Anda di halaman 1dari 36

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI TERHADAP TINGGI FUNDUS

UTERI IBU POST PARTUM DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS SERAI WANGI

PROPOSAL

Diajukan sebagai persyaratan untuk mmeperoleh gelar


Sarjana keperawatan

ZELMILA
17311057

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKAN BARU
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI TERHADAP TINGGI FUNDUS


UTERI IBU POST PARTUM DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SERAI WANGI

PROPOSAL PENELITIAN

ZELMILA
NIM : 17311057

Proposal ini telah disetujui


Tanggal 6 Oktober 2018

Pembimbing

Ns. Fitri Dyna, S.Kep, M.Kep


NIDN : 1001078102

Mengetahui

Ketua Program Studi S1 Keperawatan


STIKes Payung Negeri Pekanbaru

Ns. Sri Yanti, M.Kep, Sp.KMB


NIDN : 1001058102
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI TERHADAP TINGGI FUNDUS


UTERI IBU POST PARTUM DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SERAI WANGI

Proposal ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan Tim


Penguji Ujian Proposal Program S1 Keperawatan
STIKes Payung Negeri Pekanbaru

ZELMILA
NIM : 17311057

Duri, Oktober 2018

Pembimbing Ketua Penguji Penguji

Ns. Fitri Dyna, S.Kep, M.Kep Desti Puswati, M.Kep Veni Dayu Putri S.Si.M.Si
NIDN : 1001078102 NIDN : 1030126601 NIDN : 0027088305

Mengetahui
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Payung Negeri Pekanbaru
Ketua

Ns. Deswinda, S.Kep, M.Kes


NIDN: 1024027001
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Post partum adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagaian besar menganggapnya
antara 4 sampai 6 minggu. Walaupun masa yang relative tidak komplek
dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyaknya perubahan
fisiologis. Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit menggagu
ibu, walaupun komplikasi serius juga sering terjadi (Cunningham,
F.Garry,2013).
Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas merupakan hal yang sangat
penting bagi ibu setelah melahirkan. Sebab selama masa kehamilan dan
persalinan telah terjadi perubahan fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi
ligament-ligament bersifat lembut dan kendor, otot-otot teregang, uterus
membesar, postur tubuh berubah sebagai kompensasi terhadap perubahan
berat badan pada masa hamil, serta terjadi bendungan pada tungkai bawah.
Pada saat persalinan dinding panggul selalu teregang dan mungkin terjadi
kerusakan pada jalan lahir, serta setelah persalinan otot-otot dasar panggul
menjadi longgar karena diregang begitu lama pada saat hamil maupun bersalin
(Sarwono, 2012).
Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun eksternal akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-
perubahan alat genital dalam keseluruhannya disebut involusi. Salah satu
komponen involusio adalah penurunan fundus uteri. Di samping involusi,
terjadi juga perubahan-perubahan penting yakni laktasi dan gangguan laktasi
merupakan salah satu penyebab penurunan fundus uteri terganggu
(Wiknjosastro, 2010). Apabila proses involusi ini tidak berjalan dengan baik
maka akan timbul suatu keadaan yang disebut sub involusi uteri yang akan
menyebabkan terjadinya perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40
hari, hal ini mungkin disebabkan karena ibu tidak mau menyusui, takut untuk
mobilisasi atau aktifitas yang kurang (Wiknjosastro, 2010).
Kecepatan involusi uteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
usiaibu, jumlah anak yang dilahirkan (paritas), menyusui ekslusif, mobilisasi
dini, dan menyusui dini. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) merupakan titik awal
yang penting untuk proses menyusui, serta untuk membantu mempercepat
pengembalian rahim ke bentuk semula dan mengurangi perdarahan setelah
kelahiran. Hal ini disebabkan adanya isapan bayi pada payudara dilanjutkan
melalui saraf ke kelenjar hipofise di otak yang mengeluarkan hormon
oksitosin. Oksitosin selain bekerja untuk mengkontraksikan saluran ASI pada
kelenjar air susu juga merangsang uterus untuk berkontraksi sehingga
mempercepat proses involusio uteri. (Depkes,2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masruroh tahun 2010, tentang
hubunganantara IMD dengan involusi uteri pada ibu post partum Studi di RSU
Krian Husada Balongbendo Sidoarjo, menunjukkan bahwa ada hubungan
antara IMD dengan involusi uteri pada ibu post partum dengan nilai p value
(0,000).Atas dasar inilah, program IMD dilaksanakan guna membantu
mempercepatproses involusi yang pada akhirnya membantu menurunkan
kematian ibu yang disebabkan perdarahan pascasalin. Berdasarkan Laporan
Profil Kesehatan Kabupaten Tahun 2010 di dapatkan data, cakupan ASI
ekslusif di Kabupaten Lampung Utara menurut Laporan Profil Kesehatan,
masih rendah yaitu sekitar 20,3%, dari target nasional sebesar 80%.
Sedangkan wilayah kerja kerja Puskesmas Kotabumi II cakupan ASI eksklusif
sebesar 12,4%. (Dinkes Lampung Utara, 2010).
Menyusui adalah suatu proses alamiah yang besar bagi kesejahteraan bayi,
ibu, dan keluarga. Proses menyusui bayi saat baru lahir atau Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) adalah proses alamiah dalam hal mengembalikan bayi
manusia untukmenyusu, yaitu dengan memberikan kesempatan pada bayi
untuk mencari dan menghisap ASI sendiri, dalam satu jam pertama pada awal
kehidupannya. Hal ini dapat terjadi jika segera setelah lahir, bayi dikeringkan
dan setelah dipotong talipusatnya bayi langsung dibiarkan melakukan kontak
kulit dengan kulit ibunya, setidaknya selama 1 (satu) jam untuk menjamin
berlangsungnya proses menyusui yang benar (Roesli, 2008).
Hasil penelitian Riyantika (2011), tentang pengaruh frekuensi pemberian
ASI terhadap penurunan tinggi fundus uterus pada ibu post partum di Desa
Petirejo Temanggung didapatkan data bahwa ibu post partum yang frekuensi
pemberian ASI lebih dari 13 kali perhari sebanyak 10 orang (33,3%) dengan
penurunan Tinggi Fundus Uteri rata-rata 3.08 cm, frekuensi pemberian ASI
10-12 kali perhari sebanyak 8 orang (26,7%) dengan penurunan TFU rata-rata
4,03 cm, frekuensi pemberian ASI kurang dari 10 kali perhari sebanyak 12
orang (40%) dengan penurunan TFU rata-rata 5,22 cm dan didapatkan adanya
pengaruh secara signifikan antara frekuensi pemberian ASI dengan penurunan
Tinggi Fundus Uteri (TFU) (p-value = 0,000 <0,05). Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian Riyantika (2011) adalah pada jumlah sampel penelitian pada
ibu post partum hari pertama sampai ketiga dan yang menjadi sampel
penelitian adalah ibu primigravida dan multigravida.
Di negara berkembang seperti Indonesia, masa nifas merupakan masa
kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu
terjadi setelah persalinan, dan 50% diantaranya terjadi dalam 24 jam pertama,
krena danya perdarahan. (Prawirardjo, 2016). Menurut sumber data
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Profil kesehatan Indonesia 2016
jumlah ibu nifas di Indonesia sebanyak 5.111.204 jiwa, dan di Provinsi Riau
160.708 jiwa. Data yang didapat penulis dari Dinas Kabupaten Bengkalis
jumlah ibu nifas 2016 terdapat 11.032 jiwa,dan kecamatan Pinggir jumlah ibu
nifas yaitu 2.166 jiwa.
Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan ibu-ibu nifas di daerah
sekitar Puskesmas Serai Wangi yang tidak mau menyusui bayinya dengan
berbagai alasan. Bahkan kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini jumlah
ibu yang tidak mau menyusui bayinya semakin meningkat. Kejadian ini
banyak sekali ditemukan pada sekelompok ibu-ibu terutama pada lingkungan
ibu dan keluarga yang berpenghasilan cukup, yang kemudian menjalar ke
daerah pinggiran kota dan menyebar sampai di desa-desa Hasil survei awal
didapatkan data rata-rata pasien per bulan sebanyak 10 pasien, kemudian hasil
survei pandang ibu post partum di Puskesmas Serai wangi yang ada di
didapatkan data sebanyak 5 (50%) dari 10 ibu memberikan ASI Eksklusif, dan
3 (60%) dari 5 ibu yang tidak memberikan ASI ekslusif mengalami
perdarahan post partum. Sehingga didapatkan ibu yang tidak menyusui
bayinya mengalami penurunanfundus uteri pada ibu post partum lebih lama
dibandingkan dengan ibu yang menyusui ASI kepada bayinya. Menyusui
memberikan manfaat yang maksimal yaitu masuknya ASI ke dalam sistem
pencernaan bayi, maka ASI harus diberikan kepada bayi segera setelah
dilahirkan atau paling lambat 30 menit setelah lahir, karena daya isap bayi
pada saat itu paling kuat untuk merangsang produksi ASI selanjutnya. ASI
yang keluar beberapa hari setelah persalinan disebut kolostrum. Manfaat lain
dari menyusui adalah terhadap penurunan tinggi fundus uterus pada ibu post
partum. Masa post partum merupakan masa pemulihan kesehatan pada masa
nifas merupakan hal yang sangat penting bagi ibu setelah melahirkan. Sebab
selama masa kehamilan dan persalinan telah terjadi perubahan fisik dan psikis.
Masa nifas hari pertama adalah masa kritis yang rentan sekali terjadi
perdarahan, karena kontraksi uterus yang lemah.
Berdasarkan uraian masalah diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Asi Terhadap Tinggi
Fundus Uteri Ibu Post Partum di wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi”

B. Rumusan Masalah
Menyusui adalah suatu proses alamiah yang besar bagi kesejahteraan bayi,
ibu, dan keluarga. Menyusui mempunyai banyak manfaat, seperti manfaat
pada ibu yaitu dapat membantu menurunkan tinggi fundus uteri post partum.
Berdasarkan latar belakang tersebut, didapatkan rumusan masalah “Apakah
Ada Pengaruh Pemberian Asi Terhadap Tinggi Fundus Uteri Ibu Post Partum
di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk Hubungan Pemberian Asi Terhadap Tinggi Fundus Uteri Ibu Post
Partum di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Hubungan Pemberian Asi Terhadap Tinggi Fundus
Uteri Ibu Post Partum di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi.
b. Untuk Mengetahui Distribusi Frekuensi Pemberian Asi Ibu Post
Partum di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi.
c. Untuk Mengetahui Distribusi Frekuensi Tinggi Fundus Uteri Ibu Post
Partum di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai informasi tambahan dalam meningkatkan kesehatan tentang ASI
eksklusif.
2. Bagi Intitusi Pendidikan
Sebagai bahan referensidalam mengembangkanilmu dan asuhan
keperawatan pada anak dan ibu post partum penelitian ini dapat
berkembang
3. Bagi responden
Bagi ibu menyusui, dapat dijadikan sumber informasi tentang
manfaat menyusui bagi dirinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Konsep Post Partum dan Masa Nifas
a. Pengertian
Post Partum adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama
setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagaian besar
menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu.Masa nifas
(puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu ( Saleha,
2009 ).Secara garis besar terdapat tiga proses penting di masa
nifas, yaitu sebagai berikut:
1) Pengecilan Rahim atau Involusi
Setelah plasenta lepas, otot rahim akan berkontraksi atau
mengerut, sehingga pembuluh darah terjepit dan perdarahan
berhenti. Setelah bayi lahir, umumnya berat rahim menjadi
sekitar 1.000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2 jari
dibawah umbilicus.Setelah 1 minggu kemudian beratnya
berkurang jadi sekitar 500 gram.Sekitar 2 minggu beratnya
sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi.
2) Kekentalan Darah (Hemokonsentrasi) kembali normal
Setelah melahirkan, system sirkulasi darah Ibu akan
kembali seperti semula. Darah kembali mengental, dimana
kadar perbandingan sel darah dan cairan kembali normal.
Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai ke-15 pasca
persalinan.
3) Proses Laktasi dan Menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas.
Plasenta mengandung hormone penghambat pembentukan
ASI.Setelah plasenta lepas, hormone plasenta itu tidak
dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI.ASI keluar 2-3
harisetelah melahirkan.Namun, hal yang luar biasa adalah
sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang sangat
baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan
antibody pembunuh kuman (Saleha, 2009).
b. Tahapan Masa Nifas
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini,
puerperium intermedial, dan remote puerperium.
1) Puerperium Dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan.Pada saat ini
Ibu sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium Intermedial
Puerperium Intermedial merupakan masa kepulihan alat-alat
genetalia secara menyeluruh yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3) Remote Pueperium
Remote Pueperium merupakan masa yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau
waktu persalinan mempunyai komplikasi.Waktu untuk sehat
sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu,
bulanan, bahkan tahunan (Purwanti, 2012).
c. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas
1) Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi
posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara
umbilikus dan simpisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari
kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut,
sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga
pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar (Saleha, 2009).

Tabel 2.1
TFU dan berat Uterus Menurut masa involusi
Involusi TFU Berat Uterus

Bayi Lahir Setinggi pusat, 2 Jari bawah Pusat 1.000 gr

1 minggu Pertengahan pusat simpisis 750 gr

2 minggu Tidak teraba di atas simpisis 500 gr

6 minggu Normal 50 gr

8 minggu Normal tapi sebelum hamil 30 gr

Sumber Saleha (2009)


Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa
fundus uteri dengan cara:
a) Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
b) Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm
dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2
cm dibawah pusat. Pada hari 5-7 fundus uteri setengah
pusat symphisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteritidak
teraba
Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan
dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi.
Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi atau
tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjut (Post
Partum Hemorrhage) (Wulandari, 2011).
2) Lochea
Cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina
selama masa nifas.Macam-macam Lochea adalah :
a) Lochea Rubra (Cruenta)
Berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, set-set desidua, verniks caseosa, lanugo
dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan, akan keluar
selama 2-3 hari post partum.
b) Lochea sanguilenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar
pada hari ke-3 sampai hari ke-7 pasca persalinan3)
c) Lochea Serosa
Kuning tidak berdarah lagi keluar pada hari ke-7
sampai ke-14 pascapersalinan.
d) Lochea Alba
Cairan putih terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua pada
hari ke- 14.
3) Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis,
degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada
hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai
permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput
janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada
pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta.
4) Serviks
Segera setelah post partum bentuk serviks agak menganga
seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
yang dapat mengadakan kontraksi, sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara korpus dan servik uteri terbentuk semacam
cincin (Anggraini, 2010).
5) Payudara
Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara
tumbuh dan menyiapakan fungsinya untuk menyediakan
makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan , ketika
hormone yang dihasilkan oleh plasenta tidak ada lagi untuk
menghambatnya kelenjar pituitari akanmengeluarkan
prolaktin. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi
darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. .Sel-
sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi.

6) Sistem pencernaan
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap
makanannya dua jam setelah persalinan. Mual dan muntah
terjadi akibat produksi saliva meningkat pada kehamilan
trimester I, pada ibu nifas terutama yang partus lama dan
terlantar mudah terjadi ileus paralitikus, yaitu adanya
obstruksi usus akibat tidak adanya peristaltik usus, serta bisa
terjadi karena pengaruh psikis takut BAB karena ada luka
jahitan perineum (Saleha, 2009).
7) Ligamentum-ligamentum yang meningkat secara relative. Oleh
karena itu, distensi yang berlebihan, urine residual yang
berlebihan, dan pengosongan yang tidak sempurna, harus
diwaspadai secara saksama. Ureter dan pelvis renalis yang
mengalaLigament-ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang
meregang sewaktu kehamilan dan persalinan Sistem
perkemihan.Kandung kemih pada puerperium mempunyai
kapasitas yakni distensi akan kembali normal pada dua
sampai delapan minggu setelah persalinan.
8) Sistem muskuluskeletal
Berangsur-angsur kembali seperti sediakala.mobilitas sendi
berkurang dan posisi lordosis kembali secara perlahan-lahan.
9) Sistem EndokrinSelama proses kehamilan dan persalinan
dapat berubah pada sistem endokrin, terutama pada hormon-
hormon yang berperan dalam proses tersebut.
a) Hormon oksitosin
Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selam
tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi,sehingga mencegah perdarahan.

b) Hormon Prolaktin
Berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang
produksi ASI, pada wanita yang menyusu bayinya,
kadar prolaktin tetap tinggi.
c) Hormon Estrogen dan Progesteron
Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi
memperbesar hormon antideuretik yang meningkat
volume darah.Hormon progesteron mempengaruhi otot
halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah, hal ini sangat mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum, dan vulva serta vagina.
10) Perubahan Tanda-Tanda Vital
a) Tekanan Darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi
postpartum akan menghilang dengan sendirinya.
b) Suhu
Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu
badan akan kembali normal, bila suhu tubuh lebih dari
38 derajat celsius, mungkin terjadi infeksi pada klien.
c) Nadi dan Pernapasan
Pada masa nifas nadi berkisar antara 60-80 per menit,
sedangkan pernapasan akan sedikit meningkat setelah
partus kemudian kembali seperti keadaan semula.
11) Sistem Hematologi dan Kardiovaskular
Leokositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih
sampai sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit
akan tetap tinggi jumlahnya selama beberapa hri pertama
masa post partum. Julah hemoglobin dan hematokrit serta
eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa nifas
sebagai akibat dari volume darah, volume plasma, dan
volume sel darah yang berubah-ubah (Saleha. 2009).
2. Konsep Dasar Involusi Uteri
a. Pengertian
Involusi uteri adalah perubahan-perubahan alat-alat genetalia
interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali
seperti keadaan sebelum hamil (Sarwono, 2015).Involusi uterus
atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60
gram (Marmi, 2012).
b. Proses Involusi Uterus
1) Iskemia Miometrium
disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari
uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative
anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uteri, enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur
hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar
dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan
sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropiyang
berlebihan, hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
3) Atrofi Jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam
jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai
pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot
uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas
dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
menjadi endometrium yang baru (Sulistyawayi, 2010).

4) Efek Oksitosin (cara bekerja oksitosin)


Penyebab kontraksi dan retraksi otot uteri sehingga akan
mengompres pembuluh darah yang menyebabkan akan
mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan. Pada akhir kala III
fundus uteri berada setinggi umbilikus dan berat uterus 100
gram, uterus kemudian mengalami involusi dengan cepat selama
7-10 hari pertama selanjutnya proses involusi ini berlangsung
lebih berangsur-angsur. Setelah post natal 12 hari, uterus
biasanya sudah tidak dapat diraba melalui abdomen, dan setelah
6 minggu, ukurannnya sudah kembali pada ukuaran tidak hamil
yaitu tingginya 8 cm dengan berat 50 gram
(Marmi, 2012).
c. Faktor yang Mempengaruhi Involusi Uterus
1) Menyusui
Pada Ibu yang menyusui bayinya akan terjadi peningkatan
kadar oksitosin yang berguna untuk kontraksi uterus. Jika
kadar oksitosin cukup, maka uterus akan baik, sehingga
penutupan pembuluh darah uterus akan optimal dan secara
langsung akan mengurangi perdarahan pada ibu nifas, dan
proses involusio akan lebih cepat.
2) Paritas
Oxytocin, estrogen dan prostaglandin bekerja sebagai stimulan
dalam memberikan rangasangan kuat myometrium untuk
berkontraksi sehingga menyebabkan runtuhnya sel-sel
endometrium dan bercampur dengan sekresi cairan uterus yang
dihasilkan oleh sel-sel kelenjar endometrium. Berlangsungnya
proses kontraksi ritmik yang diikuti pengeluaran runtuhan sel-
sel endometrium dan sekresi cairan uterus pasca partus
menyebabkan pengeluaran lochea. Volume dan kondisi pori-
pori pembuluh darah uterus nulipara lebih besar sehingga proses
pengeluaran lochea lebih cepat dibandingkan primipara.
3) Mobilisasi
Mobilisasi Dini merupakan suatu gerakan yang dilakukan
bertujuan untuk merubah posisi semula ibu dari berbaring,
miring-miring, duduk sampai berdiri sendiri setelah beberapa
jam melahirkan. Tujuan memperlancar pengeluaran lochea
( sisa darah nifas ), mempercepat involusi, melancarkan
fungsi organ gastrointestinal dan organ perkemihan,
memperlancar peredaran sirkulasi darah
4) Personal Hygiene
Menjaga kebersihan Ibu nifas sangatlah penting, karena Ibu post
partum rentan terhadap kejadian infeksi. Sehingga Ibu perlu
selalu menjaga kebersihan seluruh tubuhnya, pakaian yang
dikenakannya serta kebersihan lingkungannnya
5) Gizi
Gizi yang dikonsumsi Ibu nifas sangat berpengaruh dalam
prosesinvolusi karena gizi merupakan salah satu factor utama
dalam proses penyembuhan luka. Apabila gizi yang
dikonsumsi ibu dan memenuhi syarat, tentu proses pergantian
sel-sel yang rusak akan semakin cepat. Sebaliknya bila gizi
ibu kurang maka proses penyembuhan luka akanterhambat.
Sehingga untuk mempercepat proses involusi Ibu harus
mendapatkan makan yang cukup, baik dari segi kualitas dan
kuantitasnya.
6) Social Budaya
Kebiasaan dan norma-norma yang ada pada masyarakat
sangat sulit untuk diubah, seperti kebiasaan pijat pada pada Ibu
yang dilakukan oleh dukun, melarang Ibu nifas untuk tidak
banyak bergerak, melakukan pantangan terhadap makanan
tertentu, minum ramu-ramuan dan masih banyak lagi yang
sebenarnya secara real belum terbukti kebenaran dalam
neningkatkan kecepatan involusio.
7) Edukasi Tenaga Kesehatan
Konseling interpersonal edukatif adalah proses pemberian
informai efektif dan lengkap, dilakukan secara sistemik
dengan paduan keterampilan, komunikasi, interpersonal, teknik
bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan
untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini
masalah yang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau
upaya unrtuk mengatasi masalah tersebut (Prawirorahardjo,
2015).
3. Konsep Dasar Subinvolusi
a. Pengertian
Sub involusi adalah lambatnya involusi uterus yang dialami ibu
nifas seperti adanya lochea rubra yang lebih lama dan tinggi
fundus uteri yang tidak sesuai dengan keadaan normal, di
pengaruhi oleh kontraksi uterus dan kekuatan otot yang semakin
meregang karena paritas. Biasanya kelonggaran otot-otot terjadi
pada multipara dan grandemultipara tetapi ada hal lain yang
mengganggu proses involusi uterus yaitu: laktasi, fiksasi, mobilisasi
dini dan diet (Prawirohardjo,2015). Bila uterus tidak mengalami atau
terjadi kegagalan dalam proses involusi uterus di sebut dengan
subinvolusi uterus. Subinvolusi uterus dapat disebabkan oleh
infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta atau perdarahanlanjut
(postpartum hemorhage) (Ambarwati, 2008).
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi sub involusi uterus
1) Faktor Internal
a) Paritas
Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi
yang dapat hidup (viable).Otot-otot yang terlalu teregang
maka elastisnya berkurang sehingga untuk
mengembalikan kekeadaan semula memerlukan waktu
yang lama (Hanum Marimbi, 2010).

b) Laktasi
Pada ibu yang menyusui bayinya akan terjadi
peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk
kontraksi uterus,jika kadar oksitosin cukup, maka
kontraksi uterus akan baik, sehingga penutupan pembuluh
darah uterus akan normal (Hanum Marimbi, 2010).
c) Usia
Ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh
proses penuaan. Pada proses penuaan akan terjadi
perubahan metabolism yaitu terjadi peningkatan jumlah
lemak, penurunan elastisitas, otot dan penurunan
penyerapan lemak, protein dan karbohidrat. Dengan adanya
penurunan regangan otot akan mempengaruhi pengecilan
otot Rahim setelah melahirkan, serta membutuhkan waktu
yang lama dibandingkan dengan ibu yang mempunyai
kekuatan dan regangan otot yang lebih lama. (Hanum
Marimbi, 2010).
2) Faktor eksternal
a) Fiksasi. Pemakaian gurita maupun korset yang terlalu
kencang akan mengganggu sirkulasi darah ibu dan
menghambat proses involusi uterus.
b) Mobilisasi Dini. Mobilisasi Dini atau aktivitas segera
dilakukan segera setelah beristirahat beberapa jam
dengan beranjak dari tempat tidur ibu (persalinan
normal). Mobilisasi dini dapat mengurangi bendungan lokia
dalam Rahim, meningkatkan peredaran darah sekitar
alat kelamin, mempercepat normalisasi alat kelamin
dalam keadaan semula
c) Diet. Diet adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh
seseorang atau organisme tertentu. Jenis diet sangat
dipengaruhi oleh latar belakang asal individu atau
keyakinan yang dianut masyarakat tertentu. Pada ibu nifas
sering pantangan terhadap beberapa jenis makanan
sehingga pemenuhan nutrisi kurang dan menyebabkan
proses involusio uterus semakin lambat. (Manuaba 2010).
4. Konsep Dasar Laktasi
a. Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian yaitu
produksi dan pengeluaran ASI.Payudara mulai dibentuk sejak
embrio berumur 18-19 minggu dan baru selesai ketika mulai
menstruasi.Dan terbentuknya hormone estrogen dan progesterone
yang berfungsi untuk maturasi alveoli. Sedangkan hormone
prolaktin adalah hormone yang berfungsi untuk produksi ASI
disamping hormone lain insulin, tiroksin dan sebagainya. Hormon
prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar
karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari
kedua atau ketiga pasca persalinan kadar estrogen dan progesterone
turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominandan
pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan
lebih dini, terjadi perangsangan puting susu, terbentuknya prolaktin
oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancar. (Perinasia, 2011)
b. Fisiologi Pengeluaran Air susu Ibu (ASI)
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat
komplek antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam
hormon. Pengaturan hormone terhadap pengeluaran ASI dibedakan
menjadi 3 bagian:
1) Pembentukan Kelenjar Payudara
a) Sebelum Pubertas. Mendekati pubertas terjadi pertumbuhan
yang cepat dari system duktus terutama di bawah pengaruh
hormon estrogen sedangkan pertumbuhan di alveoli oleh
hormon progesterone.
b) Masa Pubertas. Pada masa ini pertumbuhan percabangan-
percabangan system duktus, proliverasi dan kanalisasi
dari unit lobulal veolar yang terletak pada ujung-ujung
distal duktus.
c) Masa Siklus Menstruasi. Terjadi perubahan-perubahan
kelenjar payudara wanita dewasa berhubungan dengan
siklus menstruasi dan perubahan-perubahan hormonal
yang mengatur siklus tersebut seperti estrogen dan
progesterone yang dihasilkan oleh korpus luteum.
d) Masa Kehamilan. Pada permulaan kehamilan terjadi
peningkatan yang jelas dari duktus yang baru,
percabangan-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi
oleh hormon-hormon, plasenta dan korpus luteum.
e) Pada 3 Bulan Kehamilan. Prolaktin dan adeno hipofise
(hipofise anterior) mulai merangsang kelenjar air susu
yang disebut kolostrum. Pada masa ini pengeluaran
kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan
progesterone, tetapi jumlah prolaktin meningkat hanya
aktifitas pembuatan kolostrum yang ditekan.Pada trimester
kedua kehamilan. Laktogen placenta mulai merangsang
untuk pembuatan kolostrum
2) Pembentukan Air Susu
Pada seorang ibu yang menyusui dikenal 2 reflek yang
masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran
air susu yaitu:
a) Reflek Prolaktin. Setelah partus berhubung lepasnya
plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum maka
estrogen dan progesterone sangat berkurang, ditambah
lagi dengan adanya isapan bayi yang merangsang putting
susu dan kalang payudara, akan merangsang ujung-ujung
saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui
medula spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus akan
menekan pengeluaran faktor-faktor yang
menghambatsekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang
pengeluaran factor-faktor yang memacu sekresi prolaktin.
Factor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan
merangsang adenohipofise (hipofise anterior) sehingga
keluar prolaktin. Hormone ini merangsang sel-sel alveoli
yang berfungsi untuk membuat air susu (Soetjiningsih,
2012).
b) Reflek Let Down. Bersamaan dengan pembentukan
prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal
dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise
(hipofise posterior) yang kemudian dikeluarkan oksitosin
melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus
yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga
terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai
pada alveoli akan mempengaruhi sel miopitelium.
Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah
terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke system
duktulus yang untuk selanjutnya mengalir melalui duktus
laktiferus masuk ke mulut bayi. (Soetjiningsih, 2012).
c) Pemeliharaan Pengeluaran Air Susu. Hunbungan yang
utuh antara hipotalamus dan hipofise akanmengatur
kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormone-
hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran permulaan
dan pemeliharaan air susu selama menyusui.
Berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi misalnya
bila kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang
kurang dan singkatnya waktu menyusui ini berarti
pelepasan prolaktin dan hipofise berkurang, sehingga air
susu berkurang. Pengeluaran oksitosin ternyata
disamping di pengaruhi oleh isapan bayinya oleh suatu
reseptor yang terletak pada system duktus. Bila duktus
melebar atau menjadi lunak maka secara reflek storis
dikeluarkan oksitosin oleh hipofise yang berperan untuk
memeras keluar air susu dari alveoli.
c. Mekanisme Menyusui
Bayi yang sehat mempunyai 3 reflek instrinsik, yang diperlukan
untuk berhasilnya menyusui seperti:
1) Reflek Mencari ( Rooting Reflek ). Payudara ibu yang
menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan
rangsangan yang menimbulkan reflek mencari pada bayi. Ini
menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang
menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan kemudian
putting susu di tarik masuk kedalam mulut.
2) Reflek Menghisap ( Sacring Reflek ). Teknik menyusui yang
baik adalah apabila kalang payudara sedapat mungkin
semuanya masuk ke dalam mulut bayi, tetapi hal ini tidak
mungkin dilakukan pada ibu yang kalang payudara besar. Untuk
itu maka sudah cukup bila rahang bayi supaya menekan
sinus laktiferus yang terletak dipuncak kalang payudara
dibelakang putting susu. Adalah tidak dibenarkan bila rahang
bayi hanya menekan putting susu saja, karena bayi hanya
dapat menghisap susu sedikit dan pihak ibu akan timbul lecet-
lecet pada susunya.
3) Reflek Menelan. Pada saat air susu keluar dari putting susu
akan disusui dengan gerakan mengisap (tekanan negative yang
ditimbulkan oleh otot-otot pipi), sehingga pengeluaran air
susu bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan
masuk ke lambung. Kebanyakan bayi-bayi yang masih baru
belajar menyusui pada ibunya, kemudian dicoba dengan susu
botol secara bergantian, maka bayi tersebut menjadi bingung
putting.

5. Konsep Dasar ASI


a. Pengertian ASI
ASI adalah hadiah terindah dari ibu kepada bayi yang
disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu berupa
makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi
yang mudah dicerna dan mengandung komposisi nutrisi yang
seimbang dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang
tersedia setiap saat, siap disajikan dalam suhu kamar dan bebas
dari kontaminasi (Wiji, 2013).
b. Mamfaat ASI
1) Bagi Bayi
a) Dapat Memulai Kehidupannya Dengan Baik. Bayi yang
mendapatkan ASI mempunyai kenaikan berat badan
yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode
perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas.
b) Mengandung Antibody Air susu ibu merupakan cairan yang
mengandung kekebalan atau daya tahan tubuh sehingga
dapat menjadi pelindung bayi dari berbagai penyakit
infeksi bakteri, virus dan jamur
c) ASI Mengandung Komposisi Yang Tepat ASI , merupakan
sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi seimbang,
dan secara alami disesuaikan dengan kebutuhan masa
pertumbuhan bayi.
d) Memebri Rasa Aman dan Nyaman Pada Bayi dan
Adanya Ikatan Antara Ibu dan Bayi.Kontak kulit ibu ke
kulit bayi yang mengakibatkan perkembangan
psikomotor maupun social yang lebih baik.
e) Terhindar Dari Alergi Pada bayi baru lahir system IgE
belum sempurna. Pemberian susu formula akan
merangsang aktivasi system ini dan dapat menimbulkan
alergi. ASI tidak menimbulkan efek ini.
f) ASI Meningkatkan Kecerdasan pada Anak. lemak pada asi
adalah lemak tak jenuh yang mengandung omega 3
untuk pematangan sel-sel otak sehingga jarimgan otak
bayi yang mendapat asi eksklusif akan tumbuh optimal
dan terbebas dari rangsangan kejang sehingga
menjadikan anak lebih cerdas dan terhindar dari
kerusakan sel-sel saraf.
2) Bagi Ibu
a) Aspek Kontrasepsi. Hal ini dapat terjadi karena hisapan
mulut bayi pada putting susu ibu merangsang ujung
saraf sensorik sehingga post anterior hipofise
mengeluarkan prolaktin. Prolaktin masuk ke indung
telur, menekan produksi estrogen akibatnya tidak ada
ovulasi.
b) Aspek Kesehatan Ibu. Isapan bayi pada payudara akan
merangsang terbentuknya oksitosin oleh kelenjar
hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan
mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan.
c) Aspek Penurunan Berat Badan Dengan menyusui tubuh
akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga
timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga
akan terpakai. Dan jika timbunanan lemak menyusut,
berat badan ibu akan cepat kembali ke keadaan seperti
sebelum hamil.
d) Ungkapan Kasih Sayang Hubungan batin antara ibu dan
bayi akan terjalin erat karena saat menyusui bayi
menempel pada tubuh ibu dan bersentuhan antar kulit.
3) Bagi Keluarga
a) Aspek Ekonomi Memberikan ASI kepada bayi, dapat
mengurangi pengeluaran keluarga karena asi tidak perlu
dibeli. Penghematan juga disebabkan karena bayi yang
mendapat asi leboh jarang sakit sehingga mengurangi
biaya berobat.
b) Aspek Psikologi. Kebahagiaan keluarga bertambah,
karena kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan
ibu baik dan dan dapat mendekatkan hubungan bayi
dengan keluarga.
c) Aspek Kemudahan. Menyusui sangat praktis karena dapat
diberikan diaman saja dan kapan saja.

B. Hubungan Pembrian Asi Terhadap Tinggi Pundus


Pada ibu yang menyusui bayinya akan terjadi peningkatan kadar
oksitosin yang berguna untuk kontraksi uterus. Jika kadar oksitosin
Salah satu faktor yang mempengaruhi involusi uteri adalah menyusui
(Pemberian ASI) yang cukup, maka uterus akan baik, sehingga penutupan
pembuluh darah uterus akan optimal dan secara langsung akan
mengurangi perdarahan pada ibu nifas, dan proses involusio akan lebih cepat
(Prawirorahardjo, 2012).
Oxytocin, estrogen dan prostaglandin bekerja sebagai stimulan
dalam memberikan rangasangan kuat myometrium untuk berkontraksi
sehingga menyebabkan runtuhnya sel-sel endometrium dan bercampur
dengan sekresi cairan uterus yang dihasilkan oleh sel-sel kelenjar
endometrium. Berlangsungnya proses kontraksi ritmik yang diikuti
pengeluaran runtuhan sel-sel endometrium dan sekresi cairan uterus
pasca partus menyebabkan pengeluaran lochea.Penyebab kontraksi dan
retraksi otot uteri sehingga akan mengompres pembuluh darah yang
menyebabkan akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta
mengurangi perdarahan. Pada akhir kala III fundus uteri berada setinggi
umbilikus dan berat uterus 100 gram, uterus kemudian mengalami involusi
dengan cepat selama 7-10 hari pertama selanjutnya proses involusi ini
berlangsung lebih berangsur-angsur. Setelah post natal 12 hari, uterus
biasanya sudah tidak dapat diraba melalui abdomen, dan setelah 6 minggu,
ukurannnya sudah kembali pada ukuaran tidak hamil yaitu tingginya 8 cm
dengan berat 50 gram (Marmi, 2012).
C. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan Swara, dkk (2015) Tentang Perbedaan
Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Ibu Postpartum Primigravida Yang
Memberikan Dan Tidak Memberikan Asi Eksklusif di Rs Pantiwilasa
Citarum Semarang didaptkan Ada perbedaan penurunan tinggi fundus
uteri hari ke-1 sampai dengan hari ke-3 pada ibu postpartum
primigravida antara yang memberikan dan yang tidak memberikan ASI
eksklusif di RS Pantiwilasa Citarum Semarang dengan nilai p 0,000
(<0,05).
2. Penelitian yang dilakukan Liana Desi ( 2013) tentang Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum
Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan ada
Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini dengan penurunan Tinggi Fundus Uteri
pada post partum di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
dengan p value 0,005, ada pengaruh paritas dengan penurunan Tinggi
Fundus Uteri pada post partum di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh dengan p value 0,017, ada pengaruh usia dengan penurunan
Tinggi Fundus Uteri pada post partum di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh dengan p value 0,001.
3. Penelitian yang dilakukan setiawati (2013), pengaruh menyusui terhadap
penurunan tinggi fundus uteri. hasil: pada penelitian menunjukkan rerata
tfu responden sebelum menyusui sebesar 0,98 cm (95% ci: 0,8 – 1,2),
rerata TFU responden setelah dilakukan intervensi menyusui sebesar 2,99
cm (95% ci 2,8-3,2), ada pengaruh menyusui terhadap penurunan tfu p
value = 0,000.
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori dan sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini,
maka variabel bebasnya adalah pemberian ASI, sedangkan variabel terikatnya
adalah penurunan tinggi fundus uteri. Variabel pengganggu (confounding)
dalam penelitian ini adalah umur, paritas, pendidikan, gizi, IMD (inisiasi
menyusui dini), laktasi (ASI Eksklusif 7 hari), dan psikologi. Kerangka
konsep penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Skema 2.1
Kerangka Konsep

Varibel Varibel Dependen


Independen
Penurunan Tinggi
Pemberian ASI Fundus uteri
E. Hipotesa
Hipotesa adalah dugaan sementara terhadap terjadinya hubungan variabel
yang akan diteliti (Notoadmodjo, 2010).
Hipotesa dari penelitian ini adalah :
Ho: Tidak Ada hubungan Pemberian ASIdengan penurunan TFU
Ha: Ada hubungan Pemberian ASIdengan penurunan TFU

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini merpakan penelitian kuantitatif, menurut Saryono
(2013) kuantitatif adalah hasil penelitian yang berbentuk angka. Penelitian
ini menggunkan desain korelasional dengan menggunakan pendekatan
studi crose sectional. Menurut Satroasmoro (2010), studi cross sectional
mempelajari hubungan anatara faktor resiko dengan penyakit, observasi
atau pengukuran terhadap variabel bebas dan variabel tergantung
dilakukan sekali dalam waktu yang sama.

B. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi
Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena wilayah kerja Puskesmas
Serai Wangi merupakan salah satu Puskemas yang terletak di Kec.
Talang Muandan yang mana kecamatan ini merupakan kecamatan
yang baru berkembang, dan memilki angka kelahiran yang cukup
tinggi, namun masih banyak ibu yang tidak memberikan ASI ekslusif
dan mengalami perdarahan post partum.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2018 sampai dengan
Februari tahun 2019. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan

Uraian Bulan ke
No Penelitian Juli Juni Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb
2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018
1 Pengajuan
judul
2 Persiapan
penelitian
3 Persentase
penelitian
4 Pelaksanaan
riset
5 Persentase
hasil
6 Perbaikan
laporan

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia, pasien) yang
memenuhi kriteria yang telah diharapkan (Nursalam, 2008). Populasi
merupakan seluruh objek dengan karateristik tertentu yang akan diteliti
(Hidayat, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu di
wlayah keraja Puskesmas Tasik Serai yang Post Partum hari ke 0
sampai hari ke 7 di bulan Juni sampai Agustus 2018 di wlayah keraja
Puskesmas Tasik Serai sebanyak 27 orang.
Tabel 3.2
Jumlah Ibu Post Partum wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi
NO Bulan Jumlah
1 Juni 9
2 Juli 10
3 Agustus 8
Jumlah 27

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2012). Untuk mengetaui
besar sampel dalam penelitian digunakan rumus besar sampel yaitu:

Keterangan :
N: besar populasi n: besar sampel d: tingkat kepercayaan

n = 25,3 = 25 orang

Kriteria sampel untuk penelitian adalah :


a. Kriteria inklusi :
1) Ibu Post Partum dengan perdarahan di wlayah keraja
Puskesmas Serai Wangi
2) Ibu Post partum dengan perdarahan
3) Ibu Post partum hari pertama
4) Ibu Post Partum maksimal anak ke 3
5) Bersedia menjadi responden penelitian
3. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah suatu proses dalam menyelidiki porsi dari
populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Dalam
penelitian ini cara pengambilan sampel yang digunakan adalah Total
Sampling dengan teknik pengambilan sampel secara accidental
Sampling yaitu pengambilan sampel secara asidental dengan
mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia
disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Sehingga dalam teknik sampling di sini peneliti mengambil responden
pada saat itu juga di wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk
pengumpulan data (Notoadmodjo, 2012). Kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan yang dibaca dan dijawab oleh responden penelitian. Instrumen
penelitian Pemberian ASI menggunakan lembar chek list dengan jumlah
pertanyaan sebanyak 1 pertanyaan.
Instrumen penelitian Tinggi Fundus uteri menggunakan meteran
yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur tinggi fundus ibu.
Kemudian tinggi fundus ibu akan diukur selama tiga hari post partum dan
dicatat oleh peneliti dilembar observasi ibu.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (Independent)
Variabel bebas (Independent) adalah variabel yang mempengaruhi
variebel Dependent (Notoadmodjo, 2010). Variabel independent dalam
penelitian adalah Pemberian Asi.
2. Variabel terikat (Dependent)
Variabel terikat (Dependent) adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas atau independent (Notoadmodjo, 2010). Variabel
dependent dalam penelitian adalah penurunan TFU

F. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara
operasioanal berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan
peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek atau fenomena. Defenisi operasional ditentukan
berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian sedangkan
cara pengukuran merupkan cara dimana variabel dapat diukur dan
ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2012).

Tabel 3.3
Defenisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional Ukur

Variabel
Independen :
Pemberian ASI saja kuesioner Ordinal 1. ASI saja jika jawab
- Pemberian tanpa “YA”
ASI tambahan makanan
lain 0-7 2. Bukan ASI jika
hari pemberian. jawab “TIDAK”
Variable Proses pemulihan Pita Interval 1. Cepat
Dependen : alat-alat meteran Jika penurunan tinggi
kandungan seperti Fundus Uteri lebih dari 2
Penurunan keadaan jari dibawah pusat
tinggi fundus sebelum hamil
uteri Parameter: 2. Normal
TFU normal jika: Jika penurunan tinggi
a. Segera setelah Fundus Uteri 2 jari
persalinan, dibawah pusat
tinggi fundus uteri
2 cm 3. Lambat
dibawah pusat. Jika penurunan tinggi
Fundus Uteri lebih dari 2
jari dibawah pusat

G. Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan ditempat penelitian dengan prosedur
sebagai berikut:
1. Setelah proposal mendapat persetujuan dari pembimbing lalu peneliti
mengurus surat izin penelitian
2. Mendatangi responden
3. Menjelaskan secara singkat tentang materi penelitian
4. Membagi lembar kuesioner dan menjelaskan cara pengisian kuesioner,
serta mengukur TFU ibu dihari pertama post partum.
5. Kemudian peneliti mengumpulkan kuesioner untuk diperikasa
kelengkapannya. Jika belum lengkap responden diminta untuk
melengkapi saat itu juga.

H. Analisa Data
Analisa data dikumpulkan diolah terlebih dahulu dengan cara
sebagai berikut :
1. Editing
Setelah kuisioner selesai diisi kemudian dikumpulkan langsung oleh
peneliti. Selanjutnya diperiksa kelengkapan data apakah data dapat
dibaca atau tidak, dan kelengkapan isian. Jika belum lengkap
responden diminta melengkapi lembar kuisioner pada saat itu juga.
2. Coding
Untuk mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data peneliti
memberi kode berupa angka pada lembar kanan atas kuisioner.
Pemberian ASI
3. Entry
Setelah data dikumpulkan kemudian data dimasukkan untuk
selanjutnya diolah dalam analisa data.
4. Cleaning
Data yang sudah ada diperiksa kembali kelengkapannya, jika data yang
sudah dimasukkan tidak lengkap, maka sampel dianggap gugurdan
diambil sampel baru.
5. Processing
Data selanjutnya diproses dengan mengelompokan data ke dalam
variabel yang sesuai.
6. Analizing
a. Analisa univariat
Analisa ini dipergunakan untuk mendapatkan gambaran masing-
masing variabel x dan y melalui distribusi frekuensi.
b. Analisa bivariat
Analisa hasil penelitian untuk menguji hipotesis menggunakan salah
satu program komputer. Keputusan penguji hipotesis penelitian
dilakukan dengan taraf signifikan 5% atau a=0,05 dengan confident
interval 95%. Uji statistik untuk melihat hubungan antara variabel
bebas (Pemberian ASI) dan terikat (Tinggi Fundus Uteri) dengan
menggunakan chi square (Notoadmodjo, 2012).
Table 3.3
Distribusi Frekuensi Uji Chi Square Pengaruh Pemberian ASI
terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri

PenuruanTFU
Lambat Normal Cepat N
Pemberian ASI
Tidak A b c a+b c
Ya D e f d+ e+f
N a+d b+e c+f a+b+c+d+f
Keterangan :
Sel a: Pemberian asi Tidak dan Penurunan TFU lambat

Sel b: Pemberian asi Tidak dan Penurunan TFU normal

Sel c: Pemberian asi Tidak dan Penurunan TFU cepat

Sel d: Pemberian asi Ya dan Penurunan TFU lambat

Sel e: Pemberian asi Ya dan Penurunan TFU normal

Sel f: Pemberian asi Ya dan Penurunan TFU cepat

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendikia


Ambarwati. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika.
Chunangham. 2013. Obstetri Williams, edisi 21. EGC: Jakarta
DepKes. 2008. Profil kesehatan Indonesia tahun 2008. diakses tanggal 2 Oktober
2018
Hidayat. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Surabaya: Kelapa Pariwara.
Marino. 2012. Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC
Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Puerperium Care”.
Yogyakarta: PustakaPelajar
Notoadmojo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Purwati. 2012. Asuhan Kebidanan untuk Ibu Nifas. Yogyakarta : Cakrawala
Ilmu
Prawihardjo. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Riyantika. 2011. Pengaruh frekuensi pemberian ASI terhadap Penurunan Tinggi
Fundus Uterus pada ibu post partum di Desa Potirejo Temanggung. Skripsi
(Tidak dipublikasikan)
Roesli. 2008. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Puerperium Care”.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.
Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Setiawati. 2013. Pengaruh Menyusui Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri.
Jurnal Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic Healthcare), Volume 11,
No.4, Oktober 2017: 201-203
Setiadi. 2012. Konsep dan praktik riset. Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soetjiningsih. 2012. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan .Jakarta : EGC
Sulistiyawayi. 2010. Buku Ajar AsuhanKebidananMasaNifas. Yogyakarta: Andi
Offset
Swara. 2015. Perbedaan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Ibu Postpartum
Primigravida Yang Memberikan Dan Tidak Memberikan Asi Eksklusif Di
Rs Pantiwilasa Citarum Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang
Wulandari. 2011. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Gosyen Publising
Winjosastro. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo: Jakarta

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Seluruh Responden
di desa Tasik Serai

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa S1 Keperawatan
STIKes Payung Negeri Pekanbaru:
Nama : ZELMILA
NIM : 17311057
Akan mengadakan penelitian dengan judul penelitian “Hubungan Pemberian
ASI terhadap penurunan tinggi fundus uteri ibu post partum di desa tasik
serai timur ”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi
siapapun. Kerahasiaan seluruh informasi akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dan
saya mohon Bapak/Ibu menandatangani lembar persetujuan. Atas perhatian dan
partisipasi Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

ZELMILA

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi Responden pada
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi ZELMILA tentang “Hubungan
Pemberian ASI terhadap penurunan tinggi fundus uteri ibu post partum di
desa tasik serai timur”.
Demikianlah persetujuan ini saya tanda tangani semoga dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Pekanbaru, Oktober 2018

( )

KUESIONER
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI TERHADAP PENURUNAN TINGGI
FUNDUS UTERI IBU POST PARTUM DI DESA TASIK SERAI TIMUR

Nomor Responden : Tanggal :


Inisial :
Umur : tahun
Pendidikan Terakhir : SD SMP SMA
Pergruan Tingg
Pekerjaan :: PNS wiraswasta IRT lainnya,
(sebutkan )..........
Alamat :
Jumlah anak : 1 2 3 4 5
PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER
A. Pilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan pendapat saudara
B. Beilah tanda (X) pada jawaban yang anda pilih

PERTANYAAN UNTUK ASI


1. Apakah ibu memberikan ASI eksklusif pada bayinya?
a. Ya b. Tidak

PENGISIAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU NIFAS


YANG
MEMBERIKAN ASI SAJA DAN YANG TIDAK PADA HARI KE 0-7
PETUNJUK PENGISIAN
No Tinggi Fundus Uteri

Hari ke 1 Hari ke 7

Anda mungkin juga menyukai