Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ASKEP PERITONITIS

Oleh :
Nama : Riyandi Hamundu (1801024)
Siti Warda (1801001)
Mustika reny (1801039)
Rafly (1501065)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH MANADO 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta dan Pemelihara
alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“PERITONITIS”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua.
Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari
teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan saran
dan masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah
memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa
kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.

Manado, 02 april 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................             


DAFTAR ISI ..............................................................................................              
BAB I. PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang...........................................................................            
B.       Rumusan Masalah......................................................................           
C.       Tujuan Penulisan.......................................................................              
BAB II. PEMBAHASAN           
1.       Definisi.....................................................................................              
2.        Etiologi...........................................................................................                  
3.       Patofisiologi..............................................................................
4. Pathway...................................................................................
5.       Manifestasi Klinis......................................................................
6. Pemeriksaan diagnostic..............................................................
7. Penatalaksanaan........................................................................
8. Komplikasi..............................................................................
BAB III. ASKEP TEORITIS
1. Pengkajian…………………………………………………………...
2. Diagnosa keperawatan……………………………………………….
3. Intervensi keperawatan………………………………………………
4. Implementasi………………………………………………………...
5. Evaluasi……………………………………………………………...
BAB IV.. PENUTUP
A.       Kesimpulan............................................................................              
B.       Saran......................................................................................              
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu colon. Dari kedua
rongga terdapat endoterm yang merupakan enteron. Enteron di daerah abdomen menjadi
usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm
tersebut menjadi peritonium. Dengan adanya kelinan pada organ-organ rongga peritonium,
akan mempengaruhi dinding peritonium itu sendiri. Seperti apendisitis perforasi, perdarahan
intraabdomen, obstruksi dan strangulasi jalan cerna. Peritonitis merupakan peradangan
peritonium, peradangan sering disebabkan oleh bakteri atau infeksi jamur. Pada keadaan
normal, peritonium resisten terhadap infeksi bakteri. Bakteri yang virulen merupakan faktor
yang mempermudah peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera
diambil, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat
meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggualangan
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Oleh sebab itu dalam makalah ini kami akan menggali lebih dalam mengenai peritonitis.

I.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Laporan pendahuluan pada peritonitis ?
2.      Tinjauan teori dari peritonitis ?

I.3 TUJUAN PENULISAN


Sebagaimana rumusan masalah diatas, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.      untuk memahami bagaimana laporan pendahuluan pada peritonitis ?
2.      untuk memahami tinjauan teori dari peritonitis ?
BAB 1
PEMBAHASAN

1. Pengertian

            Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen


dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.

Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang


melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya. Peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti
rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang
steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung
dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada
wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba
falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat
fatal.

2.  Etiologi

            Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)


dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya
terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan
menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang
terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.
Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan
abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites
pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,
Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri
gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan
golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

            Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis
(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama
disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.

            Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan


terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada
pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain
itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-
bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi
transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

3.  Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-
pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami


kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat
memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami


oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan
suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan
penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan
berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus
biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai
nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler,
dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.

            Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam
lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks


oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa,
dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun
general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga
intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga
tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.
Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi
dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah
trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,
mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan
peritoneum.

4. Pathway

5.  Manifestasi klinis / Tanda dan Gejala

               Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita
secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum.

               Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri


akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu
pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan
paraplegia dan penderita geriatric.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan laboratorium
a.       Sebagian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukan leukositosis (>11.000
sel/ L).
b.      Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis.
c.       Pemeriksaan waktu pembekuan dan perdarahan untuk mendeteksi disfungsi pembekuan.
d.      Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis.
e.       Urinalisis saluran penting untuk menyigkirkan penyakit kemih, namun pasien dengan
perut bagian bawah dan infeksi panggul sering menunjukan sel darah putih dalam air seni dan
mikrohematuria.
f.       Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia.
g.      Cairan peritoneal yaitu paracentetis, aspirasi cairan perut, dan kultur cairan peritoneal.

2.      Pemeriksaan radiografi


a.       Foto polos abdomen3 posisi (anterior, posterior, lateral)
b.      Computed tomography scan
c.       Magnetic Resonance Imaging

3.      USG
a.       JDL, elektrolit
b.      Pemeriksaan radiologis abdomen
c.       Asoirasi Oeritoneal

7. Penatalaksanaan

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama. Analgesik diberikan
untuk mengatasi nyeri anti emetic dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara
adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan.

               Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik


untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah
atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis
atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa
tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan
abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum, maka tindakan
laparotomi diperlukan.

               Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah
dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase
peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien
harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar
dilakukan laparotomi

8.  Komplikasi

         Ketidakseimbangan elektrolit

         Dehidrasi

         Asidosis metabolic

         Alkalosis respiratorik

         Syok
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PERITONITIS

A.    Pengkajian
1.      Identitas
Nama pasien
Umur
Jenis kelamin
Suku /Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2.      Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang.
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali
terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis
hepatis dengan asites.
4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi
yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan
ruptur hati.
5.      Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh
bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
6.      Pemeriksaan Fisik
a.       Sistem pernafasan
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta
menggunakan otot bantu pernafasan.
b.      Sistem kardiovaskuler
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena
anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok  (neurogenik,
hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
c.       Sistem Persarafan
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami
penurunan kesadaran.
d.      Sistem Perkemihan
Terjadi penurunan produksi urin.
e.       Sistem Pencernaan
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis
organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu
terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun
(<12x/menit).
f.       Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas.
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit
menurun akibat  kekurangan volume cairan.

B.    Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1. DS : Intervensi bedah Nyeri
DO: Klien tampak meringis laparatomi
 
pasca operatif

kerusakan
jaringan pasca
bedah
2. DS: gangguan Ketidakseimbangan
DO: Bibir kering, turgor kulit gastrointestinal cairan dan
jelek, dan tonus otot lemah elektrolit
mual, muntah,
kembung,
anoreksia
3. DS : pascaprosedur Resiko injuri
DO: Klien tampak berhati-hati laparatomi
saat berjalan
4. DS : pasca operatif Resiko tinggi
DO: tampak adanya luka infeksi
pascabedah di bagian perut. port de entree
pasca bedah

C.    Diagnosa keperawatan


1.      Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan pasca bedah.
2.      Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d keluarnya cairan dari muntah yang
berlebihan
3.      Resiko injuri b/d pascaprosedur laparatomi
4.      Resiko tinggi infeksi b/d adanya port de entree dari luka pembedahan

D.     Intervensi

BAB II
ASKEP TEORITIS
Pengkajian
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;
1.      Respiratory
 Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
1. Sirkulasi
 Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
1. Persarafan : Tingkat kesadaran.
2. Balutan
 Apakah ada tube, drainage ?
 Apakah ada tanda-tanda infeksi?
 Bagaimana penyembuhan luka ?
1. Peralatan
 Monitor yang terpasang.
 Cairan infus atau transfusi.
1. Rasa nyaman
 Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
1. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di
abdomen.
2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi
laparatomi.
3. Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam,
4. pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.
5.

. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari hasil pengkajian dan diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul, maka rencana intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :

A. Pre Operatif

1.           Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada peritoneum

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang atau terkontrol.

Kriteria Hasil :

- TTV dalam batas normal

- Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

- Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi napas dalam.

Rencana Intervensi :

Rencana tindakan Rasional

1.    Kaji tingkat nyeri, catat intensitas, dan       Merupakan pengalaman subyektif


karakteristik nyeri dan harus dijelaskan oleh pasien atau
identifikasi karakteristik nyeri dan
faktor yang berhubungan dengan
kondisi penyakitnya serta merupakan
suatu hal yang amat penting untuk
memilih intensitas yang cocok untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi
yang diberikan.

      Untuk mengetahui adanya


komplikasi lebih lanjut sehingga dapat
ditentukan tindakan selanjutnya

2.    Monitor TTV: TD, N, RR, S       Merupakan ketegangan otot yang


dapat merangsang timbulnya nyeri
      Menurunkan stimulus yang
berlebihan yang dapat menurunkan
nyeri.
3.    Ajarkan teknis distraksi dan relaksasi
napas dalam
      Membantu menghilangkan nyeri,
meningkat kenyamanan.

4.    Ciptakan lingkungan yang tenang

5.    Kolaborasi, pemberian analgesik;


morfin, metadon.

  Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah dan anoreksia.


Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam nutrisi tubuh adekuat.

KH:

o BB dalam batas ideal


o Pasien dapat menunjukkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi secara adekuat,
mempertahankan jalan nafas pasien.

Rencana Intervensi :

Rencana tindakan Rasional

1.    Ukur masukan diit harian dengan       Memberikan informasi tentang


jumlah kalori. kebutuhan pemasukan/defisiensi

2.    Timbang berat badan sesuai indikasi       Mungkin sulit untuk menggunakan


dan bandingakan dengan perubahan berat badan sebagai indikator langsung
status cairan dan riwayat badan status nutrisi karena ada gambaran
edema/asites. Lipatan kulit trisep
berguna dalam mengkaji perubahan
massa otot dan simpanan lemak
subkutan.

      Diit yang tepat penting untuk


penyembuhan

3.    Bantu dan dorong pasien untuk makan


dan jelaskan manfaat diit.       Buruknya toleransi terhadap makan
banyak mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra-
4.    Berikan makanan sedikit tapi sering abdomen/asites

      Tambahan garam meningkatkan rasa


makanan dan membantu meningkatkan
selera makan

5.    Berikan tambahan garam bila       Pasien cenderung mengalami luka


diizinkan; hindari yang mengandung dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak
ammonium. enak pada mulut dimana menambah
anoreksia

6.    Berikan perawatan mulut sering dan


sebelum makan.       Penyimpanan energi menurunkan
kebutuhan metabolik pada hati dan
meningkatkan regenerasi seluler

      Untuk menurunkan rangsangan


7.    Tingkatkan periode tidur tanpa gaster berlebihan dan risiko iritasi
gangguan khususnya sebelum makan

      Makanan tinggi kalori dibutuhkan


pada kebanyakan pasien yang
8.    Anjurkan menghentikan merokok. pemasukannya dibatasi, karbohidrat
memberikan energi yang siap pakai

      Mungkin diperlukan untuk diet


9.    Konsul dengan ahli gizi untuk tambahan untuk memberikan nutrien
memberikan diit tinggi kalori dan bila pasien terlalu mual atau anoreksia
karbohidrat sederhana, rendah lemak, untuk makan atau varises esofagus
dan tinggi protein sedang, batasi cairan mempengaruhi masukan oral.
bila perlu
      Pasien kekurangan vitamin karena
diet yang buruk sebelumnya.
10.              Berikan makanan dengan
selang, hiperalimentasi sesuai indikasi

11.              Berikan obat sesuai indikasi


(tambahan vitamin, zat besi, asam folat,
enzim pencernaan, antiemetik)

3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif (bedah) yang akan
dilakukan

Rencana Intervensi :

           Rencana tindakan Rasional

1.    Kaji tingkat ansietas klien       Faktor ini mempengaruhi persepsi


pasien terhadap ancaman diri

      Menurunkan ansietas sehubungan


2.    Berikan informasi yang akurat dan jujur
dengan ketidaktahuan

3.    Identifikasi sumber/orang yang


      Memberikan kenyakinan bahwa
menolong
pasien tidak sendiri dalam  
menghadapi  masalah

4.    Jadwalkan istirahat adekuat       Membatasi kelemahan dan dapat


meningkatkan kemampuan koping

B.Post Operatif

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontiniutas jaringan kulit
akibat insisi
Rencana Intervensi :

           Rencana tindakan Rasional

1.    Kaji nyeri klien (intensitas, durasi,       Nyeri merupakan cerminan sensasi


lokasi) setelah dekompresi saraf

2.    Beri klien posisi yang nyaman       Posisi disesuaikan dengan keluhan


fisiologis

      Sebagai tanda adanya komplikasi


3.    Teliti keluhan klien mengenai
munculnya kembali nyeri

4.    Dorong klienmenggunakan teknik       Memusatkan perhatian, dapat


relaksasi, seperti latihan nafas dalam, meningkatkan koping
distraksi

5.    Pertahankan puasa/penghisapan pada


awal       Menurunkan ketidaknyamanan pada
peristaltik usus dini dan iritasi gaster

      pemberian obat analgetik ditujukan


6.    Kolaborasi dengan dokter dalam dapat mengurangi atau menghilangkan
pemberian obat analgetik (ketorolac) 2 x nyeri.
1 amp

2.           Resiko tidak efektif pola nafas berhubungan dengan efek anestesi

Rencana Intervensi :

Rencana tindakan Rasional

1.    Observasi frekuensi /kedalaman       Nafas dangkal mengakibatkan


pernafasan hipoventilasi/atelektasis

2.    Auskultasi bunyi nafas       Area yang menurunkan /tak ada


bunyi nafas diduga atelektasis

3.    Bantu pasien untuk nafas dalma secara       Meningkatkan ventilasi semua


periodik segmen paru dan mobilisasi serta
pengeluaran sekret

      Memudahkan ekspansi paru


4.    Tinggikan kepala tempat tidur

BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan

   Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera


dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga
pelvis disebut pelvioperitonitis.

Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,
penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi
dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah
suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.

              Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

(a)    Peritonitis Bakterial Primer

(b)   Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)

(c)    Peritonitis tersier

B.     Saran

Dalam makalah ini tidak menutup kemungkinan masih terdapat banyak kekurangan
baik menyangkut isi maupun penulisan. Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini  selanjutnya dan kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya dalam menambah
wawasan pengetahuan tentang Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang
merupakan pembungkus visera dalam rongga perut

DAFTAR PUSTAKA

Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ; Jakarta


Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006  Prima Medika : Jakarta

http://www.scribd.com/doc/82282543/Makalah-Peritonitis

http://www.dewinuryanti.com/2010/03/askep-peritonitis.html

Anda mungkin juga menyukai