Anda di halaman 1dari 19

Referat Kecil

DEMENSIA

Oleh :

Ira Widya Jahri


1608437744

Pembimbing:
dr. Enny Lestari, Sp.S, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Demensia merupakan suatu keadaan perburukan fungsi intelektual
meliputi memori dan proses berfikir, sehingga mengganggu aktivitas sehari-
sehari. Gangguan khas mempengaruhi registrasi, penyimpanan, dan pengambilan
kembali informasi, dalam hal ini harus terdapat gangguan berfikir disamping
memori. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang mengenai otak. Demensia merupakan
bagian dari gangguan fungsi luhur yang mana fungsi luhur memungkinkan
manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani sesuai dengan nilai moral
yang berlaku. Fungsi luhur berkembang pada manusia melalui mekanisme
neuronal yang memungkinkan penyadaran dan pengenalan segala sesuatu yang
berasal dari dunia diluar dirinya, sehingga menjadi pengalaman dan menjadi
miliknya yang dapat dimanfaatkan untuk mengekpresikan dirinya kepada dunia
luar secara adekuat. Fungsi luhur dalam keadaan normal merupakan fungsi
integritas tertinggi otak yang dapat dinilai.

2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulis dalam referat ini adalah sebagai berikut:
1. Melengkapi tugas kepanitraan klinik senior pada bagian ilmu penyakit
saraf RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru.
2. Menguraikan tentang penyakit gangguan fungsi luhur terutama demensia.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi demensia

Demensia adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gangguan memori


dan kognitif berupa penurunan daya ingat, fungsi intelektual yang menyebabkan
perubahan prilaku. Sindroma ini dapat diakibatkan oleh gangguan organik,
penyakit kronis, dan penyakit degeneratif yang sifatnya bisa progresif. Beberapa
diantara sindroma klinis bersifat reversible atau juga irreversible. 1
Menurut International Classification of Deases 10th revision (ICD-10)
demensia merupakan suatu keadaan perburukan fungsi intelektual meliputi
memori dan proses berfikir, sehingga mengganggu aktivitas sehari-sehari.
Gangguan khas mempengaruhi registrasi, penyimpanan, dan pengambilan
kembali informasi, dalam hal ini harus terdapat gangguan berfiki disamping
memori. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang mengenai otak.

2.2 Epidemiologi
Demensia cenderung berkembang terutama pada orang tua. Sekitar 5%
sampai 8% dari semua orang di atas usia 65 tahun mengalami demensia.
Prevalensi paling tinggi di Amerika Latin (8,5%), dan prevalensi paling rendah
dalam empat sub-Sahara Afrika (2% - 4%). Diperkirakan 35,6 juta orang hidup
dengan demensia di seluruh dunia pada tahun 2010, dengan angka diperkirakan
hampir dua kali lipat setiap 20 tahun, menjadi 65,7 juta pada tahun 2030 dan
115,4 juta pada tahun 2050. Pada tahun 2010, 58% dari semua orang dengan
demensia tinggal di negara berpendapatan menengah ke bawah, dengan proporsi
ini diperkirakan meningkat menjadi 63% pada tahun 2030 dan 71% pada tahun
2050.

2.3 Etiologi
Adapun penyebab demensia adalah sebagai berikut :

2
A.Demensia degeneratif
· Penyakit Alzheimer
· Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick)
· Penyakit Parkinson
· Demensia Jisim Lewy
· Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr)
· Kelumpuhan supranuklear yang progresif
B. Trauma
· Dementia pugilistica, posttraumatic dementia
· Subdural hematoma
C. Infeksi
- Penyakit Prion ( misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine spongiform
encephalitis,(Sindrom Gerstmann-Straussler)
· Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
· Sifilis
D. Kelainan jantung, vaskuler
· Neuroakantosistosis
E.Kelainan psikiatrik
· Pseudodemensia pada depresi
· Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut
F. Fisiologis
· Hidrosefalus tekanan normal
G.Kelainan Metabolik
· Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12, folat)
· Endokrinopati (e.g., hipotiroidisme)
· Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia)
H.Tumor
Tumor primer maupun metastase (misalnya meningioma atau tumor metastasis
dari tumor payudara atau tumor paru)
I. Penyakit demielinisasi
· Sklerosis multiple

3
J Obat-obatan dan toksin
· Alkohol
· Logam berat
· Radiasi
· Pseudodemensia akibat pengobatan (misalnya penggunaan antikolinergik)
· Karbon monoksida
K. Lain-lain
· Penyakit Huntington
· Penyakit Wilson
· Leukodistrofi metakromati

2.4 Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit,
kerusakan struktur otak, sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).2,5 Berikut tabel 2.1 untuk
klasifikasi demensia.

Tabel2.1 tabel klasifikasi demensia

4
2.4.1 Demensia Tipe Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang
selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia
menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia
progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada
pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer
biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain
telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.3,6

Gambar 2.1 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dan sel otak normal.

Etiologi Demensia Tipe Alzheimer


Penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, namun ada
beberapa faktor yang dicurigai sebagai penyebab terjadinya demensia tipe ini
sebagai berikut:3,6
1. Faktor genetik
Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai
riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya pada
beberapa kasus, faktor genetik dianggap berperan dalam perkembangan
demensia tipe Alzheimer tersebut.
2 Protein prekursor amiloid
Proses yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam perannya sebagai
penyebab utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak
kelompok studi yang meneliti baik proses metabolisme yang normal dari protein

5
prekusor amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan
demensia tipe Alzheimer untuk menjawab pertanyaan tersebut.
3. Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit
Alzheimer. Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan
tiga kali lebih besar daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan
individu yang memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali
lebih besar daripada yang tidak memiliki gen tersebut.
4. Neuropatologi
Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit Alzheimer
menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran
ventrikel serebri. Kekusutan serabut neuron (neurofibrillary tangles) terdiri dari
elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun jenis protein
sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak
khas ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada
penyakit lain.
5. Neurotransmiter
Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia
Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi
hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya defisit
kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan
asetilkolintransferase menurun.
6. Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia
Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel System
Taupathy,biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain
ditemukan pada orang dengan penyakit Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi
pencetus adalah kromosom 17.

Diagnosis Demensia Alzheimer


Adapun demensia Alzheimer dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan neuropsikiatri. 8
A. Anamnesis

6
1. Gangguan memori yang terdiri :
- lupa pada peristiwa yang baru terjadi
- sering bertanya berkali-kali
2. Disfungsi eksekutif
- kesulitan mengelola dan merencanakan keuangan
- penurunan kemampuan memasak
- penurunan kemampuan pemeliharaan
- kesulitan menggunakan peralatan
3. Gangguan Activity Of Daily Living (ADL)
- Tidak ada minat terhadap hobby
- kesulitan mengendarai kendaraan
- kesulitan berbelanja
B. Pemeriksaan Fisik
C. Pemeriksaan Neurologi
Pada stadium ringan dan sedang jarang ditemukan deficit neurologis fokal.
Pemeriksaan neurologis penting untuk menyingkirkan penyakit lain yang dapat
menyebabkan demensia.
Gambaran demensia yang disebabkan penyakit (degeneratif) yang lain :

D. Evaluasi laboratorium dan pemeriksaan radiologis


Pemeriksaan neuroimaging struktural seperti MRI direkomendasikan dengan
alasan lebih dari 5% pasien dengan demensia mempunyai lesi structural yang
bermakna yang tidak dapat dijumpai pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Lesi yang dapat menyebabkan gambaran klinis demensia adalah neoplasma,
hematoma subdural, hidrosefalus tekanan normal. Depresi , defisiensi vitamin
B12 dan hipotiroid sering dijumpai pada pasien dengan demensia. Walaupun
demikian pemberian vitamin B12 dan replacement tyroid hasilnya masih
dipertanyakan. Pemeriksaa radiologis lain adalah CT scan( atrofi serebri terutama

7
daerah temporal dan parietal). Pemeriksaan laboratorium meliputi urinalisis,
elektrolit serum, kalsium, BUN, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat dan
vitamin B12, pemeriksaan cairan otak untuk biomarker.
Baku emas berupa pemeriksaan patologi anatomi yang ditemukan
neurofibrillary tangles dan senile flaque .
E. Pemeriksaan Neuropsikologi
Pemeriksaan status mental merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan
untuk menilai defisit kognitif tetapi bukan satu-satunya metode untuk menentukan
diagnosis. Pemeriksaan neuropsikologi harus dinilai secara komprehensif dengan
informasi dari caregiver termasuk penilaian fungsional, pemeriksaan
neurologidan juga pemeriksaan penunjang.
Adapun berbagai instrument pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Mini Mental State Examination (MMSE)
MMSE digunakan secara luas sebagai pemeriksaan penapisan untuk
menilai defisit kognitif secara cepat. Pemeriksaan ini menilai orientasi,
memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial dengan nilai maksimal 30.

8
Skor :

 Nilai 24-30 : Normal


 Nilai 17-23 : Gangguan kognitif Probable
 Nilai 0-16 : Gangguan kognitif definit

2. Clock drawing test (CDT)


Pemeriksaan ini untuk menilai kemampuan visuospasial, dan fungsi
eksekutif.
3. Montreal kognitif assessment (MoCA)

9
Pemeriksaan ini lebih menekankan pada penilaian fungsi eksekutif dan
atensi dibandingkan MMSE. Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk menilai
gangguan kognitif ringan yang sulit dideteksi dengan MMSE.

TOTAL SKOR: Jumlahkan semua sub scores yang tercantum di sisi kanan.
Tambahkan satu poin bagi subjek yang memiliki latar belakang pendidikan formal
kurang dari 12 tahun. Skor maksimal yang dihasilkan adalah 30, untuk skor total
> 26 adalah normal (tidak ada gangguan).

Instrumen untuk menilai stadium demensia :


1. Clinical Dementia Rating (CDR)

10
CDR merupakan instrument untuk menilai tingkat keparahan demensia,
dengan menilai fungsi kognitif berdasarkan enam domain, memori, orientasi,
penyelesaian masalah, judgement, aktifitas sosial dan hobi.
2. Global Deterioration Scale (GDS)
GDS merupakan instrument untuk menilai stadium demensia dengan tujuh
stadium.

Kriteria Diagnostik Untuk Demensia Tipe Alzheimer


A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan dengan baik
1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut;
a) Afasia (gangguan bahasa)
b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh
d)Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,mengorganisasi,
mengurutkan
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan
menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan
kognitif yang terus menerus.
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu berikut ;
(1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisitprogresif dalam
daya ingat kognisi misalnya penyakitserebrovaskuler, penyakit Parkinson,
penyakit Huntington, hematoma subdural ,hidrosefalus tekanan normal,tumor
otak.
(2) Kondisi sistemik yang diketehui menyebabkan demensia misalnya,
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin,
hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi HIV

11
(3) Kondisi yang berhubungan dengan zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis lainnya
(misalnya, gangguan
depresif berat,Skizofrenia) .

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri atas farmakologis dan nonfarmakologis.9
A. Farmakologi
1. Simptomatik
a. Penyekat asetilkolinesterase
 Donepezil HCL tablet 5 mg, 1x1 tablet perhari
 Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x1,5 mg
sampai maksimal 2x6 mg
 Galantamin tablet interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x4 mg
sampai maksimal 2x16 mg
2. Gangguan prilaku
b. Depresi
 Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama): sertraline tablet 1x
50mg, Flouxetin tablet 1x20 mg
 Golongan Monoamine Oxidase (MAO) inhibitors : reversible
MAO-A inhibitor (RIMA): moclobemide.
c. Delusi /halusinasi/ agitasi
 Neuroleptik atipikal
o Risperidon tablet 1x 0,5 mg-2 mg/hari
o Olanzapin
o Quetiapin tablet : 2x 25 mg-100 mg
 Neuroleptik tipikal
o Haloperidol tablet : 1x 0,5 mg-2 mg/hari

B. Non Farmakologis
Untuk mempertahankan fungsi kognitif meliputi:

12
 Program adaptif dan restorative yang dirancang individual
 Orientasi realitas
 Stimulasi kognisi : memory enhancement program
 Reminiscence
 Olahraga gerak latih otak
 Edukasi pengasuh
 Training dan konseling
 Intervensi lingkungan
 Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
 Fasilitas aktivitas
 Terapi cahaya
 Terapi musik
 Pet therapy
 Penanganan gangguan perilaku
 Mendorong untuk melakukan aktifitas keluarga
 Menghindari tugas kompleks
 Bersosialisasi

2.4.2 Demensia Vaskuler


Merupakan semua kasus demensia yang disebabkan oleh gangguan
serebrovaskuler denga penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai yang
berat dan meliputi semua domain tidak harus prominen gangguan memori.

Klasifikasi demensia vaskuler


Dalam pembagian klinis dibedakan atas :
1. VAD pasca stroke
 Demensia infark strategic
 Multiple infark dementia
 Perdarahan intra serbral
2. VAD subkortikal
 Lesi iskemik substansia alba

13
 Infark lakuner subkortikal
 Infark non lakuner subkortikal
3. VAD tipe campuran

Diagnosis Demensia Vaskuler


A. Probable VAD pasca stroke

1. Adanya demensia secara klinis dan test neuropsikologis sesuai dengan


demensia Alzheimer.

2. Adanya penyakit serebrovaskuler yang ditandai dengan :

 Defisit neurologic fokal pada pemeriksaan fisik sesuai dengan gejala


stroke
 CT Scan atau MRI adanya tanda-tanda gangguan cerebrovaskuler
3.Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas ( 1 atau lebih keadaan
dibawah ini:
 Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke
 Defisit kognisi yang progresif dan bersifat stepwise
B. Probable VAD subkortikal
1. Sindroma kognisi meliputi:
 Sindroma diseksekusi, gangguan formulasi tujuan, inisiasi
perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi dan
mempertahankan kegiatan dan abstraksi.
 Deteriosasi fungsi memori sehingga terjadi gangguan fungsi
okupasi kompleks dan social yang bukan disebabkan oleh
gangguan fisik karena stroke.
2. CVD yang meliputi :
 CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
 Riwayat defisit neurologi sebagai bagian dari CVD; hemiparese
otot wajah, tanda babinski, gangguan sensorik, disartria,
gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang
berhubungan dengan lesi subkortikal otak.

14
C. Gambaran klinis
1. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, reflex asimetri
dan inkoordinasi
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan
urologis
5. Disartria,disfagia dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan prilaku psikis depresi, perubahan kepribadiaan, emosi labil
dan retardasi psikomotor.

Tabel skor iskemik Hachinski berguna untuk membedakan demensia


Alzheimer dengan demensia vaskuler.

Skor iskemik Hachinski:


 Bila skor ≤ 4 : demensia Alzheimer
 Bila skor ≥ 7 : demensia Vaskuler

D. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium ( darah, hematologi faktor resiko stroke)
 Radiologis ( foto thorak, radioimaging)
 Computed tomography
 VAD pasca stroke
o Infark
15
o Perdarahan intrasrebral
o Perdarahan subarachnoid
 VAD subkortikal
o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas
o Tidak ditemukan adanya infark dikortikal dan kortiko-
subkortikal
 MRI VAD Subkortikal
o Lesi luas periventrikuler dan substansia alba atau multiple lakuner
(>5) disubstansia grissea dan paling sedikit ditemukan lesi
substansia alba moderat
o Tidak ditemukan infark diteritori non lakuner, kortiko-subkortikal,
perdarahan, tanda-tanda hidrofalus tekanan normal dan penyebab
spesifik lesi substansia alba.

Penatalaksanaan

A. Farmakologi

 Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler


 Terapi simptomatik terhadap gangguan kognisi simptomatik
 Penyekat asetilkolinesterase
 Donepezil HCL tablet 5 mg, 1x1 tablet perhari
 Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x1,5 mg
sampai maksimal 2x6 mg
 Galantamin tablet interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x4 mg
sampai maksimal 2x16 mg
 Gangguan prilaku
d. Depresi
 Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama): sertraline tablet 1x
50mg, Flouxetin tablet 1x20 mg
 Golongan Monoamine Oxidase (MAO) inhibitors : reversible
MAO-A inhibitor (RIMA): moclobemide.
e. Delusi /halusinasi/ agitasi
 Neuroleptik atipikal
16
o Risperidon tablet 1x 0,5 mg-2 mg/hari
o Olanzapin
o Quetiapin tablet : 2x 25 mg-100 mg
 Neuroleptik tipikal
o Haloperidol tablet : 1x 0,5 mg-2 mg/hari

B. Non Farmakologis
Untuk mempertahankan fungsi kognitif meliputi:
 Program adaptif dan restorative yang dirancang individual
 Orientasi realitas
 Stimulasi kognisi : memory enhancement program
 Reminiscence
 Olahraga gerak latih otak
 Edukasi pengasuh
 Training dan konseling
 Intervensi lingkungan
 Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
 Fasilitas aktivitas
 Terapi cahaya
 Terapi musik
 Pet therapy

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Purba JS. Demensia dan penyakit Alzheimer. Balai penerbit FKUI, Jakarta
juni 2002.
2. Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia. Diakses dari : http://www.
idijakbar.com/prosiding/delirium.htm. .
3. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia,
amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins.
4. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik,
1993. 49-67
5. Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari
PPDGJ III.2001 Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26
6. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya:
Airlangga University Press. 2005.193
7. Mayza A, Ramli Y, Lastri ND, Prawihardjo P. Neurobeahviour . Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2014.
8. Misbach J, Hamid BA, Mayza A, Saleh KM, Buku pedoman standar
pelayanan medis dan standar prosedur operasional Neurologi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, Juni 2006.
9. Netter, Frank Hendry, Craig, A, Perkin A. Atlas of neuroanatomy and
Neurophysiology, saunders; Elsevier
10. Prof. DR, Mahar Mardjono; Prof.DR, Priguna Sidharta; neurolgi klinis
dasar; Dian rakyat; 2009 Bab VI halaman 211-213.

18

Anda mungkin juga menyukai