Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ela Handayani

NIM : 201710420311043
Jurusan : S1 Keperawatan
Kelompok 10
Tanya
8. ICU (ela)
7. Apa saja peran dan tanggung jawab masing-masing tenaga kesehatan berdasarkan kasus?

Kata Sulit
1. Rekam Medik
5. Mobilisasi
Rumusan Masalah
4. Bagaimana komunikasi yang terjalin antar tenaga kesehatan pada kasus tersebut?
13. Siapakah yang memiliki hak untuk melakukan tindakan invasive (intravena) seperti pada pasien
tersebut?
Jawab
1. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
(Menurut Permenkes RI No 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis pasal 1)
5. Mobilisasi adalah tindakan yang dilakukan dengan memberi latihan ringan seperti latihan
pernapasan hingga menggerakan tungkai kaki yang dilakukan di tempat tidur pasien. Akhir dari
proses latihan ini mengajak pasien untuk mau berjalan dan bergerak secara mandiri untuk
sekedar ke kamar mandi. Mobilisasi memiliki manfaat untuk melancarkan peredaran darah, statis
vena, mencegah kontraktur, menunjang fungsi pernapasan (Anggraeni, 2018).
4. Pada tanggal 24 Oktober 2018 pukul 08.45 seorang Ibu membawa putranya yang berusia 1
tahun 9 bulan ke RSIA dengan keluhan demam, muntah dan batuk. Pasien diperiksa di ruang
IGD dan di rawat oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dr R. Pasien sebelumnya telah
dirawat difasilitas kesehatan lain selama 2 hari, pasien pulang paksa dari faskes tersebut dan
pindah ke IGD RSIA. dr. R melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dicatat di Rekam
Medik pasien, dr. R mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Perawat juga
melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan juga dicatat di Rekam medik pasien. Usulan pemeriksaan
laboratorium oleh dokter, ditindaklanjuti oleh perawat dengan mengambil sampel darah dan formulir
permintaan laboratorium yang telah ditandatangani oleh dokter untuk mengirimkan ke Laboratorium
RSIA. Sambil menunggu hasil laboratorium pasien dipindah ke ruang rawat inap dan diawasi perawat.
Saat menjalani rawat inap, pasien didampingi oleh fisioterapis untuk melakukan rehabilitasi paru agar
memperingan gejala klinis dan melakukan mobilisasi bertahap agar memperbaiki ROM. Setelah
mendapatkan hasil laboratorium dr R menyarankan pada ibu pasien untuk diberi antibiotik dari golongan
cephalosporin secara intra vena. Pasien menebus obat di apotek, oleh apoteker disampaikan bahwa obat
harus diserahkan ke dokter yang menangani diruang rawat inap. Pasien menyerahkan obat diruang rawat
inap yang diterima oleh perawat jaga. Setelah perawat menerima obat tersebut, perawat meminta orang
tua untuk menandatangani form kesediaan atau persetujuan untuk dilakukan suntik antibiotik intravena.
Pada jam 16.00 dilakukan suntikan obat antibiotik secara intra vena, perawat menunggu sampai pukul
16.15 dan tidak ditemukan reaksi akibat suntikan antibiotik dari golongan cephalosporin intravena,
namun pada pukul 16.30 keluarga melapor kalau ada keluhan bintik merah pada kulit dan bibir menebal,
dan sesak nafas, perawat langsung melakukan diagnosis dan menyuntikkan anti-alergi. Namun, kondisi
pasien terus menurun. Pukul 16.45 dibawa ke High Care Unit karena tidak ada tempat di ICU dan
dinyatakan meninggal 15 menit kemudian.

13. Pasal 29 ayat (1) UU keperawatan menegaskan bahwa tugas perawat adalah yang terutama
adalah sebagai pemberi Asuhan Keperawatan yang merupakan wewenang perawat yang berperan
sebagai tenaga independen dan mempunyai tanggung jawab yang dipikul sendiri (personal
liability) dan dapat juga bertugas sebagai pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang.
Perawat bertugas melakukan asuhan keperawatan yang bersifat caring bukan pengobatan
(curing) yang merupakan otoritas seorang dokter. Perawat dapat melakukan tindakan medis
hanya bila ada pelimpahan wewenang dari dokter yang pengaturannya diatur dalam Pasal 23
ayat (1) Permenkes 2052/Menkes/ Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan
Praktik Kedokteran Pasal 32 Undang Undang Keperawatan, dengan syarat sebagai berikut:
1. Pelimpahan wewenang dilakukan tertulis.
2. Bila kebutuhan pelayanan yang melebihi ketersediaan dokter di Fasyankes tersebut
3. Perawat harus mempunyai kemampuan dan ketrampilan yang sesuai dengan tindakan
yang akan dilimpahkan tersebut.
4. Pelaksanaan tindakan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan.
5. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab sepanjang pelaksanaan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan.
6. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar
pelaksanaan tindakan.
7. Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
8. Tindakan yang dapat dilimpahkan adalah menyuntik, memasang infus, memberikan
imunisasi dasar sesuai dengan program pemerintah, menjahit luka dan memberikan terapi
parenteral.
Anggraeni, R. (2018). Pengaruh Penyuluhan Manfaat Mobilisasi Dini Terhadap Pelaksanaan
Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi. Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(2),
107–121.

Anda mungkin juga menyukai