Anda di halaman 1dari 20

A.

Konsep dasar demensia

1. Pengertian Demensia

Demensa adalah penurunan meyeluruh dan finga mental lubur yang berufat
progresf dan treversabel dengan kesadaran yang baik (Naurullah, 2016).

Denensa adalah suatu sundroma klinik yang termasuk fungsi intelektual dan
ingatan'memori berat schingga ményebabkan disfunga hidup sehan-han (Martono,
2004).

Demensia adalah kemunduran kognitif yang sangat beratnya, sehingga


mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Kemunduran
kogniktif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya
ingat atau biasa yang sering disebut juga dengan (pelupa). Demensia terutama
yang di sebabkan oleh penyakit Alzhener berkaitan erat dengan usia lanjut
(Nugroho, 2008)

Proses menua tidak dengan sendırınya menyebabkan terjadınya Demensia.


Penuaan penyebab perubahan Anatomi dan Biokimiawi di susunan syaraf pusat.
Pada beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan
psikomotor yang masih wajar, di sebut sebangai ‘’sifat pelupa benigna akibat
penuaan (benign bsenescent forgetfulness)’’. Keadaan ini menyebabkan gangguan
pada aktivitas hidup sehari-han. Harus di ingat pula beberapa penderita demensia
sering mengalami depresi dan konfusio kliniknya sering kali membingungkan.

Secara gans besar demensia pada usia lanjut dapat di katagorikan dalam 2
golongan, yaitu:

a. Demensia Degenerative Primer 50-60%


Dikenal juga dengan nama demensia tipe Alzheimer, adalah suatu
keadaan yang termasuk perubahan jumlah, struktur dan fungsi neuron di dacrah
tertentu dari korteks otak. Terjadi suatu kekusutan neuro-fibriler (neuro-
fibrillary tangles) dan plak plak neurit dan perubahan aktivitas kholinergik di
dacrah-dacrah tertentu di otak. Penyebab tidak diketahui dengan pasti, tetapi
beberapa teori menerangkan kemungkinan adanya faktor kromosom atau
genetik (gen apolipoproteinE4), usia riwayat keluarga, radikal bebas, toksin
amijoid, pengaruh logama alumunium, akibat virus lambat atau pengaruh
lingkungan lain.
Gejala klinik demensia Alzheimer biasanya berupa awitannya yang
bertahap yang berkelanjutan secara lambat, biasanya dapat di bedakan dalam 3
fase (whalley, 1997 dalam buku Martono, 2004):
1) Fase I
Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan
gangguan visuo-spatial. Lingkungan yang biasa menjadi seperti asing,
sukar menemukan jalan pulang yang biasa di lalui. Penderita mungkin
mengeluhkan agnosia kanan- kiri. Bahkan pada fase dini ini rasa tilikan
(insight) sering sudah terganggu.
2) fase 2
Terjadi tanda yang mengarah ke kerusakan fokal-kortikal,
walaupun tidak terlihat pola defisit yang khas. Simtom yang disebabkan
oleh disfungsi lobus parictalis (missal agnosia, dispraksia dan akalkulia)
sering terdapat. Gejala neurologic mungkin termasuk antara lain
tanggapan ekstensor plantaris dan beberapa kelemahan faisal. Delusi dan
halusinasi mungkin masih kelihatan normal.
3) Fase 3
Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang.
Penderita tampak terus menerus apatik. Banyak penderita tidak mengenali
diri sendiri atau orang yang dikenalnya. Dengan berlanjutnya penyakit,
penderita sering hanya berbaring di tempat tidur, inkotinen baik urin
maupun alvin. Sering di sertai serangan kejang epileptic grandma. Gejala
neurologic menunjukkan gangguan berat dari gerak langkah (gait), tonus
otot dan gambaran yang mengarah pada sindrom kluver-Bucy (apati,
ganguuan pengenalan, gerak mulut tak terkontrol, hiperseksualitas,
amnesia dan bulimia).
Rata-rata lama penyakit sejak dari diagnosis awal sampai kematian
berkisar antara 9,3 tahun (antara 8-15 tahun).
Penyakit degeneratif primer adalah suatu diagnosis klinik, dimana
diagnosis dibuat dengan diagnosis lain.
Diagnosas pasti hanya dapat di buat dengan atopst atau bopsy otak Harus
dngat balwa dapatan atrofi otak pada skan temografi computer atau MRI
tidak diaqnostik atau spesifik untuk demensia, karena dapatan tersebut besa
terjadi pada proses menua normal.

b. Demensia multi-infark 10-20%


Demensia ini merupakan jenis kedua terbanyak setelah penyakit
Alzheimer. Bisa di dapatkan secara tersendiri atau bersama dengan demensia
jenis lain Di dapatkan sebagai akibat/gejala sisa dari stroke kortikal atau
subkortikal yang berulang. Oleh karena lesi di otak seringkali tidak terlalu
besar, gejala strokenya (berupa defisit neurologik) tidak jelas terlihat. Dapatan
yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan penurunan bertingkat
(stepwise), dimana setiap episode akut menurun keadaan kognitifnya Hal ini
berada dengan dapatan dengan penyakit Alzheimer, dimana gejala dan tanda
akan berlangsung progresif. Pemenksaan dengan skan tomografi terkomputr
(skan TK) sering tidak menunjukkan lesi. Dengan MRI, lesi sering bisa
dideteksi. pemeriksaan dengan skor Hachmsky dapat membantu penegakan
diagnoSis demensia jenis ini. Satu jenis demensia tipe vascular lain, yaitu
demensia tipe binswannger sulit di bedakan dengan demensia multi-infark.
Pada banyak pendenita sering di jumpai gejala dan tanda dan dari
demensia tipe campuran (multi-infark dan alzheimer).

2. Etiologi
Menurut (Nasrullah, 2016) Penyebab dari dimensia adalah, Degenerasi
neuronal atau ganguan multifokal, penyakit vaskuler atau keadaan lanjut usia pada
orang tua dan faktor usia.
Penyebab demensia yang reversibel sangat penting di ketahui karena
pengobatan yang baik pada penderita dapat kembali menjalankan kehidupan
sehari hari yang normal sebagai berikut;
a. Drugs (obat), obat sedative, obat penenang minor atau mayor, obat anti
konvulsan. obat anti depresan, obat anti hipertensi, obat anti aritmea.
b. Emosional (ganguan emosi, mis: Depresi).
c. Metabolik dan endokrin. Seperti; DM, hipoglikémi, gangguan
ginjal.gangguan hepar, gangguan tiroid, gangguan eletrolit.
d. Mata dan telinga (disfungsi mata dan telinga)
e. Kekurangan Gizi vit B 6 (pellaga), kekurangan vit BI (sindrom mirip),
kekurangan vit B12 (anemia pernisiosa), kekurangan asam folat.
f. Tumor dan Trauma.
g. Infeksi.
Ensefalitis oleh virus, contoh Herpes smplck, bakteri, contoh oleli
penemokok dan TBC, parasite, Fungus, Abses otak, dan Neurosifiles.
h. Arterosklerosis (komplikasi penyakit aterosklerosis, missal: infrak miokard,
gagal jantung dan alkohol. Menurut (Nasnullah 2016) keadaan yang secara
potensial reversible atau yang bisa dihentikan seperti, Intosikasi (obat,
termasuk alkohol dan lain lain), infeksi susuna saraf pusat, gangguan
metabolic, gangguan vaskuler (dimensia multi-infark) dan lesi desak ruang;
1) Hematoma subdural akut / kronis
2) Metastase neoplasma
3) Hidrosefalus yang bertekanan normal
4) Depresi (pseudo-dimensia depresf).

Penyebab dari demensia non reversible;


1. Penyakit degenerative
Penyakit alzhemeir, dimensia yang berhubungan dengan badan
lewy, penyakit pick, penyakit hutington, kelumpuhan supranuktural
progresif dan penyakit Parkinson dan lain-lain.
2. Penyakit vaskuler
Penyakit sorebrovaskuler oklusif (dimensia multi-infark),
penyakit binswanger, embolisme serebral. Arteritis, anoksia sekunder
akıbat henting jantung, gagal jantung akibat intoksia karbon monoksida.
3. Dinensia traumatis
Yaitu Perlakuan kranio-serebral dan dimensia pugilistika.
4. Infeksi
sindrom defisinsi imun depatan (AIDS), infeksi untun oportunistic,
penyakit creutzfeld-jacob progresif, kokeonsefalopati multi fokal
progresif dan kokeonsefalopati multi fokal progresif.

3. Patofisiologi
Berbagai agen infeksi, baik bakteri, virus, protozoa, spirochaeta, maupun
fungi pada kondisi tertentu yang mampu menginfeksi otak melalui berbagai
spesifik spesifik dengan memanfaatkan berbagai faktor virulensi. Agen infeksi
dari golongan bakteri yang mengandung lipopolysaccharide (LPS), teichoic acid,
peptidoglycan, dan toksin bakteri yang mampu menginduksi pelepasan mediator
proinflamasi, ekspresi faktor kemotaktik, dan ekspresi molekul adhesi.
Berbagai karakteristik spesifik yang dimiliki oleh agen infeksi yang
mampu menginduksi respons inflamasi di otak, yang dilaporkan dengan disfungsi
sawar darah-otak, terwujudnya sel-sel keradangan ke jaringan otak, dan
peningkatan produksi sitokin proinflamasi di otak. Kondisi tersebut akan
mengaktivasi mikroglia dan astrosit di jaringan otak sehingga terjadi produksi
radikal bebas dan semakin meningkatnya produksi sitokin proinflamasi. Hasil
akhir dari semua proses diatas adalah berlangsungnya proses neurodegenerasi,
suatu proses yang mengarah pada kondisi demensia (Rianawati, 2014)

4. Manifestasi Klinis
Demensia lebih merupakan sindrom, bukan diaqnosis, dengan tanda gejala
yang muncul adalah, Menurunnya gangguan memori jangka pendek jangka
panjang, menurunnya bahasa, menurunya pemikiran, pemeriksaan, kemampuan
hidup sehari-hari (mIsalnya, memakai pakaian, pembantuan keuangan), prilaku
yang abnormal (misalnya, menyerang, berjalan jalan tanpa tujuan, disnhibisi
seksual) juga dapat muncul, apatis, depresi dan ansietas, pola tidur terganggu,
auditorik, halusinasi visual dan Mengantuk di siang hari, bingung membedakan
siang dan malam, kegelisahan di siang hari han, fenomena psikotik, terutama
waham kejar (diperburuk dengan sifat pelupa) dan halusinasi fisual (Nasrullah,
2016).

5. Klasifikasi menurut (Nasrullah, 2016)


a. Demensia kortikal; gejala khas melibatkan memori, bahasa, penyesalan
masalah, dan pemiikiran dan gejalanya muncul pada:
1) Penyakit Alzheimer (penyakit Alzheimer, AD), pada pemeriksaan
makroskopik melalut CT dan MRI didapatkan penyusun otak, dengan
peningkatan pelebaran sulkus dan pembesaran vertikel Sedangkan
pemeriksaan mikroskopik, gambaran utama berupa sorotan neuron dan
adanya (terutama pada korteks dan hipokampus) plak amiolid dan
kekusutan serat-serat saraf Dan pemenksaan scara neurokimia, terdapat
penurunan beberapa neurotransmitter, terutama asetikolin, noradrenalin,
serotonin dan somatostain dengan kehilangan badam sel neuron yang
terkait yang mengsekresikan transınitter ini.
2) Demensia vaskuler (demensia vaskular, VaD).
3) Demensia badan lewy (demensia with lewy body, DLB).
4) Demensia frontotetemporal
b. Demensia subkortikal; gejala khas termasuk perlambatan psikomotor dan
disfungsi yang mengalami gangguan terhadap jalur frontal, gejala gejala gejala
kognitif seperti afisia atau agnosia jarang ada, dan gejalanya muncul pada:
1) Penyakit Parkinson.
2) Penyakit hungtinton.
3) Kelumpuhan supranuklear progesif.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal meliputi pengobatan setiap penyebab demensia
yang reversibel atau keadaan bingung yang saling tumpang tindih, sekitar 10%
pasien dengan demensia mendenita penyakit sistemik atau neurologik yang dapat
di obati. persen menderita pseudodemensia yang disebabkan oleh penyakit
psikiatrik yang dapat diobati, dan 10% persen yang menderita penyebab
penunjang yang dapat dimodifikasi seperti alkoholisme atau hipertensi, Pasien
demensia ringan dapat melanjutkan aktivita di rumah yang relatif normal tetapi
jarang ditempat kerja Dengan berkembangnya demensia diperlukan lebih banyak
pengawasan (Nasrullah, 2016).

7. Pencegahan dan Demensia


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan risiko kejadian demensia
diantaranya adalah ketajaman daya ingat dan senantiasa fungsi otak, seperti,
Mencegah masuk nya zat-zat yang dapat merusak otak sel-sel seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan, membaca buku yang merangsang otak untuk berfikir
kita yang dilakukan di setiap hari, melakukan kegiatan yang dapat membuat
mental sehat dan aktif, kegiatan dan memperdalam ilmu Agama, tetap dengan
lingkungan, berkumpul dengan tema yang memiliki kesamaan minat atau hobi
dan mengurangi stres dalam pekerjaan dan berusala untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat. (Nasrullah, 2016).

B. Konsep dasar lansia

1. Pengertian Menua
suatu proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah serta
merupakan bagian normal dari masa pertumbuhan dan perkembangan dimana
terjadi penurunan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri (Ratnawati,
2017).
Menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya
di mulai dan suatu waktu tertentu, tetapi di mulai sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui
tahap tahap kehadupannya, yatu neontes, tokler, pra school, school, remaja,
dewasa dan lansia Talap berbeda ini di mulai secara psikologis maupun
psikologis (Padila, 2014).
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
Dapat diramaikan yang terjadi pada semua orang pada saat * mereka mencapai
tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2012).
Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran misalnya
kemunduran fisik yang di tandai dengan kulit menjadi kerput karena
berkurangnya bantalan lemak, rambut memutilh, pendenganran berkurang,
penglihatan memburuk, gigi mulai ompong, aktivitas menjadi lambat, nafsu
makan berkurang dan kondisi tubuh yang lain juga mengalami kemunduran
(Padila, 2014).
2. Teori proses menua

Menurut (Nugroho dalam buku Ratnawati 2006). Mengelompokkan


teori proses menua dalam dua bidang, yakni biologi dan sosiologis .Masing-
masing bidang tersebut kemudian di pecah lagi ke dalam beberapa bagian
sebagai berikut.
a. Teori biologi
1) Teon genetik
a) Teori genetik clok
Teori ini merupakan teori mstrinsik yang menjelaskan bahwa ada
jam biologis di dalam tubuh yang berfungsi untuk mengatur gen
dan menentukan proses penuaan. Proses menua imi telah
terprogram secara genetic untuk spesies-spesies tertentu
Umumnya, di dalam inti sel setiap spesies memiliki suatu jam
genetik/jam biologis sendiri dan setiap dan mereka mempunyai
batas usia yang berbeda-berbeda yang telah di putar menurut
replica tertentu (Nugroho, 2006).
b) Teori mutasi somatic
Teori ini meyakini bahwa penuaan terjadi karena adanya mutasi
somatic akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Nugroho,
mengamini pendapat suhana (1994) dan Constantinides (1994)
bahwa telah terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau
RNA dan dalam proses translasi RNA protein/emzim. Kesalahan
yang terjadi terus menerus akhimya menimbulkan penurunan
fingsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit.
Setiap sel tersebut kemudian akan mengalami mutasi, seperti
mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel.
2) Teon nongenetik
a). Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-mmune theory)

Pengulangan mutasi dapat, menyebabkan penurunan kemampuan


sistem imun tubuh dalam mengenali dirinya sendin (self-
recognition) Sepeti dikatakan Goldstein (1989) bahwa mutası
yang merusak membrane sel akan menyebabkan sistem imun
tidak mengenalinya Jika tidak imengenalinya, sistem imun akan
merusaknya Hal milah yang mendasari peningkatan penyakit auto
imun pada lanjut usia.

b). Teoni kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory)


Teori ini terbentuk karena adanya proses metabolisme atau proses
pernapasan di dalam mitokondria.

3. Batasan-batasan lansia

Usia yang di jadıkan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda umumnya


berkisar antara 60-65 talun. Beberapa pendapat para ahlı lentang batsan usia
adalah sebagai berikut (Padilla, 2013).

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.


b. Lanjut usia (elderl) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
Menurat yuli, 2014 sampai saat ini belum ada kesempakatan batas umur
lanjut usia secara pasti, karena seseorang tokoh psikologis membantah balıwa
usia dapat secara tepat menunjukkan seseorang individu tersebut lanjut usia
atau belum maka kita merujuk dari berbagai pendapat di bawah ini
a. Menurut WIHO
Menurut Badan Kesehatan Dunia ( world healtthborganization) yang di
katakana lanjut usia tersebut di baga ke dalam tiga katagori yaitu:
1) Usia lanjut 60-74 tahun
2) Usia tua 75-89 tahun
3) Usia sangat lanjut:> 90 tahun
Menurut nya bahwa kelompok ini individu tersebut sudah terjadi proses
penuaan, di mana sudah terjadi perubahan aspek fungsi seperti pada
jantung, paru-part, ginjal dan juga timbul proses degenarasi seperti
osteopoorosis (pengoperasian tulsng ). ganguan sistem pertahan tubuh
terhadap infeksi dan timbulnya proses alergi dan keganasan.
b. Menurut Dep Kes RI
Departemen kesehatan Republik Indonesia membangnya lanjut usia
menjadı sebagai berikut:
1) Kelompok nenjelang usia lanjut (45-54 tahun), keadaan mi dikatakan
sebagai masa virilitas.
2) Kelompok usin lanjut (55-64 tahun ) sebagai masa presenium.
3) Kelompok-kelompok usia lanjut ( >65 tahun ) yang dikatakan
sebangai masa senium.
4) Tipe Lansia
Menurut Nasullah (2016), mengelompokkan tipe lansia dalam
beberapa poin, antara lain:
a) Tipe arif bijaksana
Lanjut usia imi kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
penutan.
b) Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan, selektif dan mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c) Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikaan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,
sulit dilayani dan pengkritik.
d) Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nası baik mempunyai
konsep habis (habis gelap dating terang), mengikuti kegiatan
beribadah, ringan kaki, pckerjaan apa yang dilakukan.
e) Tipe bingung
Lanjut usia yang kagetan, kehilangan kepribadian mengasingkan din,
merasa nnder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

C. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Indentitas
Indentitas klien meliputi nama, umur, jenis, kelamin, suku bangsa / latar
belakang kebudayaan, status sipil, pendidıkan, pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan uatama
Keluhyan utama atau sebab uutama yang menyebabkan klien dating berobat
(menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.
c. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan šesudahnya terdapat amnesia Tensi menurun,
takıkardia, febris, BB menurun karena nafsu maka yang menurun dan tidak
mau makan, defisit perawatan diri.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakanan masih kuat Tetapi tidak
atau kurang mampu dalam melaksanakan ibadah nya sesuai dengan agama
dan kepercayaan.
e. Status mental
Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat diri sendiri.
Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren. Aktivitas motorik, perubahan
metorik dapat dimanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik,
gelisah, impulsive, manerisme, otomatis, steniotipi.
f. Alam perasaan
Klien Nampak ketakutran dan putus asa.
g. Afek dan emosi
Perubahan afek terjadi karena klien benusaha membuat jarak dengan
perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaan tersebut dapat
menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang
digunakan klien untuk melindungi dirinya, karena afek yang telah berubah
memampukan klien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dan
lingkungan eksternal Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan
tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah.
Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen.
h. Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksaan kurang kooperatif, kontak mata kurang
i. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosioanal terhadap
suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau lebih panca
indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
j. Proses pikir
Klien yang terganggu pikiran nya sukar berperilaku kohern, tindakannya
cendurung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak
sesuai dengan penilaian yang umum diterima, Penilaian realitas secara
pribądi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan dengan
orang, benda atau kejadian yang tidak logis (pemikiran autistic). Klien tidak
menelaah ulang kebenaran ralitas. Pemikiran autistik dasar perubahan proses
pikir ysng dapat dimanisfestasikan dengan pemikiran primitive, hilangnya
asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistic
(memperlihatkan gangguan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, dengan
asosiasi dan neologisme.
k. Tingkat kesadaran
Kesadaran yang menurun, bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang
1) Memori Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian beberapa
tahun yang lalu).
2) Tingkat kosentrasi : klien tidak mampu berkosentrasi.
3) Kemampuan penilaian : gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.
l. Kebutuhan klien sehari-hari
1) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan
gelisah. Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur
kembali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak
merasa segar di pagi hari.
2) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya
hanya sedikit, karena putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan
3) Eliminasi
4) Klien mungkin terganggu buang air kecilnya, kadang - kadang lebih
sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stress. Kadang- kadang dapat
terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.
m. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tidak berhaşil, kegagalan maka iya akan menetralisir,
mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola
koping mekanisme Ketidak mampuan mengatasi sacara konstruktif
merupakan faktor pnyebab primer terbentuknya pola tingkah laku patologis
Koping mekanisme yang digunakan scorang dalam keadaan delirium adalah
mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras ( ngomel-
ngomel) dan menutup diri.

2. Diagnosa keperawatan (Nic Noc dalam Buku Nasrullah)

a. Kerusakan memori yang berhubungan dengan perubahan fisiologis


(degeneras neuron ireversibel) yang di buktikan dengan hilang ingatan atau
memori , hilang kosentrasi, tidak mampu menginterpretasıkan stimulasi dan
menilai realitas dengan akurat.
b. Pengabaian diri yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya
daya tahan dan kekuatan yang dibuktikan dengan penurunan kemampuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Resiko cedera yang di buktikan dengan klien menggunakan tongkat dan
berhati-hati saat berjalan.
d. Hambatan komunikasi verbal
e. Defesit perawatan diri

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN INTERVENSI


KRITERIA HASIL
1 Kerusakan memori yang b.d Setelah diberikan a. Kembangkan
purubahan fisiologis (dengenerai tindakan lingkungan yang
neuron ireversibel) yang dibuktikan keperawatan mendukung dan
dengan hilang ingatan atau memori, diharapkan klian hubungan klien
hilang konsentrsi, tidak mampu mampu mengenali perawat yang
menginterprestasikan stimulusi dan perubahan dalam teurapetik.
menilai realitas dengan akurat. berfikir dengan b. Pertahankan
kriteria hasil : lingkungan yang
a. Mampu menyenangkan
memperlihat kan dan tenang
kognitif kpnsen c. Tagap wajah
kuen si kejadian ketikan berbicara
yang dengan klien.
menegangkan d. Panggil klien
terhadap emosi dengan namanya.
dan pikiran e. Gunakan suara
tentsng diri. yang agak rendah
b. Msmpu dan berbicara
mengembangkan dengan perlahan
strategi untuk pada klien.
mengatasi
anggapan diri
yang negatif.
c. Mampu
mengenali
tingkah laku dan
faktor penyebab.
2 Pengembangan diri yang Setelah di berikan a. Indentifikasi
b.dintoleransi aktifitas, menurunnya tindakan b. Kesulitan dalam
daya tahan dan kekuatan yang keperawatan berpakain/
dibuktikan dengan dengan diharapkan klien perawatan diri,
penurunan kemampuan melakukan dapat merawat seperti:
aktifitas sehari hari. dirinya sesuai keterbatasan
dengan gerak fisik,
kemampuannya apatis/ depresi
dengan kriteria hasil: penurunan
a. Mampu c. Kognitif seperti
melakukan apraksia.
aktivitas d. Indentifikasi
perawatan diri kebersihan diri
seuai dengan dan berikan
tingkat bantuan sesuai
kemampuan. kebutuhan
b. Mampu dengan
mengindetifikasi perawatan
dan rambut, kuku,
menggunakan kulit, bersihkan.
sumber pribadi/ e. Kaca mata dan
komunikasi yang gosok gigik
dapat f. Perlatihan adanya
memberikan tanda tanda
bantuan. nonverbal yang
fisiologis.
g. Beri banyak
waktu untuk
melakukan tugas.
h. Bantu
menggunakan
pakaian yang rapi
dan indah
3 Resiko cedera yang di buktikan Setelah di lakukan a. Kaji derajat
dengan klien menggunakan tongkat tindakan gangguan
dan berhati hati saat berjalan. keperawatan kemampuan,
harapkan ip tidak tingkah implusif
terjadi dengan KH : laku dan
a. Meningkatkan penurunan
tingkat aktivitas. persepsi fisual.
b. Dapat Bantu keluarga
beradaptasi mengindentifikasi
dengan resiko terjadinya
lingkungan bahaya mungken
untuk timbul.
mengurangi b. Hilangkan
resiko trauma sumber bahaya
cidera. lingkungah.
c. Tidak c. Alihkan yang
mengalami pengertian saat
d. Cidera. prilaku teragitasi/
berbahaya,
memenjat pagar
tempat tidur.
d. Kaji efek
samping obat,
tanda keracunan
(tanda
ekstrapiramidal,
hipotensi
ortostatistik.
e. Gangguan
penglihatan,
gangguan
gastrointestinal)
f. Hindari
penggunaan
restrain terus-
menerus, berikan
kesempatan
keluarga tinggal
bersama klien
selamat periode.
g. Agitasi akut.
4 Hambatan Komunikasi Verbal dilakukan Setelah a. Gunakan
tindakan penerjemah jika
keperawatan selama diperlukan satu.
3 x 24 jam klien b. Berikan kata
mampua. simpel saat
a. Berkomunikasi : bertemu (selamat
penerimaan pagi).
interpretasi dan c. Dorong pasien
ekspresi pesan. untuk bicara
b. Lisan, tulisan perlahan..
dan non verbal d. Dengarkan
meningkat dengan perhatian
c. Pengolahan berdiri didepan
informasi klien pasien.
mampu untuk e. Gunakan kartu
memperoleh baca, gambar,
mengatur, dan lain-lain.
menggunakan f. Anjurkan
informasi. berbicara dalam
d. Mampu kelompok wisma.
memanajemen, g. Anjurkan untuk
kemampuan fisik memberi stimulus
yang di miliki. ber komunikasi.
e. Komunikasi
ekspresif
kesulitan
berbicara,
eksresi, pesan
verbal, atau non
verbal,
yangbermakna.
5 Defenisi keperawatan diri ketidakmampuan a. Mandikan pasien
membasuh tubuh, dengan tepat.
ketidak mampuan b. Bantu pasien
mengakses kamar menyiapkan
ketidak mandi, handuk, sabun
mampuan dan sampho di
mengambil kamar mandi.
perlengkapan mandi. c. Dorong untuk
Katidak mampuan mandi sendiri
mengatur mandi, pasien bantuan.
ketidak mampuan d. Berikan pasien
menjangkau sumber benar benar-
air. Dengan kriteria merawat ndu
hasil Setelah dirinya secara
dilakukan asuhan mandiri.
keperawatan pada e. Sediakan
lansia dengan defisit lingkungan
perwatan diri selama teraupetik dengan
3 X 24 jam, memastikan
diharapkan pasien kehangatan,
dapat meningkatkn suasana rileks
perawatan diri dan nyaman serta
selama dalam menjaga privasi
perawatan, pasien.
a. Mengambil alat/
bahan mandi.
b. Mandi di bak
mandi
c. Mandi dengan
bersiram dan
menggunakan
sabun
d. Mencuci badan
bagian atas dan
e. Mengeringkan
badan
menggunakan
hanhuk.

4. Implementasi
Implementasi (pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana
asuhan keperawatan yang telalh disusun. Implementasi merupakan
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan. (Mubaraq dkk, 2006).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan rencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriterial hasil yang di buat pada tahap perencanaan. Setidak nya
ada dua hal utama yang perlu di perhatikan dalam tahap evaluasi. Pertama,
perkembangan klien terhadap hasil yang sudah ia capai dan kedua adalah
efektif atau tidaknya rencana keperawatan yang sudah di susun sebelumnya.
Perawat pertama-tam perlu melakukan pengkajian dasar dalam tahap evaluasi
ini, yang kemudian dilanjutkan selama melakukan kontak dengan klien,
(Ratnawati, 2017).

DAFTAR PUSTAKA
Mubaraq, dkk 2006 buku ajar keperawatan gerontik, jakarta CV Trans Info Media

Nasrullah, D (2016) buku ajar krperawatan gerontik, jakarta: CV. Trans Info Media

Nugroho W,(2008) keperawatan gerontik dan geriatik,jakarta : EGC

Padila, (2014). Buku ajar keperawatan gerontik. Yogjakarta : Nusha Medika.

Ratnawati, E (2017). Asuhan keperawara gerontik. Yogjakarta : pustaka baru press.

Rianawati, H (2014) jurnal demensia terkait infeksi, laboratorium neurologi falkults


kedoktoran universitas brawijaya, malang inbonesia. http: dx doi org/ 10 21776/ ub mnj.
2015.001.01.6

Stanly, M & Gauntlett B. P. (2012) buku ajar keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai