OLEH :
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu kemajuan suatu bangsa dipandangdari usiaharapan hidup yang
meningkat pada lansia. Data WHO pada tahun 2009 menunjukan lansia
berjumlah 7,49% dari data populasi , Tahun 2011 menjadi 7,69% pada tahun
2013 populasi lansia sebesar 8,1% dari total populasi. Dan di Indonesia tahun 2014
mencapai 18 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di
tahun 2035 serta lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari
empat penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah
menemukan penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita. Lanjut usia pasti
mengalami masalah kesehatan yang diawali dengan kemunduran selsel tubuh,
sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta faktor resiko terhadap
penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia
adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, termasuk,
beberapa penyakit sepeti hipertensi, gangguan pendengaran, penglihatan dan
demensia.Prevalensi demensia terhitung mencapai 35,6 juta jiwa di dunia.
Angka kejadian ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat setiap 20
tahun, yaitu 65,7 juta pada tahun 2030 dan 115,4 juta pada tahun 2050
(Alzheimer’s Disease International, 2009). Peningkatan prevalensi demensia
mengikuti peingkatan populasi lanjut usia (lansia). Berdasarkan data tersebut
dapat dilihat terjadi peningkatan prevalensi demensia setiap 20 tahun. Deklarasi
Kyoto menyatakan tingkat prevalensi dan insidensi demensia di Indonesia
menempati urutan keempat setelah China, India, dan Jepang (Alzheimer’s
Disease International, 2006). Data demensia di Indonesia pada lanjut usia (lansia)
yang berumur 65 tahun ke atas adalah 5% dari populasi lansia (Tempo, 2011).
Prevalensi demensia meningkat menjadi 20% pada lansia berumur 85 tahun ke
atas. Kategori lanjut usia penduduk berumur 65 tahun ke atas angka lansia di
Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini diperkirakan
meningkat menjadi 29 juta jiwa pada tahun 2020 atau 10 persen dari populasi
penduduk
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
untuk mengetahui proses pengkajian,Analisa data, penegakan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, mendokumentasi dan evaluasi terhadap fungsi
kognitif pada lansia dengan demensia
2. Tujuan Khusus
- Mengetahui proses pengkajian fungsi kognitif pada lansia dengan
demensia
- Mengetahui proses Analisa data pada lansia dengan demensia
- Manpu menegakkan Diagnosa secara benar berdasarkan data yang di
kajianpada lansia degan demensia
- Mampu merencanakan tindakan perawatan secara tepat pada lansia
dengan demensia
- Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan masalah yang
ditemukan pada lansia dengan demensia
- Melakukan Evaluasi terhadap tindakan keperawatan pada lansia
dengan demensia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Klasifikasi
Klasifikasi demensia antara lain :
a. Demensia karena kerusakan struktur otak Demensia ini ditandai dengan
gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif.
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5) Kehilangan inisiatif.
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak
dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya
demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat
gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai
demensia vascular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1) Peningkatan reflek tendon dalam
2) Kelainan gaya berjalan
3) Kelemahan anggota gerak
c. Demensia menurut umur:
1) Demensia senilis ( usia > 65 tahun)
2) Demensia prasenilis (usia < 65 tahun)
d. Demensia menurut perjalanan penyakit :
1) Reversibel (mengalami perbaikan)
2) Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma,
vit.B, Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb) Pada demensia tipe ini
terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan
serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya
Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
Inkontinensia urin
e. Menurut menurut sifat klinis:
1) Demensia proprius
2) Pseudo-demensia
4. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan
saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan
antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di
atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks
serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung
dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia,
infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan
tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya,
karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
5. Menifestasi Klinik
Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien dengan
keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit. Gejala klinik
dari dEmensia Nugroho (2009) menyatakan jika dilihat secara umum tanda dan
gejala demensia adalah :
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada.
c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
e. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai berikut :
a. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,
Memantine
2) Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti
Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak
sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
3) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke.
4) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone)
b. Dukungan atau Peran Keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi.
c. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi
1) Latihan fisik yang sesuai
2) Diet
3) Terapi rekreasional dan aktifitas
4) Penanganan terhadap masalah-masalah
d. Pencegahan dan perawatan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya
demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
4) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
5) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan demensia
antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium rutin
b. Imaging : Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
c. Pemeriksaan EEG
d. Pemeriksaan cairan otak
e. Pemeriksaan genetika
f. Pemeriksaan neuropsikologis
8. Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada demensia
adalah:
a. Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
b. Ulkus diabetikus
c. Infeksi saluran kencing
d. Pneumonia
e. Thromboemboli, infarkmiokardium
f. Kejang
g. Kontraktur sendi
h. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
i. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan
menggunakan peralatan.
TOTAL
Total skor 24-30 = kognitif normal, 17-23 = gangguan kognitif ringan, 0-16 = gangguan
kognitif berat
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan Memori
2) Resiko Jatuh
3) Defisit Perawatan Diri
4) Hambatan Komunikasi Verbal
5) Ketidakefektifan Koping
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intervensi Keperawatan
EBP :
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -
hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari
hari (Nugroho, 2008).
Beberpa diagnose yang mungkin munsul pada kasus demensia antara lain
1) Kerusakan Memori
2) Resiko Jatuh
3) Defisit Perawatan Diri
4) Hambatan Komunikasi Verbal
5) Ketidakefektifan Koping
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
B. SARAN
Saran diharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
mengerti,memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit Demensia yang pada
akhirnya mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka
insidensi penyakit Demensia ini.Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak
menggali kembali informasi tentang hal yang terkait dengan itu untuk mengetahui
dan memperoleh informasi yang lebih dalam lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Boedhi – Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FKUI.