Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.S DENGAN FISTULA ANI

DI PUSKESMAS PANDANWANGI

Oleh:
Ela Handayani
202110461011005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021/2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.S DENGAN FISTULA ANI

DI PUSKESMAS PANDANWANGI

DEPARTEMEN KEPERAWATAN GERONTIK

KELOMPOK 6

NAMA : ELA HANDAYANI

NIM : 202110461011005

Periode Praktek/Minggu Ke: 11-16 April 2022/Minggu Ke 2

Telah disetujui

Tanggal:

Mahasiswa,

Ela Handayani

Pembimbing Lahan,
Pembimbing Akademik
Puskesmas Pandanwangi

(Anggraini Dwi Kurnia, MNS) (Sri Wahyuni, Amd.Kep)

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN.............................................................5
1.1 Definisi...........................................................................................................5
1.2 Etiologi...............................................................................................................5
1.3 Tanda dan Gejala..........................................................................................6
1.6 Patofisiologi......................................................................................................6
1.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................7
1.5 Penatalaksanaan..........................................................................................8
Daftar Pustaka...............................................................................................10

3
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1Definisi
Fistula ani adalah terbentuknya saluran kecil yang memanjang dari
anus sampai bagian luar kulit anus, atau dari suatu abses sampai anus
atau daerah perianal.
Fistula adalah hubungan abnormal antara dua tempat yang berepitel.
Fistula ani adalah fistula yang menghubungkan antara kanalis anal ke
kulit di sekitar anus (ataupun ke organ lain seperti ke vagina). Pada
permukaan kulit bisa terlihat satu atau lebih lubang fistula, dan dari
lubang fistula tersebut dapat keluar nanah ataupun kotoran saat buang
air besar

Fistula ani sering terjadi pada laki laki berumur 20 – 40 tahun,


berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk
dari sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40%
pasien dengan abses akan terbentuk fistula.
1.2 Etiologi
Mayoritas penyakit supurativ anorektal terjadi karena infeksi dari
kelenjar anus (cyptoglandular). Kelenjar ini terdapat di dalam ruang
intersphinteric. Diawali kelenjar anus terinfeksi, sebuah abses kecil
terbentuk di daerah intersfincter. Abses ini kemudian membengkak dan
fibrosis, termasuk di bagian luar kelenjar anus di garis kripte.
Ketidakmampuan abses untuk keluar dari kelenjar tersebut akan
mengakibatkan proses peradangan yang meluas sampai perineum, anus
atau seluruhnya, yang akhirnya membentuk abses perianal dan
kemudian menjadi fistula.
Fistula ani juga dapat terjadi pada pasien dengan kondisi inflamasi
berkepanjangan pada usus, seperti pada Irritable Bowel Syndrome (IBS),

4
diverticulitis, colitis ulseratif, dan penyakit crohn, kanker rectum,
tuberculosis usus, HIV-AIDS, dan infeksi lain pada daerah ano-rektal.
1.3Tanda dan Gejala
Pasien biasanya mengeluhkan beberapa gejala yaitu : bertambah
pada saat bergerak, defekasi, dan batuk, atau nanah dari lubang fistula.
Pada pemeriksaan fisik pada daerah anus, dapat ditemukan satu atau
lebih external opening atau teraba fistula di bawah permukaan. Pada
colok dubur terkadang dapat diraba indurasi fistula dan internal openin
1.6 Patofisiologi
Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglandular, yang menjelaskan
bahwa fistula ani merupakan abses anorektal tahap akhir yang telah
terdrainase dan membentuk traktus. Kanalis anal mempunyai 6-14
kelenjar kecil yang terproyeksi melalui sfingter internal dan mengalir
menuju kripta pada linea dentata. Kelenjar dapat terinfeksi dan
menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan itu,
terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini
juga dapat terjadi setelah trauma, pengeluaran feces yang keras, atau
proses inflamasi. Apabila kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal,
maka akan terbentuk abses di dalam rongga intersfingterik. Abses lama
kelamaan akan menghasilkan jalan keluar dengan meninggalkan fistula,
dimana fistula mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan
rektum, dan lobang lain di perineum di kulit perianal.

Klasifikasi fistula:

a. Intersphinteric fistula

Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan


interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus.

b. Transphinteric fistula

Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan


interna, kemudian melewati muskulus sfingter eksterna dan
bermuara sepanjang satu atau dua inchi di luar lubang anus,

5
membentuk huruf ‘U’ dalam tubuh, dengan lubang eksternal berada di
kedua belah lubang anus (fistula horseshoe)

c. Suprasphinteric fistula

Berawal dari ruangan diantara muskulus sfingter eksterna dan


interna yang membelah ke atas muskulus pubrektalis lalu turun di
antara puborektal dan muskulus levator ani lalu muncul satu atau dua
inchi di luar anus.

d. Ekstrasphinteric fistula

Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan memanjang ke


bawah, melewati muskulus levator ani dan berakhir di sekitar anus.
Fistula ini biasa disebabkan oleh abses appendiceal, abses
diverticular, atau Crohn’s Disease.

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1) Fistulografi, yaitu memasukkan alat ke dalam lubang/fistel untuk
mengetahui keadaan luka.
2) Pemeriksaan harus dilengkapi dengan rektoskopi untuk menentukan
adanya penyakit di rektum seperti karsinoma atau proktitis tbc,
amuba, atau morbus Crohn.
3) Fistulografi: Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti
dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk
melihat jalur fistula.
4) Ultrasound endoanal / endorektal: Menggunakan transduser 7 atau
10 MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi
muskulus intersfingter dari lesi transfingter. Transduser water-filled
ballon membantu evaluasi dinding rectal dari beberapa ekstensi
suprasfingter.
5) MRI: MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, untuk
memperbaiki rekurensi.
6) CT- Scan: CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit
crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi

6
perluasan daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi
kontras oral dan rektal.
7) Barium Enema: untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit
inflamasi usus.
8) Anal Manometri: evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna
pada pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena
trauma persalinan, atau pada fistula kompleks berulang yang
mengenai sphincter ani.
1.5Penatalaksanaan
Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik,
antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah
fistula rekuren.
Terapi pembedahan:
a. Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke
lubang kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam
intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan
fistulotomi.
b. Fistulektomi: Jaringan granulasi harus di eksisi
keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula. Terapi terbaik
pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.
c. Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula.
Terdapat dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang
Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot sphincter
secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton
ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan
ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa
bulan.
d. Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus,
tetapi keberhasilannya tidak terlalu besar.
e. Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula
Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang merangsang
jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin

7
glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit,
dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak
tinggi, hanya 16%.

Pasca Operasi
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama
setelah operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan
rawat inap beberapa hari.
Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan
dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air
besar. Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam
daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan penggantian balutan
secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara lain
antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya
tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa
hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang.
Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak
disarankan untuk duduk diam berlama-lama.

8
Daftar Pustaka

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Mediaction.
Pherson KC, Beggs AD, Sultan AH, Thakar R. Can the risk of obstetric anal
spincter injuries (OASIS) be predicted using a risk-scoring system ? In
BMC Research Notes. 2014 : 7:471.
Riskesdas. (2018). Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Webb SS, Hemming K, Khalfaoui MY, Henriksen TB, Kindberg S, et al. An
obstetric spincter injury risk identification system (OSIRIS): is this a
clinically useful tool? In Int Urogynecol K. 2017; 28:367-74.
Wiseman O, Rafferty AM, Stockley JS, Murrells T, Bick D. Infection and wound
breakdown in spontaneous second-degree perineal tears: An
exploratory mixed methods study. In wileyonlinelibrary. 2018: 1-10.

Anda mungkin juga menyukai