PROPOSAL
ZELMILA
17311057
PROPOSAL PENELITIAN
ZELMILA
NIM : 17311057
Pembimbing
Mengetahui
ZELMILA
NIM : 17311057
Ns. Fitri Dyna, S.Kep, M.Kep Desti Puswati, M.Kep Veni Dayu Putri S.Si.M.Si
NIDN : 1001078102 NIDN : 1030126601 NIDN : 0027088305
Mengetahui
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Payung Negeri Pekanbaru
Ketua
A. Latar Belakang
Post partum adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagaian besar menganggapnya
antara 4 sampai 6 minggu. Walaupun masa yang relative tidak komplek
dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyaknya perubahan
fisiologis. Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit menggagu
ibu, walaupun komplikasi serius juga sering terjadi (Cunningham,
F.Garry,2013).
Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas merupakan hal yang sangat
penting bagi ibu setelah melahirkan. Sebab selama masa kehamilan dan
persalinan telah terjadi perubahan fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi
ligament-ligament bersifat lembut dan kendor, otot-otot teregang, uterus
membesar, postur tubuh berubah sebagai kompensasi terhadap perubahan
berat badan pada masa hamil, serta terjadi bendungan pada tungkai bawah.
Pada saat persalinan dinding panggul selalu teregang dan mungkin terjadi
kerusakan pada jalan lahir, serta setelah persalinan otot-otot dasar panggul
menjadi longgar karena diregang begitu lama pada saat hamil maupun bersalin
(Sarwono, 2012).
Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun eksternal akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-
perubahan alat genital dalam keseluruhannya disebut involusi. Salah satu
komponen involusio adalah penurunan fundus uteri. Di samping involusi,
terjadi juga perubahan-perubahan penting yakni laktasi dan gangguan laktasi
merupakan salah satu penyebab penurunan fundus uteri terganggu
(Wiknjosastro, 2010). Apabila proses involusi ini tidak berjalan dengan baik
maka akan timbul suatu keadaan yang disebut sub involusi uteri yang akan
menyebabkan terjadinya perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40
hari, hal ini mungkin disebabkan karena ibu tidak mau menyusui, takut untuk
mobilisasi atau aktifitas yang kurang (Wiknjosastro, 2010).
Kecepatan involusi uteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
usiaibu, jumlah anak yang dilahirkan (paritas), menyusui ekslusif, mobilisasi
dini, dan menyusui dini. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) merupakan titik awal
yang penting untuk proses menyusui, serta untuk membantu mempercepat
pengembalian rahim ke bentuk semula dan mengurangi perdarahan setelah
kelahiran. Hal ini disebabkan adanya isapan bayi pada payudara dilanjutkan
melalui saraf ke kelenjar hipofise di otak yang mengeluarkan hormon
oksitosin. Oksitosin selain bekerja untuk mengkontraksikan saluran ASI pada
kelenjar air susu juga merangsang uterus untuk berkontraksi sehingga
mempercepat proses involusio uteri. (Depkes,2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masruroh tahun 2010, tentang
hubunganantara IMD dengan involusi uteri pada ibu post partum Studi di RSU
Krian Husada Balongbendo Sidoarjo, menunjukkan bahwa ada hubungan
antara IMD dengan involusi uteri pada ibu post partum dengan nilai p value
(0,000).Atas dasar inilah, program IMD dilaksanakan guna membantu
mempercepatproses involusi yang pada akhirnya membantu menurunkan
kematian ibu yang disebabkan perdarahan pascasalin. Berdasarkan Laporan
Profil Kesehatan Kabupaten Tahun 2010 di dapatkan data, cakupan ASI
ekslusif di Kabupaten Lampung Utara menurut Laporan Profil Kesehatan,
masih rendah yaitu sekitar 20,3%, dari target nasional sebesar 80%.
Sedangkan wilayah kerja kerja Puskesmas Kotabumi II cakupan ASI eksklusif
sebesar 12,4%. (Dinkes Lampung Utara, 2010).
Menyusui adalah suatu proses alamiah yang besar bagi kesejahteraan bayi,
ibu, dan keluarga. Proses menyusui bayi saat baru lahir atau Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) adalah proses alamiah dalam hal mengembalikan bayi
manusia untukmenyusu, yaitu dengan memberikan kesempatan pada bayi
untuk mencari dan menghisap ASI sendiri, dalam satu jam pertama pada awal
kehidupannya. Hal ini dapat terjadi jika segera setelah lahir, bayi dikeringkan
dan setelah dipotong talipusatnya bayi langsung dibiarkan melakukan kontak
kulit dengan kulit ibunya, setidaknya selama 1 (satu) jam untuk menjamin
berlangsungnya proses menyusui yang benar (Roesli, 2008).
Hasil penelitian Riyantika (2011), tentang pengaruh frekuensi pemberian
ASI terhadap penurunan tinggi fundus uterus pada ibu post partum di Desa
Petirejo Temanggung didapatkan data bahwa ibu post partum yang frekuensi
pemberian ASI lebih dari 13 kali perhari sebanyak 10 orang (33,3%) dengan
penurunan Tinggi Fundus Uteri rata-rata 3.08 cm, frekuensi pemberian ASI
10-12 kali perhari sebanyak 8 orang (26,7%) dengan penurunan TFU rata-rata
4,03 cm, frekuensi pemberian ASI kurang dari 10 kali perhari sebanyak 12
orang (40%) dengan penurunan TFU rata-rata 5,22 cm dan didapatkan adanya
pengaruh secara signifikan antara frekuensi pemberian ASI dengan penurunan
Tinggi Fundus Uteri (TFU) (p-value = 0,000 <0,05). Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian Riyantika (2011) adalah pada jumlah sampel penelitian pada
ibu post partum hari pertama sampai ketiga dan yang menjadi sampel
penelitian adalah ibu primigravida dan multigravida.
Di negara berkembang seperti Indonesia, masa nifas merupakan masa
kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu
terjadi setelah persalinan, dan 50% diantaranya terjadi dalam 24 jam pertama,
krena danya perdarahan. (Prawirardjo, 2016). Menurut sumber data
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Profil kesehatan Indonesia 2016
jumlah ibu nifas di Indonesia sebanyak 5.111.204 jiwa, dan di Provinsi Riau
160.708 jiwa. Data yang didapat penulis dari Dinas Kabupaten Bengkalis
jumlah ibu nifas 2016 terdapat 11.032 jiwa,dan kecamatan Pinggir jumlah ibu
nifas yaitu 2.166 jiwa.
Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan ibu-ibu nifas di daerah
sekitar Puskesmas Serai Wangi yang tidak mau menyusui bayinya dengan
berbagai alasan. Bahkan kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini jumlah
ibu yang tidak mau menyusui bayinya semakin meningkat. Kejadian ini
banyak sekali ditemukan pada sekelompok ibu-ibu terutama pada lingkungan
ibu dan keluarga yang berpenghasilan cukup, yang kemudian menjalar ke
daerah pinggiran kota dan menyebar sampai di desa-desa Hasil survei awal
didapatkan data rata-rata pasien per bulan sebanyak 10 pasien, kemudian hasil
survei pandang ibu post partum di Puskesmas Serai wangi yang ada di
didapatkan data sebanyak 5 (50%) dari 10 ibu memberikan ASI Eksklusif, dan
3 (60%) dari 5 ibu yang tidak memberikan ASI ekslusif mengalami
perdarahan post partum. Sehingga didapatkan ibu yang tidak menyusui
bayinya mengalami penurunanfundus uteri pada ibu post partum lebih lama
dibandingkan dengan ibu yang menyusui ASI kepada bayinya. Menyusui
memberikan manfaat yang maksimal yaitu masuknya ASI ke dalam sistem
pencernaan bayi, maka ASI harus diberikan kepada bayi segera setelah
dilahirkan atau paling lambat 30 menit setelah lahir, karena daya isap bayi
pada saat itu paling kuat untuk merangsang produksi ASI selanjutnya. ASI
yang keluar beberapa hari setelah persalinan disebut kolostrum. Manfaat lain
dari menyusui adalah terhadap penurunan tinggi fundus uterus pada ibu post
partum. Masa post partum merupakan masa pemulihan kesehatan pada masa
nifas merupakan hal yang sangat penting bagi ibu setelah melahirkan. Sebab
selama masa kehamilan dan persalinan telah terjadi perubahan fisik dan psikis.
Masa nifas hari pertama adalah masa kritis yang rentan sekali terjadi
perdarahan, karena kontraksi uterus yang lemah.
Berdasarkan uraian masalah diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Asi Terhadap Tinggi
Fundus Uteri Ibu Post Partum di wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi”
B. Rumusan Masalah
Menyusui adalah suatu proses alamiah yang besar bagi kesejahteraan bayi,
ibu, dan keluarga. Menyusui mempunyai banyak manfaat, seperti manfaat
pada ibu yaitu dapat membantu menurunkan tinggi fundus uteri post partum.
Berdasarkan latar belakang tersebut, didapatkan rumusan masalah “Apakah
Ada Pengaruh Pemberian Asi Terhadap Tinggi Fundus Uteri Ibu Post Partum
di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk Hubungan Pemberian Asi Terhadap Tinggi Fundus Uteri Ibu Post
Partum di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Hubungan Pemberian Asi Terhadap Tinggi Fundus
Uteri Ibu Post Partum di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi.
b. Untuk Mengetahui Distribusi Frekuensi Pemberian Asi Ibu Post
Partum di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi.
c. Untuk Mengetahui Distribusi Frekuensi Tinggi Fundus Uteri Ibu Post
Partum di Wilayah kerja Puskesmas Serai Wangi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai informasi tambahan dalam meningkatkan kesehatan tentang ASI
eksklusif.
2. Bagi Intitusi Pendidikan
Sebagai bahan referensidalam mengembangkanilmu dan asuhan
keperawatan pada anak dan ibu post partum penelitian ini dapat
berkembang
3. Bagi responden
Bagi ibu menyusui, dapat dijadikan sumber informasi tentang
manfaat menyusui bagi dirinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Konsep Post Partum dan Masa Nifas
a. Pengertian
Post Partum adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama
setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagaian besar
menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu.Masa nifas
(puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu ( Saleha,
2009 ).Secara garis besar terdapat tiga proses penting di masa
nifas, yaitu sebagai berikut:
1) Pengecilan Rahim atau Involusi
Setelah plasenta lepas, otot rahim akan berkontraksi atau
mengerut, sehingga pembuluh darah terjepit dan perdarahan
berhenti. Setelah bayi lahir, umumnya berat rahim menjadi
sekitar 1.000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2 jari
dibawah umbilicus.Setelah 1 minggu kemudian beratnya
berkurang jadi sekitar 500 gram.Sekitar 2 minggu beratnya
sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi.
2) Kekentalan Darah (Hemokonsentrasi) kembali normal
Setelah melahirkan, system sirkulasi darah Ibu akan
kembali seperti semula. Darah kembali mengental, dimana
kadar perbandingan sel darah dan cairan kembali normal.
Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai ke-15 pasca
persalinan.
3) Proses Laktasi dan Menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas.
Plasenta mengandung hormone penghambat pembentukan
ASI.Setelah plasenta lepas, hormone plasenta itu tidak
dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI.ASI keluar 2-3
harisetelah melahirkan.Namun, hal yang luar biasa adalah
sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang sangat
baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan
antibody pembunuh kuman (Saleha, 2009).
b. Tahapan Masa Nifas
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini,
puerperium intermedial, dan remote puerperium.
1) Puerperium Dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan.Pada saat ini
Ibu sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium Intermedial
Puerperium Intermedial merupakan masa kepulihan alat-alat
genetalia secara menyeluruh yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3) Remote Pueperium
Remote Pueperium merupakan masa yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau
waktu persalinan mempunyai komplikasi.Waktu untuk sehat
sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu,
bulanan, bahkan tahunan (Purwanti, 2012).
c. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas
1) Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi
posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara
umbilikus dan simpisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari
kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut,
sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga
pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar (Saleha, 2009).
Tabel 2.1
TFU dan berat Uterus Menurut masa involusi
Involusi TFU Berat Uterus
6 minggu Normal 50 gr
6) Sistem pencernaan
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap
makanannya dua jam setelah persalinan. Mual dan muntah
terjadi akibat produksi saliva meningkat pada kehamilan
trimester I, pada ibu nifas terutama yang partus lama dan
terlantar mudah terjadi ileus paralitikus, yaitu adanya
obstruksi usus akibat tidak adanya peristaltik usus, serta bisa
terjadi karena pengaruh psikis takut BAB karena ada luka
jahitan perineum (Saleha, 2009).
7) Ligamentum-ligamentum yang meningkat secara relative. Oleh
karena itu, distensi yang berlebihan, urine residual yang
berlebihan, dan pengosongan yang tidak sempurna, harus
diwaspadai secara saksama. Ureter dan pelvis renalis yang
mengalaLigament-ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang
meregang sewaktu kehamilan dan persalinan Sistem
perkemihan.Kandung kemih pada puerperium mempunyai
kapasitas yakni distensi akan kembali normal pada dua
sampai delapan minggu setelah persalinan.
8) Sistem muskuluskeletal
Berangsur-angsur kembali seperti sediakala.mobilitas sendi
berkurang dan posisi lordosis kembali secara perlahan-lahan.
9) Sistem EndokrinSelama proses kehamilan dan persalinan
dapat berubah pada sistem endokrin, terutama pada hormon-
hormon yang berperan dalam proses tersebut.
a) Hormon oksitosin
Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selam
tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi,sehingga mencegah perdarahan.
b) Hormon Prolaktin
Berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang
produksi ASI, pada wanita yang menyusu bayinya,
kadar prolaktin tetap tinggi.
c) Hormon Estrogen dan Progesteron
Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi
memperbesar hormon antideuretik yang meningkat
volume darah.Hormon progesteron mempengaruhi otot
halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah, hal ini sangat mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum, dan vulva serta vagina.
10) Perubahan Tanda-Tanda Vital
a) Tekanan Darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi
postpartum akan menghilang dengan sendirinya.
b) Suhu
Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu
badan akan kembali normal, bila suhu tubuh lebih dari
38 derajat celsius, mungkin terjadi infeksi pada klien.
c) Nadi dan Pernapasan
Pada masa nifas nadi berkisar antara 60-80 per menit,
sedangkan pernapasan akan sedikit meningkat setelah
partus kemudian kembali seperti keadaan semula.
11) Sistem Hematologi dan Kardiovaskular
Leokositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih
sampai sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit
akan tetap tinggi jumlahnya selama beberapa hri pertama
masa post partum. Julah hemoglobin dan hematokrit serta
eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa nifas
sebagai akibat dari volume darah, volume plasma, dan
volume sel darah yang berubah-ubah (Saleha. 2009).
2. Konsep Dasar Involusi Uteri
a. Pengertian
Involusi uteri adalah perubahan-perubahan alat-alat genetalia
interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali
seperti keadaan sebelum hamil (Sarwono, 2015).Involusi uterus
atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60
gram (Marmi, 2012).
b. Proses Involusi Uterus
1) Iskemia Miometrium
disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari
uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative
anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uteri, enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur
hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar
dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan
sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropiyang
berlebihan, hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
3) Atrofi Jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam
jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai
pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot
uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas
dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
menjadi endometrium yang baru (Sulistyawayi, 2010).
b) Laktasi
Pada ibu yang menyusui bayinya akan terjadi
peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk
kontraksi uterus,jika kadar oksitosin cukup, maka
kontraksi uterus akan baik, sehingga penutupan pembuluh
darah uterus akan normal (Hanum Marimbi, 2010).
c) Usia
Ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh
proses penuaan. Pada proses penuaan akan terjadi
perubahan metabolism yaitu terjadi peningkatan jumlah
lemak, penurunan elastisitas, otot dan penurunan
penyerapan lemak, protein dan karbohidrat. Dengan adanya
penurunan regangan otot akan mempengaruhi pengecilan
otot Rahim setelah melahirkan, serta membutuhkan waktu
yang lama dibandingkan dengan ibu yang mempunyai
kekuatan dan regangan otot yang lebih lama. (Hanum
Marimbi, 2010).
2) Faktor eksternal
a) Fiksasi. Pemakaian gurita maupun korset yang terlalu
kencang akan mengganggu sirkulasi darah ibu dan
menghambat proses involusi uterus.
b) Mobilisasi Dini. Mobilisasi Dini atau aktivitas segera
dilakukan segera setelah beristirahat beberapa jam
dengan beranjak dari tempat tidur ibu (persalinan
normal). Mobilisasi dini dapat mengurangi bendungan lokia
dalam Rahim, meningkatkan peredaran darah sekitar
alat kelamin, mempercepat normalisasi alat kelamin
dalam keadaan semula
c) Diet. Diet adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh
seseorang atau organisme tertentu. Jenis diet sangat
dipengaruhi oleh latar belakang asal individu atau
keyakinan yang dianut masyarakat tertentu. Pada ibu nifas
sering pantangan terhadap beberapa jenis makanan
sehingga pemenuhan nutrisi kurang dan menyebabkan
proses involusio uterus semakin lambat. (Manuaba 2010).
4. Konsep Dasar Laktasi
a. Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian yaitu
produksi dan pengeluaran ASI.Payudara mulai dibentuk sejak
embrio berumur 18-19 minggu dan baru selesai ketika mulai
menstruasi.Dan terbentuknya hormone estrogen dan progesterone
yang berfungsi untuk maturasi alveoli. Sedangkan hormone
prolaktin adalah hormone yang berfungsi untuk produksi ASI
disamping hormone lain insulin, tiroksin dan sebagainya. Hormon
prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar
karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari
kedua atau ketiga pasca persalinan kadar estrogen dan progesterone
turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominandan
pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan
lebih dini, terjadi perangsangan puting susu, terbentuknya prolaktin
oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancar. (Perinasia, 2011)
b. Fisiologi Pengeluaran Air susu Ibu (ASI)
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat
komplek antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam
hormon. Pengaturan hormone terhadap pengeluaran ASI dibedakan
menjadi 3 bagian:
1) Pembentukan Kelenjar Payudara
a) Sebelum Pubertas. Mendekati pubertas terjadi pertumbuhan
yang cepat dari system duktus terutama di bawah pengaruh
hormon estrogen sedangkan pertumbuhan di alveoli oleh
hormon progesterone.
b) Masa Pubertas. Pada masa ini pertumbuhan percabangan-
percabangan system duktus, proliverasi dan kanalisasi
dari unit lobulal veolar yang terletak pada ujung-ujung
distal duktus.
c) Masa Siklus Menstruasi. Terjadi perubahan-perubahan
kelenjar payudara wanita dewasa berhubungan dengan
siklus menstruasi dan perubahan-perubahan hormonal
yang mengatur siklus tersebut seperti estrogen dan
progesterone yang dihasilkan oleh korpus luteum.
d) Masa Kehamilan. Pada permulaan kehamilan terjadi
peningkatan yang jelas dari duktus yang baru,
percabangan-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi
oleh hormon-hormon, plasenta dan korpus luteum.
e) Pada 3 Bulan Kehamilan. Prolaktin dan adeno hipofise
(hipofise anterior) mulai merangsang kelenjar air susu
yang disebut kolostrum. Pada masa ini pengeluaran
kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan
progesterone, tetapi jumlah prolaktin meningkat hanya
aktifitas pembuatan kolostrum yang ditekan.Pada trimester
kedua kehamilan. Laktogen placenta mulai merangsang
untuk pembuatan kolostrum
2) Pembentukan Air Susu
Pada seorang ibu yang menyusui dikenal 2 reflek yang
masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran
air susu yaitu:
a) Reflek Prolaktin. Setelah partus berhubung lepasnya
plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum maka
estrogen dan progesterone sangat berkurang, ditambah
lagi dengan adanya isapan bayi yang merangsang putting
susu dan kalang payudara, akan merangsang ujung-ujung
saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui
medula spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus akan
menekan pengeluaran faktor-faktor yang
menghambatsekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang
pengeluaran factor-faktor yang memacu sekresi prolaktin.
Factor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan
merangsang adenohipofise (hipofise anterior) sehingga
keluar prolaktin. Hormone ini merangsang sel-sel alveoli
yang berfungsi untuk membuat air susu (Soetjiningsih,
2012).
b) Reflek Let Down. Bersamaan dengan pembentukan
prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal
dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise
(hipofise posterior) yang kemudian dikeluarkan oksitosin
melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus
yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga
terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai
pada alveoli akan mempengaruhi sel miopitelium.
Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah
terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke system
duktulus yang untuk selanjutnya mengalir melalui duktus
laktiferus masuk ke mulut bayi. (Soetjiningsih, 2012).
c) Pemeliharaan Pengeluaran Air Susu. Hunbungan yang
utuh antara hipotalamus dan hipofise akanmengatur
kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormone-
hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran permulaan
dan pemeliharaan air susu selama menyusui.
Berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi misalnya
bila kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang
kurang dan singkatnya waktu menyusui ini berarti
pelepasan prolaktin dan hipofise berkurang, sehingga air
susu berkurang. Pengeluaran oksitosin ternyata
disamping di pengaruhi oleh isapan bayinya oleh suatu
reseptor yang terletak pada system duktus. Bila duktus
melebar atau menjadi lunak maka secara reflek storis
dikeluarkan oksitosin oleh hipofise yang berperan untuk
memeras keluar air susu dari alveoli.
c. Mekanisme Menyusui
Bayi yang sehat mempunyai 3 reflek instrinsik, yang diperlukan
untuk berhasilnya menyusui seperti:
1) Reflek Mencari ( Rooting Reflek ). Payudara ibu yang
menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan
rangsangan yang menimbulkan reflek mencari pada bayi. Ini
menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang
menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan kemudian
putting susu di tarik masuk kedalam mulut.
2) Reflek Menghisap ( Sacring Reflek ). Teknik menyusui yang
baik adalah apabila kalang payudara sedapat mungkin
semuanya masuk ke dalam mulut bayi, tetapi hal ini tidak
mungkin dilakukan pada ibu yang kalang payudara besar. Untuk
itu maka sudah cukup bila rahang bayi supaya menekan
sinus laktiferus yang terletak dipuncak kalang payudara
dibelakang putting susu. Adalah tidak dibenarkan bila rahang
bayi hanya menekan putting susu saja, karena bayi hanya
dapat menghisap susu sedikit dan pihak ibu akan timbul lecet-
lecet pada susunya.
3) Reflek Menelan. Pada saat air susu keluar dari putting susu
akan disusui dengan gerakan mengisap (tekanan negative yang
ditimbulkan oleh otot-otot pipi), sehingga pengeluaran air
susu bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan
masuk ke lambung. Kebanyakan bayi-bayi yang masih baru
belajar menyusui pada ibunya, kemudian dicoba dengan susu
botol secara bergantian, maka bayi tersebut menjadi bingung
putting.
Skema 2.1
Kerangka Konsep
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Uraian Bulan ke
No Penelitian Juli Juni Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb
2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018
1 Pengajuan
judul
2 Persiapan
penelitian
3 Persentase
penelitian
4 Pelaksanaan
riset
5 Persentase
hasil
6 Perbaikan
laporan
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2012). Untuk mengetaui
besar sampel dalam penelitian digunakan rumus besar sampel yaitu:
Keterangan :
N: besar populasi n: besar sampel d: tingkat kepercayaan
n = 25,3 = 25 orang
F. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara
operasioanal berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan
peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek atau fenomena. Defenisi operasional ditentukan
berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian sedangkan
cara pengukuran merupkan cara dimana variabel dapat diukur dan
ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2012).
Tabel 3.3
Defenisi Operasional
Variabel
Independen :
Pemberian ASI saja kuesioner Ordinal 1. ASI saja jika jawab
- Pemberian tanpa “YA”
ASI tambahan makanan
lain 0-7 2. Bukan ASI jika
hari pemberian. jawab “TIDAK”
Variable Proses pemulihan Pita Interval 1. Cepat
Dependen : alat-alat meteran Jika penurunan tinggi
kandungan seperti Fundus Uteri lebih dari 2
Penurunan keadaan jari dibawah pusat
tinggi fundus sebelum hamil
uteri Parameter: 2. Normal
TFU normal jika: Jika penurunan tinggi
a. Segera setelah Fundus Uteri 2 jari
persalinan, dibawah pusat
tinggi fundus uteri
2 cm 3. Lambat
dibawah pusat. Jika penurunan tinggi
Fundus Uteri lebih dari 2
jari dibawah pusat
H. Analisa Data
Analisa data dikumpulkan diolah terlebih dahulu dengan cara
sebagai berikut :
1. Editing
Setelah kuisioner selesai diisi kemudian dikumpulkan langsung oleh
peneliti. Selanjutnya diperiksa kelengkapan data apakah data dapat
dibaca atau tidak, dan kelengkapan isian. Jika belum lengkap
responden diminta melengkapi lembar kuisioner pada saat itu juga.
2. Coding
Untuk mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data peneliti
memberi kode berupa angka pada lembar kanan atas kuisioner.
Pemberian ASI
3. Entry
Setelah data dikumpulkan kemudian data dimasukkan untuk
selanjutnya diolah dalam analisa data.
4. Cleaning
Data yang sudah ada diperiksa kembali kelengkapannya, jika data yang
sudah dimasukkan tidak lengkap, maka sampel dianggap gugurdan
diambil sampel baru.
5. Processing
Data selanjutnya diproses dengan mengelompokan data ke dalam
variabel yang sesuai.
6. Analizing
a. Analisa univariat
Analisa ini dipergunakan untuk mendapatkan gambaran masing-
masing variabel x dan y melalui distribusi frekuensi.
b. Analisa bivariat
Analisa hasil penelitian untuk menguji hipotesis menggunakan salah
satu program komputer. Keputusan penguji hipotesis penelitian
dilakukan dengan taraf signifikan 5% atau a=0,05 dengan confident
interval 95%. Uji statistik untuk melihat hubungan antara variabel
bebas (Pemberian ASI) dan terikat (Tinggi Fundus Uteri) dengan
menggunakan chi square (Notoadmodjo, 2012).
Table 3.3
Distribusi Frekuensi Uji Chi Square Pengaruh Pemberian ASI
terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri
PenuruanTFU
Lambat Normal Cepat N
Pemberian ASI
Tidak A b c a+b c
Ya D e f d+ e+f
N a+d b+e c+f a+b+c+d+f
Keterangan :
Sel a: Pemberian asi Tidak dan Penurunan TFU lambat
DAFTAR PUSTAKA
Kepada Yth.
Seluruh Responden
di desa Tasik Serai
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa S1 Keperawatan
STIKes Payung Negeri Pekanbaru:
Nama : ZELMILA
NIM : 17311057
Akan mengadakan penelitian dengan judul penelitian “Hubungan Pemberian
ASI terhadap penurunan tinggi fundus uteri ibu post partum di desa tasik
serai timur ”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi
siapapun. Kerahasiaan seluruh informasi akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dan
saya mohon Bapak/Ibu menandatangani lembar persetujuan. Atas perhatian dan
partisipasi Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
ZELMILA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi Responden pada
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi ZELMILA tentang “Hubungan
Pemberian ASI terhadap penurunan tinggi fundus uteri ibu post partum di
desa tasik serai timur”.
Demikianlah persetujuan ini saya tanda tangani semoga dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Pekanbaru, Oktober 2018
( )
KUESIONER
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI TERHADAP PENURUNAN TINGGI
FUNDUS UTERI IBU POST PARTUM DI DESA TASIK SERAI TIMUR
Hari ke 1 Hari ke 7