata.
Terlepas dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir selalu hanya satu
internal opening.12,13

c) Pemeriksaan Penunjang Hemoroid


1. Pemeriksaan Laboratorium
17

Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan studi pra operasi
normal dilakukan berdasarkan usia dan komorbiditas.

2. Pemeriksaan Radiologi
o Fistulografi : Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti
dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk
melihat jalur fistula.

o Ultrasound endoanal / endorektal : Menggunakan transduser 7 atau 10


MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi
muskulus intersfingter dari lesi transfingter. Transduser water-
filled ballon membantu evaluasi dinding rectal dari beberapa
ekstensi suprasfingter.

o MRI : MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks,


untuk memperbaiki rekurensi.

o CT- Scan : CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan


penyakit crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan
evaluasi perluasan daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan
administrasi kontras oral dan rektal.

o Barium Enema : untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi


penyakit inflamasi usus.

o Anal Manometri : evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada


pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena trauma
persalinan, atau pada fistula kompleks berulang yang mengenai
sphincter ani.
18

2.2.9 Diagnosa Banding Fistula Perianal

1. Hidranitis supurativa: Merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang


membentuk fistula multiple subkutan. Predileksi di perineum, perianal,
ketiak dan tidak meluas ke struktur yang lebih dalam.
2. Sinus pilonidalis: Terdapat di lipatan sakrokoksigeal, berasal dari rambut
dorsal tulang koksigeus/ ujung os sacrum. Gesekan rambut, peradangan
dan infeksi akut sampai abses dan terbentuk fistula setelah abses pecah.
3. Fistula proktitis: Fistula proktitis dapat terjadi pada morbus Crohn, tbc,
amubiasis, infeksi jamur, dan divertikulitis. Kadang disebabkan benda
asing atau trauma.

2.2.10 Komplikasi Fistula Perianal

Komplikasi dini pasca operasi, sebagai berikut : 8,9,10


a) Retensi urin
b) Pendarahan
c) Impaksi tinja
Thrombosed wasir Komplikasi tertunda pascaoperasi, sebagai berikut :
a) Kambuh
b) Inkontinensia
c) stenosis Anal: Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis dari lubang
anus. Bulking agen untuk membantu mencegah bangku sempit.

2.2.11 Prognosis Fistula Perianal


Fistula dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau
dikeluarkan, cabang fistula tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka
sebelum jaringan granulasi menempel permukaan. Setelah fistulotomy standar,
tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 0-18% dan tingkat dari setiap
inkontinensia tinja adalah 3-7%. Setelah menggunakan Seton, melaporkan tingkat
kekambuhan adalah 0-17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 0-
19

17%. Setelah flap mukosa kemajuan, tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 1-


17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 6-8%.10

2.2.12 Penatalaksanaan Fistula Perianal

Tujuan terapi dari fistula ani adalah eradikasi sepsis tanpa menyebabkan
inkonstinensia. Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya sendiri. Simple
intersphincteric fistula sering diterapi dengan fistulotomy (membuka tract fistula),
kuretase, dan penyembuhan sekunder. 10,13
a) Pada fistula transsphinteric terapi tergantung dari lokasi kompleks
sphincter yang terkena. Bila fistula kurang dari 30% otot sphincter yang
terkena dapat dilakukan sphincterotomy tanpa menimbulkan
inkonstinensia yang berarti. Bila fistulanya high transsphincteric dapat
dilakukan dengan pemasangan seton.
b) Pada fistula suprasphenteric biasanya diterapi juga dengan pemasangan
seton.
c) Pada fistula extrasphincteric terapi tergantung dari anatomi dari fistula,
biasanya bila fistula diluar sphincter dibuka dan didrainase.
Seton digunakan untuk identifikasi tract, sebagai drainase, dan
merangsang terjadinya fibrosis dengan tetap menjaga fungsi dari sphincter.
Cutting seton terbuat dari karet yang diletak pada fistula untuk merangsang
fibrosis. Noncutting seton terbuat dari plastic yang digunakan sebagai drainase.
Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi tract fistula saat
berada di kamar operasi :9,13
1. Memasukkan probe melalui lubang eksternal sampai ke bukaan internal,
atau sebaliknya.
2. Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau hidrogen
peroksida, dan memperhatikan titik keluarnya di linea dentata.
3. Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.
20

4. Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal
ini dapat berguna pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada
varian yang kompleks
Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta
profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.

Pasca Operasi

Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah
operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap
beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan
dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar.
Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan
cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang
diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif.
Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja
setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang.
Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan
untuk duduk diam berlama-lama.11,12

Anda mungkin juga menyukai