DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan syukur atas kehadira-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
“Askep Klien Dengan Kondisi Imflamasi Otak (Abses Otak, Meningitis Bakteri, Meningitis
Virus, Ensefalitis, Rabies)”.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin, terlepas dari semua itu. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
Kelompok III
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi
masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya
masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi
Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis. Meningitis
sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang
melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada
jaringan parenkim otak. Proses inflamasi meluas di seluruh ruang subarachnoid di sekitar
otak, sumsum tulang belakang dan ventrikel. Oleh karena itu meningitis merupakan suatu
peradangan akut meningeal dan parenkim otak terhadap infeksi bakteri yang umumnya
ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal
(Hanafie, 2006).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulen. Penyebab tersering
dari ensefalitis adalah virus, kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan
oleh enterovirus, gondongan, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pada pasca
infeksi campak, influenza, varisella, dan pascavaksinasi Pertusis (Muttaqin, 2008).
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh
virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah
pada fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi
neurologis anak termasuk konfusi mental dan kejang (Syarifah,2013)
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari abses otak
2. Untuk mengetahui penyebab abses otak
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis abses otak
4. Untuk mengetahui penyimpangan KDM abses otak
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan abses otak
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnosis abses otak
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan abses otak
8. Untuk mengetahui definisi meningitis
9. Untuk mengetahui penyebab dari meningitis
10. Untuk mengetahi manifestasi klinis meningitis
11. Untuk mengetahui penyimpangan KDM meningitis
12. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis
13. Untuk mengetahui penatalaksanan meningitis
14. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang meningitis
15. Untuk mengetahui asuhan keperawatan meningitis
16. Untuk mengetahui definisi penyakit rabies
17. Untuk mengetahui penyebab penyakit rabies
18. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit rabies
19. Untuk mengetahui penyimpangan KDM penyakit rabies
20. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit rabies
21. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit rabies
22. Untuk mengetahui definisi ensefalitis
23. Untuk mengetahui penyebab dari ensefalitis
24. Untuk mengetahui manifestasi klinis ensefalitis
25. Untuk mengetahui penyimpangan KDM ensefalitis
26. Untuk mengetahui penatalaksanan ensefalitis
27. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ensefalitis
28. Untuk mengetahui asuhan keperawatan ensefalitis
BAB II
PEMBAHASAN
Abses otak merupakan penumpukan pus didalam jaringan otak yang berasal dari
fokus primer ditempat lain (misal,telinga,sinus mastoid,sinus nasal,jantung,tulang,paru-
paru,atau bakteremia primer). Infeksi dapat menyerang otak dalam beberapa cara yang
berbeda. Pada otitis media, infeksi dapat meluas melalui kavum timpani atau melalui
mastoid dan meningeal untuk mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena-vena
ditelinga dalam,yang menyebabkan trombosis vena. Trombosis ini mengganggu sirkulasi
serebral, menyebabkan iskemia dan infark yang merangsang timbulnya infeksi lokal.
(black & Hawks, 2014)
Manifestasi awal : Dapat berkurang dan kemudian dalam beberapa hari atau minggu
tanda-tanda peningkatan TIK dapat muncul (misalnya,sakit kepala berulang,perubahan
tingkat kesadaran, kejang fokal atau menyeluruh)
Infeksi/septikemia
jaringan otak
Penekanan area
Edema serebral pengatur kesadaran Kejang dan
nyeri kepala
Kesadaran
Koma
Penumpukan
sekret,kemampuan
batuk menurun
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Gejala berdasarkan (Sabilarrusyandi & Ekorini, 2014) yang timbul yaitu panas,
kejang, penurunan kesadaran dengan gejala tambahan berupa sakit kepala , mual dan
muntah. Gejala meningitis pada anak hampir sama namun terjadi hal-hal patognomonis
yang dapat membedakan. Kejang, penurunan kesadaran, efusi subdural dan empiema
subdural sering muncul pada meningitis akibat infeksi Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilius influenzae.
Bakteri: Virus:
Streptococcus pneumonia Enterovirus
Neisseria meningitides Paromyxovirus
Haemophilus influenzae Human Herpes Virus
Menyebar ke meningen
otak
Menyebabkan kerusakan
jaringan meningen
Edema MENINGITIS
kejang
Pembentukan
prostaglandin di otak
Risiko
cedera Merangsang hipotalamus
untuk meningkatkan suhu
Asal kata rabies dari bahasa latin yaitu rabere atau rabbia. Istilah latin yang
kemudian berkembang menjadi sebutan rabies ini pada awal mulanya diperkirakan
berasal dari bahasa Sansekreta kuno rhabas yang berarti mengamuk, karena gejala klinis
terutama pada anjing ditandai oleh keganasan gejala yang nyata dan menakutkan (Akoso,
2007).
Manifestasi klinis pada hewan dimulai dengan gejala prodromal tidak spesifik
seperti lemah dan malas. Rabies dapat berkembang menjadi rabies yang ganas atau rabies
yang tenang. Pada rabies yang tenang, anjing tampak senang bersembunyi di tempat yang
gelap dan dingin, serta tampak letargi. Dapat ditemukan kelumpuhan otot tenggorokan
yang tampak dari banyaknya air liur yang keluar karena sulit menelan. Bisa juga
ditemukan kejang-kejang singkat. Pada rabies yang ganas, terdapat perubahan sifat dan
perilaku hewan. Hewan yang awalnya jinak menjadi ganas, tidak menuruti perintah
pemiliknya lagi, dapat menyerang manusia terutama adanya rangsang cahaya dan suara,
suka menggigit apa saja yang dijumpai. Suara akan menjadi parau, mudah terkejut,
gugup, air liur banyak keluar, ekor dilengkungkan ke bawah perut di antara kedua paha.
Anjing kejangkejang, kemudian menjadi lumpuh, dan akhirnya mati. Kematiannya
umumnya disebabkan kelumpuhan pernafasan dan akan timbul dalam waktu 7- 10 hari
setelah gejala prodromal (Tanzil, 2014).
3.4 Penyimpangan KDM Penyakit Rabies
Ketidakefektifan
pola nafas
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulen. Penyebab tersering
dari ensefalitis adalah virus, kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan
oleh enterovirus, gondongan, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pada pasca
infeksi campak, influenza, varisella, dan pascavaksinasi Pertusis (Muttaqin, 2008).
Nyeri akut
masuk ke jarinngan otak secara local,
hematogen &melalui saraf -saraf
Persepsi nyeri
merangsang system
merangsang sel pertahanan tubuh
saraf (nosi septor)
Terjadi intoleransi
Ensefalitis
Respon
hipotalamus Sel kurang nutrisi Penumpukan
berupa ↑ suhu sekret
tubuh
Hipertermi Kelemahan
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Intoleransi
aktivitas
4.5 Penatalaksanaan Ensafalitis
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.
Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah
mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien
koma yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral
atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan
asam basa darah.
Tidak ada penatalaksanaan yang spesifik untuk ensefalitis. Vaksin tersedia untuk
melawan ensefalitis kuda timur dan kuda barat. Pencegahan adalah faktor yang penting,
yaitu tetap berada di dalam ruangan saat fajar dan petang hari. Jika diluar, gunakan baju
lengan panjang dan gunakan antiserangga berbasis dietiltoluamid (DEET) untuk
meminimalkan risiko gigitan serangga dan kutu. Obat-obat antiinlamasi dapat digunakan
untuk pengobatan simtomatik, sementara kasus ensefalitis viral progresif dapat ditangani
dengan obat-obat antivirus seperti asiklovir. Perawatan suportif dan menyeluruh
dibutuhkan saat masa-masa akut penyakit. Rehabilitasi mungkin diperlukan bagi mereka
dengan gangguan neurologis sebelumnya.
Rabies adalah ensefatalis virus akut, progresif dan tidak tersembuhkan yang
ditemukan di seluruh dunia. Umumnya rabies dikenal sebagai hidrofobia pada manusia,
dan termasuk penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem saraf pusat
manusia dan hewan berdarah panas. Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system
saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulen.
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh
virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah
pada fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi
neurologis anak termasuk konfusi mental dan kejang
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa masih ada beberapa hal yang menjadi kekurangan dari
makalah ini. Sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang mampu membangun dan
membantu kami dalam memperbaiki makalah ini sebagaimna semestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. (2007). Pencegahan & Pengendalian Rabies Penyakit Menular pada Hewan dan
Manusia. Kanisius.
Andareto, O. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta.
black , J., & Hawks, J. H. (2014). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH . Singapore : Elsevier .
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan (8th ed.).
Bulechek, Gloria M. dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Jakarta: Elsevier.
Dewanto Sp,s, d., Suwono Sp,s, d., Riyanto Sp.s, d., & Turana Sp,s, d. (2009). DIAGNOSIS &
TATA LAKSANA PENYAKIT SARAF. Jakarta: EGC.
Kurniawan, J. (2018). Ensefalitis Virus dengan Gejala Sisa Neurologis. Jurnal Kedokteran , 1.
Meisadona, G., Soebroto, A. D., & Estiasari, R. (2015). Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis
Bakterial. Departemen Neuorologi Fakultas Kedokteran UI , 42 (1), 15-19.
Moorhead, Sue dkk. 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC). Jakarta: Elsevier.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor
Rupprecht, C., & Dietzschold, B. (2018). Rabies Symptoms, Diagnosis, Prophylaxis and
Treatment. MDPI.
Sabilarrusyandi, & Ekorini, H. M. (2014). Tuli Sensorineural sangat Berat Pasca Meningitis.
Jurnal THT , 104-111.
Tanzil, K. (2014). Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya. E-Journal WIDYA Kesehatan dan
Lingkungan , 1 (1), 61-67.