Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DENGAN KASUS DEMENSIA

DI DESA SENTONG

Di susun oleh :

Ayu Lestari

(14201.09.17007)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

GENGGONG - PROBOLINGGO

2021
1. Definisi
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif antara lain intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah,
orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian dan kemampuan
bersosialisasi (Corwin, 2009).
Demensia merupakan suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi perlahan-
lahan, serta dapat mengganggu kinerja dan aktivitas kehidupan sehari-hari (Atun,
2010).
Menurut Josep J. Gallo dkk., 1998 bahwa demensia adalah suatun sindrom
yang dikarakteristikkan dengan adanya kehilangan kapasitas intelektual melibatkan
tidak hanya ingatan (memori), namun juga kognitif, bahasa, kemampuan visouspasial,
dan kepribadian. Kelima komponen tersebut tidak harus terganggu seluruhnya, namun
pada sebagian besar kasus, kelima komponen ini memang terganggu dalam derajat
yang bervariasi. Demensia menyebabkan gangguan intelektual dalam keadaan sadar
penuh, dan kasus ini bisa bersifat progresif, stabil atau kekambuhan (Mujahidullah,
2012).
Jadi dapat disimpulkan bahwa demensia adalah suatu gangguan fungsi
kognitif, yang meliputi intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan
masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian dan kemampuan
bersosialisasi yang dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.
2. Etiologi
Menurut Nugroho (2008), etiologi dari demensia dapat digolongkan menjadi
3 golongan besar yaitu :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
system enzim, atau pada metabolism
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1) Penyakit degenerasi spino - serebelar
2) Subakut leuko-esefalitis sklerotik fan bogaert
3) Khorea Hungtington
c. Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan
ini diantranya :
1) Penyakit cerrebro kardiovaskuler
2) Penyakit-penyakit metabolik
3) Gangguan nutrisi
4) Akibat intoksikasi menahun
3. Klasifikasi
Menurut Mujahidullah (2012), Secara garis besar demensia pada usia lanjut
dapat dikategorikan dalam 4 golongan, yaitu :
a. Demensia degeneratif primer (50-60%)
Dikenal juga dengan nama demensia Alzheimer, adalah suatu keadaan
yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah
tertentu dari korteks otak. Terjadi suatu kekusutan neurifiblier (neurofiblier
tangles) dan plak-plak neurit dan perubahan aktivitas kolinergik di daerah-daerah
tertentu di otak. Penyebab tidak diketahui dengan pasti, tetapi beberapa teori
menerangkan kemungkinan adanya faktor kromosom atau genetik, radikal bebas,
toksi amiloid, pengaruh logam alumunium, akibat infeksi virus lambat atau
pengaruh lingkungan yang lain.
Menurut Walley, 1997 bahwa gejala klinik demensia alzheimer biasanya
berupa permulaannya yang gradual yang berlanjut secara lambat, biasanya dapat
dibedakan dalam 3 fase, yaitu :
1) Fase I : Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan
gangguan visuo-spatial. Lingkungan yang biasa menjadi seperti asing, sukar
menemukan jalan pulang yang biasa dilalui. Penderita mungkin menegluhkan
agnosia kanan-kiri. Bahkan pada fase dini ini rasa tilikan (insight) sering
sudah terganggu.
2) Fase II : Terjadi tanda yang mengarah ke kerusakan fokal-kortikal, walaupun
tidak terlihat pola defisit yang khas. Gejala yang disebabkan oleh disfungsi
lobus parientalis (misal agnosia, dispraksia dan akalkulia) sering terjadi.
Gejala neurologik mungkin termasuk antara lain tanggapan ekstensor
plantaris dan beberapa kelemahan fasial. Delusi dan halusianasi mungkin
terjadi, walaupun pembicaraan mungkin masih kelihatan normal.
3) Fase III : Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang.
Penderita tampak terus –menerus apatik. Banyak penderita tidak mengenali
diri sendiri atau orang yang dikenalnya. Dengan berlanjutnya penyakit,
penderita sering hanya berbaring di tempat tidur, inkontinensia baik urin
maupun alvi. Sering disertai serangan kejang epileptik dranmal. Gejala
neurologik menunjukkan gangguan berat dari gerak langkah, tonus otot dan
gambaran yang mengarah pada sindrom Kluver-Bucy (apatis, gangguan
pengenalan, gerak mulut tak terkontrol, hiperseksualitas, amnesia dan
bulimia).
b. Demensia multi infark (10-20%)
Demensia ini merupakan jenis kedua terbanyak setelah penyakit
Alzheimer. Bisa didapatkan secara tersendiri atau bersama dengan demensia jenis
lain. Didapatkan sebagai akibat/gejala sisa dari stroke kortikal atau subkortikal
yang berulang. Oleh karena lesi di otak sering kali tidak terlalu besar, gejala
strokenya (berupa defisit neurologik) tidak jelas terlihat. Ciri yang khas adalah
bahwa gejala dan tanda menunjukkan penurunan bertingkat (stepwise), dimana
setiap episode akut menurunkan keadaan kognitifnya.
Hal ini berbeda dengan dapatan pada penyakit alzheimer, dimana gejala
dan tanda akan berlangsung secara progresif. Pemeriksaan dengan scan tomografi
terkomputer (scan TK) sering tidak menunjukkan adanya lesi. Dengan MRI, lesi
sering bisa dideteksi. Pemeriksaan dengan skor Hachinsky dapat membantu
penegakan diagnosis demensia jenis ini. Satu jenis demensia tipe vaskuler yang
lain, yaitu demensia sinilis tipe Binswangar sulit dibedakan dengan demensia
multi-infark. Pada banyak penderita sering dijumpai gejala dan tanda dari
demensia tipe campuran (multi-infark dan alzheimer).
c. Sindroma amnestik dan “pelupa benigna akibat penuaan”(20-30%)
Pada kedua keadaan diatas, gejala utama adalah gangguan memori (daya
ingat), sedangkan pada demensia terdapat gangguan pada fungsi intelektual yang
lain. Pada sindroma amnestik terdapat gangguan pada daya ingat hal yang baru
terjadi. Kemungkinan penyebabnya adalah :
1) Defisiensi tiamin (sering akibat pemakaian alkohol yang berlebihan)
2) Lesi pada struktur otak bagian temporal tengah (akibat trauma atau anoksia)
3) Iskemia global transien (sepintas) akibat isufisiensi sserebrovaskuler.
Pelupa benigna akibat penuaan, biasanya terlihat sebagai gangguan ringan
daya ingat yang tidak progresif dan tidak mengganggu aktivitas hidup sehari-
hari. Biasanya dikenali oleh keluarga atau teman, karena sering mengulang
pertanyaan yang sama atau lupa pada kejadian yang baru saja terjadi.perlu
observasi beberapa bulan untuk membedakannya dengan demensia sebenarnya.
Bila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai dengan gangguan
intelektual yang lain, maka kemungkinan besar diagnosis demensia dapat
ditegakkan (Brocklehurst and Allen, 1987; Kane et al, 1994.
a. Gangguan lain (terutama neurologik) (5-10%)
Berbagai penyakit neurologik sering disertai dengan gejala demensia.
Diantaranya yang tersering adalah penyakit Parkison, khorea Huntington dan
hidrosefalus berteknan normal. Hidrosefalus bertekanan normal jarang sekali
dijumpai. Kecurigaan akan keadaan ini perlu diwaspadai, bila pada scan TK atau
MRI didapatkan pelebaran ventrikel melebihi proporsi dibanding dengan
atrofikortikal otak. Gejala mirip demensia subkortikal, yaitu selain didapatkan
deensia juga gejala postur dan langkah serta depresi.
4. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf
pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur
30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung
dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia,
infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan
tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya,
karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien
dengan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit. Manifestasi
klinis dari demensia menurut Nugroho (2008) jika dilihat secara umum tanda dan
gejala demensia adalah :
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada.
c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali.
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa
takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti
mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
e. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan
demensia antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium rutin
b. Imaging : Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
c. Pemeriksaan EEG
d. Pemeriksaan cairan otak
e. Pemeriksaan genetika
f. Pemeriksaan neuropsikologis
7. Komplikasi
Menurut Kushariyadi (2010), menyatakan bahwa komplikasi yang sering
terjadi pada demensia adalah:
a. Kejang
b. Kontraktur sendi
c. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
d. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan
peralatan
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai berikut :
a. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
2) Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,
Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
3) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
4) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
seperti Sertraline dan Citalopram.
5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone)
b. Dukungan atau Peran Keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding
dengan angka-angka yang mudah dipahami.
c. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
1) Diet
2) Latihan fisik yang sesuai
3) Terapi rekreasional dan aktifitas
4) Penanganan terhadap masalah-masalah
d. Pencegahan dan perawatan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan.
2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
4) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
5) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
9. Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar pada Lansia Demensia
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia
penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia
bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun
lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan
dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum
obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif
yang akan dialami penderita demensia. Keluarga tidak berarti harus membantu semua
kebutuhan harian lansia, sehingga lansia cenderung diam dan bergantung pada
lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu lansia
agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri
dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada
umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami lansia
penderita demensia (Kusumawati, 2007).
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat primer dan
mutlakharus dipenuhi untuk memelihara homeostasis biologis dan
kelangsungankehidupan bagi tiap manusia (Asmadi, 2008). Gizi pada lansia, terutama
lansia yang mengalami demensia perlu diperhatikan karena biasanya lansia itu sendiri
lupa untuk makan sehingga asupan nutrisi dari lansia tersebut akan berkurang. Lansia
yang mengalami kekurangan protein maka dapat berakibat rambut rontok, daya tahan
terhadap penyakit menurun, atau mudah terkena infeksi. Pemenuhan kebutuhan cairan
juga penting, karena cairan dapat membantu kinerja ginjal dalam menetralisir zat- zat
sisa. Melakukan aktivitas fisik atau olahraga ringan dapat membantu melenturkan otot
dan melancarkan sirkulasi darah. Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah
kebutuhan untuk melindungi diri dari berbagai bahaya yang mengancam, baik
terhadap fisik maupun psikososial (Asmadi, 2008).
Berkurangnya mobilitas sendi, waktu reaksi melambat, penurunan
penglihatan,penurunan pendengaran, penurunan kekuatan dan daya tahan otot juga
dapat mengakibatkan cedera pada orang lanjut usia akibat proses penuaan.
Permukaan lantai yang tidak rata dan licin merupakan daerah yang berbahaya
karena potensial menyebabkan jatuh, sehingga perlu bantuan orang lain terutama
keluarga untuk membantu lansia agar tidak terjatuh (Tamher, 2009).
Menurut penelitian (Lee&Yeo,2009) cedera merupakan masalah yang
signifikan yang dialami oleh lansia. Sebagian besar cedera pada lansia terjadi
akibat terjatuh dirumah. Diperlukan beberapa strategi untuk mencegah terjadinya
cedera pada lansia. Seiring dengan berjalannya waktu akibat penuaan, maka
seseorang juga pasti mengalami gangguan atau penurunan fungsi tubuh yang akan
menyebabkan keterbatasan fungsi fisik, psikologis, maupun sosial. Oleh sebab
itu, lansia sangat membutuhkan dukungan, perhatian serta motivasi dari keluarga
maupun kerabat dekatnya.

A. Pengkajian Askep Teori


1. Identitas klien
Nama, nama KK, tempat dan tanggal lahir, usia, pendidikan terakhir, agama, suku,
bangsa, status perkawinan, tinggi badan / berat badan, dan penampilan secara umum.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan klien meliputi status kesehatan klien saat ini dan status kesehatan
masa lalu.
a. Status Kesehatan Klien Saat Ini
Klien tidak mampu mengungkapkan status kesehatannya secara verbal, dari segi
fisik dan saat ini klien mengalami kepikunan atau demensia.
b. Status Kesehatan Masa Lalu Klien
Saat ditanyakan, klien menyatakan sudah lupa atau tidak tahu.
3. Kemampuan ADL (Activity Daily Living)
Pasien masih bisa atau tidak melakukan aktivitas secara mandiri misalnya: mandi,
kontinen, kekamar kecil, berpakaian, makan, minum dan mobilisasi.
4. Status kesehatan mental
Pengkajian status mental dilakukan untuk mengevaluasi status kesehatan klien yang
berpengaruh terhadap pikiran, emosi, atau perilakunya.
5. Aspek kognitif, pembelajaran dan memori
Pengkajian aspek kognitif, pembelajaran dan emosi dengan cara menggunakan
instrumen yang berstandarisasi, yaitu :
a. Pengkajian Mini Mental Status Exam (MMSE)
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut :
1) Menyebutkan dengan benar tahun, musim, tanggal, hari dan bulan (Skor 5).
2) Dimana kita sekarang : Negara Indonesia, Provinsi, Kota, Panti (Desa) dan
wisma (Dusun) (Skor 5).
3) Meminta klien menyebutkan objek 3 macam, setelah disebutkan oleh pengkaji
dengan jeda 1 detik. Meminta klien untuk mengulangi sampai benar semua
dan berurutan. Yang dinilai adalah penyebutan yang pertama. (Skor 3)
4) Minta klien menghitung mundur dari angka 100 dikurangi 7 sampai 5x. Atau
menyebutkan huruf dari belakang kata “B-U-N_G-A”. (Skor 5)
5) Meminta klien untuk mengulangi ketiga objek di aspek “registrasi” No 9.
(Skor 3)
6) Aspek bahasa
a) Tunjukkan benda dan minta klien menyebutkan nama masing-masing
benda tersebut. (Skor 2)
b) Minta klien untuk mengulangi kata “tidak, jika,dan, atau, tetapi” (Skor 1)
c) Minta klien untuk mengikuti perintah, “ambil kertas, lipat dua, dan taruh
dilantai” (Skor 3)
d) Perintahkan klien membaca tulisan perintah, misal : tutup mata anda. (Skor
1)
o Menulis satu kalimat
o Salin gambar
(Skor 2)
Interpretasi :
Jika skor > 23 : aspek kognitif dari fungsi mental baik
Jika skor 18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
Jika skor ≤ 17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
b. Short portable mental status quetionnaire
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah
1) Tanggal berapa hari ini?
2) Hari apa sekarang?
3) Apa nama tempat ini?
4) Berapa nomor telepon anda?
Dimana alamat anda? (ditanyakan bila tidak memiliki telepon)
5) Berapa umur anda?
6) Kapan anda lahir?
7) Siapa Presiden Indonesia sekarang?
8) Siapa Presiden sebelumnya?
9) Siapa nama ibu anda?
10) Berapa 20 dikurangi 3? (begitu seterusnya sampai bilangan terkecil)
Interpretasi :
Kesalahan 0 -2 : fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : kerusakan intelektual berat
6. Pemeriksaan fisik
Pada usia dewasa akhir (60 tahun ke atas) terjadi penurunan fungsi fisiologis
tubuh. Untuk itu pemeriksaan fisik pada klien dewasa akhir perlu dilakukan dengan
pengkajian pada system tubuh di antaranya:
1) Kepala dan rambut
2) Mata
3) Hidung
4) Telinga
5) Mulut dan Faring
6) Leher
7) Pemeriksaan sistem tubuh
a) Pemeriksaan Integumen
b) Pemeriksaan sistem kardiovaskular
c) Pemeriksaan sistem pernafasan
d) Pemeriksaan sistem reproduksi
e) Pemeriksaan sistem genitourinaria
f) Pemeriksaan gastrointestinal
g) Pemeriksaan sistem muskuloskeletal
h) Pemeriksaan sistem sensori
i) Pemeriksaan Neurologi
B. Diagnosa keperawatan
1. Diagnosa lansia dengan demensia
a. Kerusakan memori (00131, Domain 5 Kelas 4)
b. Resiko jatuh (00155, Domain 11 Kelas 2)
c. Defisit perawatan diri mandi (00108, Domian 4 Kelas 5)
2. Diagnosa untuk keluarga dengan lansia
a. Ketidakefektifan performa peran b.d tingkat perkembangan tidak sesuai dengan
harapan peran (00055)
b. Disfungsi proses keluarga b.d ketidakadekuatan keterampilan koping keluarga
(00063)
c. Hambatan komunikasi verbal b.d ketidakcukupan informasi (00051)

C. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi lansia dengan demensia

No Diagnosa NOC NIC


1. Kerusakan Orientasi Kognitif (0901) Managemen Dimensia (6460)
Memori (00131) 1. Menyertakan anggota keluarga
Definisi : Outcome : dalam perencanaan pemberian,
Ketidakmampuan 1. Mengidentifikasi diri dan evaluasi perawatan sejauh
mengingat sendiri yang diinginkan
beberapa 2. Mengidentifikasi 2. Mengidentifikasi pola-pola
informasi atau tempat saat ini perilaku biasa untuk kegiatan
keterampilan 3. Mengidentifikasi seperti tidur, penggunaan obat,
perilaku. hari dengan benar ekiminasi, asupan makanan, dan
4. Mengidentifikasi perawatan diri
bulan dengan benar 3. Menentukan tingkat dan jenis
5. Mengidentifikasi defisit kognitif dengan
tahun dengan benar menggunakan alat pengkajian
6. Mengidentifikasi yang terstandar
bulan dengan benar 4. Memonitor fungsi kognitif
7. Mengidentifikasi 5. Memperkenalkan diri saat
peristiwa saat ini memulai kontak
yang signifikan Berbicara dengan suara jelas,
rendah, hangat, nada
mengormati
6. Memberikan pasien aktifitas
orientasi yang umum dan sesuai
musim pertahun dengan
menggunakan petunjuk yang
tepat misal kegiatan musim

Latihan Memori (4760)


1. Berdiskusi dengan keluarga atau
pasien yang mengalami masalah
ingatan
2. Menstimulasi ingatan dengan
cara mengulangi pemikiran
pasien yang terakhir
diekspresikan
3. Mengenangkan kembali
mengenai pengalaman pasien
dengan cara yang tepat
4. Mengimplementasikan teknik
mengingat yang tepat misalnya
alat yang membantu ingatan
5. Memberikan latihan orientasi,
misalnya pasien berlatih
mengenai informasi pribadi dan
tanggal
6. Menyediakan pengingat dengan
menggunakan gambar
2. Resiko Jatuh Resiko Trauma Identifikasi Risiko
(000155) 1. Mengkaji ulang data yang
Definisi Outcome : didapatkan dari pengkajian
Peningkatan 1. Keseimbangan resiko
kerentanan untuk 2. Perilaku pencegahan 2. Mengidentifikasi adanya
jatuh yang dapat jatuh sumber-sumber agensi untuk
menyebabkan 3. Pengetahuan : membantu menurunkan faktor
bahaya fisik pemahaman pencegahan resiko
jatuh pengetahuan 3. Mengidentifikasi strategi koping
keselamatan anak fisik, yang digunakan
4. Mempertimbangkan status
pemenuhan sehari-hari
5. Mengintruksikan faktor resiko
dan rencana untuk mengurangi
faktor resiko
6. Mengimplementasikan aktivitas-
aktivitas pengurangan resiko
3. Defisit Perawatan Perawatan Diri Mandi Bantuan Perawatan Diri (1800)
Diri (00108) 1. Masuk dan keluar kamar 1. Memonitor kemampuan
Definisi mandi perawatan diri secara mandiri
Hambatan 2. Mengambil alat mandi 2. Mempertimbangan usia pasien
kemampuan untuk 3. Mandi dengan bersiram ketika meningkatkan aktifitas
melakukan 4. Mencuci badan bagian perawatan diri
atvitas atau atas 3. Membantu pasien menerima
menyelesaikan 5. Mencuci badan bagian kebutuhan terkait dengan
aktivitas mandi bawah kondisinya
secara sendiri. 6. Mengeringkan badan 4. Mendorong pasien untuk
melakukan aktivitas normal
Tingkat Dimensia sehari-hari sampai batas
1. Kesulitan melakukan kemampuan pasien
ADL 5. Mengajarkan keluarga untuk
2. Kesulitan melakukan mendukung kemandirian dengan
kegiatan alat bantu membantu ketika psien tidak
sehari-hari (IADL) mampu melakukan

Bantuan Perawatan Diri : Mandi


(1801)
1. Menentukan jumlah dan tipe
terkait dengan bantuan yang
diperlukan
2. Menyediakan barang pribadi
yang diinginkan
3. Menyediakan lingkungan yang
terapeutik
4. Fasilitasi untuk mandi sendiri
dengan tepat
5. Memberikan bantuan sampai
mampu merawat diri secara
mandiri

2. Intervensi keluarga dengan lansia demensia

No Diagnosa NOC NIC


1. Ketidakefektifan Penampilan peran (1501) Peningkatan peran (5370)
performa peran b.d  Pengetahuan tentang  Membantu untuk
tingkat masa perubahan mengidentifikasi bermacam
perkembangan tidak peran (150102) peran dalam siklus kehidupan
sesuai dengan  Penampilan perilaku  Membantu untuk
harapan peran peran keluarga mengidentifikasi periode transisi
(00055) (150103) peran pada keseluruhan rentang
 Melaporkan kehidupan
kenyamanan dalam  Membantu untuk
peran yang mengidentifikasi
diharapkan (150112) ketidakcukupan peran
 Membantu orang dewasa dan
Fungsi keluarga (2602)
anak-anak untuk menerima
 Merawat anggota ketergantungan lansia dan
keluarga yang libatkan dalam perubahan-
memiliki perubahan peran
ketergantungan  Fasilitasi diskusi mengenai
(260202) bagaimana adaptasi peran
 Beradaptasi terhadap keluarga untuk dapat
adanya mengkompensasi peran anggota
perkembangan keluarga yang sakit
transisi (260208)
Peningkatan koping (5230)
 Anggota keluarga
 Memberikan penilaian mengenai
bisa melakukan peran
pemahaman pasien terhadap
yang diharapkan
proses penyakit
(260205)
 Mendukung kesabaran dalam
mengembangkan suatu
hubungan
 Mendukung keluarga untuk
memverbalisasikan perasaan
mengenai sakitnya anggota
keluarga

2. Disfungsi proses Normalitas keluarga Peningkatan integritas keluarga


keluarga b.d (2604) (7100)
ketidakadekuatan  Memenuhi kebutuhan  Membina hubungan saling
keterampilan koping fisik anggota keuarga percaya dengan anggota
keluarga (00063) (260406) keluarga
 Memenuhi kebutuhan  Mempertimbangkan pemahaman
psikososial anggota keluarga terhadap kondisi yang
keluarga (260407) ada
 Memenuhi kebutuhan  Mempertimbangkan perasaan
perkembangan keluarga terhadap situasi yang
anggota keluarga mereka hadapi
(260408)  Memonitor hubungan keluarga
saat ini
Fungsi keluarga (2602)
 Mengidentifikasi tipe
 Merawat anggota mekanisme koping keluarga
keluarga yang  Mendukung keluarga untuk
memiliki meningkatkan hubungan yang
ketergantungan positif
(260202)  Kolaborasikan dengan keluarga
 Beradaptasi terhadap dalam pemecahan masalah dan
adanya pengambilan keputusan
perkembangan
Terapi keluarga (7150)
transisi (260208)
 Menentukan pola komunikasi
 Anggota keluarga
dalam keluarga
bisa melakukan peran
 Mengidentifikasi bagaimana
yang diharapkan
keluarga menyelesaikan masalah
(260205)
 Menentukan bagaimana
keluarga membuat keputusan
 Mengidentifikasi peran yang
biasa dalam sistem keluarga
 Membantu anggota keluarga
berkomunikasi lebih efektif
 Membantu keluarga
meningkatkan strategi koping
yang ada
3. Hambatan Komunikasi (0902) Mendengar aktif (4920)
komunikasi verbal  Mengenali pesan  Menggunakan pertanyaan
b.d ketidakcukupan yang diterima maupun pernyataan yang
informasi (00051) (090206) mendorong klien untuk
 Mengarahkan pesan mengekspresikan perasaan,
pada penerima yang pikiran dan kekhawatiran
tepat (090207)  Menggunakan perilaku non
Komunikasi: verbal untuk memfasilitasi
mengekspresikan (0903) komunikasi (misalnya
 Menggunakan bahasa menyadari postur tubuh ketika
yang tertulis berdiri dalam membalas pesan
(090301) non verbal)
 Kejelasan berbicara  Menyadari tempo suara, volume,
(090304) kecepatan maupun tekanan suara
 Mengklarifikasi pesan yang
diterima dengan menggunakan
pertanyaan maupun
memberiakan umpan balik
 Memverifikasi pemahaman
mengenai pesan-pesan yang
disampaikan dengan
menggunakan pertanyaan
maupun memberiakn umpan
balik

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien . Jakarta: Salemba Medika.
Atun, M. 2008. Lansia Sehat dan Bugar. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Black & Hawks. 2009. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive
Outcomes. Elsevier Saunders
Boedhi-Darmojo. 2009.Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Bulechek, Gloria M, dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). Jakarta :
Elsevier

Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Fatimah. 2010. Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.
Herdman,T.H & Kamitsuru,S. 2015. NANDA International DiagnosaKeperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Kusumawati, Diah. 2007. Pegagan : Meningkatkan Daya Ingat Membuat Awet Muda,
Menurunkan Gejala Sterss dan Meningkatkan Stamina. Jakarta : Penerbang
Swadaya.
Lee & Yeo. (2009). A Review of Elderly Injuries Seen in A Singapore Emergency
Department. Singapore: Singapore Med J.
Lisnaini,L. 2012. Senam Vitalis Otak dapat Meningkatkan Fungsi Kognitif Usia
Dewasa Muda. Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia.
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Moorhead, Sue, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta: Elsevier

Mujahidullah, Khalid. 2012. Keperawatan Geriatrik : Merawat Lansia dengan Cinta


dan Kasih Sayang,. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC
Tamher, S. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai