TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian Demensia
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan
fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan memengaruhi aktivitas sosial
dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari.
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi atau keadaan
yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas
komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. Demensia merupakan sindrom yang
ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif antara lain intelegensi, belajar dan daya
ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi,
penyesuaian dan kemampuan bersosialisasi (Corwin, 2009).
Demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan
kepribadian dan tingkah laku.( Grayson, 2004)
2. Etiologi
Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala
demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia
Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh
penyakit lain. Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia
adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati
sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya
(Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan
membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Penyebab utama dari penyakit
demensia adalah penyakit alzheimer, yang penyebabnya sendiri belum diketahui
secara pasti, namun diduga penyakit Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan
faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa
bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan
berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di
dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak amiloid dan kekusutan
serabut saraf ) dan terdapat juga penurunan neurotransmitter terutama asetilkolin yang
merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan melewati sistem saraf. Pada
area otak yang terkena penyakit alzheimer terutama adalah korteks serebri dan
hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak, plak ini berasal dari protein yang lebih
besar, protein prekursor amiloid (APP). Defisit neurotransmitter menyebabkan
pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada sistem saraf.
Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut. Stroke
tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan
yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan
jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah
yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut
demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau
kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
3. Patofisiologi
Patofisiologi Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya
demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di
susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan
antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas
merupakan kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan
nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu
fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu, kadar neurotransmiter di
otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan
menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan
sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang
mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau
penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut
akan memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
4. Tipe Demensia
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan
Vaskuler.
a. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat
gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana
akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-
sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya
ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu
menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya
tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan
adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga,
sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan,
agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas
psikomotor, berkelana.
Stadium I
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,
Disorientasi
penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan
sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu
tindakan sehingga mengulanginya lagi.
Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara lain:
daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri
b. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi
darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya
demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan
sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler.
Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini
disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap
stabil pada demensia vaskuler.
penyakit degenaratif
penyakit serebrovaskuler
Hidrosefaulus normotensif
Autoimun, vaskulitif
Multiple sclerosis
Toksik
Gangguan psiatrik :
Antiaritmia Hiper/hipotiroidi
Antihipertensi Hiperkalsemia
Antikonvulsan Hiper/hiponatremia
Digitalis Hiopoglikemia
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita
yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun
keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan
degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa
bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum
mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami
oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja
diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia.
Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi.
Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana
demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan
mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang
mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif
menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus
dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian
syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes
laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan
tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan
tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan
oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah
laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di
antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi
spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari
tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat
penderita demensia berada
Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-
perasaan tersebut muncul.
Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
6. Penatalaksanaan
7. Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita
demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal
yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar.
Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan
dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat
membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita
demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga
Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun
diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan
aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari
secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi
depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk
diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan
stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi
otak,
seperti :
Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat
adiktif yang berlebihan
Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun
dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia mengalami
demensia dengan berbagai penyebab, yang salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Berdasarkan hasil pengkajian pada daerah paska bencana alam tsunami ternyata
ditemukan kasus lansia dengan alzeimer.
Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Pemeriksaan fisik
4. Psikososial
5. Hubungan social
6. Spiritual
7. Status mental
9. Persepsi
12. Memori
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan demensia, pertama-tama saudara harus
membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore / malam atau
sesuai dengan konteks agama pasien.
Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa
saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian
Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti (hindari
penggunaan kata atau kalimat jargon)
Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika betranya tunggu respon
pasien
Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan kata-kata yang
sama.
Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume ditingkatkan,
nada harus direndahkan.
Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks dan terbuka
Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji pasien lansia dengan demensia,
saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara
langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama
untuk mengkaji data objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk
tanda-tanda seperti:
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia
mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak
sesuai.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara:
Hasil yang diharapkan : Pasien terhindar dari cedera, pasien mampu mengontrol
aktifitas yang dapat mencegah cedera.
Tindakan Keperawatan
a. Jelaskan faktor-faktor risiko yang dapa menimbulkan cedera dengan bahasa yang
sederhana
b. Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera: bila jatuh jangan panik tetapi berteriak
minta tolong
c. Berikan pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-cara mencegah
cedera.
d. Diskusi dengan keluarga agar mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
menyebabkan cedera pada pasien, keluarga menyediakan lingkungan yang aman
untuk mencegah cedera yang aman seperti: lantai rumah tidak licin, jauhkan
benda-benda tajam dari jangkauan pasien, berikan penerangan yang cukup, lampu
tetap menyala di siang hari, beri alat pegangan dan awasi jika pasien merokok,
tutup steker dan alat listrik lainnya dengan plester, hindarkan alat-alat listrik
lainnya dari jangkauan klien, sediakan tempat tidur yang rendah
e. Menganjurkan keluarga agar selalu menemani pasien di rumah serta memantau
aktivitas harian yang dilakukan
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Proses Pikir berhubungan dengan proses penyakit
Tindakan keperawatan :
a. Bantu dengan alat bantu sensori (misalnya : alat bantu dengar, kacamata)
b. Gunakan kalimat yang singkat dan sederhana, jangan memberikan pilihan.
c. Gunakan label nama bertulisan besar untuk pasien.
d. Perkenalkan diri anda(perawat) setiap kali anda melakukan kontak
e. Anjurkan penggunaan benda-benda yang dikenal dan mengingat kembali dengan
menggunakan album foto.
f. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya misalnya
tempat tidur, lemari, pakaian dll.
g. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam
besar, kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.
h. Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya dan anggota
keluarga terdekat
i. Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.
j. Berikan pujian jika pasien bila pasien dapat menjawab dengan benar.
3. Diagnosa keperawatan : Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
Hasil yang diharapkan : Klien dapat berdandan eliminasi dan makan dengan mandiri -
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs - Dapat
melakukan ADLS dengan bantuan
Tindakan Keperawatan :
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk Mendorong kemandirian, untuk Memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
Kemampuan pasien:
Kemampuan keluarga
Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran perhari dengan tulisan besar dan jam
besar
Membantu pasien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadual yang telah dibuat
2.Risiko cedera
Kemampuan pasien:
Kemampuan keluarga
Keluarga dapat mengungkapkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera pada
pasien