Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


CVA BLEEDING (syok hemoragik)

Disusun Oleh :
Shofi arlina salsabila 1910102

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul LP : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosis CVA Bleeding


Nama : Shofi arlina salsabila
Prodi : S1 Keperawatan
NIM : 1910102
Dengan menyelesaikan tugas individu laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosis
medis TB paru mata kuliah keperawatan gawat darurat

Minggu, 26 juni 2022

Mengetahui Mahasiswa

Dosen penanggung jawab SHOFI ARLINA SALSABILA

1910102
A. Konsep Dasar CVA Bleeding
1.1. Definisi CVA Bleeding
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara
lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis
stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak
dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan
berakhir dengan kelumpuhan.
1.2. Klasifikasi
Menurut Depkes (2010), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: Tuberkulosis paru. Tuberkulosis
paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru
BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
s
b.
1.3. Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah
arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan
perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Faktor resiko pada stroke adalah
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium,
penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol
1.4. Patofisiologi
Ada dua bentuk CVA bleeding
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub
kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan
perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis
fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM
dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak,
ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK
yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini
dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.
1.5. WOC
1.6. Manifestasi klinis
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1. Daerah a. serebri media
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b. Hemianopsi homonim kontralateral
c. Afasi bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2. Daerah a. Karotis interna
a. Serupa dengan bila mengenai Serebri media
3. Daerah a. Serebri anterior
a. Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b. Incontinentia urinae
c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah a. Posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
b. Daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
c. Nyeri talamik spontan
d. Hemibalisme
e. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
5. Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
1.7. Komplikasi
Komplikasi Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
1.8. Pemeriksaan penunjang CVA Bleding
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurism atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
1.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral Infark cerebral terdapat kehilangan secara
mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang
masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak
mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang
adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase
akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan Endarterektomi karotis dilakukan untuk
memeperbaiki peredaran darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali
juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga
saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi resiko terkena stroke. Setelah berusia 55
tahun, resikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari
semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65tahun. Tetapi itu tidak
berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat
menyerang semua kelompok umur.
2. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan
bahwa justru lebih banyak wanita yang mninggal karena stroke. Resiko stroke pria 1,25
lebih tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda
sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan lain, walau
lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tuasehingga
kemungkinan meninggal lebih besar
3. Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga
Stroke terkait dengan keturunan, faktor genetik yang berperan antara lain adalah
tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah.
Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada
bentuk pembuluh darah mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh di
bandingkan faktor risiko stroke yang lain.
4. Ras dan etnik
Ada perbedaan stroke di antara kelompok ras dan etnik. Timbulnya stroke yang
menyebabkan kematian di antara orang Afro-Amerika hampir dua kali lipat di
bandingkan orang Amerika kulit putih. Pada usia antara 45 hingga 55 tahun tingkat
kematian yang di sebabkan stroke pada orang Afro Amerika mencapai empat hingga lima
kali lipat jika dibandingkan pada orang Amerika kulit putih. Tetapi setelah usia 65 tahun,
tingkat kematian karena stroke pada orang Amerika kulit putih meningkat dengan pesat
dan menyamai tingkat kematian pada orang Afro-Amerika. Orang Afro-Amerika
cenderung terpengaru penyakit genetik seperti diabetes dan anemia sel sabit yang lebih
memungkinkan terjadinya serangan stroke. Orang Amerika keturunan Spanyol dan
Indian mempunyai risiko stroke dan tingkat kematian yang mirip dengan orang Amerika
kulit putih.pada orang Asia-Amerika risiko stroke dan kematian juga mirip dengan orang
Amerika kulit putih, walau orang Asia di Jepag
Cina dan negara lain di Timur jauh memiliki risiko stroke dan tingkat kematian yang lebih tinggi daripada orang Amerika
kulit putih.

5. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi
memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat di bandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga
90 persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke.

6. Kebiasaan makan

Penelitian menunjukan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti daging, telur, dan produksi susu dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar
kolesterol di bawah 200mg/dl di anggap aman sedangkan di atas 240mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang
pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke.

7. Kebiasaan merokok

Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah untuk di ubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih
besar di bandingkan dengan perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor
risiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok memicu produksi
fibrinogen yang lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis.

8. Pekerjaan

Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada
angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena hipertensi.

9. Aktivitas

Aktivitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah
atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga.

10. Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula
terhadap pola piker dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif


2. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
3. Nyeri akut
4. Gangguan eliminasi urin
5. Deficit nutrisi
6. Gangguan mobilitas fisik
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan

1. Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Jalan Napas
Efektif keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Monitor pola napas.
bersihan jalan napas meningkat, 2. Monitor bunyi napas tambahan.
dengan kriteria hasil: 3. Monitor sputum.
1. Produksi sputum menurun. 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
2. ronchi menurun. head- tilt dan chin lift.
3. Sulit bicara menurun. 5. Posoisiskan semi fowler atau fowler.
4. Frekuensi napas membaik. 6. Berikan minum hangat.
7. Lakukan fisioterapi dada.
8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
edotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill.
11. Berikan oksigen.
12. Ajarkan Teknik batuk efektif.
13. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
2. Penurunan Kapasitas Adaptif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
(D.0066) selama 3x24 jam kapasitas adaptif 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
intrakranial pasien meningkat 2. Monitor tanda gejala PTIK
dengan kriteria hasil : 3. Monitor MAP
1. Tingkat kesadaran 4. Monitor gelombang ICP
meningkat 5. Monitor status pernapasan
2. Sakit kepala menurun 6. Monitor intake dan output cairan
3. Gelisah menurun 7. Monitor cairan serebro spinalis
4. Tekanan darah membaik 8. Berikan posisi semi fowler
5. Tekanan nadi membaik 9. Hindari valsava manuver
6. Bradkardia membaik 10. Cegah terjadinya kejang
7. Pola napas membaik 11. Hindari penggunaan PEEP
8. Respon pupil membaik 12. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
9. Refleks neurologis membaik 13. Pertahankan suhu tubuh normal
10. Tekanan intrakranial membaik 14. Kolaborasi pemberian anti konvulsan
15. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (SIKI hal 201)
keperawatan selama 3x 8 jam tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
nyeri menurun dengan Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas dan intesnsitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Lakukan pengkajian nyeri meliputi PQRST,
2. Gelisah menurun 3. Berikan teknik non farmakologis untuk
3. Kesulitan tidur menurun mengurangi nyeri Distraksi dan
4. Kemampuan mengenali onset relaksasi)
nyeri meningkat 4. Beri informasi tentang nyeri seperti :
5. Kemampuan menggunakan penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
teknik non farmakologis berkurang.
meningkat 5. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
6. Keluhan nyeri menurun 6. Kolaborasi pemberian analgesik

1. Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah ditetapkan, tetapi menutup kemungkinan akan menyimpang dari rencana yang ditetapkan tergantung pada
situasi dan kondisi pasien
2. Evaluasi
Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang
ingin dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga tercapai sebagaian atau timbul masalah
baru
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002.
Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2011. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta:
EGC Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta. PPNI., 2017.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, edisi I cetakan III., Jakarta : DPP PPNI. PPNI., 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia, edisi I cetakan II., Jakarta : DPP PPNI. PPNI., 2019.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia, edisi I cetakan II., Jakarta : DPP PPNI. Tambayong, J. 2003.
Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai