Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA APRIL 2019

GAMBARAN RADIOLOGI FISTULA PERIANAL

Oleh:

Siti Annisah
111 2018 2128
Pembimbing :
dr. Andi Rompegading, Sp.Rad
Rumah Sakit :
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Siti Annisah, S.Ked

Stambuk : 111 2018 2128

Judul Referat : Gambaran Radiologi Fistula Periana

Hari, Tanggal : Kamis, 04 April 2019

Telah menyelesaikan Tugas Ilmiah dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia di
RSUD Kota Makassar.

Makassar, 07 April 2019

Supervisor Pembimbing,

(dr. A. Rompegading, Sp.Rad)



BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hampir semua fistula ani, yang biasanya disebut fistula perianal

atau fistel pra-anal, disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses

anorektum, sehingga kebanyak fistel mempuunyai satu muara di kripta di

perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit perianal.

Kadang fistel disebabkan oleh colitis yang disertai proktitis seperti TBC,

ambuiasis, atau penyakit Crohn. Fistel dapat terletak disubkutis,

submukosa, antar sfingter, atau menembus sfingter, mungkin fistel terletak

anterior, lateral, atau posterior. Bentuknya bisa lurus, bengkok, atau mirip

tapal kuda. Umumnya sfingter bersifat tunggal, kadang ditemukan yang

kompleks. Fistel dengan lubang kripta di sebelah anterior umumnya

berbentuk lurus, fistel dengan lubang yang berasal dari kripta di sebelah

dorsal umumnya tidak lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang dan

pus terdorong di anterior di sekitar M. Puborektalis dan dapat membentuk

satu lubang perforasi atau lebih di sebelah anterior, sesuai hukum godsall.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Fistula perianal (atau fistula-in-ano) adalah adanya saluran fistula

melintasi / antara / berdekatan dengan sphincter anal dan biasanya

merupakan kondisi inflamasi.1

2. Anatomi

Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan

jenis epitel. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan

kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis

gepeng kulit luar. Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya

kaya akan persyarafan sensoris somatik dan peka

terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persy

arafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Darah vena di

atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang

berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui V. Iliaka. Sistem limfe

dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limfe sepanjang

pembuluh hemoroidalis superior ke arah kelenjar limfe paraaorta melalui

kelenjar limfe Iliaka Interna, sedangkan limfe yang berasal dari kanalis

analis mengalir ke arah kelenjar inguinal.2

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya

mengarah ke ventrokranial yaitu mengarah ke umbilikus dan membentuk

sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada
saat defekasi, sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus

disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea

dentata. Pada daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus

antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi di sini dapat

menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan ant

ar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu

melakukan colok dubur dan menunjukkan batas antara sfingter ekterna

dan sfingter interna (garis Hilton).3

Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter

interna dan sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk

dari fusi sfingter interna, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator

(puborektalis) dan komponen m. sfingter eksternus. M.

Sfingter internus terdiri dari serabut otot polos, sedangkan M. Sfingter

eksternus terdiri atas serabut olot lurik.4

Gambar anatomi anal dan perianal


3. Epidemiologi

Prevalensi sebenarnya dari fistula-in-ano tidak diketahui. Insiden

fistula-in-ano yang berkembang dari abses dubur berkisar dari 26%

hingga 38%. Satu penelitian menunjukkan bahwa prevalensi fistula-in-ano

adalah 8,6 kasus per 100.000 populasi. Pada pria, prevalensinya adalah

12,3 kasus per 100.000 populasi, dan pada wanita, itu adalah 5,6 kasus

per 100.000 populasi. Rasio pria-wanita adalah 1,8: 1. Usia rata-rata

pasien adalah 38,3 tahun.5

4. Etiology

Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus

atau rektum. Kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran

dari nanah pada abses anorektal. Terdapat sekitar 7-40% pada kasus

abses anorektal berlanjut menjadi fistula perianal. Namun, lebih sering

penyebabnya tidak dapat diketahui.2

Organisme yang biasanya terlibat dalam pembentukan abses

adalah Escherichia coli , Enterococcus sp dan Bacteroides sp. Fistula juga

sering ditemukan pada penderita dengan penyakit Crohn, tuberkulosis,

devertikulisis, kanker atau cedera anus maupun rektum, aktinomikosis dan

infeksi klamidia. 2

Fistula pada anak-anak biasanya merupakan cacat bawaan. Fistula

yang menghubungkan rektum dan vagina bisa merupakan akibat dari

terapi sinar X, kanker, penyakit Crohn dan cedera pada ibu selama proses

persalinan. 2
5. Patologi

Hipotesa kriptoglandular menyatakan bahwa infeksi yang pada

awalnya masuk melalui kelenjar anal akan menyebar ke dinding otit

sphingter menyebabkan abses anorektal. Abses yang pecah spontan,

akhirnya meninggalkan bekas berupa jaringan granulasi di sepanjang

saluran, sehingga menyebabkan gejala yang berulang.6

Gambar Perjalanan Abses Perianal Menjadi Fistula Perianal

Ruang supraelevator berada diatas levator ani dan di sisi rektumm,

dimana ruang ini menghubungkan bagian posterior yang lainnya.

Mayoritas penyakit supurativ anorektal terjadi karena infeksi dari kelenjar

anus (cyptoglandular). Kelenjar ini terdapat melintang di dalam ruang

intersphincteric, dan tidak terdapat pada kripte anal yang berada pada

kanalis anal pada daerah garis dentata. Diawali kelenjar anus terinfeksi,

sebuah abses kecil terbentuk di daerah intersphincter. Abses ini kemudian


membengkak dan fibrosis, termasuk di bagian luar kelenjar anus di garis

krypte. Ketidakmampuan abses untuk keluar dari kelenjar tersebut

menyebabkan terjadinya purulen yang kemudian meluas hingga di

perineum, anus atau seluruhnya yang menyebabkan abses perianal

hingga fistula. Sebagian besar fistul terbentuk dari sebuah abses, tapi

tidak semua abses menjadi fistula.2

6. Klasifikasi

Sistem Klasifikasi Parks 7

Sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh Parks, Gordon, dan

Hardcastle (umumnya dikenal sebagai klasifikasi Parks) adalah yang

paling umum digunakan untuk fistula-in-ano. Sistem ini mendefinisikan

empat jenis fistula-in-ano yang dihasilkan dari infeksi cryptoglandular,

sebagai berikut :7

• Intersphincteric

• Transsphincteric

• Suprasphincteric

• Extrasphincteric

Karakteristik intersphincteric fistula-in-ano :

• Disebabkan oleh perianal abses

• Insidens 70% dari seluruh kasus fistula anal

• Saluran fistel berada dibawah intersphincteric

Karakteristik transsphincteric fistula-in-ano:


• Biasanya disebabkan oleh abses isiorektal

• Insidens 25% dari seluruh kasus fistula anal

• Fistula menguhubungkan intersphincteric dengan fossa isiorektal

oleh adanya perforasi di sphincter eksternal dan kemudian ke kulit.

Karakteristik suprasphincteric fistula-in-ano :

• Biasanya merupakan hasil dari abses supraelevator

• Insidens 5% dari seluruh kasus fistula anal

• Seperti transsphincteric tapi saluran berada di atas sphincter

eksternal dan ada perforasi di muskulus levator ani

Karakteristik extrasphincteric fistula-in-ano :

• Biasanya terjadi pada penyakit disease atau kanker atau

pengobatannya, ataupun dari penyakit inflamasi pelvis

• Insidens 1% dari seluruh kasus fistula anal

Gambar Sistem Klasifikasi Parks

Klasifikasi Radiologi

Ahli radiologi telah mengembangkan sistem penilaian lain untuk

fistula perianal, yang didasarkan pada landmark pada bidang aksial dan
menggabungkan abses dan ekstensi sekunder ke sistem penilaian, dan

disebut St James’s University Hospital classification 1: 8

• grade 1: simple linear intersphincteric

• grade 2: intersphincteric with abscess or secondary tract

• grade 3: trans-sphincteric

• grade 4: trans-sphincteric with abscess or secondary tract within

the ischiorectal fossa

• grade 5: supralevator and translevator extension

7. Penegakan Diagnosis

Anamnesis

Dari anamnesis biasanya ada riwayat kambuhan abses oerianal

dengan selang waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-

sedikit. Pada colok dubur umumnya fistel dapat diraba antara telunjuk di

anus (bukan di rectum) dan ibu jari di kulit perineum sebagai tali setebal

kira-kira 3mm (colok dubur digital). Jika fistel agak lurus, dapat disonde

sampai sonde keluar di kripte asalnya. Fistel perineum jarang

menyebabkan gangguan sistemik, fistel kronik yang lama sekali dapat

mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit.3,9

Tanda dan gejala sebagai berikut :

- Nyeri pada saat bergerak, defekasi, dan batuk


- Ulkus
- Keluar cairan purulen
- Benjolan (massa fluktuatif)
- Pruritus anii
- Demam
- Kemerahan dan iritasi kulit di sekitar anus

Tanda dan gejala pada fistula kompleks sebagai berikut :

- Radang usus
- Divertikulitis
- Riwayat terapi radiasi untuk kanker atau prostat
- Tuberkulosis
- Terapi steroid
- Infeksi HIV

Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisik tetap menjadi yang utama untuk

penegakan diagnosis. Pada pemeriksaan fisik di daerah anus (dengan

pemeriksaan digital/rectal toucher) ditemukan satu atau lebih eksternal

opening fistula atau teraba adanya fistula di bawah permukaan kulit.

Eksternal opening fistula tampak sebagai bisul (bila abses belum pecah)

atau tampak sebagai saluran yang dikelilingi oleh jaringan granulasi.

Internal opening fistula dapat dirasakan sebagai daerah indurasi / nodul di

dinding anus setinggi garis dentata. Terlepas dari jumlah eksternal

opening fistula, terdapat hanya selalu satu internal opening.9


Gambar Eksternal Opening Fistula

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan, studi pra

operasi normal dilakukan berdasarkan usia dan komobiditas.

Pemeriksaan Radiologi

a. Fistulography

Injeksi kontas melalui pembukaan internal, diikuti dengan foto polos

posisi anteroposterior, lateral, dan oblik untuk melihat jalur fistula.5

Gambar fistulography posisi AP , Lateral, Oblik

Pada gambar fistulography posisi AP dan lateral dapat dilihat

kekeruhan pada saluran longitudinal yang menghubungkan eksternal


opening perianal diarah jam 3 ke arah rektum. Tampak kontras mencapai

rektum dan memberikan gambaran gelap.

b. Ultrasound endoanal / endorektal

Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz ke dalam kanalis ani

untuk membantu melihat differensiasi muskulus intersfingter dari lesi

transfingter. Transduser water filled balloon membantu evaluasi dinding

rectal dari beberapa esktensi suprasfingter.5

Gambar Pemeriksaan Ultrasound

Pada gambar pemeriksaan Ultrasound, tampak gambaran fistula ke dalam

lubang anus searah pukul 7.

c. MRI

MRI dipilh apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, atau untuk

memperbaiki rekurensi.10
Grade 1, Simple Linear Intersphincteric

Gambar Pemeriksaan MRI Coronal T2SE, Grade 1

Pada gambar MR T2SE Coronal menunjukkan fistula (panah)

dalam bidang antar-sphincteric kiri. Perhatikan situs entri pada garis

tengah di sepertiga bagian bawah anus.

Grade 2, intersphincteric with abscess or secondary tract

Gambar Pemeriksaan MRI Axial STIR, Grade 2

Pada gambar pemeriksaan MRI Axial STIR, didapatkan gambaran

saluran fistula yang tidak teratur terlihat memanjang dari permukaan kulit,
melintasi sfingter eksternal, ke bidang intersphincteric. Horse track

sekunder ke sisi kontralateral juga terlihat.

Grade 3, transsphincteric

Gambar Pemeriksaan MRI Coronal T2, Grade 3

Pada gambar pemeriksaan MRI, tampak fistula perianal grade 3

atau trans-sphincteric. Berdasarkan gambar tersebut dapat dinilai fistula

perinal transsphincteric kanan dimulai pada pembukaan kulit perianal

kanan dan meluas dalam fossa ischio-anal dan iskiorektal kanan.

Kemudian menembus sphincter anal eksternall berlawanan pukul 10 untuk

terhubung dengan saluran berbentuk kuda dalam bidang trans-sphincter.

Berakhir dengan menembus sphincter anus internal berlawanan jam 6.

Fistula diisi dengan sinyal fluida menunjukkan gambaran hipointense yang

tebal. Tampak edema dan corakan lemak di ischiorektal kanan di

sekitarnya. Tidak tampak abses atau ekstensi kranial ke levator ani. Tidak

tampak traktus sekunder yang berhubungan dalam fossa ischiorectal

ataupun ischioanal.
Grade 5, Supra levator fistula with small abscess.

Gambar Pemeriksaan MRI Axial T1, Grade 5

Pada gambar pemeriksaan MRI, tampak Saluran fistula garis

tengah posterior terlihat pada posisi jam 6 dan naik di bidang

intersphincteric. itu menembus otot levator ani kanan pada posisi jam 8.

Koleksi abses kecil terlihat pada posisi jam 7.

d. CT-Scan

CT-Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit crohn

atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan

daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan tambahan kontras oral

atau rektal.11

e. Barium Enema

Untuk fistula multiple juga dapat mendetekasi penyakit inflamasi

usus.5
d. Anal Manimetri

Evaluasi tekanan pada mekanisme sphinchter terutama pada

pasien dengan fistula karena trauma persalinan atau pada fistula

kompleks berulang yang mengenai sphincter ani.5

8. Penatalaksanaan

a. Terapi Non-operatif

Terapi konservatif medikamentosa dengan pemberian analgetik,

antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah

fistula rekuren.9

b. Terapi Operatif 2,3,6

- Fistulotomi : Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit,

dibiarkan terbuka dan sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan

sedapat mungkin dilakukan fistulotomi.

- Fistulektomi : Jaringan granulasi harus dieksisi keseluruhannya untuk

menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah

membiarkannya terbuka.

- Seton : Benang atau karet diikatkan melalui saluran fistula. Terdapat

dua macam seton. Cutting seton dimana benang seton ditarik secara

gradual untuk memotong otot sphincter secara bertahap. Loose Seton

dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan

benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa

bulan.
- Advancement Flap : Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi

keberhasilannya tidak terlalu besar.

- Fibrin Glue : Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug / AFP) ke

dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap

oleh tubuh. Penggunanaan fibrin glue memang tampak menarik karena

sederhana, tidak sakit, dan aman. Namun, keberhasilan jangka

panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.6

9. Komplikasi

Komplikasi dini pasca operasi, sebagai berikut :

- Retensi urin
- Pendarahan
- Impaksi feses
- Thrombosed wasir.5

Komplikasi jangka panjang pasca operasi, sebagai berikut :

- Kambuh
- Inkontinensia (feses)
- Stenosis awal : Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis dari lubang

anus.

- Penyembuhan luka yang tertunda : Penyembuhan total terjadi setelah

12 minggu kecuali ada proses penyakit yang menyertai atau

mendasarinya. 5
10. Prognosis

Fistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau

dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka

sebelum jaringan granulasi menempel di permukaan. Setelah fistulomi

standar, tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 0-18% dan tingkat dari

inkontinensia tinja adalah 3-7%. Setelah menggunakan seton, laporan

tingkat kekambuhan adalah 0-17% dan tingkat dari inkontinensia tinja

adalah 0-17%. Setelah advancement flap, tingkat kekambuhan dilaporkan

adalah 1-17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 6-8%.2

11. Diagnosis Banding

Abses Perianal

Abses perianal mengacu pada kumpulan infektif-inflamasi yang

terbentuk dalam regio perianal. Ini membentuk bagian dari kelompok yang

lebih luas dari abses anorektal. Mereka sering dikaitkan dengan fistula

perianal dan merupakan komponen fistula grade 2 dan 4 dari klasifikasi

Rumah Sakit Universitas St James.3

Gambar Pemeriksaan Ultrasound

Pada gambar diatas tampak, ada area hypoechoic, avaskular

dengan gema seluler di daerah perianal, kompatibel dengan abses. Itu


berkomunikasi dengan saluran anal pada jam 1. Tidak ada abses atau

saluran sinus lainnya.



BAB 3

KESIMPULAN

Fistula perianal atau fistula in ano adalah adanya saluran fistula

melintasi / antara / berdekatan dengan sphincter anal dan biasanya

merupakan kondisi inflamasi.

Selain berdasarkan Anamnesa dan Pemeriksaan fisik yang baik,

maka untuk menegakkan diagnosis fistula perianal dibutuhkan

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.

Pemeriksaan radiografi tetap menjadi teknik pencitraan utama yang

digunakan untuk menegakkan diagnosis dan menentukan grade fistula

serta tata laksana selanjutnya. Pemeriksaan radiologi yang dapat

dilakukan diantaranya adalah fistulografi, ultrasound endoanal /

endorektal, MRI, CT-Scan, Barium enema, dan Anal Manometri.

Prognosis kekambuhan bergantung pada tindakan yang dilakukan.

Fistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan,

cabang fistel tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup sebelum

jaringan granulasi menempel pada permukaan. 



DAFTAR PUSTAKA

1. Smith, Derek, et.all. Perianal Fistula. radiopedia.org. diakses tanggal 2


April 2019. https://radiopaedia.org/articles/perianal-fistula?lang=us
2. De miguel criado J, Del salto LG, Rivas PF et-al. MR imaging
evaluation of perianal fistulas: spectrum of imaging features.
Radiographics. 32 (1): 175-94. diakses tanggal 2 April 2019. doi:
10.1148/rg.321115040 - Pubmed citation
3. Morris J, Spencer JA, Ambrose NS. MR imaging classification of
perianal fistulas and its implications for patient management.
Radiographics. 20 (3): 623-35. diakses tanggal 2 April 2019.
4. Halligan S, Stoker J. 2006 Imaging of fistula in ano. Radiology. 239 (1):
18-33. diakses tanggal 2 April 2019 doi:10.1148/radiol.2391041043 -
5. Parks AG. Pathogenesis and treatment of fistuila-in-ano. Br Med J.
1998;1 (5224): 463-9.
6. Poggio, Juan L. 2018. Fistula in ano. Medscape, diakses tanggal 2
April 2019. https://emedicine.medscape.com/article/190234-
clinical#showall
7. Sabiston D, Oswari J. 1994. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
8. Schwartz, Shires, Spencer. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah
Edisi 6. Jakarta : EGC
9. Sjamsuhidajat, R, et.all. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGC. Hal 747-748
10. Grace, P, et.all. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi ketiga. Jakarta :
Erlangga
11. Reksoprodjo S. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta :
Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai