PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang
mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) demensia bukanlah
sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak
degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila
mengalami demensia.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
B. Tujuan
Mengetahui informasi tentang demensia sesuai dengan kompetensi dokter umum pada
kepaniteraan klinik SMF Ilmu penyakit saraf di RS Pantiwilasa Dr. Cipto Semarang.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Definisi demensia
Demensia ialah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya kognitif
global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun bergandengan dengan
perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak atau sedikit demi sedikit pada
tiap orang dari semua golongan usia.1
B. Pembagian demensia
Demensia dapat dibagi dalam demensia yang reversible dan yang tak reversible. Pada
demensia yang reversible, daya kognitif global dan fungsi luhur lainnya terganggu oleh
karena metabolisme neuron-neuron kedua belah hemisferium tertekan atau dilumpuhkan oleh
berbagai sebab. Apabila sebab ini dapat dihilangkan, maka metabolisme kortikal akan
berjalan sempurna kembali. Dengan demikian fungsi luhur dalam keseluruhannya akan pulih
kembali. Apabila sebab ini sudah menimbulkan kerusakan infrastruktur neuron-neuron
kortikal, tentu fungsi kortikal tidak akan pulih kembali dan demensia menetap.1
Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua belah hemisferum, yang
mencakup daerah persepsi primer, korteks motorik, dan semua daerah asosiatif menimbulkan
demensia. Sebab-sebab yang disebut di atas sebagai penyebab “subacute amnestic-
confusional syndrome” merupakan penyebab juga bagi demensia reversible dan tak
2
reversible. Karena daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat terlibat secara
difus, maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia juga dapat melengkapkan sindrom
demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata,
tanda-tanda lesi organik masih dapat ditimbulkan. Pada umumnya tanda-tanda tersebut
mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal. Tanda tersebut
diungkapkan dengan jalan membangkitkan refleks yang merupakan petanda keadaan regresi (
kemunduran kualitas fungsi ).1
Dementia irreversible 3
Alzheimer’s disease
Multi-infark dementia (stroke)
Dementia akibat penyakit Parkinson
AIDS dementia complex
Creutzfeldt-jakob disease
C. Epidemiologi
Demensia dianggap penyakit yang timbul pada akhir hidup karena cenderung berkembang
terutama pada orang tua. Sekitar 5% sampai 8% dari semua orang di atas usia 65 tahun
memiliki beberapa bentuk demensia, dan jumlah ini meningkat dua kali lipat setiap lima
3
tahun di atas usia itu. Diperkirakan bahwa sebanyak setengah daripada orang berusia 80-an
menderita demensia.4
D. Demensia Alzheimer
Saat ini, penyakit Alzheimer merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada populasi
lansia dan menduduki peringkat ke 4 sebagai penyebab kamatian. Lima puluh sampai enam
puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi
dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di
transmisikan sebagaimana mestinya. Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,
kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.2
1. Etiologi
Faktor-faktor risiko penyakit Alzheimer antara lain :2
a. Usia : Kebanyakan penderita berusia 65 tahun ke atas.
b. Faktor genetic : Mutasi gen protein precursor amiloid, gen presenilin 1 dan 2, serta
apolipoprotein E ε4.
c. Faktor lingkungan seperti riwayat cedera kepala berat
d. Penyakit metabolic : obesitas, hiperlipedemi, dan diabetes mellitus.
2. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis penyakit Alzheimer terdiri atas manifestasi gangguan kognitif dan
gangguan psikiatrik serta perilaku. Gangguan kognitif awal yang terjadi adalah gangguan
memori jangka pendek. Gangguan ini akan diikuti dengan kesulitan berbahasa,
disorientasi visuospasial dan waktu, serta inatensi. Penderita mengalami ketergantungan
dalam melakukan aktivitas sehari-harinya seiring perjalanan penyakit, akan muncul
gangguan psikiatrik dan perilaku seperti depresi, kecemasan, halusinasi, waham, dan
perilaku agitasi.2
4
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori,
berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah
memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
b. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebut stadium demensia. Gejalanya :
Disorientasi
Gangguan bahasa (afasia)
Penderita mudah bingung
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan
kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan
visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat
prevalensinya 15-20 %.”
c. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara
lain :
Penderita menjadi vegetative
Tidak bergerak dan membisu
Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya
sendiri
Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain
Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
5
Secara struktural, otak memiliki banyak komponen:
Lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital
sistem limbik
hippocampus
Komponen ini adalah apa yang kita sebut sebagai daerah-daerah yang terbagi di dalam
otak, karena tanggung jawab yang unik masing-masing daerah untuk berbagai tugas
sehari-hari, penting untuk berfungsi normal.
Selain itu, sisi kanan otak dan sisi kiri otak mengontrol berbagai fungsi, termasuk
bahasa dan gerakan. Dalam daerah otak yang berbeda, fungsi otak berlangsung pada
tingkat cellular.
Secara kimiawi, charges listrik kecil atau "sinyal," bergerak melalui sel-sel
individual dan bagian dari otak, menyalurankan pikiran dan memori. Seseorang
dengan penyakit Alzheimer mengalami gangguan dalam proses ini, yang kemudian
menyebabkan gangguan dalam aktivitas.5
a. Perubahan Struktural
Bagian otak yang mengecil
Ketika seseorang memiliki demensia, bagian dari otak mereka mengalami kerusakan
dari waktu ke waktu. Sebagai akibat dari penyakit Alzheimer, sel-sel yang berada di
otak mati, dan jaringan otak hilang. Hal ini mengakibatkan pengurangan dalam
ukuran otak secara keseluruhan.5
Otak terdiri dari tiga bagian: Cerebrum, cerebellum, dan brain stem (batang
otak), yang menerima oksigen dan darah melalui jaringan pembuluh darah. Korteks
adalah bagian dari lapisan luar cerebellum yang terlibat dengan memori,
interpretasi penglihatan dan suara, dan persepsi. Sebagai proses normal dari
perkembangan Alzheimer, terjadi penyusutan korteks, yang mengganggu kegiatan
korteks. Hippocampus yang bertanggung jawab untuk penerimaan memori baru
sering mengalami kerusakan yang paling parah. Pada tingkat yang lebih lanjut,
korteks mengalami kerusak yang lebih parah sehingga tidak dapat mengenali orang
yang dia sayang dan mengalami kesukaran berkomunikasi.5
Inflammation
Peradangan adalah respon normal terhadap trauma, namun tingkat peradangan di otak
akibat Alzheimer adalah excessive dan kontra-produktif, menyebabkan lebih banyak
kematian sel. Peradangan tersebut menyebabkan kematian sel-sel saraf, dan juga
dapat meningkatkan tangles. (Alzheimer Society 2008). 5
b. Perubahan Kimia
Perubahan kimia meliputi :
Kerusakan neuron yang membawa sinyal ke otak.
Sinyal yang dihantar diantara sinaps oleh neurotransmitter terganggu.
Hubungan antara sel-sel saraf otak menjadi terganggu.
Perubahan kimia mempengaruhi otak dalam banyak cara. Miliaran sel saraf
membawa sinyal pada triliunan titik di seluruh otak, ketika proses ini terganggu,
demikian juga tugas-tugas dasar otak, seperti berpikir, merasa, dan membentuk dan
mengingat kenangan.5
7
Perubahan kimia dan struktural berdampak diantara satu sama lain untuk
memperkuat kerusakan otak. Sebagian besar perubahan di otak bukan hasil dari satu
perubahan namun merupakan kombinasi dari keduanya.5
4. Diagnosis
Kriteria diagnostik penyakit Alzheimer menurut DSM-IV( Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, Fourth revision.2
A. Perkembangan difisit kognitif multiple terdiri dari
1. Gangguan memori (gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru
atau mengingat informasi yang sudah dipelajari)
2. Salah satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut ini :
Afasia (gangguan berbahasa).
Apraksia (Gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik dalam
keadaan fungsi otot yang normal).
Agnosia (kegagalan untuk mengenal atau menamai objek).
Gangguan fungsi berpikir abstrak (misalnya merencanakan, berorganisasi).
B. Gangguan kognitif Pada Kriteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan yang berat pada
fungsi sosial dan pekerjaan pederita.
8
C. Kelainan ini ditandai dengan proses yang bertahap dan penurunan fungsi kognitif
yang berkelanjutan.
D. Gangguan kognitif kriteria A1 dan A2 tidak disebabkan hal-hal berikut :
1. Kelainan SSP lain yang menyebabkan gangguan memori yang progresif
(Misalnya gangguan peredaran darah otak, Parkinson, dan tumor otak).
2. Kelainan sistemik yang dapat menyebabkan demensia (misalnya hipotiroidisme,
defisiensi vitamin B12 dan asam folat, defisiensi niasin, hiperkalemi, neurosifilis
dan infeksi HIV).
F. Kelainan tidak disebabkan oleh kelainan aksis 1 misalnya gangguan depresi dan
skizofrenia).
5. Pemeriksaan fisik
Kriteria Diagnostik DSM-IV perlu ditunjang dengan pemeriksaan fisik (pemeriksaan
fisik umum dan pemeriksaan neurologis). Pemeriksaan fisik umum berguna untuk
mendeteksi kelainan-kelainan metabolit yang mungkin timbul pada penderita tersebut.2
Tanda-tanda regresi sel-sel saraf otak yang ditunjukkan dengan refleks-refleks berikut : 1
a. Refleks memegang (“grasp refleks”)
Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si penderita.
Refleks memegang adalah positif, apabila jari si pemeriksa dipegang oleh tangan
penderita.
9
b. Refleks mencucur (“suck refleks”)
Refleks menetek adalah positif, apabila bibir penderita dicucur secara reflektorik
seolah-olah mau menetek, jika bibirnya tersentuh oleh sesuatu, misalnya sebatang
pensil.
c. “Snout reflex”
Pada penderita dengan demensia tiap kali bibir atas atau bawah diketuk m.orbikularis
oris berkontraksi.
10
d. Refleks glabela
Orang dengan demensia akan memejamkan matanya setiap kali glabelanya diketuk.
Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali pada glabela timbul dua
tiga kali saja, dan selanjutnya mata tidak akan memejam lagi.
e. Refleks palmomental
Pada penderita dengan demensia, goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi
otot mentalis ipsilateral.
N NILAI
TES
O MAKSIMAL
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (Bulan), (tanggal), Hari apa ? 5
2 Kita berada dimana? (Negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5
(lantai/kamar)
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), setiap benda 1 detik, 3
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap
nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebut dengan
benar dan catat jumlah pengulangan.
12
anda”
10 Pasien disuruh menulis dengan spontan 1
11 Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini 1
Total 30
Skor
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang lain yang berguna untuk membantu diagnosis Penyakit
Alzheimer antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium2
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan kadar vitamin B12 dan asam folat.
Pemeriksaan elektrolit
Pemeriksaan glukosa
Pemeriksaan fungsi ginjal ( ureum dan kretinin)
Pemeriksaan enzim hati
Pemeriksaan fungsi tiroid (TSH)
Pemeriksaan serologis HIV dan sifilis.
Pemeriksaan analisis gas darah.
b. Pemeriksaan radiologi2
13
MRI atau Ct-Scan otak alah pemeriksaan radiologi yang utama. Pada penderita
Alzheimer, MRI atau CT-scan akan menunjukkan atrofi serebral atau kortikal
yang difus.
SPECT scan. Pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan perfusi jaringan di
daerah Temporoparietalis bilateral yang biasanya terjadi pada penderita
Alzheimer.
PET Scan .Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas metabolic di daerah
temporoparietalis bilateral.
Indikasi MRI/CT Scan pada penderita demensia
Awitan terjadi pada usia < 65 tahun.
Manifestasi Klinis timbul < 2 tahun
Tanda atau gejala neurologi asimetris.
Gambaran klinis Hidrosefalus tekanan normal {NPH (Normal pressure
hydrocephalus)}2
c. EEG
Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas alfa dan peningkatan aktivitas teta
yang menyeluruh.2
d. Pungsi lumbal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kelainan cairan cerebrospinal,
seperti meningitis kronis, meningoensefalitis, atau vaskulitis serebral.2
8. Prognosis
Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai survival rate 5-10 tahun setelah diagnosis
ditegakkan dan seringkali meninggal karena infeksi. Penurunan kognitif serta sifat
ketergantungan yang dialami pasien Alzheimer memberikan beban mental, fisik, dan
ekonomi yang berat terutama kepada keluarga dan kerabat dekat yang mengurus pasien.2
E. Demensia Vaskular
Demensia vascular ialah sindrom demensia yang disebabkan disfungsi otak akibat penyakit
serebrovaskular atau stroke. Demensia vascular merupakan penyebab demensia kedua
tersering setelah demensia Alzheimer.2
14
1. Epidemiologi
Sepertiga penderita pascastroke yang masih hidup didiagnosis demensia vascular.2
2. Etiologi
Stroke, penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis, dan HIV), penggunaan alcohol
kronis, pajanan kronis terhadap logam (keracunan merkuri, arsenic, dan aluminium),
trauma kepala berulang pada petinju professional, penggunaan obat-obatan jangka
panjang, obat-obatan sedative, dan analgetik.2
3. Patofisiologi
Mekanisme demensia vaskular :
a. Degenerasi yang disebabkan faktor genetic, peradangan, atau perubahan biokimia.
b. Aterosklerosis, infark thalamus, ganglia basalis, jaras serebral, dan area di sekitarnya.
c. Trauma, lesi di serebral terutama di lobus frontalis dan temporalis, korpus kalosum,
dan mesensefalon.
d. Kompresi, TIK meningkat, dan hidrosefalus kronis (NPH
Sebagai fungsi diensefalon dan lobus temporalis lebih dominan untuk memori jangka
panjang dibandingkan dengan korteks lainnya. Kegagalan dalam tes fungsi verbal (afasia)
berhubungan dengan gangguan di hemisfer serebral dominan, khususnya di bagian
perisilvian dari lobus frontalis, temporalis, dan parientalis. Kehilangan kemampuan
membaca dan berhintung berhubungan dengan lesi di hemisfer serebri dominan bagian
posterior. Gangguan menggambar dan membangun bentuk sederhana dan kompleks
dengan balok, tongkat, serta mengatur gambar, biasanya terjadi bila terdapat lesi di lobus
parientalis hemisfer serebri nondominan.2
5. Manifestasi Klinis
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu kegiatan
harian seseorang seperti: mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar, dan
kecil.2 Pada demensia jenis ini tidak didapatkan gangguan kesadaran. Gejala dan
disabilitas telah timbul paling sedikit 6 bulan pasca stroke.2
6. Diagnosis
Untuk menentukan demensia diperlukan kriteria yang mencakup :
a. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan
dan lingkungan.2
b. Defisit kognitif selalu melibatkan memori, biasanya didapatkan gangguan berpikir
abstrak, menganalisis masalah, gangguan pertimbangan, afasia, apraksia, kesulitan
konstruksional, dan perubahan kepribadian.
c. Kesadaran masih baik.2
Skor iskemik Hachinski berguna untuk membedakan demensia Alzheimer dengan demensia
vaskuler
G. Diagnosis banding7
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
1. Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan
adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler
seiring berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang
bertahap tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal
lebih sering ditemui pada demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana
hal tersebut merupakan patokan adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.
17
2. Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks
Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi neurologis
fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit). Meskipun
berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh
mikroemboli dari lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak
sementara, dan gejala tersebut biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan
parenkim. Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi
mengalami infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA
merupakan strategi klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter harus
membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler dan sistem
karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya
gangguan fungsional baik pada batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi
sistem karotis mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan
hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin
dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko
infark serebri pada pasien dengan TIA.
3. Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan
oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan
demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam
perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang
bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol.
18
dehidrasi, guna/putus obat) (sptAlzheimer, demensia
vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit Naik turun Kronik Progresif
Taraf Kesadaran Orientasi Naik turun, terganggu periodik Normal intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa daya ingat Lamban. Inkoheren,Sulit menemukan istilah tepat
inadekuat, angka pendek tergangguJangka pendek dan panjang
nyata terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang terjadi
kecuali sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuranNormal
Tidur Terganggu siklus tidurnya Sedikit terganggu siklus
tidurnya
Atensi dan kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversible Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
4. Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar
dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai
psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related
cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien
dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi
yang menyolok, lebih menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien
dengan demensia serta sering memiliki riwayat episode depresi.
5. Skizofrenia
19
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang didapat
(acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-gejala
psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia.
H. Farmakoterapi demensia
Penatalaksanaan untuk penderita Alzheimer mencakup terapi simtomatik dan rehabilitatif.
Sasaran terapi simtomatik adalah mengurangi gejala kognitif, perilaku dan psikiatrik.
Tabel : Jenis, dosis dan efek samping pengobatan untuk gangguan Psikiatrik dan perilaku pada demensia.
2
Depresi
Nama Obat Dosis Efek Samping
Sitalopram 10-40mg/hr Mual, mengatuk, nyeri kepala, tremor, dan disfungsi seksual
Esitalopram 5-20 mg/hr Insomnia, diare, mual, mulut kering, dan mengantuk
Sertralin 25-100mg/hr Mual, diare, mengantuk, mulut kering, dan disfungsi seksual
Fluoksetin 10-40mg/hr Mual, diare, mengantuk, insomnia, tremor, dan ansietas
Venlaflaksin 37,5-225mg/hr Nyeri kepala, mual, anoreksia, insomnia, dan mulut kering
Duloksetin 30-60mg/hr Penurunan nafsu makan, mual, mengantuk, dan insomnia
Agitasi, ansietas dan perilaku obsesif
Quetiapin 25-300mg/hr Mengantuk, pusing, mulut kering, konstipasi, dyspepsia, dan
peningkatan berat badan.
Olanzapin 2,5-10mg/hr Peningkatan berat badan, mulut kering, peningkatan nafsu
makan, pusing, mengantuk, dan tremor
Risperidon 0,5-1mg 3x/hr Mengantuk, tremor, insomnia, pandangan kabur, pusing,
nyeri kepala, mual, dan peningkatan berat badan.
Ziprasidon 20-80 mg/hr Kelelahan, mual, interval QT memanjang, pusing, diare, dan
gejala ekstrapiramidal.
Divalproex 125-500 mg Mengantuk, kelemahan, diare, konstipasi, dyspepsia, depresi,
2x/hr ansietas, dan tremor.
Gabapentin 100-300 mg Konstipasi,dyspepsia, kelemahan, hipertensi, anoreksia,
3x/hr vertigo, pneumonia, peningkatan kadar kretinin
Alprazolam 0,25-1mg Sedasi, disartria, inkoordinasi, gangguan ingatan
3x/hr
21
Lorazepam 0,5-2mg 3x/hr Kelelahan, mual, inkoordinasi, konstipasi, muntah, disfungsi
seksual
Insomnia
Zolpidem 5-10mg malam Diare, mengantuk
hari
Trezodon 25-100 mg Pusing, nyeri kepala, mulut kering, konstipasi.
malam hari
I. Terapi psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka
pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia,
dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka
menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang
dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya
dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi
22
mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari
kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang
dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan
akan perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak
fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi
aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek
fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu
pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan
kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata
struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu.
Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan,
dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.7
23
BAB III
KESIMPULAN
Demensia adalah sindrom neurodegenerative yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat
kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas
belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan
fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.
Demensia Alzheimer merupakan demensia yang paling sering terjadi dan belum ada
penyembuhannya. Demensia vascular merupakan merupakan penyakit kedua setelah demensia
Alzaimer yang dapat menyebabkan demensia. Sebagai dokter kita perlu memberikan edukasi
terhadap pasien dan keluarga pasien. Menasihati keluarga pasien supaya sentiasa mendukung dan
bersabar.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. DR, Mahar Mardjono; Prof.DR, Priguna Sidharta; Dementia; neurolgi klinis dasar;
Dian rakyat; 2009 Bab VI halaman 211-213.
2. Dr George Dewanto,Sp.S; Dr wita J. Suwono, Sp.S; Dr Budi Riyanto, Sp.S; Dr Yuda
Turana, Sp.S Demensia Alzheimer, demensia Vaskular, Farmako terapi demensia;
Diagnosis & tatalaksana penyakit saraf; Departemen Ilmu penyakit saraf fakultas
kedokteran UNIKA ATMAJAYA; penerbit buku kedokteran 2009 Bab 12 hal 174-183.
3. Dementia ; A.D.A.M Medical Encyclopedia.;Pub Med Health; Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001748/ pada 5/6/2013.
4. Alzheimer’s Disease Health Center; Web MD; Diunduh dari
http://www.webmd.com/alzheimers/guide/alzheimers-dementia.page=2 Pada 20/11/2012
5. Processes which affect the brain; Dementia care center; Diunduh dari
http://www.dementiacarecentral.com/node/1458 pada 5/6/2013.
6. Alzheimer’S disease; neuropathology web; Diunduh dari http://neuropathology-
web.org/chapter9/chapter9bAD.html pada 5/6/2013.
7. Demensia (penurunan daya ingat), diunduh dari www.
emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id pada 6/6/2013.
25
26