1. Pengertian Demensia
Demensa adalah penurunan meyeluruh dan finga mental lubur yang berufat
progresf dan treversabel dengan kesadaran yang baik (Naurullah, 2016).
Denensa adalah suatu sundroma klinik yang termasuk fungsi intelektual dan
ingatan'memori berat schingga ményebabkan disfunga hidup sehan-han (Martono,
2004).
Secara gans besar demensia pada usia lanjut dapat di katagorikan dalam 2
golongan, yaitu:
2. Etiologi
Menurut (Nasrullah, 2016) Penyebab dari dimensia adalah, Degenerasi
neuronal atau ganguan multifokal, penyakit vaskuler atau keadaan lanjut usia pada
orang tua dan faktor usia.
Penyebab demensia yang reversibel sangat penting di ketahui karena
pengobatan yang baik pada penderita dapat kembali menjalankan kehidupan
sehari hari yang normal sebagai berikut;
a. Drugs (obat), obat sedative, obat penenang minor atau mayor, obat anti
konvulsan. obat anti depresan, obat anti hipertensi, obat anti aritmea.
b. Emosional (ganguan emosi, mis: Depresi).
c. Metabolik dan endokrin. Seperti; DM, hipoglikémi, gangguan
ginjal.gangguan hepar, gangguan tiroid, gangguan eletrolit.
d. Mata dan telinga (disfungsi mata dan telinga)
e. Kekurangan Gizi vit B 6 (pellaga), kekurangan vit BI (sindrom mirip),
kekurangan vit B12 (anemia pernisiosa), kekurangan asam folat.
f. Tumor dan Trauma.
g. Infeksi.
Ensefalitis oleh virus, contoh Herpes smplck, bakteri, contoh oleli
penemokok dan TBC, parasite, Fungus, Abses otak, dan Neurosifiles.
h. Arterosklerosis (komplikasi penyakit aterosklerosis, missal: infrak miokard,
gagal jantung dan alkohol. Menurut (Nasnullah 2016) keadaan yang secara
potensial reversible atau yang bisa dihentikan seperti, Intosikasi (obat,
termasuk alkohol dan lain lain), infeksi susuna saraf pusat, gangguan
metabolic, gangguan vaskuler (dimensia multi-infark) dan lesi desak ruang;
1) Hematoma subdural akut / kronis
2) Metastase neoplasma
3) Hidrosefalus yang bertekanan normal
4) Depresi (pseudo-dimensia depresf).
3. Patofisiologi
Berbagai agen infeksi, baik bakteri, virus, protozoa, spirochaeta, maupun
fungi pada kondisi tertentu yang mampu menginfeksi otak melalui berbagai
spesifik spesifik dengan memanfaatkan berbagai faktor virulensi. Agen infeksi
dari golongan bakteri yang mengandung lipopolysaccharide (LPS), teichoic acid,
peptidoglycan, dan toksin bakteri yang mampu menginduksi pelepasan mediator
proinflamasi, ekspresi faktor kemotaktik, dan ekspresi molekul adhesi.
Berbagai karakteristik spesifik yang dimiliki oleh agen infeksi yang
mampu menginduksi respons inflamasi di otak, yang dilaporkan dengan disfungsi
sawar darah-otak, terwujudnya sel-sel keradangan ke jaringan otak, dan
peningkatan produksi sitokin proinflamasi di otak. Kondisi tersebut akan
mengaktivasi mikroglia dan astrosit di jaringan otak sehingga terjadi produksi
radikal bebas dan semakin meningkatnya produksi sitokin proinflamasi. Hasil
akhir dari semua proses diatas adalah berlangsungnya proses neurodegenerasi,
suatu proses yang mengarah pada kondisi demensia (Rianawati, 2014)
4. Manifestasi Klinis
Demensia lebih merupakan sindrom, bukan diaqnosis, dengan tanda gejala
yang muncul adalah, Menurunnya gangguan memori jangka pendek jangka
panjang, menurunnya bahasa, menurunya pemikiran, pemeriksaan, kemampuan
hidup sehari-hari (mIsalnya, memakai pakaian, pembantuan keuangan), prilaku
yang abnormal (misalnya, menyerang, berjalan jalan tanpa tujuan, disnhibisi
seksual) juga dapat muncul, apatis, depresi dan ansietas, pola tidur terganggu,
auditorik, halusinasi visual dan Mengantuk di siang hari, bingung membedakan
siang dan malam, kegelisahan di siang hari han, fenomena psikotik, terutama
waham kejar (diperburuk dengan sifat pelupa) dan halusinasi fisual (Nasrullah,
2016).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal meliputi pengobatan setiap penyebab demensia
yang reversibel atau keadaan bingung yang saling tumpang tindih, sekitar 10%
pasien dengan demensia mendenita penyakit sistemik atau neurologik yang dapat
di obati. persen menderita pseudodemensia yang disebabkan oleh penyakit
psikiatrik yang dapat diobati, dan 10% persen yang menderita penyebab
penunjang yang dapat dimodifikasi seperti alkoholisme atau hipertensi, Pasien
demensia ringan dapat melanjutkan aktivita di rumah yang relatif normal tetapi
jarang ditempat kerja Dengan berkembangnya demensia diperlukan lebih banyak
pengawasan (Nasrullah, 2016).
1. Pengertian Menua
suatu proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah serta
merupakan bagian normal dari masa pertumbuhan dan perkembangan dimana
terjadi penurunan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri (Ratnawati,
2017).
Menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya
di mulai dan suatu waktu tertentu, tetapi di mulai sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui
tahap tahap kehadupannya, yatu neontes, tokler, pra school, school, remaja,
dewasa dan lansia Talap berbeda ini di mulai secara psikologis maupun
psikologis (Padila, 2014).
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
Dapat diramaikan yang terjadi pada semua orang pada saat * mereka mencapai
tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2012).
Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran misalnya
kemunduran fisik yang di tandai dengan kulit menjadi kerput karena
berkurangnya bantalan lemak, rambut memutilh, pendenganran berkurang,
penglihatan memburuk, gigi mulai ompong, aktivitas menjadi lambat, nafsu
makan berkurang dan kondisi tubuh yang lain juga mengalami kemunduran
(Padila, 2014).
2. Teori proses menua
3. Batasan-batasan lansia
C. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Indentitas
Indentitas klien meliputi nama, umur, jenis, kelamin, suku bangsa / latar
belakang kebudayaan, status sipil, pendidıkan, pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan uatama
Keluhyan utama atau sebab uutama yang menyebabkan klien dating berobat
(menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.
c. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan šesudahnya terdapat amnesia Tensi menurun,
takıkardia, febris, BB menurun karena nafsu maka yang menurun dan tidak
mau makan, defisit perawatan diri.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakanan masih kuat Tetapi tidak
atau kurang mampu dalam melaksanakan ibadah nya sesuai dengan agama
dan kepercayaan.
e. Status mental
Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat diri sendiri.
Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren. Aktivitas motorik, perubahan
metorik dapat dimanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik,
gelisah, impulsive, manerisme, otomatis, steniotipi.
f. Alam perasaan
Klien Nampak ketakutran dan putus asa.
g. Afek dan emosi
Perubahan afek terjadi karena klien benusaha membuat jarak dengan
perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaan tersebut dapat
menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang
digunakan klien untuk melindungi dirinya, karena afek yang telah berubah
memampukan klien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dan
lingkungan eksternal Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan
tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah.
Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen.
h. Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksaan kurang kooperatif, kontak mata kurang
i. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosioanal terhadap
suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau lebih panca
indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
j. Proses pikir
Klien yang terganggu pikiran nya sukar berperilaku kohern, tindakannya
cendurung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak
sesuai dengan penilaian yang umum diterima, Penilaian realitas secara
pribądi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan dengan
orang, benda atau kejadian yang tidak logis (pemikiran autistic). Klien tidak
menelaah ulang kebenaran ralitas. Pemikiran autistik dasar perubahan proses
pikir ysng dapat dimanisfestasikan dengan pemikiran primitive, hilangnya
asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistic
(memperlihatkan gangguan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, dengan
asosiasi dan neologisme.
k. Tingkat kesadaran
Kesadaran yang menurun, bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang
1) Memori Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian beberapa
tahun yang lalu).
2) Tingkat kosentrasi : klien tidak mampu berkosentrasi.
3) Kemampuan penilaian : gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.
l. Kebutuhan klien sehari-hari
1) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan
gelisah. Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur
kembali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak
merasa segar di pagi hari.
2) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya
hanya sedikit, karena putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan
3) Eliminasi
4) Klien mungkin terganggu buang air kecilnya, kadang - kadang lebih
sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stress. Kadang- kadang dapat
terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.
m. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tidak berhaşil, kegagalan maka iya akan menetralisir,
mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola
koping mekanisme Ketidak mampuan mengatasi sacara konstruktif
merupakan faktor pnyebab primer terbentuknya pola tingkah laku patologis
Koping mekanisme yang digunakan scorang dalam keadaan delirium adalah
mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras ( ngomel-
ngomel) dan menutup diri.
4. Implementasi
Implementasi (pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana
asuhan keperawatan yang telalh disusun. Implementasi merupakan
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan. (Mubaraq dkk, 2006).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan rencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriterial hasil yang di buat pada tahap perencanaan. Setidak nya
ada dua hal utama yang perlu di perhatikan dalam tahap evaluasi. Pertama,
perkembangan klien terhadap hasil yang sudah ia capai dan kedua adalah
efektif atau tidaknya rencana keperawatan yang sudah di susun sebelumnya.
Perawat pertama-tam perlu melakukan pengkajian dasar dalam tahap evaluasi
ini, yang kemudian dilanjutkan selama melakukan kontak dengan klien,
(Ratnawati, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Mubaraq, dkk 2006 buku ajar keperawatan gerontik, jakarta CV Trans Info Media
Nasrullah, D (2016) buku ajar krperawatan gerontik, jakarta: CV. Trans Info Media
Stanly, M & Gauntlett B. P. (2012) buku ajar keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta : EGC