Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Fistula adalah hubungan abnormal antara dua tempat yang berepitel.


Fistula perianal adalah fistula yang menghubungkan antara kanalis anal ke kulit di
sekitar anus (ataupun ke organ lain seperti ke vagina).1  Pada permukaan kulit bisa
terlihat satu atau lebih lubang fistula, dan dari lubang fistula tersebut dapat keluar
nanah ataupun kotoran saat buang air besar.1
Fistula ani, fistula in ano, atau sering juga disebut fistula perianal
merupakan sebuah hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan
epidermis dari kulit perianal yang merupakan bentuk kronik dari absess anorektal
yang tidak sembuh sehingga membentuk traktus akibat inflamasi.1
Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau penyaliran
abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di
perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit perianal.2
Fistel dapat terletak di subcutis, submukosa, antara sfingter atau
menembus sfingter; dapat pula terletak anterior, lateral dan posterior. Bentuknya
mungkin lurus, bengkok, atau mirip seaptu kuda1
Angka prevalensi penyakit ini adalah 8,6 kasus tiap 100.000 populasi.
Prevalensi pada pria adalah 12,3 dari 100.000 populasi. Pada wanita, berkisar 5,6
kasus per 100.000 populasi. Rasio antara pria dan wanita adalah 1,8:1, yang
menggambarkan lebih seringnya penyakit ini pada pria. Umur rata-rata penderita
fistel ani adalah 38 tahun.3
Pada referat kali ini penulis akan membahas tentang fistula perianal dari
definisi, etiologi, gejala klinis, hingga tatalaksana yang diberikan pada pasien
dengan fistula perianal.

1
BAB II
FISTULA ANI

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Rektum


Rektum adalah bagian saluran pencernaan akhir dengan panjang 12-13 cm
yang berakhir di saluran anal dan membuka di eksterior di anus. Mukosa saluran
anal tersusun dari kolumna rectal yang berupa lipatan-lipatan vertical yang
masing-masing berisi arteri dan vena. Rektum juga terdapat sfingter ani interna
yang terdapat otot polos dan sfingter ani eksterna yang terdapat otot rangka.
Keduanya dipersarafi oleh saraf yang berbeda. Sfingter ani interna dipersarafi oleh
saraf tidak sadar (involunter) dan sfingter ani eksternal dipersarafi oleh saraf yang
bisa dikehendaki (volunter). Sfingter ani eksterna diatur oleh N. Pudendus yang
merupakan bagian dari saraf somatik, sehingga ani eksterna berada di bawah
pengaruh kesadaran kita (volunter). Kedua sfingter ini mengendalikan proses
defekasi.6
Proses defekasi diawali oleh terjadi refleks defekasi akibat ujung – ujung
serabut saraf rektum terangsang ketika dinding rektum teregang oleh massa feses.
Sensasi rektum ini berperan penting pada mekanisme kontinen dan juga sensasi
pengisian rektum merupakan bagian integral penting pada defekasi normal. Hal
ini dapat digambarkan sebagai berikut : pada saat volume kolon sigmoid menjadi
besar, serabut saraf akan memicu kontraksi dengan mengosongkan isinya ke
dalam rektum. Studi statistika tentang fisiologi rektum ini mendeskripsikan tiga
tipe dari kontraksi rektum yaitu:6
1. Simple contraction yang terjadi sebanyak 5 – 10 siklus/menit
2. Slower contractions sebanyak 3 siklus/menit dengan amplitudo diatas 100 cmH2O
3. Slow Propagated Contractions dengan frekuensi amplitudo tinggi.

2
Gambar 1. Anatomi Rektum

2.2. Definisi Fistula Perianal


Fistula ani disebut juga fistel perianal atau fistel para-anal adalah
komunikasi abnormal antara anus dan kulit perianal.1 Hipotesis yang paling jelas
adalah kriptoglandular, yang dijelaskan bahwa fistula in ano merupakan absess
anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan membentuk traktus.2

3
2.3. Etiologi Fistula Perianal          
Kanalis anal mempunyai 6 hingga 14 kelenjar kecil yang terproyeksi
melalui sfingter internal dan mengalir menuju kripta pada linea dentate. Kelenjar
dapat terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan
itu, terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga
dapat terjadi setelah trauma, pengeluaran feces yang keras, atau proses inflamasi.
Apabila kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk
abses di dalam rongga intersfingteric. Abses lama-kelamaan akan menghasilkan
jalan keluar dengan meninggalkan fistula.2
            Fistula dapat muncul secara spontan atau sekunder karena abses perianal
(atau perirektal). Faktanya, setelah drainase dari abses periani, hampir 50 %
terdapat kemungkinan untuk berkembang menjadi fistula yang kronik. Fistula
lainnya dapat terjadi sekunder karena trauma, penyakit Crohn. fisura ani,
karsinoma, terapi radiasi, aktinomikosis, tuberculosis, dan infeksi klamidia2. 
           Dapat disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum. Kadang
fistel disebabkan oleh colitis yang disertai proktitis, seperti TBC, amubiasis, atau
morbus Crohn. Infeksi dari kelenjar intersphincter di anal dengan organisme yang
ditemukan di traktus gastrointestinal- baik aerob (Cth : E.coli) dan anaerob (Cth :
Bacteroides spp.) – adalah penyebab gangguan yang umum terjadi ini.1

Abses anorektum
            Biasanya abses perianal terjadi akibat glandula analis terinfeksi yang
mengerosi ke dalam jaringan yang mendasari. Biakan dari fistula abses rektum
anal memperlihatkan infeksi campuran dengan E.coli dominan. Penggunaan
kronis purgatif dan enteritis regionalis merupakan faktor penyebab yang lazim.
Infeksi yang tak lazim seperti aktinomikosis, tuberkulosis, dan penyakit jamur
lain, penyakit peradangan pelvis, prostatitis dan kanker bisa jarang menyertai3.
            Gejala dini rasa sakit yang tumpul pada rektum dan keluhan sistemik
ringan berlanjut menjadi nyeri perianal berdenyut yang parah disertai demam,
kedinginan, dan malaise. Daerah fluktuasi tidak selalu jelas, karena kulit perianus
tebal. Kemerahan, nyeri tekan dan penonjolan generalisata menjadi gambaran

4
yang biasa ditemukan. Insisi dan drainase segera tanpa menunggu fluktuasi,
seperti pada infeksi subkutis lain, mencegah perluasan serius3.
            Penting untuk mengetahui bahwa tak ada peranan terapi medis konservatif
bagi abses rektum. Abses anorektum harus dianggap suatu kedaruratan bedah dan
penundaan dalam terapi bedah mengakibatkan kerusakan jaringan lebih lanjut.
Perluasan multilateral dapat meluas ke dalam paha, skrotum, dan bahkan dinding
abdomen, jika terapi bedah ditunda3.
            Prinsip bedah terapi ini relatif sederhana. Di bawah anestesi dengan
evaluasi sigmoidoskopi atau jari tangan eksterna dan interna, daerah abses di
drainase dengan eksisi sederhana dan rongga abses dibiarkan terbuka. Penting
untuk mengeksplorasi dengan cermat rongga abses dan jaringan sekelilingnya
menggunakan jari, karena tonjolan seperti jari dapat meluas ke dalam jaringan
sekelilingnya, menyebabkan abses majemuk, yang seluruhnya harus dibuka dan
didrainase3.

Gambar 2. Fistula perianal

Sepsis dapat bermula pada ruang intersfingter dan dapat menyebar melalui
3 cara4: secara vertikal, horizontal, circumferential. Khasnya, tiga nama abses
adalah konsekuensi penyebaran pada ketiga arah tersebut :
1. Perianal – sepsis menyebar secara vertical ke bawah pada ruang
intersphincter,  berdekatan dengan anal canal sebagai abses perianal
2. Ischiorectal – sepsis menyebrang sphincter externus dan muncul jauh dari
anal kanal sebagai abses ischiorectal.

5
3. Supralevator – sepsis menyebrang secara vertical ke atas menyebabkan
pengumpulan di supralevator.
Diantara 3 rute ini, sepsis dapat juga hadir pada bidang sirkumferensial,
menyebabkan pengumpulan horizontal4.

2.4. Letak Fistel 


Fistel dengan lubang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk lurus.
Fistel dengan lubang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak
lurus tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior
disekitar m.puborektalis dan dapat membentuk satu lubang perforasi atau lebih di
sebelah anterior.3 Kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di
perbatasan anus dan rectum dan lobang lain di perineum di kulit perianal.1 Fistel
dapat terletak di subkutis, submukosa, antarsfingter, atau menembus sfingter.
Fistel dapat terletak anterior, lateral, atau posterior. 1

Gambar 3. Letak Fistel

6
Hukum Goodsall
Untuk membantu pemeriksa memperkirakan arah saluran dan
kemungkinan lokasi dari muara interna, dapat digunakan Hukum Goodsall. Ketika
pasien berada dalam posisi litotomi2 :
Jika muara eksterna terletak anterior dari garis imajiner yang ditarik horizontal
dari kanalis ani, fistula biasanya berjalan langsung menuju anal kanal2.
Jika muara eksterna terletak sebelah posterior dari garis, fistula biasanya
membentuk lengkungan terhadap garis tengah dari kanalis ani.2
Fistel dengan lobang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk lurus.
Fistel dengan lobang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak
lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior di
sekitar m.puborektalis dan dapat membentuk satu lobang perforasi atau lebih di
sebelah anterior, sesuai hukum Goodsall1. Beragam perbedaan anatomis dari abses
dan fistula ini dapat terjadi, pemahaman mengenai hal itu dipermudah oleh
pengetahuan tentang rute penyebaran infeksi4.  
Lokasi muara fistula eksterna adalah kunci dari posisi muara interna
Jalur umum traktus fistulosa anorektum. Muara interna (primer) hampir selalu
berada dalam kripta; fistula biasanya tunggal dan hanya melibatkan bagian
muskulus sfingter; fistula majemuk atau fistula yang melibatkan seluruh muskulus
sfingter eksterna kurang lazim ditemukan. Hukum Goodsall adalah garis
transversal membagi fistula anal menjadi dua kelompok: (1). Jika muara sekunder
terletak anterior terhadap garis transversa yang membagi kanalis analis menjadi
bagian anterior dan posterior, biasanya muara itu berhubungan dengan muara
primer melalui traktus fistulosa yang melengkung berbentuk tapal kuda atau semi
tapal kuda3.
            Harus dicatat, walau bagaimanapun, semakin jauh muara eksterna dari
anus, hukum Goodsall semakin tidak dapat dipercaya. Sebagai tambahan, arah
saluran pada fistula yang rumit tidak dapat diprediksi2.

7
2.5. Klasifikasi Fistula Perianal

Perianal Fistula diberi nama menurut klasifikasi Park2 :


1. Fistula Transsphingter
  Fistula transsphingter disebabkan oleh abses ischiorektal, dengan
perluasan jalur melalui sphingter eksterna. Terjadi sekitar 25 % dari semua
fistula2. Jalur utama menyebrang sphincter externus yang terdapat pada tingkat
manapun dibawah puborectalis sampai serat terendah dari sphincter externus4.
2. Fistula Intersphingter
Terbatas pada ruang intersphingter dan sphingter interna. Disebabkan oleh
abses perianal. Terjadi sekitar 70 % dari semua fistula2.  Semua jalur inflamasi
pada posisi medial striated muscle atau sphincter externus4.
3. Fistula Suprasfingter
  Disebabkan oleh abses supralevator. Melewati otot levator ani, diatas
puncak otot puborektal dan masuk ke dalam ruang intersphingter. Terjadi
sekitar 5 % dari semua fistula2.  Sangat jarang, dan jalur utamanya menyebrang
melewati levator ani4 .
4. Fistula Ekstrasphingter
Tidak melewati kanalis ani dan mekanisme sphingter, melewati fossa
ischiorektal dan otot levator ani, dan bermuara tinggi di rektum.Terjadi sekitar
1 % dari semua fistula2.  biasanya akibat sepsis intrapelvis atau operasi yang
tidak tepat dari fistula lain, dan jalurnya diluar semua kompleks sphincter4.

Gambar 4. Klasifikasi Fistula berdasarkan letak

8
2.6. Gejala Klinis Fistula
Fistula dicurigai apabila4 :
- discharge persisten pada tempat drainase abses
- ditemukan organisme usus dari hasil kultur
- abses terjadi rekuren
- terdeteksi adanya indurasi baik secara klinis atau dalam anestesi
Adanya riwayat abses ani yang berulang dengan drainase merupakan suatu
petunjuk bahwa seseorang mungkin mempunyai fistula4. Biasanya gejala terbatas
pada pembengkakan intermiten, drainase, pruritus dan ketidaknyamanan yang
bervariasi. Riwayat abses bermanfaat dalam diagnosis4.
Adanya riwayat kambuhan abses perianal dengan selang waktu diantaranya,
disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit.
Muara eksterna biasanya terlihat sebagai titik berwarna merah, mengalami
inflamasi, mengeluarkan nanah yang bercampur darah6, tinja2 . Muara kulit secara
khas agak meninggi, papila abu-abu merah muda dari jaringan granulasi. Pada
waktunya, pembentukan parut sepanjang saluran ini menjadi dapat dipalpasi.
Sonde kadang-kadang dapat dimasukkan melalui fistula ke dalam linea pektineus.
Biasanya tidak nyeri3.
Pada colok dubur umumnya fistel dapat diraba antara telunjuk di anus
(bukan di rectum) dan ibu jari di kulit perineum sebagai tali setebal kira-kira 3
mm (colok dubur bidigital). Jika fistel agak lurus dapat disonde sampai sonde
keluar di kripta asalnya. Fistel perineum jarang menyebabkan gangguan sistemik.
Fistel kronik yang lama sekali dapat mengalami degenerasi maligna menjadi
karsinoma planoseluler kulit.1
           

2.7. Pemeriksaan Penunjang4


             Lokasi muara eksterna memberikan petunjuk bagi kemungkinan jalur
fistula dan terkadang fistula dapat dirasakan sebagai jalur yang menebal. Pada
banyak kasus, untuk melihat jalurnya membutuhkan banyak alat, dan terkadang
jalurnya tidak jelas sampai dilakukan pembedahan. 

9
Peralatan yang dapat digunakan oleh dokter :
1. Fistula probe. Alat yang secara khusus dibuat untuk dimasukkan ke fistula 
2. Anoscope. Instrumen kecil untuk melihat kanalis ani.

Jika fistula rumit atau terletak pada tempat yang tidak lazim, dapat digunakan5:
1. Diluted methylene blue dye. Disuntikkan ke dalam fistula.
2. Fistulography. Memasukkan cairan kontras, kemudian memfotonya. 
3. Magnetic resonance imaging

Untuk menyingkirkan kelainan lainnya seperti colitis ulseratif atau penyakit


Crohn, dapat digunakan :
1. Flexible sigmoidoscopy.
Tabung yang ramping dan fleksibel dengan kamera di dalam ujungnya, dapat
untuk melihat rectum dan kolon sigmoid sebagai gambar yangdiperbesar pada
layer televisi.
2. Colonoscopy. Mirip sigmoidoskopi, tetapi dengan kemampuan untuk
memeriksa seluruh kolon dan usus halus.

2.8. Tatalaksana
 a. Abses perianal  
            Antibiotik mempunyai peranan yang sedikit karena tidak dapat penetrasi
ke dalam pus, dan seringkali terdapat nekrosis jaringan lemak. Abses akut
membutuhkan drainase bedah. Tidaklah bijaksana untuk melakukan sesuatu lebih
jauh lagi meskipun kita mencurigai adanya fistula.- bengkak dan hiperemis
menutupi lokasi yang tepat dari sphincter. Pus harus selalu dikirim untuk
pemeriksaan mikrobiologik karena keberadaan organisme usus mengindikasikan
kecenderungan adanya fistula4.
b. Manajemen fistula
            Tujuan dari penatalaksanaannya adalah untuk menyembuhkan fistula
dengan sesedikit mungkin pengaruh pada otot sfingter. Perencanaan akan
bergantung pada lokasi fistula dan kerumitannya, serta kekuatan otot sfingter
pasien5. Pengelolaan berdasar pada eradikasi sepsis dengan seoptimum mungkin

10
menjaga fungsi anal. Jalur fistula harus dibuka dan diizinkan untuk sembuh dari
dasarnya. Mayoritas fistula superfisial dan intersphincter (85%) langsung dapat
diatasi4.
            Sisanya (transphincteric dan suprasphincteric) jauh labih sulit dan
membutuhkan perawatan spesialis. Biasanya perawatannya lebih lama; dilakukan
secara bertahap untuk mencegah kerusakan sphincter4.
            Operasi bertujuan menginsisi di atas saluran fistula, meninggalkan insisi
tesebut terbuka untuk bergranulasi nantinya. Biasanya dicapai dengan
menempatkan sonde melalui kedua muara fistula dan memotong di atas sonde.
Jika fistula mengikuti perjalanan yang mengharuskan pemotongan sfingter, maka
insisi harus memotong serabut otot tegak lurus dan hanya pada satu tingkat. Bila
timbul inkontinensia, jika otot terpotong lebih dari satu tempat3.
            Benang yang halus monofilamen (seton) sering ditaruh melalai jalur
primer  di sekitar sphincter externa sebagai drain sementara luka lebar di sebelah
exterior striated muscle dari sphincter externus mengalami penyembuhan4. 

1. Fistulotomy
            Ahli bedah pertama-tama melakukan pelacakan untuk mencari muara
interna fistula. Lalu, ahli bedah memotong dan membiarkan jalurnya dalam
keadaan terbuka, mungkuretnya (mengeluarkan isinya), lalu menempelkan sisinya
ke sisi yang diinsisi sehingga fistula dibiarkan terbuka (diratakan) flattenedout5.
Untuk memperbaiki fistula yang lebih rumit, seperti horshoe fistula (dimana
jalurnya melewati sekitar dua sisi tubuh dan mempunyai muara eksternal pada
kedua sisi dari anus), dokter bedah dapat membiarkan terbuka hanya pada segmen
dimana jalurnya bersatu dan mengeluarkan jalur sisanya5. 
Jika sejumlah banyak otot sfingter yang harus digunting, pembedahan dapat
dilakukan dalam lebih dari satu tahap dan harus diulang jika seluruh saluran
belum dapat ditemukan5.
            Teknik dibiarkan terbuka (Fistulotomi) berguna pada mayoritas perbaikan
fistula. Pada prosedur ini, dimasukkan probe melalui fistula (melalui kedua
muara), dan kulit yang menutupinya, jaringan subkutis, dan otot sfingter
dipisahkan, oleh sebab itu membuka salurannya. Kuretasi dilakukan untuk

11
memindahkan jaringan granulasi pada dasar saluran. Teknik ini dilakukan secara
hati-hati untuk menghindari terlalu banyak menggunting sfingter (yang dapat
menyebabkan inkontinensia). Fistulotomi dibiarkan menutup secara sekunder2.
Pada fistel dapat dilakukan fistulotomi atau fistulektomi. Dianjurkan sedapat
mungkin di lakukan fistulotomi, artinya fistel dibuka dari lubang asalnya sampai
ke lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga menyembuh mulai dari dasar per
sekundam intentionem. Lukanya biasanya akan sembuh dalam waktu agak
singkat. Kadang dibutuhkan operasi dua tahap untuk menghindari terpotongnya
sfingter anus4.

 2. Flap Rektal


Terkadang, untuk mengurangi jumlah otot sfingter yang digunting, dokter
bedah dapat mengeluarkan jalurnya dan membuat flap ke dalam dinding abdomen
untuk mencapai dan mengeluarkan muara fistula interna. Flap nya kemudian
ditempelkan ke belakang5.

3. Penempatan Seton  
Dokter bedah menggunakan seton untuk5 :
o Menciptakan jaringan parut di sekitar otot sphincter sebelum memotongnya 
dengan pisau.
o Mengizinkan seton untuk secara lambat memotong seluruh jalur melalui
otot selama beberapa minggu. Seton juga dapat membantu drainase fistula

Gambar 5. Seton

12
Pada pasien dengan fistula kompleks, fistula rekuren, penyakit Crohn, keadaan
imunokompromised, seton dapat digunakan sendiri, atau kombinasi dengan
fistulotomi2.
Seton dibuat dari benang silk yang besar, penanda silastik, atau pita karet,
yang dipasang pada saluran fistula dan menyediakan tiga tujuan. Yang pertama,
kita dapat melihat langsung ke saluran, sebagai drain dan pemicu fibrin, dan juga
memotong melalui fistula. oleh sebab itu, seiring waktu, sejalan dengan terjadinya
fibrosis diatas seton. Secara perlahan memotong melalui otot sfingter, dan
menampakkan saluran. Seton diketatkan selama kunjungan ke poli sampai ia
ditarik selama lebih dari 6-8 minggu. Keuntungan pemakaian seton, adalah bahwa
“fistulotomi bertahap” ini mengizinkan untuk pembelahan progresif dari otot
sfingter, menghindari terjadinya komplikasi inkontinensia2.

4. Lem fibrin atau sumbat kolagen  


Pada beberapa kasus, dokter dapat menggunakan lem fibrin, terbuat dari
protein plasma, untuk menyumbat dan  menyembuhkan fistula daripada
memotong dan membiarkannya terbuka. Dokter menyuntikkan lem melalui
lubang eksterna setelah membersihkan salurannya lebih dahulu dan menempelkan
lubang yang di dalam agar tertutup. Saluran fistula dapat juga disumbat dengan
protein kolagen dan kemudian ditutup5.

2.9. Diagnosa Banding


            Hidradenitis supurativa merupakan radang kelenjar apokrin yang biasanya
membentuk fistel multipel subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan
perianal. Penyakit ini biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke
struktur yang lebih dalam4.
            Sinus pilonidalis terdapat hanya di lipatan sakrokoksigeal dan berasal dari
sarang rambut dorsal dari tulang koksigeus atau ujung tulang sakrum4.
            Fistel proktitis dapat terjadi pada Morbus Crohn, TBC, amubiasis, infeksi
jamur, dan divertikulitis. Kadang fistel koloperineal disebabkan oleh benda asing
atau trauma4

13
2.10. Prognosis
            Fistel dapat kambuh bila lobang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan,
cabang fistel tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan
granulasi mencapai permukaan1. Kegagalan penyembuhan secara optimal
mungkin akibat4 :
- Terapi inisial yang tidak adekuat     
- Penyebab spesifik (namun tidak terdiagnosa), misalnya : Penyakit Crohn
- Kondisi nutrisi yang tidak baik
- Perawatan luka yang tidak baik, misalnya : jembatan epitel
- Proliferasi jaringan granulasi yang mencegah epitelisasi
Jika tiga penyebab utama telah dieliminasi, keberhasilan bedah fistula
bergantung  pada perawatan luka post operasi4.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta,


EGC, 2005   hal : 677-678
2. Sabiston, Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian II, cetakan ke-dua, EGC, Jakarta,
1995, hal : 59-62
3. Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid
1. Jakarta: Media Aesculapius
4. Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6,
EGC, Jakarta, hal : 426 – 427.
5. Henry MM, Thompson JN , Principles of Surgery, 2 nd edition, Elsevier
Saunders,  2005,  page 423-42
6. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2011.

15

Anda mungkin juga menyukai