Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah satu
penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah
virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka
kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.

Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit
yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada
33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis
pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan
Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun
dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae
angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan
diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian
pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%

1.2 TUJUAN PENULISAN

Setelah dilakukan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis,


diharapkan mahasiswa mampu:

1. Memahami tentang pengertian dari meningitis


2. Memahami tentang etiologi dari meningitis
3. Memahami tentang faktor resiko dari meningitis
4. Memahami tentang patofisiologi/pathway dari meningitis
5. Memahami tentang manifestasi klinis dari meningitis
6. Memahami tentang Klasifikasi dari meningitis

1
7. Memahami tentang pemerikaan diagnosa dari meningitis
8. Memahami tentang penatalaksanaan medis dari meningitis
9. Memahami tentang pengkajian keperawatan meningitis
10. Memahami tentang diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan meningitis
11. Memahami tentang perencanaan keperawatan meningitis

1.3 SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

BAB III : PEMBAHASAN

BAB IV : PENUTUP

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR MEDIS

2.1.1 DEFINISI

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, dkk. Asuhan
Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006)

Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis.
Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti Sinusiotis, Otitis
Media, Pneumonia, Edokarditis atau Osteomielitis. Meningitis bakterial adalah inflamasi
arakhnoid dan piameter yang mengenai CSS, Meningeotis juga bisa disebut Leptomeningitis
adalah infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dala ruangan subarakhnoid (Lippincott Williams &
Wilkins.2012))

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001)

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan


spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001)

2.1.2 ETIOLOGI
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan
meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi
otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan di atas bahwa meningitis itu
disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
meningitis purulenta dan meningitis serosa.
a. Meningitis Bakteri

3
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza,
Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia
colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda
asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan
subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan
lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan
peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami
infark.
b. Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh
berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan
herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada
meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan
terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan
otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
c. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi system saraf pusat
pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari
system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi
yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain:
bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental

2.1.3 FAKTOR RESIKO


1. Faktor predisposisi: laki-laki lebih sering di banding dengan wanita
2. Faktor maternal: rupture membran fetal, infeksi metrnal pada minggu terakhir kehamilan
3. Faktor imunologi: usia muda, defisiansi mekanisme imun, defek lien karena penyakit sel
sabit atau asplenia (rentan terhadap S. Pneumoniae dan Hib), anak-anak yang mendapat
obat-obat imunosupresi
4. Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan
dengan system persarafan

4
5. Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah: lingkungan padat,
kemiskinan, kontak erat dengan individu tang terkena (penularan melalui sekresi
pernapasan)

2.1.4 PATOFISIOLOGI

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak

dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam

sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi

arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.

Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak

melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret

telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena

hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang

masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme

yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan

ventrikel.

5
PATHWAY

Invasi kuman ke selaput otak

Gangguan fungsi sistem regulasi Peningkatan TIK

Hipertemia Gangguan persepsi Gangguan kesadaran


sensori

Gangguan metabolisme otak Gangguan rasa nyaman Gangguan mobilitas fisik

Perubahan keseimbangan dan sel netron

Difusi ion kalium dan natrium Gangguan perfusi jaringan

Lepas muatan listrik

Kejang

Berkurangnya koordinasi otot Resiko trauma fisik

6
2.1.5 MANIFESTASI KLINIS
Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada
anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak
ditemui. Peruban tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien.
(Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )
Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia
sebagai berikut:
a. Anak dan Remaja
- Demam
- Mengigil
- Sakit kepala
- Muntah
- Perubahan pada sensorium
- Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)
- Peka rangsang
- Agitasi
- Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya
disfungsi pada saraf III, IV, dan VI)) ,Delirium, Halusinasi, perilaku agresi,
mengantuk, stupor, koma.
b. Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.
- Demam
- Muntah
- Peka rangsang yang nyata
- Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)
- Fontanel menonjol.
c. Neonatus
Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi
tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam
beberapa hari, seperti:
- Menolak untuk makan.

7
- Kemampuan menghisap menurun
- Muntah atau diare.
- Tonus buruk.
- Kurang gerakan.
- Menangis buruk.
- Leher biasanya lemas.
- Tanda-tanda non-spesifik: Hipothermia atau demam, Peka rangsang, Mengantuk,
Kejang, Ketidakteraturan pernafasan atau apnea, Sianosi, Penurunan berat badan

2.1.6 KLASIFIKASI
1. Meningitis Purulenta:
Radang selaput otak ( araknoidea dan piameter) yang menimbulkan eksudasi berupa pus,
disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus.
2. Meningitis Tuberkulosa:
Terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru. Meningitis
terjadi bukan karena terimfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen,
tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum
tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke rongga araknoid (Rich dan
McCordeck). Anak-anak yang ibunya menderita TBC kadang-kadang mendapatkan
meningitis tuberkolusa pada bulan-bulan pertama setelah lahir. (Ngastiyah,2005)

2.1.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa
menurun, protein meningkat.
Indikasi Punksi Lumbal:
a. Setiap pasien dengan kejang atau twitching baik yang diketahui dari anamnesis atau
yang dilihat sendiri.
b. Adanya paresis atau paralysis. Dalam hal ini termasuk strabismus karena paresis
N.VI.
c. Koma.

8
d. Ubun-ubun besar menonjol.
e. Kuduk kaku dengan kesadaran menurun.
f. Tuberkulosis miliaris dan spondilitis tuberculosis.
g. Leukemia.
2. Kultur swab hidung dan tenggorokan (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak,
ed.2, 2006)
3. Darah: leukosit meningkat, CRP meningkat, U&E, glukosa, pemeriksaan factor
pembekuan, golongan darah dan penyimpanan.
4. Mikroskopik, biakan dan sensitivitas: darah, tinja, usap tenggorok, urin, rapid antigen
screen.
5. CT scan: jika curiga TIK meningkat hindari pengambilan sample dengan LP.
6. LP untuk CSS: merupakan kontra indikasi jika dicurigai tanda neurologist fokal atau TIK
meningkat.
7. CSS pada meningitis bakteri: netrofil, protein meningkat (1-5g/L), glukosa menurun
(kadar serum <50%)
8. CSS pada meningitis virus: limfosit (pada mulainya netrofil), protein normal/meningkat
ringan, glukosa normal, PCR untuk diagnosis.
9. CSS: mikroskopik (pulasan Gram, misal, untuk basil tahan asam pada meningitis TB),
biakan dan sensitivitas

2.1.8. KOMPLIKASI
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain
1. Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural karena
adanya infeksi karena kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang
disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.

9
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak karena
adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan
otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental
yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu.
(Harsono. 2007)
2.1.8 PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
Obat anti inflamasi :
a. Meningitis tuberkulosa :
- Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram
selama 1 ½ tahun.
- Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
- Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1
– 2 kali sehari, selama 3 bulan.
b. Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
- Sefalosporin generasi ke 3
- ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
- Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
c. Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
- Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
- Sefalosforin generasi ke 3.
d. Pengobatan simtomatis
- Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
kemudian klien dilanjutkan dengan.
- Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
- Turunkan panas :
 Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
 Kompres air PAM atau es

10
 Pengobatan suportif : Cairan intravena.

2. Perawatan
a. Pada waktu kejang
- Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
- Hisap lender
- Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
- Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
b. Bila penderita tidak sadar lama.
- Beri makanan melalui sonda.
- Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita
sesering mungkin.
- Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.
d. Pemantauan ketat.
- Tekanan darah
- Respirasi
- Nadi
- Produksi air kemih
- Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC

2.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN

2.2.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


1. Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini
digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan

11
alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
a. Keluhan utama:
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
b. Riwayat penyakit sekarang:
,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit
kepala.
c. Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari,
pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada
hidung,telinga dan tenggorokan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus,
Streptococcus , E.Coli , dan lain-lain.
e. Pemeriksaan fisik (ROS)
 B1 (Breathing)
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra
cranial menyebabakan kompresi pada batang otak yang
menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial
sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri
Susilaningsih, 1994).
 B2 (Blood)
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik
pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor
dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada
pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang
parasimpatis ke jantung.
 B3 (Brain)

12
Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan
oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan
kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
 B4 (Bladder)
Biasanya kebiasaan mictie normal, frekuensi normal.
 B5 (Bowel)
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan
tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan
nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung.
Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga
terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
 B6 (Bone)
Kelemahan

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi


2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang
mengubah/menghentikan darah arteri/virus
3. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/fokal,
kelemahan umum
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan..
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial

13
2.2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
Tujuan: Nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil :Skala nyeri menjadi > 4

INTERVENSI RASIONAL
1. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian 1. Meningkatkan vasokonstriksi,
dingin di atas mata, berikan posisi yang penumpukan resepsi sensori yang
nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan selanjutnya akan menurunkan nyeri
rentang gerak aktif atau pasif dan masage
otot leher.
2. Dukung untuk menemukan posisi
yang nyaman(kepala agak tinggi) 2. Menurunkan iritasi meningeal, resultan
3. Berikan latihan rentang gerak ketidaknyamanan lebih lanjut
aktif/ pasif 3. Dapat membantu merelaksasikan
ketegangan otot yang meningkatkan
Kolaborasi reduksi nyeri atau tidak nyaman
4. Berikan anal getik, asetaminofen, codein tersebut
4. Mungkin diperlukan untuk
menghilangkan nyeri berat

2. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/


menghentikan darah arteri/virus
Tujuan : Perfusi jaringan menjadi adekuat
Kriteri hasil : Kesadaran kompos mentis

14
INTERVENSI RASIONAL
1. Tirah baring dengan 1. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi
posisi kepala datar adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan
2. Bantu berkemih, tindakan medis dengan segera
membatasi batuk, 2. Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan
muntah mengejan intratorak dan intraabdomen yang dapat
3. Tinggikan kepala mengingkatkan TIK
tempat tidur 3. Peningkatanaliran vena dari kepala akan
15-45 derajat. menurunkan TIK
4. Berikan cairan iv 4. Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan
(larutan hipertonik, TIK
elektrolit ). 5. Menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi
5. Berikan obat : steroid, edema serebral, mengatasi kelainan postur tubuh
clorpomasin,asetaminof atau menggigil yang dapat meningkatkan TIK,
en menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang

3. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/lokal,


kelemahan umum
Tujuan : Mengurangi risiko cidera akibat kejang
Kriteria hasil : Tidak ditemukan cidera selama kejang
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan penghalang tempat 1. Melindungi pasien bila terjadi kejang
tidur tetap terpasang dan pasang
jalan nafas buatan 2. menurunkan resiko terjatuh/trauma ketika
2. Tirah baring selama fase akut terjadi vertigo, sinkop, atau ataksia
3. Kolaborasi Pemberian obat :
venitoin, diaepam, 3. Merupakan indikasi untuk penanganan
venobarbital dan pencegahan kejang

15
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan.
Tujuan : Klien dapat beraktifitas kembali dengan normal
Kriteria Hasil :Klien tidak merasa lemah

INTERVENSI RASIONAL
1. Bantu latihan rentang gerak 1. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi
2. Berikan matras udara atau sendi/posisi normal akstremitas dan menurunkan
air, terjadinya vena yang statis
perhatikan kesejajaran 2. Menyeimbangkan tekanan jaringan,
tubuh secara meningkatkan sirkulasi dan membantu
fumgsional meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan
resiko terjadinya trauma jaringan
3. Berikan program latihan 3. Proses penyembuhan yang lambat seringkali
dan menyertai trauma kepala dan pemulihan secara
penggunaan alat mobilisasi fisik merupakan bagian yang amat penting dari
suatu program pemulihan tersebut.

5 hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.


Tujuan : suhu tubuh kembali normal.
Kriteria hasil : suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan kompres hangat 1. Pengeluaran panas secara konduksi
2. Anjurkan klien untuk 2. Pengeluaran panas secara evaporasi
menggunakan baju yang tipis.
3. Observasi Suhu tubuh klien 3. .Menentukan keberhasilan tindakan
4. Kolaborasi dengan dokter 4. Membantu menurunkan suhu tubuh
berikan obat penurun panas

16
6 Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan : Meminimalkan perubahan persepsi sensori
Kriteria : Klien dapat mengontrol emosi dirinya

INTERVENSI RASIONAL
1. Hilangkan suara bising yang 1. Menurunkan ansietas, respons emosi yang
Berlebihan berlebihan/bingung yang berhubungan
2. Validasi persepsi pasien dan dengan sensorik yang berlebihan
berikan umpan balik.
3. Beri kesempatan untuk 2. Membantu pasien untuk memisahkan pada
berkomunikasi dan beraktifitas realitas dari perubahan persepsi
4. Kolaborasi ahli fisioterapi
Terapi okupasi,wicara dan 3. Menurunkan frustasi yang berhubungan
kognitif dengan perubahan kemampuan/pola respons
yang memanjang
4. Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan
rencana penatalaksanaan terintegrasi yang
didasarkan atas kombinasi
kemampuan/ketidakmampuan secara
individu yang unik dengan berfokus pada
fungsi fisik, kognitif, dan keterampilan
perceptual

17
BAB III

PEMBAHASAAN

Pada BAB ini akan di bahas tentang perbedaan penatalaksanaan yang terdapat pada tinjauan
teoritis dengan hasil penelitian atau jurnal, antara lain :

 Pengobatan dan pemberdayaan obat tradisional merupakan salah satu komponen program
pelayanaan kesehatan dasar yang digunakan sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan
penduduk (Hembing, 1996)
 Penatalaksaan yang terdapat pada tinjauan teori hanya memuat tentang penatalaksanaan
medis berupa pemberian obat anti inflamasi seperti Isoniad, Rifamfisin, Streptomisin,
Sefalosporin, Ampisilina dan Kloramfenikol dan juga pengobatan simptomatik seperti
pemberian Dazepam, Feniton dan pemberian paracetamol Sedangkan dalam Jurnal yang
ditulis oleh Slipranata,dkk tahun 2016 membahas tentang adanya therapy alternative
(tanaman Obat) untuk meningitis yakni tentang Potensi Ekstrak Daun Sage (Salvia
officinalis.L) sebagai anti-Streptococcus suis Penyebab Zoonotik Meningitis
 Sage (Salvia officinalis.L) dilaporkan memiliki efek antibakterial dan fungisidal. Asam
phenolic seperti salvin dan salvin monomethyl ether yang diisolasi dari sage diduga
memiliki aktivitas antimikrobial terhadap beberapa strain bakteri. Di Eropa dan Cina,
ekstrak dan minyak esensial tanaman sage telah banyak digunakan untuk berbagai aplikasi
seperti makanan, kosmetik maupun keperluan industri farmasi (Stammati et al., 1999).
Secara tradisional sage telah banyak digunakan untuk pengobatan seperti penanganan pada
kasus keradangan pada mulut dan tenggorokan (Baričević et al., 2001). Selain itu, sage juga
telah dilaporkan memiliki kemapuan antimutagenik dan untuk penanganan cancer (Craig,
1999; Simić et al., 2000; Knežević-Vukčević et al., 2001). Sage dilaporkan memiliki efek
antibakterial, fungisidal, virustatik dan astrigensia. Asam phenolic seperti salvin dan salvin
monometyl ether yang diisolasi dari Sage diduga memiliki aktivitas antimikrobial
khususnya dalam melawan infeksi Staphylococcus aureus (Dragana etal., 2005).
 Kelemahan dari penelitian ini adalah belum dijelaskan secara pasti tentang dosis atau
takaran daun sage untuk pengobatan alternative meningitis sebagai pengganti pemberian
antibiotik

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal.

Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyeranga susunan saraf pusat,
dimana angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pada banyak penyakit yang
mempunyai mobiditas dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat ditentukan
pada permulaan pengobatan. Beberapa bakteri penyebab meningitis ini tidak mudah
menular seperti penyakit flu, pasien meningitis tidak menularkan penyakit melalui saluran
pernapasan.. Perlu diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang menderita TBC sangat
rentan terhadap penyakit ini.

Selain pengobatan medis juga terdapat pengobatan alternative yang merupakan hasil
penelitian yakni tentang pemberian ekstrak daun sage sebagai antibiotic pada kasus
meningitis. Kelemahan dari penelitian ini adalah belum dijelaskan secara pasti tentang
dosis atau takaran daun sage untuk pengobatan alternative meningitis sebagai pengganti
pemberian antibiotik

4.2 SARAN
 Mengerti dan memahami gejala meningitis sangat penting untuk menegakkan diagnosis
sedini mungkin. Diagnosis dan pengobatan dini mencegah terjadinya komplikasi yang
bersifat fatal. Mengetahui penyebab meningitis sangat penting untuk menentukan jenis
pengobatan yang diberikan.
 Vaksin untuk mencegah terjadinya meningitis bakterial telah tersedia, dan sangat
dianjurkan untuk diberikan jika berada atau akan berkunjung ke daerah epidemik.

19
20

Anda mungkin juga menyukai