Anda di halaman 1dari 45

ASKEP KLIEN DENGAN KONDISI INFLAMASI OTAK

(Abses Otak, Meningitis Bakteri, Meningitis Virus, Rabies, Ensefalitis)

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III

ANNISA FIKRATUL INAYAH C051171001


NALCHE KECHIA RANGAN C051171036
ROSNANI AMPO C051171301
ADANI NOVITASARI C051171016
APRILIA KARTINI C051171025

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan syukur atas kehadira-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
“Askep Klien Dengan Kondisi Imflamasi Otak (Abses Otak, Meningitis Bakteri, Meningitis
Virus, Ensefalitis, Rabies)”.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin, terlepas dari semua itu. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Makassar, 8 Oktober 2019

Kelompok III
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi
masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya
masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi
Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis. Meningitis
sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang
melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada
jaringan parenkim otak. Proses inflamasi meluas di seluruh ruang subarachnoid di sekitar
otak, sumsum tulang belakang dan ventrikel. Oleh karena itu meningitis merupakan suatu
peradangan akut meningeal dan parenkim otak terhadap infeksi bakteri yang umumnya
ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal
(Hanafie, 2006).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulen. Penyebab tersering
dari ensefalitis adalah virus, kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan
oleh enterovirus, gondongan, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pada pasca
infeksi campak, influenza, varisella, dan pascavaksinasi Pertusis (Muttaqin, 2008).
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh
virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah
pada fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi
neurologis anak termasuk konfusi mental dan kejang (Syarifah,2013)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan abses otak?


2. Apa penyebab abses otak?
3. Bagaimana manifestasi klinis abses otak?
4. Bagaimana penyimpangan KDM abses otak?
5. Bagaimana penatalaksanaan abses otak?
6. Bagaiamana pemeriksaan diagnosis abses otak?
7. Bagaiamana asuhan keperawatan abses otak?
8. Apa yang dimaksud dengan meningitis?
9. Apa penyebab dari meningitis?
10. Bagaimana manifestasi klinis meningitis?
11. Bagaimana penyimpangan KDM meningitis?
12. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis?
13. Bagaimana penatalaksanan meningitis?
14. Bagaiamana pemeriksaan penunjang meningitis?
15. Bagaimana asuhan keperawatan meningitis?
16. Apa yang dimaksud dengan penyakit rabies?
17. Apa penyebab penyakit rabies?
18. Bagaimana manifestasi klinis penyakit rabies?
19. Bagiamana penyimpangan KDM penyakit rabies?
20. Bagaiamana penatalaksanaan penyakit rabies?
21. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit rabies?
22. Apa yang dimaksud dengan ensefalitis ?
23. Apa penyebab dari ensefalitis?
24. Bagaimana manifestasi klinis ensefalitis?
25. Bagaimana penyimpangan KDM ensefalitis?
26. Bagaimana penatalaksanan ensefalitis?
27. Bagaiamana pemeriksaan penunjang ensefalitis?
28. Bagaimana masalah keperawatan ensefalitis?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari abses otak
2. Untuk mengetahui penyebab abses otak
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis abses otak
4. Untuk mengetahui penyimpangan KDM abses otak
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan abses otak
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnosis abses otak
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan abses otak
8. Untuk mengetahui definisi meningitis
9. Untuk mengetahui penyebab dari meningitis
10. Untuk mengetahi manifestasi klinis meningitis
11. Untuk mengetahui penyimpangan KDM meningitis
12. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis
13. Untuk mengetahui penatalaksanan meningitis
14. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang meningitis
15. Untuk mengetahui asuhan keperawatan meningitis
16. Untuk mengetahui definisi penyakit rabies
17. Untuk mengetahui penyebab penyakit rabies
18. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit rabies
19. Untuk mengetahui penyimpangan KDM penyakit rabies
20. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit rabies
21. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit rabies
22. Untuk mengetahui definisi ensefalitis
23. Untuk mengetahui penyebab dari ensefalitis
24. Untuk mengetahui manifestasi klinis ensefalitis
25. Untuk mengetahui penyimpangan KDM ensefalitis
26. Untuk mengetahui penatalaksanan ensefalitis
27. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ensefalitis
28. Untuk mengetahui asuhan keperawatan ensefalitis
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Definisi Abses Otak


Pada era “Preantibiotik” angka kematian sangat tinggi mencapai 40-60 % , dan
akhir-akhir ini angka kematian bisa ditekan sampai dibawah 25 % berkat penggunaan
antibiotik yang tepat dan adanya alat penunjang CT Scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging). Meskipun mortalitas menurun, tetapi abses otak masih merupakan ancaman
kematian, terutama mengenai kelompok usia muda.

Abses otak merupakan penumpukan pus didalam jaringan otak yang berasal dari
fokus primer ditempat lain (misal,telinga,sinus mastoid,sinus nasal,jantung,tulang,paru-
paru,atau bakteremia primer). Infeksi dapat menyerang otak dalam beberapa cara yang
berbeda. Pada otitis media, infeksi dapat meluas melalui kavum timpani atau melalui
mastoid dan meningeal untuk mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena-vena
ditelinga dalam,yang menyebabkan trombosis vena. Trombosis ini mengganggu sirkulasi
serebral, menyebabkan iskemia dan infark yang merangsang timbulnya infeksi lokal.
(black & Hawks, 2014)

1.2 Etiologi Abses Otak


Abses otak dapat disebabkan oleh beraneka ragam bakteri. Dari kepustakaan yang
lampau khususnya dalam era pra- antiobiotik, organisme penyebab yang sering dijumpai
adalah streptokukus aerobik (S. Viridans, S.beta hemolitik) , stafilokokus ( S.auerus, S
epidermidis), hemofilus (H. Influenza H. Parainfluenza) dan golongan enterobakteri ( E
coli , spesies klebsiela, spesies enterobakteri , sitrobakteria , proteus ) serta pneumokokus
. Disamping itu juga sering kali dijumpai hasil biakan yang streril.organisme anaerob
juga menunjukkan perannya dalam kejadian infeksi manusia dan yang kerap menjadi
penyebab abses otak adalah spesies bakteroides, streptokokus anaerobik, fusobakteria,
veillomella,eikenella,propionibakter,klostridia dan spesies aktinomises.

1.3 Manifestasi Klinis Abses Otak


Secara prinsip sama dengan yang tampak pada lesi desak ruang otak lainnya.

Manifestasi paling umum : Sakit kepala dan latergia


Manifestasi infeksi : Demam dan menggigil dapat ditemukan pada separuh kasus-
kasus. Klien dapat merasa mengantuk, kebingungan dan status mental terganggu sebagai
akibat dari edema serebral,peningkatan TIK, dan efek intrakranial dari abses otak .

Manifestasi awal : Dapat berkurang dan kemudian dalam beberapa hari atau minggu
tanda-tanda peningkatan TIK dapat muncul (misalnya,sakit kepala berulang,perubahan
tingkat kesadaran, kejang fokal atau menyeluruh)

1.4 Penyimpangan KDM Abses Otak

Faktor-faktor predisposisi: invasi bakteri ke


otak langsung. Penyebaran infeksi dari daerah
lain,penyebaran infeksi dari organ lain

Infeksi/septikemia
jaringan otak

Proses supurasi dari meningen

Peningkatan TIK Penekanan area


Pembentukan
transudat dan eksudat fokal

Penekanan area
Edema serebral pengatur kesadaran Kejang dan
nyeri kepala

Perubahan tingkat kesadaran :


Perubahan Perfusi Nyeri akut
letargik, perubahan perilaku
jaringan serebral Risiko cedera
,disorientasi,dan fotofobia

Kesadaran
Koma

Ketidakmampuan koping keluarga


Ansietas
Gangguan persepsi sensorik

Penumpukan
sekret,kemampuan
batuk menurun

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

1.5 Penatalaksanaan Abses Otak


1. Antibiotik : kombinasi penisilin dan metronidazol/kloramfenikol adalah pilihan
pertama. Kombinasi alternatif adalah sefalosporin generasi III seperti : seftriakson
/sefotaksim dan metronidazol
 Penisilin G atau sefalosporin generasi III (sefotaksim, seftriakson) dapat
digunakan untuk streptococci sp. Dosis penisilin G 20-24 juta unit, dan juga 4-6
juta unit.kloramfenikol atau metronidazol dapat diberikan secara intravena dengan
loading dose 15 mg/kg diikuti 7,5 mg/kg setiap 6 jam
 Golongan penisilin resisten beta-laktam (oksasilin ,metisilin, nafsilin ) dengan
dosis 1,5 g setiap 4 jam IV atau vankomisin dosis 1 g setiap 12 jam IV, diberikan
untuk Staphylococcus aureus , infeksi staphyolococcus sp pascaoperasi saraf,
trauma, atau endokarditis bakterialis
 Metronidazol dosis 500 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah otak dan
tidak dipengaruhi oleh kartikosteroid, tetapi hanya aktif untuk bakteri
streptococus anaerob, aerob, dan mikroaerofilik.
 Sefalosporin generasi III (sefotaksim,seftriakson )umumnya adekuat untuk
organisme gram-negatif aerob. Jika terdapat pseudomonas, sefalosporin parenteral
pilihan adalah seftazidim atau sepepim.
 Trimetoprin-sulfametoksasol dosis tinggi 15 mg/kg/hari dari komponen
trimetopin dibagi 3-5 dosis untuk abses otak dengan penyebab nocardia sp. Dosis
dapat diturunkan 1/2 –nya selama 3-6 bulan pada pasien tanpa penekanan imun
dan selama 1 tahun pada pasien dengan penekanan imun.
2. Kortikosteroid : penggunaannya masih kontroversial. Deksametason 16 mg/hari pada
orang dewasa dan 0,5 mg/kg/hari pada anak,berguna untuk mengurangi edema
serebri. Kerugiannya adalah berkurangnya kemampuan penetrasi antibiotik,
berkurangnya pembentukan kapsul, dan meningkatnya nekrosis. Penggunaan
kaartikosteroid sebaiknya berdurasi singkat dan dosisnya perlu dikurangi secara
bertahap
3. Manitol 20 % dan hiperventilasi : menurunkan TIK
4. Aspirasi atau eksisi: diindikasikan pada abses berdiameter >2,5 cm dan lebih
terbentuk kapsul definitif yang tampak pada pencitraan. Terapi ini bermanfaat untuk
mengisolasi organisme dan menurunkan TIK. (Dewanto Sp,s, Suwono Sp,s, Riyanto
Sp.s, & Turana Sp,s, 2009)

1.6 Pemeriksaan Diagnosis Abses Otak


1. CT scan dan MRI otak : bermanfaat untuk konfirmasi diagnosis, penentuan lokasi
lesi, dan pemantauan terapi
2. Rontgen torak : mencari sumber infeksi dari jantung atau paru,serta menentukan
adanya tanda penyakit jantung kongenital
3. Pungsi lumbal dikontraindikasikan karena resiko hemiasi otak. (Dewanto Sp,s,
Suwono Sp,s, Riyanto Sp.s, & Turana Sp,s, 2009)

1.7 Asuhan Keperawatan Abses Otak


Dx. Keperawatan Outcome Intervensi
Ketidakefektifan bersihan Status pernafasan : kepatenan Manajemen jalan nafas (3140)
jalan nafas (00031 jalan nafas (0410) Aktivitas-aktivitas :
Domain 13 Indikator : - Posisikan pasien
keamanan/perlindungan - Frekuensi pernafasan dengan
kelas 2 cedera fisik - Kemampuan untuk memaksimalkan
mengeluarkan sekret ventilasi
Batasan Karakteristik - Suara nafas tambahan - Monitor status
- Batuk yang tidak efektif - Penggunaan otot pernafasan da
- Sputum dalam jumlah yang bantu nafas oksigenasi,sebagaiman
berlebihan a mestinya
Faktor yang berhubungan - Buang sekret deng
- Infeksi memotivasi pasien
untuk melakukan
batuk atau
penyedotan lendir
- Lakukan fisioterapi
dada sebagaimana
mestinya
- Instruksikan
bagaimana agar bisa
melakukan batuk
efektif
Nyeri Akut (00132) Kontrol Nyeri (1605) hlm.247 Manajemen Nyeri (1400)
Domain 12 kenyamanan Indikator : Aktivitas-aktivitas
Kelas 1 kenyamanan fisik - Mengenali kapan nyeri - Ajarkan prinsip-prinsip
terjadi manajemen nyeri
Batasan karakteristik - Menggambarkan - Monitor kepuasan
- Perubahan pada parameter faktor penyebab pasien terhadap
fisiologis - Menggunakan manajemen nyeri
Faktor yang berhubungan tindakan pencegahan dalam interval yang
- Agen cedera biologs - Menggunakan spesifik
tindakan pengurangan - Informasikan tim
nyeri tanpa analgesik kesehatan
- Menggunakan lain/anggota keluarga
analgesik yang mengenai strategi non
direkomendasikan farmakologi yang
- Melaporkan sedang digunakan
perubahan terhadap untuk mendorong
gejala nyeri pada pendekatan preventif
profesional kesehatan terkait dengan
manajemen nyeri
- Gunakan tindakan
pengontrol nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
Risiko Cedera (00035) Kontrol Risiko (1902) hlm.248 Identifikasi risiko (6610)hlm.
Domain 11 Indikator : 115
keamanan/perlindungan - Mencari informasi Aktivitas-aktivitas:
Kelas 2 cedera fisik tentang risiko - kaji ulang data yang
kesehatan didapatkan dari
Faktor risiko - Mengidentifikasi pengkajian risiko
- Pajanan pada patogen faktor risiko secara rutin
- Hambatan fisik - Menyesuaikan strategi - instruksikan faktor
Kondisi terkait kontrol risiko risiko dan rencana
- Gangguan psikomotor - Menghindari paparan untuk mengurangi
ancaman kesehatan faktor risiko
- Mengenali perubahan - implementasikan
status kesehatan aktivitas-aktivitas
pengurangan risiko
- Rencanakan monitor
risiko kesehatan dalam
jangka panjang
Ketidakmampuan koping Koping keluarga (2600) hlm. Peningkatan koping (5230)
keluarga (00073) 282 hlm.337
Domain 9 koping/toleransi Indikator : Aktivitas-aktivitas :
stres - menetapkan - dukung sikap keluarga
Kelas 2 respon koping fleksibilitas peran terkait dengan
- memungkinkan harapan yang realistis
Batasan karakteristik : fleksibilitas peran sebagai upaya untuk
- Depresi anggota keluarga mengatasi perasaan
- Gangguan - melibatkan anggota ketidakberdayaan
kemampuan untuk keluarga dalam - dukung kemampuan
menyusun kehidupan pengambilan mengatasi situasi
yang berarti keputusan secara berangsur-
- Hiperfokus pada klien - menggunakan strategi angsur
dalam waktu lama pengurangan stres - turunkan stimulus
Faktor yang berhubungan yang berpusat pada yang dapat diartikan
- Perbedaan gaya keluarga sebagai suatu
koping antara individu ancaman dalam suatu
pendukung dan klien lingkungan tertentu
- dukung keterlibatan
keluarga,dengan cara
yang tepat.
Ansietas (00146) Penerimaan status kesehatan Pengurangan kecemasan
Domain 9 koping/toleransi (1300) (5820)
stres Indikator: Aktivitas-aktivitas :
Kelas 2 respons koping - Mengenal realita - Gunakan pendekatan
situasi kesehatan yang tenang dan
Batasan karakteristik : - Menyesuaikan meyakinkan
- Gelisah perubahan dalam - Dorong keluarga
- Khawatir tentng status kesehatan untuk mendampingi
perubahan dalam - Mengekspresikan klien dengan cara
peristiwa hidup kedamaian dari dalam yang tepat
Faktor yang berhubungan : diri - Berikan objek yang
- Stresor - Mengatasi situasi menunjukkan
- Ancaman pada status kesehatan yang ada perasaan aman
terkini - Membuat keputusan - Identifikasi pada saat
tentang kesehatan terjadi perubahan
tingkat kecemasan
- Dukung penggunaan
mekanisme koping
yang sesuai
2.1 Definisi Meningitis
Penyakit meningitis merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya infeksi
meninges atau yang dikenal dengan selaput yang melindungi sistem saraf pusat pada
manusia. Infeksi tersebut bisa terjadi karena adanya peradangan yang disebabkan karena
virus maupun bakteri pada selaput meninges tersebut. Penyakit meningitis diketahui
mampu membuat bagian saraf manusia, sum sum tulang belakang dan otak menjadi rusak
(Andareto, 2015)
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai
dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.
Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan
menghasilkan eksudat berupa pus (Andareto, 2015)

2.2 Etiologi Meningitis


Bakteri yang dapat menyebabkan meningitis di antaranya adalah Streptococcus
pneumoniae, Neisseria meningitidis, dan Haemophilus influenzae. Virus yang dapat
menyebabkan meningitis misalnya enterovirus, paromyxovirus, West Nile virus, dan
Human Herpes Virus. Fungi yang dapat menyebabkan meningitis adalah Cryptococcus
neoformans, Coccidioides immitis, dan Blastomyces dermatitidis. Parasit yang dapat
menyebabkan meningitis adalah Acanthamoeba spp, Strongyloides stercoralis, dan
Taenia solium (Meisadona, Soebroto, & Estiasari, 2015)

2.3 Manifestasi Klinis Meningitis


Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi,
muntah dan kejang. Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang
jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian
diikuti oleh pembesaran kelenjar parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat.
Rasa nyeri dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku (kaku
kuduk) yang disebabkan oleh otot-otot ekstensor tengkuk yang mengenjang. Bila hebat,
terjadi opistotonus yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung
dalam sikap hiperekstensi. Selain itu kesadaran dapat menurun. Tanda kernig dan
brudzinsky positif (Hanafie, 2006).
Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit
kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
mukopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.
Gejala yang tampak pada meningitisCoxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada
palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit
kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung. Meningitis bakteri biasanya
didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri
biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat
akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri
punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulent (Muttaqin, 2008)

Gejala berdasarkan (Sabilarrusyandi & Ekorini, 2014) yang timbul yaitu panas,
kejang, penurunan kesadaran dengan gejala tambahan berupa sakit kepala , mual dan
muntah. Gejala meningitis pada anak hampir sama namun terjadi hal-hal patognomonis
yang dapat membedakan. Kejang, penurunan kesadaran, efusi subdural dan empiema
subdural sering muncul pada meningitis akibat infeksi Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilius influenzae.

2.4 Penyimpangan KDM Meningitis

Bakteri: Virus:
 Streptococcus pneumonia  Enterovirus
 Neisseria meningitides  Paromyxovirus
 Haemophilus influenzae  Human Herpes Virus

Masuk melalui udara, luka


atau peradangan organ

Menyebar ke meningen
otak

Menyebabkan kerusakan
jaringan meningen
Edema MENINGITIS

Terangsangnya Peningkatan massa Invasi nervus Invasi pathogen ke


nosiseptor intrakranial perifer & kranial subarachnoid

Persepsi Peningkatan tekanan Penurunan kapasitas Peningkatan sitokin


nyeri intrakaranial adaptif intrakranial

Nyeri akut Penurunan aliran Merangsang saraf


darah ke otak vagus

Hipoksia Risiko ketidakefektifan


Sinyal mencapai
jaringan perfusi jaringan otak
sistem saraf pusat

kejang
Pembentukan
prostaglandin di otak

Risiko
cedera Merangsang hipotalamus
untuk meningkatkan suhu

Hipertermi Mengigil, demam

2.5 Komplikasi Meningitis


Komplikasi yang di timbulkan yaitu : (Sabilarrusyandi & Ekorini, 2014) Tuli
sensoriuneral, epilepsi, gangguan motorik, hidrosefalus, kebutaan, abses serebri, dan
retardasi mental.

2.6 Penatalaksanaan Meningitis


a. Antibiotika
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah dan
Lumbal Punksi guna pembrian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab.
Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan antibiotika
yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan dari sumber
dasar infeksi. Bakteriologikal dan respons gejala klinis kemungkinan akan menjadi
lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF
akan menjadi negatif (Hanafie, 2006).
b. Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri, mengurangi
tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi
antibiotika ke dalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses, oleh karena itu
penggunaaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya
hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang
mengancam dan menimbulkan defisit neurologik fokal (Hanafie, 2006).
c. Terapi Operatif
Penanganan fokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi. Pendekatan
mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh jaringan patologik di mastoid.
Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan operasi ini adalah untuk
memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi
bakteri. Selain itu juga dapat dilakukan tindakan thrombectomi, jugular vein ligation,
perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika broad spectrum dan
obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya akan memberikan outcome yang
baik pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis media (Hanafie, 2006).

2.7 Pemeriksaan Penunjang Meningitis


Pemeriksaan penunjang untuk meningitis dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium,
mikrobiologi, dan pencitraan diatrannya yaitu : (Sabilarrusyandi & Ekorini, 2014)
1. Pemeriksaan CSS dari punksi lumbal, untuk membedakan bakteria atau virus
megikuti kriteria :
a. Virus : tekanan normal-tinggi, jernih, sel <1000/mm3, dominan limfosit,
rasio glukosa CSS plasma >0,3, protein 0,5-1 g/L
b. Piogenik : tekanan tinggi, keruh, sel >1000/ mm3 , dominan neutrofil,
rasio glukosa CSS plasma <0,3, protein >1 g/L
2. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP) dari serum memiliki nilai normal < 10
mg/L, peningkatan CRP serum hingga < 50 mg/L mengindikasikan infeksi virus,
bila >50 mg/L indikasi infeksi bakterial.
3. Pemeriksaan comuted tomography scan (CT scan) atau magnetic resonance
imaging MRI

2.8 Asuhan Keperawatan Meningitis


No Diagnosa Outcome Intervensi
1 Penurunan kapasitas Perfusi jaringan : Peningkatan perfusi
adaktif intrakranial selebral selebral
Domain 9: koping dan Indikator: Aktivitas-aktivitas:
toleransi stres - Tekanan intrakanial - Monitor MAP
Kelas 3: stres dikisaran normal - Hitung dan monitor
neurobehavioral - Tekanan darah sistolik CPP
dan diastolik dikisaran - Monitor TIK pasien dan
Batasan karakteristik: normal respon neurologi
- TIK dasar besar > 10 - Nilai rata-rata tekanan terhadap aktivitas
mmHg darah dikisaran normal perawatan
- Peningkatan TIK tidak - Hindrari pleksi leher
proporsional setelah terjadi - Konsultaskan dengan
stimulus dokter untuk menentukan
tinggi kepala tempat tidur
yang optimal dan monitor
respon pasien terhadap
peraturan posisi kepala.
2 Hipertermia Termoregulasi Perawatan demam
Domain 11: Indikator: Aktivitas-aktivitas:
Keamanan/perlindunga - Hipertermia tidak ada - Pantau suhu dan tanda-
Kelas 6: Termoregulasi - Peningkatan suhu tidak tanda vital lainnya
ada - Beri obat atau cairan IV
Kondisi terkait: - Tekanan nadi normal (anti mengigil)
- Sepsis - Tekanan darah normal - Berikan selimut hangat
- Peningkatan laju - pantau komplikasi-
metabolisme kompilkasi yag
- Penyakit berhbuungan dengan
demam (mis. Kejang)
3 Risiko ketidakefektifan Status Sirkulasi Monitor TIK
Perfusi jaringan otak indikator: aktivitas-aktivitas:
Domain 4: - Tekanan sistol dan - Monitor tekanan aliran
aktivitas/istrahat diastol normal darah otak
Kelas 4: respon - PaCO2 normal - Monitor pasien TIK dan
kerdiovaskuler/ pulmonal - Tidak ada perbedaan reaksi perawatan
oksigen arteri- vena neurologis serta
Faktor risiko: - Tidak ada distensi leher rangsangan lingkungan
- Penyakit neurologis vena - Berikan agen
- Tidak ada edema perifer farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan tertentu
- Beritahukan dokter
untuk peningkatan TIK
yang tidak bereaksi
sesuai dengan peraturan
perawatan
4 Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen nyeri
Domain 12: Kenyamanan Indikator: Aktivitas –Aktivitas :
Kelas 1: Kenyamanan fisik - Mengenal kapan nyeri - Observasi adanya
terjadi petunjuk nonverbal
Batasan karakteristik: - Menggunakan mengenai ketidak
- Perubahan pada pengurangan nyeri tanpa nyamanan
parameter fisio logis (mis, analgesic - Pastikan perawatan
tekanan darah, Frekuensi - Menggunakan analgesik analgesic bagi pasien
jantung, Frekuensi yang direkomendasikan dilakukan debgan
pernafasan, saturasi - Melaporkan perubahan pemantauan yang ketat
oksigen ) terhadap gejala nyeri - Gali bersama pasen
pada professional faktor-faktor yang dapat
Faktor berhubungan: kesehatan menurunkan atau
- Agens cedera biologis - Mengenal apa yang memperberat nyeri
terkait dengan gejala - Berikan individu
nyeri. penurun nyeri yang
optimal dengan
peresepan analgesik
- Ajarkan prinsip prinsip
manajemen nyeri
- Ajarkan penggunaan
teknik non farmakologi
- Ajarkan metide
farmakologi untuk
menurunkan nyeri
- Kolaborasikan pasien,
orang terdekat, dan tim
kesehatan lainnya untuk
memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan
nyeri.
5 Risiko Cedera Kontrol kejang sendiri Manajemen kejang
Domain 11: Indikator: Aktivitas-aktivitas:
Keamanan/perlindungan - Menggambarkan faktor- - Pertahankan jalan napas
Kelas 2: Cedera fisik faktor yang memicu - Monitor arah kepala dan
kejang mata mencegah
Faktor risiko: - Menggunakan obat-obat terjadinya cedera
- Hipoksia jaringan sesuai resep dokter - Monitor status
- Mencegah faktor risiko neurologis
pemicu kejang - Monitor tanda-tanda
vital
- Berikan obat anti kejag
yang benar

3.1 Definisi Penyakit Rabies


Rabies dikenal sebagai salah satu penyakit zoonosis terpenting didunia.
Umumnya rabies dikenal sebagai hidrofobia pada manusia, dan termasuk penyakit yang
disebabkan oleh virus yang menyerang sistem saraf pusat manusia dan hewan berdarah
panas. (Garg, 2014). Setiap hewan berdarah panas, termasuk ternak bisa membawa
rabies. Rabies adalah ensefatalis virus akut, progresif dan tidak tersembuhkan yang
ditemukan di seluruh dunia. Meskipun merupakan salah satu patogen yang dikenal paling
lama, dampaknya tetap besar dalam kedokteran hewan, kesehatan masyarakat, dan
biologi konservasi (Rupprecht & Dietzschold, 2018).

Asal kata rabies dari bahasa latin yaitu rabere atau rabbia. Istilah latin yang
kemudian berkembang menjadi sebutan rabies ini pada awal mulanya diperkirakan
berasal dari bahasa Sansekreta kuno rhabas yang berarti mengamuk, karena gejala klinis
terutama pada anjing ditandai oleh keganasan gejala yang nyata dan menakutkan (Akoso,
2007).

3.2 Etiologi Penyakit Rabies


Rabies disebabkan oleh Lyssavirus, famili Rhabdoviridae yaitu virus yang
berbentuk seperti peluru bersifat neurotropis, menular dan ganas. (Garg, 2014).
Penyebaran virus secara neuronal dari saraf perifer ke sistem saraf pusat, serta diseminasi
virus ke seluruh tubuh yang diperantarai saraf perifer.Virus rabies berkembang biak
dikelenjer ludah hewan yang terserang (Soeharsono, 2002). Umumnya rabies ditularkan
melalui air liur dari gigitan hewan yang terinfeksi. Namun bisa juga disebarkan oleh
kontak dengan membran mukosa sekresi yang terinfeksi dan inhalasi virus aerosol ke
dalam saluran pernafasan. Di dunia, anjing gila merupakan vektor penyakit yang paling
umum. (Dirksen, 2014). Selain anjing, hewan lain yang bisa terjangkit rabies seperti
kucing, kera, musang, serigala, raccoon dan kelelawar.
3.3 Manifestasi Klinis Penyakit Rabies
Pada manusia, masa inkubasi adalah beberapa hari hingga beberapa tahun.
Biasanya 1-3 bulan tetapi dapat bervariasi biasanya kurang dari 1 minggu hingga lebih
dari setahun. Lama masa inkubasi bergantung pada faktor-faktor seperti jumlah virus
yang diinokulasi, tingkat persarafan di tempat masuknya virus, dan kedekatan gigitan
dengan sistem saraf pusat. Adapun gejala awal yang biasa muncul pada penderita rabies
(2 hingga 14 hari setelah paparan) yaitu mengalami gejala flu, nyeri, parestesia atau mati
rasa. Lalu akut sindrom neurologis terjadi 2-7 hari kemudian, gejalanya seperti agitasi,
hipersalivasi, hidrofobia, disartria, vertigo,diplopia dan halusinasi. Koma berkembang
dalam 7 hingga 10 hari sindrom neurologis. Pengalaman pasien kelumpuhan, apnea,
hidrofobia, dan kejang. Kematian terjadi akibat kolapsnya pernapasan dan kardiovaskular
dalam beberapa hari setelah timbulnya koma (Dirksen, 2014)

Manifestasi klinis pada hewan dimulai dengan gejala prodromal tidak spesifik
seperti lemah dan malas. Rabies dapat berkembang menjadi rabies yang ganas atau rabies
yang tenang. Pada rabies yang tenang, anjing tampak senang bersembunyi di tempat yang
gelap dan dingin, serta tampak letargi. Dapat ditemukan kelumpuhan otot tenggorokan
yang tampak dari banyaknya air liur yang keluar karena sulit menelan. Bisa juga
ditemukan kejang-kejang singkat. Pada rabies yang ganas, terdapat perubahan sifat dan
perilaku hewan. Hewan yang awalnya jinak menjadi ganas, tidak menuruti perintah
pemiliknya lagi, dapat menyerang manusia terutama adanya rangsang cahaya dan suara,
suka menggigit apa saja yang dijumpai. Suara akan menjadi parau, mudah terkejut,
gugup, air liur banyak keluar, ekor dilengkungkan ke bawah perut di antara kedua paha.
Anjing kejangkejang, kemudian menjadi lumpuh, dan akhirnya mati. Kematiannya
umumnya disebabkan kelumpuhan pernafasan dan akan timbul dalam waktu 7- 10 hari
setelah gejala prodromal (Tanzil, 2014).
3.4 Penyimpangan KDM Penyakit Rabies

Hewan yang terinfeksi rabies (lyssavirus)

Gigitan RABIES Tanpa gigitan

Luka Virus masuk


dalam tubuh
Terputusnya
inkontinuitas Virus bereplikasi
jaringan dijaringan otot

Merangsang Hipotalamus Virus menuju ke SSP


pengeluaranhistamin meningkatkan titik melalui saraf perifer
dan prostaglandin patok suhu tubuh

Virus bereplikasi dengan


Nyeri akut Hipertermia cepat dan menyebar ke
seluruh sel sel saraf
otak/ neuron

Sistem limbik Hipotalamus Batang otak


Virus berjalan ke arah
perifer melalui saraf
Gangguan emosi Rangsangan haus Pengaturan eferen
dan perilaku dan lapar tidak pernafasan terganggu
dihantarkan
Gangguan nervus kranial
Ventilasi tidak
adekuat
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan Suplai O2 menurun
keseluruh tubuh

Kerja jantung meningkat

Frekuensi nafas cepat


Sesak nafas

Ketidakefektifan
pola nafas

3.5 Penatalaksanaan Penyakit Rabies


Terdapat 3 unsur yang penting dalam PEP (Post Exposure Praphylaxis), yaitu,
perawatan luka, serum antirabies (SAR) dan vaksin antirabies (VAR). Tindakan pertama
yang harus dilaksanakan adalah membersihkan luka dari saliva yang mengandung virus
rabies. Luka segera dibersihkan dengan cara disikat dengan sabun dan air (sebaiknya air
mengalir) selama 10-15 menit, kemudian dikeringkan dan diberi antiseptik. Luka sebisa
mungkin tidak dijahit namun jika memang perlu sekali, maka dilakukan jahitan situasi
dan diberi SAR yang disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan
sisanya disuntikkan secara intramuskuler ditempat yang jauh dari tempat inokulasi
vaksin. Disamping itu, perlu dipertimbangkan pemberian serum/vaksin antitetanus,
antibiotik untuk mencegah infeksi, dan pemberian analgetik (Tanzil, 2014).

3.6 Asuhan Keperawatan Penyakit Rabies


No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d agens Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
cedera biologis Indikator : Aktivitas-aktivitas :
(001322)  Mengenali kapan  Monitor kepuasan
nyeri terjadi pasien terhadap
Domain 12:  Menggambarkan manajemen nyeri
Kenyamanan, kelas 1 : faktor penyebab dalam interval yang
kenyamanan fisik. Hlm  Menggunakan spesifik
469 tindakan pencegahan  Pilh dan
 Mengenali apa yang implementasikan
terkait dengan gejala tindakan yang
nyeri beragam (misalnya
farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal) untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri,
sesuai dengan
kebutuhan
 Ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri
 Kolaborasi dengan
pasien, orang terdekat
dan tim kesehatan
lainnya untuk
memilih dan
mengimplementasika
n tindakan penurun
nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
2 Hipertermia b/d Termoregulasi (0800) Perawatan demam (3740)
penyakit (00007) Indikator : Aktivitas-aktivitas :
 Melaporkan  Pantau suhu dan
Domain 11: kenyamanan suhu tanda-tanda vital
keamanan/perlindungan,  Peningkatan suhu  Tutup pasien dengan
kelas 6 : termoregulasi. kulit selimut atau pakaian
Hlm 457  Hipertermia ringan, tergantung
 Sakit kepala pada fase demam
(yaitu : memberikan
selimut hangat untuk
fase dingin,
menyediakan pakaian
atau linen tempat
tidur ringan untuk
demam dan fase
bergejolak/flush)
 Dorong komsumsi
cairan
 Fasilitasi istirahat,
terapkan pembatasan
aktivitas, jika
diperlukan
3 Ketidakseimbangan Nafsu makan (1014) Manajemen nutrisi (1100)
nutrisi : kurang dari Indikator : Aktivitas-aktivitas :
kebutuhan tubuh  Hasrat/keinginan  Monitor kalori dan
(00002) untuk makan supan makanan
 Menyenangi makanan  Tentukan status gizi
Domain 2 : nutrisi,  Intake makanan pasien dan
kelas 1 : makan. Hlm  Intake cairan kemampuan untuk
177  Rangsangan untuk memenuhi kebutuhan
makan gizi
 Instruksikan pasien
mengenai kebutuhan
nutrisi
 Anjurkan keluarga
untuk membawa
makanan favorit klien
sementara berada di
rumah sakit atau
fasilitasi perawatan,
yang sesuai
4 Ketidakefektifan pola Status pernafasan (0415) Monitor pernafasan (3350)
nafas b/d gangguan Indikator : Aktivitas-aktivitas :
neurologis (00032)  Frekuensi pernafasan  Monitor pola nafas
 Irama pernafasan (misalnya, bradipneu,
Domain 4 :  Kedalaman inspirasi takipneu,
aktivitas/istirahat, kelas  Suara aukultasi nafas hiperventilasi)
4 : respons  Monitor keluhan
kardivaskuler/pumonal. sesak nafas , termasuk
Hlm 243 kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak
nafas tersebut
 Auskultasi suara
nafas, catat area
dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara
nafas tambahan
 Berikan terapi nafas
nafas jika diperlukan

4.1 Definisi Ensafalitis


Ensefalitis merupakan infeksi pada jaringan otak yang dapat disebabkan leh
virus, bakteria, jamur atau parasite. (Joyce & Jane, 2014 )

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulen. Penyebab tersering
dari ensefalitis adalah virus, kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan
oleh enterovirus, gondongan, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pada pasca
infeksi campak, influenza, varisella, dan pascavaksinasi Pertusis (Muttaqin, 2008).

Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan


oleh virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan
masalah pada fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan
kondisi neurologis anak termasuk konfusi mental dan kejang (Syarifah,2013)
Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral ensefalitis)
disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla spinalis. Dan ensefalitis
sekunder (post infeksi ensefalitis) dapat merupakan hasil dari komplikasi infeksi virus
saat itu. (Syarifah,2013)

4.2 Etiologi Ensafalitis


Bakteri penyebab ensefalitis adalah staphylococcus aureus, streptokous, E. Coli,
M. tuberculosa dan T. Paliidum. Tiga bakteri yang pertama merupakan penyebab
ensefalitis bacterial akut yang menimbulkan pernanahan pada korteks serebri sehingga
terbentuk abses serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut ensefalitis supuratif akut
(Mansjoer, 2000)

Menurut Riyadi (2010) menyebutkan penyebab terjadinya ensefalitis yaitu:


Berupa bakteri (LDH serum meningkat) , Virus dan Jamur.

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya


bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan
tersering ialah virus. Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis
terbanyak adalah Herpes simpleks, arbovirus, Eastern and Western Equine, La Crosse,
St. Louis encephalitis. Penyebab yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackie dan
Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies, cytomegalovirus (CMV). (Syarifah,2013)
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :
1. Infeksi virus yang bersifat epidemic
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
astern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,
imfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca
vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi
raktus respiratorius yang tidak spesifik
4.3 Manifestasi Klinis Ensafalitis
Trias ensefalitis yang khas ialah :
1. Demam,
2. Kejang,
3. Kesadaran menurun ( Bila berkemang menjadi abses serebri akan timbul gejala –
gejala infeksi umum : Sakit kepala ringan, demam rendah, perubahan status
mental seperti kebingungan, hemiparesis, kejang, afasia, dan defisit nervus
kranialis
Manifestasi klinis tergantung kepada :
1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :
- Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama
lobus temporalis
- Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.
2. Patogenesis agen yang menyerang.
3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.
4.4 Penyimpangan KDM Ensafalitis

Virus, Bakteri, Jamur, & Parasit

Nyeri akut
masuk ke jarinngan otak secara local,
hematogen &melalui saraf -saraf
Persepsi nyeri

merangsang system
merangsang sel pertahanan tubuh
saraf (nosi septor)

memicu reaksi antigen


Merangsang
antibody
mediator kimia

Terjadi intoleransi

Ensefalitis

Pembentukan Kerusakan Kerusakan


Transudat & nervus V nervus IX
Iritasi korteks Reaksi kuman TIK ↑
cerebral fokal patogen Eksudat
kesulitan sulit makan
Edema serebral mengunyah (menelan)
kejang, Nyeri Peningkatan Mual muntah
kepala sitokinin
Merangsang
saraf vagus
Intake makanan
in adekuat Gangguan
perfusi jaringan ketidakseimbangan
serebral nutrisi : kurang dari
Pembentukan kebutuhan tubuh
prostaglandin di
otak
suplai nutrisi ↓ Kesadaran ↓

Respon
hipotalamus Sel kurang nutrisi Penumpukan
berupa ↑ suhu sekret
tubuh

Hipertermi Kelemahan
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Intoleransi
aktivitas
4.5 Penatalaksanaan Ensafalitis
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.
Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah
mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien
koma yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral
atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan
asam basa darah.
Tidak ada penatalaksanaan yang spesifik untuk ensefalitis. Vaksin tersedia untuk
melawan ensefalitis kuda timur dan kuda barat. Pencegahan adalah faktor yang penting,
yaitu tetap berada di dalam ruangan saat fajar dan petang hari. Jika diluar, gunakan baju
lengan panjang dan gunakan antiserangga berbasis dietiltoluamid (DEET) untuk
meminimalkan risiko gigitan serangga dan kutu. Obat-obat antiinlamasi dapat digunakan
untuk pengobatan simtomatik, sementara kasus ensefalitis viral progresif dapat ditangani
dengan obat-obat antivirus seperti asiklovir. Perawatan suportif dan menyeluruh
dibutuhkan saat masa-masa akut penyakit. Rehabilitasi mungkin diperlukan bagi mereka
dengan gangguan neurologis sebelumnya.

4.6 Pemeriksaan Penunjang Ensafalitis


1. Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi adalah prosedur sering dilakukan di departemen gawat darurat
untuk mendapatkan informarsi tentang cairan cerebrospinal (CSF). Meskipun
biasanya digunakan untuk tujuan diagnostic menyingkirkan potensi kondisi yang
mengancam jika seperti seperti meningitis bakteri atau pendarahan subarachnoid,
pungsi lumbal juga kadang- kadang dilakukan untuk alasan teraupetik, seperti
pengobatan pseudotumor cerebri. Analisis cairan CSF juga dapat membantu dalam
diagnosis berbagai kondisi lain, seperti penyakit demielinasi dan meningitis
carcinomatous. Pungsi lumbal harus dilakukan hanya setelah pemeriksaan
neurologis namun tidak pernah menunda intervensi berpotensi menyelamatkan
nyawa seperti antibiotik dan steroid untuk pasien dengan dicurigai meningitis
bakteri.
Indikasi untuk lumbal pungsi
Pumgsi lumbal harus dilakukan untuk indikasi berikut :
- Kecurigaan diduga meningitis
- Kecurigaan subarachnoid hemorrhage
- Penyakit system saraf pusat seperti sindrom Guillain- Barred an terapi
carcinomatous meningitis.
- pseudotumor cerebri
Kontraindikasi untuk pungsi lumbal
Kontraindikasi mutlak untuk pungsi lmbal adalah adanya kulit yang terinfeksi
atas situs entri jarum dan adanya tekanan yang tidak sama antara kompartemen
supratentorial dan infratentorial. Yang terakhir indikasi ini biasanya diringkas oleh
temuan karakteristik berikut pada otak tomografi (CT) :
- Kehilangan pergeseran garis tengah posterior
- Hilangnya suprakiasmatik dan basilar
- massa fossa posterior
- kehilangan superior cerebellar system
- kehilangan quadrigeminal plate system
Kontraindikasi relatif terhadap pungsi lumbal meliputi :
- peningkatan tekanan intracranial ICP
- Koagulopati
- Abses Otak
2. Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat
bilateral). Pada Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG: 1)
gelombang delta aktif yang terus-menerus ;2) gelombang delta yang disertai spike
(gelombang paku) ;3)pola koma alpha. Pada St Louis ensefalitis karakteristik EEG
ditandai adanya gelombang delta yang difus dan gelombang paku tidak menyolok pada
fase akut. Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak meningkatkan morbiditas dan
mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau CT- scan , pada
daerah tersebut dapat dilakukan biopsy tetapi apabila pada CT- scan dan EEG tidak
didapatkan lesi fokal, biopsi tetap dilakukan dengan melihat tanda klinis fokal.
Apabila tanda klinis fokal tidakdidapatkan maka biopsi dapat dilakukan pada daerah
lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes simpleks.
3. Laboratorium
Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
mendapatkan hasil yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan otak ;
dari feces untuk jenis enterovirus,sering didapatkan hasil positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang dominasi
oleh sel mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm pada 95% pasien. Pada 48 jam pertama
infeksi, pleositosis cenderung didominasi oleh sel polimorfonuklear, kemudian berubah
menjadi limfosit pada hari berikutnya. Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal
dan jumlah ptotein meningkat. PCR (polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis ensefalitis.
Pemeriksaan PCR ( polymerase chain reaction ) pada cairan serebrospinal
biasanya positif lebih awal dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR mempunyai
sensitivitas 75% dan spesifisitas 100% dan ada yang melaporkan hasil postif pada 98%
kasus yang telah terbukti dengan biposi otak.Tes PCR untuk mendeteksi West Nile virus
telah dikembangkan di California.PCR digunakan untuk mendeteksi virus-virus
DNA.Herpes virus dan Japenese B encephalitis dapat terdeteksi dengan PCR.

4.7 Asuhan Keperawatan Ensafalitis


NO Diagnosis Outcome Intervensi
1. Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen nyeri
Domain 12: Kenyamanan Indikator: Aktivitas –Aktivitas :
Kelas 1: Kenyamanan fisik - Mengenal kapan nyeri terjadi - Observasi adanya petunjuk
- Menggunakan pengurangan nonverbal mengenai ketidak
Batasan karakteristik: nyeri tanpa analgesic nyamanan
- Perubahan pada parameter fisio - Menggunakan analgesik yang - Pastikan perawatan analgesic
logis (mis, tekanan darah, Frekuensi direkomendasikan bagi pasien dilakukan debgan
jantung, Frekuensi pernafasan, - Melaporkan perubahan pemantauan yang ketat
saturasi oksigen ) terhadap gejala nyeri pada - Gali bersama pasen faktor-
professional kesehatan faktor yang dapat menurunkan
Faktor berhubungan: - Mengenal apa yang terkait atau memperberat nyeri
- Agens cedera biologis dengan gejala nyeri. - Berikan individu penurun
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik
- Ajarkan prinsip prinsip
manajemen nyeri
- Ajarkan penggunaan teknik
non farmakologi
- Ajarkan metide farmakologi
untuk menurunkan nyeri
- Kolaborasikan pasien, orang
terdekat, dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri.
2. Hipertermia Termoregulasi Perawatan demam
Domain 11: Keamanan/perlindunga Indikator: Aktivitas-aktivitas:
Kelas 6: Termoregulasi - Hipertermia tidak ada - Pantau suhu dan tanda-tanda
Kondisi terkait: - Peningkatan suhu tidak ada vital lainnya
- Sepsis - Tekanan nadi normal - Beri obat atau cairan IV (anti
-Peningkatan laju metabolisme - Tekanan darah normal mengigil)
- Penyakit - Berikan selimut hangat
- pantau komplikasi-kompilkasi
yag berhbuungan dengan
demam (mis. Kejang)
3. Keletihan Kelelahan : Efek yang Manajeme Energi
Domain 4 : Aktivitas/Istirahat menganggu Aktvitas-aktivitas :
Kelas 3 : Keseimbangan Energi Indikator : - Kaji status fisiologis
Batasan Karakteristik : - Malaise pasien yang
- Kelelahan - Penurunan energi menyebabkan
- Kurang Energi - Perubahan status kelelahan sesuai
nutrisi dengan konteks usia
Faktor yang berhubungan : dan perkembangan
- Malnutrisi - tetntukan persepsi
pasien atau orang
terdekat dengan pasi
mengenai penyebab
kelelahan
- Pilih intervensi
untuk mengurangi
kelelahan baik secara
farmakologi maupun
non farmakologis ,
dengan tepat
- monitor intake atau
asupan nutrisi untuk
mengetahui sumber
energi yyang adekuat
- monitor respon
oksigen pasien
(misalnya, tekanan
nadi, tekanan darah,
respirasi ) saaat
perawatan maupun
saat melakukan
perawatan diri secara
mandiri
- Intruksikan pasien
atau orang yang
dekat dengan pasien
mengenai kelelahan
(gejala yang
mungkin muncul dan
kekambuhan yang
mngkin nanti akan
muncul kembali
- instruksikan pasien
untuk mengenali
tanda dan gejala
kelelahan yang
memerlukan
pengurangan
aktivitas
4. Ketidakefektifan bersihan jalan Status Pernafasan : Manajemen jalan napas
napas Kepatenan jalan nafas Aktivitas-aktivitas :
Domain 11 : Keamanan/ Indikator : - posisikan pasien
Perlindungan - Frekuensi untuk
Kelas 2 : Cedera fisik pernafasan memaksimalkan
- Suara nafas ventilasi
Batasan Karakteristik : tambahan - buang secret dengan
Sputum dalam jumlah yang - Akumulasi sputum memotivasi pasien
berlebihan untuk melakukan
Faktor berhubungan : batuk/ menyedot
- Disfungsi lendir
neuromuskular - auskultasi suara
nafas, catat area
yang ventilasinya
menurun atau tidak
ada dan adanya suara
tambahab
- monitor status
pernafasan dalam
oksigenasi,
sebagaimana
mestinya
5. Ketidakseimbangan nutrisi : Status menelan Terapi menelan
kurang dari kebutuhan tubuh Indikator : Aktivitas-aktivitas :
Domain 2 : Nutrisi - Kemampuan - Kolaboraskan
Kelas 1 : Makan mengunyah dengan ahli terapi
- Refleks menelan wicara untuk
Batasan karakteristik : sesuai dengan menginstruksikan
- Kelemahan otot waktunya pada keluarga pasien
pengunyah mengenai program
- Kelemahan otot untuk latihan menelan
menelan - ajari pasien untuk
mengucapkan kata
Faktor yang berhubungan : “ahs” untuk
- Ketidakmampuan meningkatkan
mencerna makanan elevasi langit-langit
halus jik
menungkinkan
- bantu untuk menjaga
intake cairan dan
kalori yang adekuat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Abses otak merupakan penumpukan pus didalam jaringan otak yang berasal dari
fokus primer ditempat lain (misal,telinga,sinus mastoid,sinus nasal,jantung,tulang,paru-
paru,atau bakteremia primer). Infeksi dapat menyerang otak dalam beberapa cara yang
berbeda. Penyakit meningitis merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya infeksi
meninges atau yang dikenal dengan selaput yang melindungi sistem saraf pusat pada
manusia. Infeksi tersebut bisa terjadi karena adanya peradangan yang disebabkan karena
virus maupun bakteri pada selaput meninges tersebut. Penyakit meningitis diketahui
mampu membuat bagian saraf manusia, sum sum tulang belakang dan otak menjadi
rusak.

Rabies adalah ensefatalis virus akut, progresif dan tidak tersembuhkan yang
ditemukan di seluruh dunia. Umumnya rabies dikenal sebagai hidrofobia pada manusia,
dan termasuk penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem saraf pusat
manusia dan hewan berdarah panas. Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system
saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulen.
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh
virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah
pada fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi
neurologis anak termasuk konfusi mental dan kejang

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa masih ada beberapa hal yang menjadi kekurangan dari
makalah ini. Sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang mampu membangun dan
membantu kami dalam memperbaiki makalah ini sebagaimna semestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. (2007). Pencegahan & Pengendalian Rabies Penyakit Menular pada Hewan dan
Manusia. Kanisius.

Andareto, O. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta.

black , J., & Hawks, J. H. (2014). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH . Singapore : Elsevier .

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan (8th ed.).

Bulechek, Gloria M. dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Jakarta: Elsevier.

Dewanto Sp,s, d., Suwono Sp,s, d., Riyanto Sp.s, d., & Turana Sp,s, d. (2009). DIAGNOSIS &
TATA LAKSANA PENYAKIT SARAF. Jakarta: EGC.

Dirksen, L. B. (2014). Medical-Surgical Nursing. (9, Ed.) Elsevier.

Garg, S. R. (2014). Rabies in Man and Animal. Springer.

Hanafie, A. (2006). Diagnostik dan Penatalaksanaan Meningitis Otogenik. Suplemen Jurnal


Kedokteran Nusantara , 253-260.

Kurniawan, J. (2018). Ensefalitis Virus dengan Gejala Sisa Neurologis. Jurnal Kedokteran , 1.

Meisadona, G., Soebroto, A. D., & Estiasari, R. (2015). Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis
Bakterial. Departemen Neuorologi Fakultas Kedokteran UI , 42 (1), 15-19.

Moorhead, Sue dkk. 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC). Jakarta: Elsevier.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor

Purnomo, A. (2010). Asuhan Kepawaratan pada Ensefalitis. Jurnal Kesehatan , 17-18.

Rupprecht, C., & Dietzschold, B. (2018). Rabies Symptoms, Diagnosis, Prophylaxis and
Treatment. MDPI.
Sabilarrusyandi, & Ekorini, H. M. (2014). Tuli Sensorineural sangat Berat Pasca Meningitis.
Jurnal THT , 104-111.

Soeharsono. (2002). Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Kanisius.

Tanzil, K. (2014). Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya. E-Journal WIDYA Kesehatan dan
Lingkungan , 1 (1), 61-67.

Zawani, S. (2013). Ensefalitis Pada Anak. Jurnal Kesehatan , 4-16.

Anda mungkin juga menyukai