i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan
hidayah yang di limpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “FISTULA ANI”. Makalah ini
disusun dan ditujukan untuk untuk memenuhi tugas Patofisiologi, tahun
pelajaran 2022.
2. Kedua orang tua kami yang telah membantu dan mendukung dalam
menyelesaikan tugas makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fistula ani merupakan timbulnya saluran kecil antara ujung usus serta kulit
di dekat anus.hal ini bisa dipicu oleh bermacam jenis, seperti tuberkulosis,
Crohn, kanker, penularan seksual, ataupun pernah hadapi pembedahan
pada zona anus. Nyeri pada anus serta ada lendir ataupun darah dikala
buang air besar, merupakan sebagian pertanda fistula ani. NamunPenyakit
ini tidak bisa menular tetapi bila didiamkan akan menimbulkan
peradangan yang amat serius.Fistula ani adalah luka bernanah / borok sulit
sembuh di samping anus.
Sebagian besar fistula ialah hasil dari infeksi pada kelenjar anus yang
menyebabkan gumpalan nanah (abses) kecil.Abses ini kemudian
membengkak dan membuat abses sulit keluar dari kelenjar anus.Akhirnya
timbul peradangan yang membengkak hingga perineum (area kulit
sekitaran anus), anus, ataupun seluruhnya, serta kemudian jadi fistula.
Rongga rektum yang terisi oleh bisul ialah bagian terakhir dari usus besar
tempat tersimpannya tinja sebelum dikeluarkan lewat anus. Peradangan
yang terjalin pada rectum serta kelenjar cairan pekat anus akan membuat
lubang- lubang kecil yang menyebabkan bisul pada penyakit bengkak
perianal.Penyakit abses perianal bisa terjalin pada pria ataupun
perempuan.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Patofisiologi dari Penyakit Fistula Ani?
2. Bagaimana Epidemologi dari Penyakit Fistula Ani ?
3. Bagaimana Etiologi dari Penyakit Fistula Ani ?
4. Bagaimanana Penegakan Diagnosa dari Penyakit Fistula Ani ?
5. Bagaimana Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang dari
Penyakit Fistula Ani ?
6. Bagaimanana Penegakan Prognosis dari Penyakit Fistula Ani ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Patofisiologi dari Penyakit Fistula Ani
2. Untuk mengetahui Epidemologi dari Penyakit Fistula Ani
3. Untuk mengetahui Etiologi dari Penyakit Fistula Ani
4. Untuk mengetahui Penegakan Diagnosa dari Penyakit Fistula Ani
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
dari Penyakit Fistula Ani
6. Untuk mengetahui Penegakan Prognosis dari Penyakit Fistula Ani
D. MANFAAT PENULISAN
Hasil penelitiaan diharapkan dapat memberikan pengetahuan pembaca
agar mengetahui tentang penyakit Fistula Ani dan agar pembaca dapat
mencegah penyakit Fistula Ani.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
Hampir semua fistula anus disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses
anorektum, sehingga kebanyakan fistula mempunyai satu muara di kripta
di perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit
perianal. Kadang, fistula disebabkan oleh colitis disertai proktitis seperti
TBC, amobiasis dan morbus Crohn. Bila gejala diare menyertai fistula
anorektal yang berulang, perlu dipikirkan penyakit Crohn, karena 50 %
penderita penyakit Crohn mengalami fistula anus.
3
BAB III
PEMBAHASAN
4
Hukum Goodsall
Global
Insidensi fistula ani yang berkembang dari abses perianal pada seluruh
populasi di dunia berkisar 26-38%. Terdapat penelitian yang melaporkan
prevalensi fistula ani mencapai 8,6 kasus per 100.000 populasi.
Fistula ani lebih sering terjadi pada laki-laki, yaitu 12,3 kasus per 100.000
populasi, dibandingkan dengan perempuan sebesar 5,6 kasus per 100,000
populasi. Lunniss et al menyatakan kondisi ini disebabkan oleh hipotesis
kriptoglandular, yaitu laki-laki memiliki hormon androgen yang dapat
turut berperan dalam patogenesis fistula ani dari aspek hormonal.Selain
itu, adanya tonus sfingter anus yang lebih kuat pada laki-laki juga dapat
meningkatkan risiko obstruksi duktus yang dapat menyebabkan inflamasi
pada kelenjar anus.
5
Indonesia
Belum terdapat data mengenai prevalensi fistula ani di Indonesia. Namun,
pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan N et al, di RSUP Dr
Sardjito selama 5 tahun (2010-2014), disebutkan terdapat 48 kasus fistula
perianal yang terdiri dari 81,2% laki-laki dan 18,8% perempuan, dengan
usia terbanyak pada 30-40 tahun.
Mortalitas
Fistula ani sangat jarang menimbulkan kematian. Namun, dalam
penatalaksanaanya dapat terjadi kegagalan operasi, yaitu persistensi fistula
atau rekurensi gejala dalam waktu 6 bulan pasca intervensi
(15,6%), inkontinensia alvi pascaoperasi (15,6%), dan sepsis (7,3%).
6
(colok dubur bidigital).Jika fistel agak lurus dapat disonde sampai sonde
keluar di kripta asalnya.Fistel perineum jarang menyebabkan gangguan
sistemik, fistel kronik yang lama sekalidapat mengalami degenerasi
maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit. Sering memberikan sejarah
yang dapat diandalkan nyeri sebelumnya, bengkak, dan spontanatau
drainase bedah direncanakan dari abses anorektal.2,5
Tanda dan gejala sebagai berikut :
a. Nyeri pada saat bergerak, defekasi dan batuk
b. Ulkus
c. Keluar cairan purulen
d. Benjolan (Massa fluktuasi)
e. Pruritus ani
f. Demam
g. Kemerahan dan iritasi kulit di sekitar anus
h. General malaise
7
dikelilingi oleh jaringan granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan
sebagai daerah indurasi/ nodul di dinding anus setinggi garis
dentata.Terlepas dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir selalu
hanya satu internal opening.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan; studi pra
operasi normal dilakukanberdasarkan usia dan komorbiditas.
Pemeriksaan Radiologi
- Fistulografi : Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti
dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk
melihat jalur fistula.
- Ultrasound endoanal / endorektal : Menggunakan transduser 7
atau 10 MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat
differensiasi muskulus intersfingter dari lesi transfingter.
Transduser water-filled ballon membantu evaluasi dinding rectal
dari beberapa ekstensi suprasfingter.
- MRI : MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks,
untuk memperbaiki rekurensi.
- CT- Scan : CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan
penyakit crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan
evaluasi perluasan daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan
administrasi kontras oral dan rektal.
- Barium Enema : untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi
penyakit inflamasi usus.
- Anal Manometri : evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter
berguna pada pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula
karena trauma persalinan, atau pada fistula kompleks berulang
yang mengenai sphincter ani.
8
Penatalaksanaan
Tujuan terapi dari fistula ani adalah eradikasi sepsis tanpa menyebabkan
inkonstinensia.Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya
sendiri.Simple intersphincteric fistula sering diterapi dengan fistulotomy
(membuka tract fistula), kuretase, dan penyembuhan sekunder.Pada fistula
transsphinteric terapi tergantung dari lokasi kompleks sphincter yang
terkena.Bila fistula kurang dari 30% otot sphincter yang terkena dapat
dilakukan sphincterotomy tanpa menimbulkan inkonstinensia yang berarti.
Bila fistulanya high transsphincteric dapat dilakukan dengan pemasangan
seton.
Pada fistula suprasphenteric biasanya diterapi juga dengan pemasangan
seton. Pada fistula extrasphincteric terapi tergantung dari anatomi dari
fistula, biasanya bila fistula diluar sphincter dibuka dan didrainase.
Seton digunakan untuk identifikasi tract, sebagai drainase, dan
merangsang terjadinya fibrosis dengan tetap menjaga fungsi dari sphincter.
Cutting seton terbuat dari karet yang diletak pada fistula untuk
merangsang fibrosis. Noncutting seton terbuat dari plastic yang digunakan
sebagai drainase.
Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi tract fistula
saat berada di kamar operasi
Memasukkan probe melalui lubang eksternal sampai ke bukaan
internal, atau sebaliknya.
Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau
hidrogen peroksida, dan memperhatikan titik keluarnya di linea
dentata.
Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.
Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada
traktus. Hal ini dapat berguna pada fistula sederhana namun
kurang berhasil pada varian yang kompleks
9
Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik,
antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah
fistula rekuren.
Terapi pembedahan
- Fistulotomi : Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang
kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem.
Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi.
- Fistulektomi : Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya
untuk menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah
membiarkannya terbuka.
- Seton :Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat
dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik
secara gradual untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan
loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk
granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri
setelah beberapa bulan.
- Advancement Flap : Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi
keberhasilannya tidak terlalu besar.
- Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula
Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang merangsang jaringan
alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang
tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun
keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.
Pasca Operasi
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama
setelah operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan
rawat inap beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit
darah ataupun cairan dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama
10
sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath
(merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan penggantian
balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara
lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya
tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa hari.
Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang. Pasien tidak
dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan untuk
duduk diam berlama-lama.
Komplikasi
Komplikasi dini pasca operasi, sebagai berikut :
Retensi urin
Pendarahan
Impaksi tinja
Thrombosed wasir
11
dilaporkan adalah 1-17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah
6-8%.
12
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fistula ani merupakan suatu kondisi terdapatnya saluran atau terowongan
antara regio anorektal dengan kulit di sekitar anus.Orificium internal
sering kali berada di kanalis anal dan orificium eksternal berada di kulit
perianal.Fistula ani terjadi akibat adanya abses anorektal yang telah
keluar. Abses anorektal merupakan suatu kondisi akut, sedangkan fistula
memperlihatkan fase kronis.
Tanda dan gejala yang dapat terjadi pada fistula ani adalah nyeri atau rasa
tidak nyaman di sekitar anus, serta adanya discharge dari sekitar anus.
Gejala dan tanda biasanya didahului dengan keluhan abses perianal.
Prevalensi kejadian fistula ani yang mencapai 8,6 per 100.000 penduduk.
Diagnosis fistula ani dilakukan dengan bantuan pemeriksaan pencitraan,
anoskopi, atau kolonoskopi.Fistula ani ini merupakan suatu kondisi yang
memerlukan tindakan bedah.
B. Saran
Agar terhindar dari penyakit Fistula Ani yaitu mengonsumsi serat dalam
jumlah yang cukup serta air putih 1,5–2 liter per hari, baik untuk
mencegah sembelit dan menjaga feses tetap lunak. Langkah ini juga akan
mencegah terjadinya luka di anus.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alomedika.com/penyakit/kegawatdaruratan-medis/fistula-
ani/etiologi
Corman, M.L. Colon and Rectal Surgery 5th Ed. Lippincott Williams &
Wilkins. 2005. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi
ketiga.Jakarta : Erlangga.2006. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar
Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994. Schwartz, Shires,
Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.Jakarta :EGC.2000.
Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi ke-2.Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.Hal 747-748
14