Anda di halaman 1dari 16

PENUGASAN INDIVIDU ASUHAN

KEPERAWATAN GERONTIK
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMENSIA

PETRUS WESLLY
1490123206

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL
2024
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMENSIA

1. Laporan Pendahuluan

A. Definisi
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan
kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan
tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari.
Kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan kognitif, perubahan
mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan
sehari-hari penderita (Aspiani, 2014).
Demensia adalah penyakit degerative neurologic yang progresif dan
permanen (ireversibel) yang dimulai secara bertahap dan dicirikan oleh
kehilangan fungsi kognitif secara bertahap serta gangguan perilaku dan
afek (Suddarth, 2011).
Kesimpulan demensia adalah penurunan kemampuan daya ingat dan pikir
pada lansia secara bertahap yang menyebabkan perubahan pada mood dan
tingkah laku lansia

B. Etiology
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi
3 golongan yaitu :
1. Sindrom demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak
dikenal kelainan yaitu: terdapat pada tingkat subsuler atau secara
biokimiawi pada system enzim, atau pada metabolisme
2. Syndrome demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya penyakit
degenerasi spino-selebelar, subakut leuko-esefalitis sklerotik fan
bogaert dan khorea hungtington
3. Syndrome demensia denga etiologi penyakit yang dapat diobati,
dalam golongan ini diantaranya penyakit kardiovaskuler, penyakit-
penyakit metabolic, gangguan nutrisi, dan akibat intoksikasi menahun

C. Factor Resiko
1. Faktor genetic
2. Radikal bebas
3. Akibat infeksi virus
4. Pengaruh lingkungan lain
5. Kurang Pendidikan
6. Gangguan imunitas
7. Depresi

D. Klasifikasi
Klasifikasi Demensia menurut Aspiani (2014) dapat dibagi dalam 3 tipe yaitu :
1. Demensia Kortikal dan Sub Kortikal
a. Demensia Kortikal Merupakan demensia yang muncul dari kelainan
yang terjadi pada korteks serebri substansia grisea yang berperan
penting terhadap proses kognitif seperti daya ingat dan bahasa.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal
adalah Penyakit Alzheimer, Penyakit Vaskular, Penyakit Lewy
Bodies, sindroma Korsakoff, ensefalopati Wernicke, Penyakit Pick,
Penyakit Creutzfelt Jakob
b. Demensia Subkortikal Merupakan demensia yang termasuk non-
Alzheimer, muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks serebri
substansia alba. Biasanya tidak didapatkan gangguan daya ingat dan
bahasa. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia
kortikal adalah penyakit Huntington, hipotiroid, Parkinson,
kekuranganvitamin B1, B12, Folate, sifilis, hematoma subdural,
hiperkalsemia, hipoglikemia, penyakit Coeliac, AIDS, gagal hepar,
ginjal, nafas, dll.
2. Demensia Reversibel dan Non reversible
a. Demensia Reversibel Merupakan demensia dengan faktor penyebab
yang dapat diobati. Yang termasuk faktor penyebab yang dapat
bersifat reversibel adalah keadaan/penyakit yang muncul dari proses
inflamasi (ensefalopati SLE, sifilis), atau dari proses keracunan
(intoksikasi alkohol, bahan kimia lainnya), gangguan metabolik dan
nutrisi (hipo atau hipertiroid, defisiensi vitamin B1, B12, dll).
b. Demensia Non Reversibel Merupakan demensia dengan faktor
penyebab yang tidak dapat diobati dan bersifat kronik progresif.
Beberapa penyakit dasar yang dapat menimbulkan demensia ini
adalah penyakit Alzheimer, Parkinson, Huntington, Pick, Creutzfelt
Jakob, serta vaskular.
3. Demensia Pre Senilis dan Senilis
a. Demensia Pre Senilis Merupakan demensia yang dapat terjadi pada
golongan umur lebih muda (onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan
dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis yang dapat
mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit degeneratif pada
sistem saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab vaskular,
gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi, penyebab
trauma, infeksi dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab toksik
(keracunan), anoksia).
b. Demensia Senilis Merupakan demensia yang muncul setelah umur
65 tahun. Biasanya terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan
otak yang diikuti dengan adanya gambaran deteriorasi mental.

E. Patofiology
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di
susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10%
pada penuaan antara umur 30 -70 tahun. Berbagai factor etiologi yang telah
disebutkan diatas merupakan kondisi kondisi yang dapat mempernaruhi sel
sel neuron korteks serebri. Penyakit degenerative pada otak, gangguan
vascular dan penyakit lainnya serta gangguan nutrisi, metabolic dan
toksitasi secara langsung maupun tak langsung depat menyebabkan sel
neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infrak,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari are kortikal ataupun sub kortikal. Disamping itu
kadar neurotransmitter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi
saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium
(perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang
mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau
subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda.
Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Boedhi-Darmojo, 2009). Ketika seorang lansia mengalami
demensia maka perubahan kemampuan untuk merawat diri juga akan
terganggu hal ini akan menimbulkan masalah keperawatan seperti
ketidakseimbangan nutrisi pada pasien dikarenakan pasien yang lupa untuk
makan, pasien yang lupa untuk merawat dirinya sehingga muncullah
gangguan citra tubuh. Selain itu demensia juga dapat menyebabkan
seorang lansia kehilangan kemampuan dirinya untuk menyelesaikan
masalah, yang nantinya dapat menimbulkan gangguan proses pikir,
kerusakan interaksi sosial, koping tidak efektif serta kerusakan komunikasi
verbal.

F. Tanda dan gejala


Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien
dangan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit.
Gejala klinik dari demensia Nugroho (2009) menyatakan jika dilihat secara
umum tanda gejala demensia adalah :
1. Menurunnya daya ingat yang terjadi. Pada penderita demensia, lupa
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.
3. Penurunan ketidak mampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sma berkali-kali.
4. Ekspresi ang berlebihan, misalnya menangis berlebuhan saat melihat
drama televise, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang
lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia tidak
mengerti mengapa perasan-perasan tersebut muncul
5. Adanya perubahan perilaku seperti: acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.

G. Diagnostic penunjang
Menurut Aspiani (2014), Pemeriksaan fungsi kognitif awal bila
menggunakan Minimental-state examination (MMSE) dari folstein dengan
skor/ angka maksimal 30. Jika mempunyai skor dibawah 24, pasien patut
dicurigai mengalami demensia. Meskipun nilai skor ini sangat subjektif
karena pengaruh pedidikan juga berperan pada tingginya nilai skor. Tidak
ada perbedaan pada wanita maupun pria. Jadi pemeriksaan MMSE
dianjurkan ditambah dengan clock drawing test, dengan menggambar jam
sekaligus diatur waktu jamnya. Nilai skor berkisar antara 0-4 dengan
perincian skor :
1. Dapat menggambar lingkaran bulat yang benar (nilai 1)
2. Penempatan nomor tepat pada tempatnya (nilai 1)
3. Lengkap 12 nomor tepat (nilai 1)
4. Penempatan panah tunjuk pendek/panjang tepat (nilai 1).
H. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 Data Subjektif: Factor predisposisi : proses Gangguan memori

Pasien mengatakan sering lupa autoimun, genetic, penyakit bawaan



sesuatu
Degenerasi neuron

Data Objektif : Kelainan neurotransmitter

 pasien tampak bingung ↓

 pasien tidak dapat mengingat Asetikolin pada otak



dan mengulang kalimat
Demensia

Kehilangan kemampuan mengawasi
keadaan yang kompleks dan berfikir
abstrak

Gangguan memori

Data Subjektif:
2 Factor predisposisi : proses
Kerusakan
Pasien mengatakan ia lebih suka interaksi
menyendiri, jika ada masalah ia lebih autoimun, genetic, penyakit bawaan sosial
banyak diam ↓
Degenerasi neuron

Kelainan neurotransmitter
Data Objektif:

 Pasien tampak lebih focus
Asetikolin pada otak
kepada dirinya sendiri ↓
 Pasien lebih banyak diam Demensia

Kehilangan kemampuan
menyelesaikan masalah

Kerusakan interaksi sosial
No Data Etiologi Masalah
3 Data Subjektif: Factor predisposisi : proses Deficit perawatan diri
autoimun, genetic, penyakit bawaan
Pasien mengatakan ia sering lupa

untuk sikat gigi Degenerasi neuron

Kelainan neurotransmitter
Data Objektif:

 Gigi pasien tampak kotor
Asetikolin pada otak
 Pasien tampak acuh pada

dirinya Demensia

Perubahan kemampuan merawat
diri (hygiene)

Deficit perawatan diri
I. Ringkasan Diagnosa Keperawatan

Setiap Diagnosa Keperawatan harus dilengkapi dengan format ringkasan.

Dx Keperawatan Gangguan Memori


Definisi Ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau perilaku

Batasan karakteristik Data Mayor


Subjektif : melaporkan pernah mengalami pengalaman lupa
Objektif : tidak mampu melakukan kemampuan yang
dipelajari sebelumnya

Data Minor
Subjektif : lupa melakukan perilaku pada waktu yang telah
dijadwalkan
Pengkajian Pengkajian TTV, Riwayat penyakit

Faktor yg berhubungan Etiologi


Proses penuaan, factor psikologis, ketidakadekuatan
stimulasi intelektual

Alternatif Dx (Saran Gangguan memori

Penggunaan)
Nursing Outcome (NOC) Tujuan Jangka Panjang:
Gangguan memori membaik
Tujuan Jangka Pendek
(SMART):
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam

memori meningkat

Kriteria Hasil (minimal 4 kriteria):

Verbalisasi kemampuan mempelajari hal baru meningkat,


Verbalisasi mengingat informasi actual meningkat,
Verbalisasi kemampuan mengingat peristiwa meningkat,
Verbalisasi mengingat perilaku meningkat.
Intervensi (NIC) Identifikasi masalah memori yang dialami
Rencanakan metode pengajaran
Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
Fasilitasi kemampuan konsentrasi
Kolaborasi pada terapi okupasi jika perlu
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Ed.1 PPNI. (2018). Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia. Ed.1 PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Ed.1
Dx Keperawatan Gangguan interaksi sosial
Definisi Kuantitas dan/atau kualitas hubungan sosial yang kurang atau berlebih

Batasan karakteristik Data Mayor


Subjektif : merasa sulit menerima/mengkomunikasikan
perasaan
Objektif : tidak berminat melakukan kontak emosi dan fisik

Data Minor
Subjektif : sulit mengungkapkan kasih sayang
Objektif : kontak mata kurang
Pengkajian Pengkajian keluhan yang berkaitan dengan diagnosa

Faktor yg berhubungan Etiologi


Hubungan antara anak dan orangtua yang tidak
memuaskan, disfungsi system keluarga

Alternatif Dx (Saran Gangguan interaksi sosial

Penggunaan)
Nursing Outcome (NOC) Tujuan Jangka Panjang:
Gangguan interaksi sosial membaik

Tujuan Jangka Pendek (SMART):


Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
interaksi sosial meningkat

Kriteria Hasil (minimal 4 kriteria) :


Perasaan nyaman dengan situasi sosial
Responsive pada orang lain
Perasaan tertarik pada orang lain
Minat melakukan kontak sosial
Intervensi (NIC) Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan sosial
Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial
Jelaskan tujuan melatih keterampilan sosial
Identifikasi hambatan interaksi sosial
Motivasi untuk bersosialisasi
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Ed.1 PPNI. (2018). Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia. Ed.1 PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Ed.1
Dx Keperawatan Defisit perawatan diri
Definisi Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri

Batasan karakteristik Data Mayor


Subjektif : menolak melakukan perawatan diri
Objektif : minat melakukan perawatan diri kurang
Pengkajian Pengkajian MME

Faktor yg berhubungan Etiologi


Gangguan musculoskeletal, gangguan neuromoskuler ,
gangguan psikologis
Alternatif Dx (Saran Defisit perawatan diri

Penggunaan)
Nursing Outcome (NOC) Tujuan Jangka Panjang:
Deficit perawatan diri meningkat
Tujuan Jangka Pendek
(SMART):

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam


perawatan diri meningkat
Kriteria Hasil (minimal 4
kriteria) Kemampuan mandi
Kemampuan merawat diri
Mempertahankan kebersihan mulut
Kemampuan ke toilet (BAB BAK)
Intervensi (NIC) Monitor tingkat kemandirian
Sediakan lingkungan yang terapeutik
Damping dalam melakukan perawatan diri
Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Ed.1 PPNI. (2018). Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia. Ed.1 PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Ed.1
J. Intervensi Keperawatan (5 intervensi mandiri dan 2 intervensi kolaborasi)

No Dx. Keperawatan Tujua Intervensi Rasiona


n l
1 Gangguan memori  Identifikasi masalah memori yang  Mengetahui sejauh mana
Setelah dilakukan tindakan
permasalahan yang terjadi
dialami
keperawatan 3x24jam
memori meningkat  etiologi memudahkan proses
 Identifikasi penyebab timbulnya
terapi
masalah
Kriteria Hasil :
 rencana pembelajaran yang
 Verbalisasi
 Rencanakan metode pengajaran sesuai dengan kondisi pasien
kemampuan
mempelajari hal baru  pasien mengetahui tujuan
 Jelaskan tujuan dan prosedur latihan
meningkat, pembelajaran

 Verbalisasi
 Fasilitasi kemampuan konsentrasi  konsentrasi penuh
mengingat informasi
mempengaruhi keberhasilan
actual meningkat, pembelajaran
 Verbalisasi  Kolaborasi pada terapi okupasi  terapi tambahan akan
kemampuan jika perlu mempercepat proses pemulihan

mengingat peristiwa
 keluarga memiliki peran khusus
meningkat,  Kolaborasi dengan keluarga dalam
untuk mendukung pasien
 Verbalisasi proses pembelajaran pasien
mengingat perilaku
meningkat.
No Dx. Keperawatan Tujua Intervensi Rasiona
n l
2 Kerusakan interaksi Setelah dilakukan  Identifikasi penyebab kurangnya  Untuk mengetahui penyebab awal
kerusakan interaksi sosial
sosial tindakan keperawatan keterampilan sosial
 Memberi dukungan pada pasien
3x24 jam interaksi  Motivasi untuk berlatih keterampilan
sosial meningkat sosial  Pasien mengetahui tujuan kegiatan
 Jelaskan tujuan melatih keterampilan
Kriteria Hasil : sosial
 Hambatan yang terjadi akan
 Perasaan  Identifikasi hambatan interaksi sosial
diminimalisir
nyaman dengan
 Memberi ruang pada pasien untuk
situasi sosial  Motivasi untuk bersosialisasi
berinteraksi
 Responsive
pada orang lain  Kolaborasi dengan petugas puskesmas  Dengan sering berkolaborasi

 Perasaan dan tim lansia yang aktif dipuskesmas diharapkan pasien dapat
berinteraksi dengan baik
tertarik pada
dilingkungan
orang lain  komunikasi yang baik akan
 Kolaborasi dengan keluarga untuk tetap
 Minat melakukan terjadi antar keluarga
berinteraksi dengan pasien
kontak sosial
No Dx. Keperawatan Tujua Intervensi Rasiona
n l
3 Deficit perawatan Setelah dilakukan tindakan  Monitor tingkat kemandirian  Mengetahui tingkat kemandirian
 Pasien akan nyaman dan tenang
diri keperawatan 3x24jam  Sediakan lingkungan yang terapeutik
 Menimimalisis cedera
perawatan diri meningkat  Damping dalam melakukan perawatan
 Pasien mudah mengingat kegiatan
diri yang dilakukan
Kriteria Hasil :  Jadwalkan rutinitas perawatan diri  Pasien secara bertahap melatih
 Kemampuan mandi  Anjurkan melakukan perawatan diri kemampuan dirinya

 Kemampuan merawat secara konsisten sesuai kemampuan


diri
 Mempertahankan
kebersihan mulut
 Kemampuan ke toilet
(BAB BAK)

Anda mungkin juga menyukai