DEMENSIA
Oleh :
Pembimbing:
dr. Enny Lestari, Sp.S, M.Biomed
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demensia merupakan suatu keadaan perburukan fungsi intelektual
meliputi memori dan proses berfikir, sehingga mengganggu aktivitas sehari-
sehari. Gangguan khas mempengaruhi registrasi, penyimpanan, dan pengambilan
kembali informasi, dalam hal ini harus terdapat gangguan berfikir disamping
memori. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang mengenai otak. Demensia merupakan
bagian dari gangguan fungsi luhur yang mana fungsi luhur memungkinkan
manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani sesuai dengan nilai moral
yang berlaku. Fungsi luhur berkembang pada manusia melalui mekanisme
neuronal yang memungkinkan penyadaran dan pengenalan segala sesuatu yang
berasal dari dunia diluar dirinya, sehingga menjadi pengalaman dan menjadi
miliknya yang dapat dimanfaatkan untuk mengekpresikan dirinya kepada dunia
luar secara adekuat. Fungsi luhur dalam keadaan normal merupakan fungsi
integritas tertinggi otak yang dapat dinilai.
2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulis dalam referat ini adalah sebagai berikut:
1. Melengkapi tugas kepanitraan klinik senior pada bagian ilmu penyakit
saraf RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru.
2. Menguraikan tentang penyakit gangguan fungsi luhur terutama demensia.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Demensia cenderung berkembang terutama pada orang tua. Sekitar 5%
sampai 8% dari semua orang di atas usia 65 tahun mengalami demensia.
Prevalensi paling tinggi di Amerika Latin (8,5%), dan prevalensi paling rendah
dalam empat sub-Sahara Afrika (2% - 4%). Diperkirakan 35,6 juta orang hidup
dengan demensia di seluruh dunia pada tahun 2010, dengan angka diperkirakan
hampir dua kali lipat setiap 20 tahun, menjadi 65,7 juta pada tahun 2030 dan
115,4 juta pada tahun 2050. Pada tahun 2010, 58% dari semua orang dengan
demensia tinggal di negara berpendapatan menengah ke bawah, dengan proporsi
ini diperkirakan meningkat menjadi 63% pada tahun 2030 dan 71% pada tahun
2050.
2.3 Etiologi
Adapun penyebab demensia adalah sebagai berikut :
2
A.Demensia degeneratif
· Penyakit Alzheimer
· Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick)
· Penyakit Parkinson
· Demensia Jisim Lewy
· Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr)
· Kelumpuhan supranuklear yang progresif
B. Trauma
· Dementia pugilistica, posttraumatic dementia
· Subdural hematoma
C. Infeksi
- Penyakit Prion ( misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine spongiform
encephalitis,(Sindrom Gerstmann-Straussler)
· Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
· Sifilis
D. Kelainan jantung, vaskuler
· Neuroakantosistosis
E.Kelainan psikiatrik
· Pseudodemensia pada depresi
· Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut
F. Fisiologis
· Hidrosefalus tekanan normal
G.Kelainan Metabolik
· Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12, folat)
· Endokrinopati (e.g., hipotiroidisme)
· Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia)
H.Tumor
Tumor primer maupun metastase (misalnya meningioma atau tumor metastasis
dari tumor payudara atau tumor paru)
I. Penyakit demielinisasi
· Sklerosis multiple
3
J Obat-obatan dan toksin
· Alkohol
· Logam berat
· Radiasi
· Pseudodemensia akibat pengobatan (misalnya penggunaan antikolinergik)
· Karbon monoksida
K. Lain-lain
· Penyakit Huntington
· Penyakit Wilson
· Leukodistrofi metakromati
2.4 Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit,
kerusakan struktur otak, sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).2,5 Berikut tabel 2.1 untuk
klasifikasi demensia.
4
2.4.1 Demensia Tipe Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang
selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia
menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia
progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada
pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer
biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain
telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.3,6
Gambar 2.1 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dan sel otak normal.
5
prekusor amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan
demensia tipe Alzheimer untuk menjawab pertanyaan tersebut.
3. Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit
Alzheimer. Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan
tiga kali lebih besar daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan
individu yang memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali
lebih besar daripada yang tidak memiliki gen tersebut.
4. Neuropatologi
Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit Alzheimer
menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran
ventrikel serebri. Kekusutan serabut neuron (neurofibrillary tangles) terdiri dari
elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun jenis protein
sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak
khas ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada
penyakit lain.
5. Neurotransmiter
Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia
Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi
hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya defisit
kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan
asetilkolintransferase menurun.
6. Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia
Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel System
Taupathy,biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain
ditemukan pada orang dengan penyakit Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi
pencetus adalah kromosom 17.
6
1. Gangguan memori yang terdiri :
- lupa pada peristiwa yang baru terjadi
- sering bertanya berkali-kali
2. Disfungsi eksekutif
- kesulitan mengelola dan merencanakan keuangan
- penurunan kemampuan memasak
- penurunan kemampuan pemeliharaan
- kesulitan menggunakan peralatan
3. Gangguan Activity Of Daily Living (ADL)
- Tidak ada minat terhadap hobby
- kesulitan mengendarai kendaraan
- kesulitan berbelanja
B. Pemeriksaan Fisik
C. Pemeriksaan Neurologi
Pada stadium ringan dan sedang jarang ditemukan deficit neurologis fokal.
Pemeriksaan neurologis penting untuk menyingkirkan penyakit lain yang dapat
menyebabkan demensia.
Gambaran demensia yang disebabkan penyakit (degeneratif) yang lain :
7
daerah temporal dan parietal). Pemeriksaan laboratorium meliputi urinalisis,
elektrolit serum, kalsium, BUN, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat dan
vitamin B12, pemeriksaan cairan otak untuk biomarker.
Baku emas berupa pemeriksaan patologi anatomi yang ditemukan
neurofibrillary tangles dan senile flaque .
E. Pemeriksaan Neuropsikologi
Pemeriksaan status mental merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan
untuk menilai defisit kognitif tetapi bukan satu-satunya metode untuk menentukan
diagnosis. Pemeriksaan neuropsikologi harus dinilai secara komprehensif dengan
informasi dari caregiver termasuk penilaian fungsional, pemeriksaan
neurologidan juga pemeriksaan penunjang.
Adapun berbagai instrument pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Mini Mental State Examination (MMSE)
MMSE digunakan secara luas sebagai pemeriksaan penapisan untuk
menilai defisit kognitif secara cepat. Pemeriksaan ini menilai orientasi,
memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial dengan nilai maksimal 30.
8
Skor :
9
Pemeriksaan ini lebih menekankan pada penilaian fungsi eksekutif dan
atensi dibandingkan MMSE. Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk menilai
gangguan kognitif ringan yang sulit dideteksi dengan MMSE.
TOTAL SKOR: Jumlahkan semua sub scores yang tercantum di sisi kanan.
Tambahkan satu poin bagi subjek yang memiliki latar belakang pendidikan formal
kurang dari 12 tahun. Skor maksimal yang dihasilkan adalah 30, untuk skor total
> 26 adalah normal (tidak ada gangguan).
10
CDR merupakan instrument untuk menilai tingkat keparahan demensia,
dengan menilai fungsi kognitif berdasarkan enam domain, memori, orientasi,
penyelesaian masalah, judgement, aktifitas sosial dan hobi.
2. Global Deterioration Scale (GDS)
GDS merupakan instrument untuk menilai stadium demensia dengan tujuh
stadium.
11
(3) Kondisi yang berhubungan dengan zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis lainnya
(misalnya, gangguan
depresif berat,Skizofrenia) .
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri atas farmakologis dan nonfarmakologis.9
A. Farmakologi
1. Simptomatik
a. Penyekat asetilkolinesterase
Donepezil HCL tablet 5 mg, 1x1 tablet perhari
Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x1,5 mg
sampai maksimal 2x6 mg
Galantamin tablet interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x4 mg
sampai maksimal 2x16 mg
2. Gangguan prilaku
b. Depresi
Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama): sertraline tablet 1x
50mg, Flouxetin tablet 1x20 mg
Golongan Monoamine Oxidase (MAO) inhibitors : reversible
MAO-A inhibitor (RIMA): moclobemide.
c. Delusi /halusinasi/ agitasi
Neuroleptik atipikal
o Risperidon tablet 1x 0,5 mg-2 mg/hari
o Olanzapin
o Quetiapin tablet : 2x 25 mg-100 mg
Neuroleptik tipikal
o Haloperidol tablet : 1x 0,5 mg-2 mg/hari
B. Non Farmakologis
Untuk mempertahankan fungsi kognitif meliputi:
12
Program adaptif dan restorative yang dirancang individual
Orientasi realitas
Stimulasi kognisi : memory enhancement program
Reminiscence
Olahraga gerak latih otak
Edukasi pengasuh
Training dan konseling
Intervensi lingkungan
Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
Fasilitas aktivitas
Terapi cahaya
Terapi musik
Pet therapy
Penanganan gangguan perilaku
Mendorong untuk melakukan aktifitas keluarga
Menghindari tugas kompleks
Bersosialisasi
13
Infark lakuner subkortikal
Infark non lakuner subkortikal
3. VAD tipe campuran
14
C. Gambaran klinis
1. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, reflex asimetri
dan inkoordinasi
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan
urologis
5. Disartria,disfagia dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan prilaku psikis depresi, perubahan kepribadiaan, emosi labil
dan retardasi psikomotor.
D. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium ( darah, hematologi faktor resiko stroke)
Radiologis ( foto thorak, radioimaging)
Computed tomography
VAD pasca stroke
o Infark
15
o Perdarahan intrasrebral
o Perdarahan subarachnoid
VAD subkortikal
o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas
o Tidak ditemukan adanya infark dikortikal dan kortiko-
subkortikal
MRI VAD Subkortikal
o Lesi luas periventrikuler dan substansia alba atau multiple lakuner
(>5) disubstansia grissea dan paling sedikit ditemukan lesi
substansia alba moderat
o Tidak ditemukan infark diteritori non lakuner, kortiko-subkortikal,
perdarahan, tanda-tanda hidrofalus tekanan normal dan penyebab
spesifik lesi substansia alba.
Penatalaksanaan
A. Farmakologi
B. Non Farmakologis
Untuk mempertahankan fungsi kognitif meliputi:
Program adaptif dan restorative yang dirancang individual
Orientasi realitas
Stimulasi kognisi : memory enhancement program
Reminiscence
Olahraga gerak latih otak
Edukasi pengasuh
Training dan konseling
Intervensi lingkungan
Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
Fasilitas aktivitas
Terapi cahaya
Terapi musik
Pet therapy
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Purba JS. Demensia dan penyakit Alzheimer. Balai penerbit FKUI, Jakarta
juni 2002.
2. Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia. Diakses dari : http://www.
idijakbar.com/prosiding/delirium.htm. .
3. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia,
amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins.
4. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik,
1993. 49-67
5. Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari
PPDGJ III.2001 Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26
6. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya:
Airlangga University Press. 2005.193
7. Mayza A, Ramli Y, Lastri ND, Prawihardjo P. Neurobeahviour . Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2014.
8. Misbach J, Hamid BA, Mayza A, Saleh KM, Buku pedoman standar
pelayanan medis dan standar prosedur operasional Neurologi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, Juni 2006.
9. Netter, Frank Hendry, Craig, A, Perkin A. Atlas of neuroanatomy and
Neurophysiology, saunders; Elsevier
10. Prof. DR, Mahar Mardjono; Prof.DR, Priguna Sidharta; neurolgi klinis
dasar; Dian rakyat; 2009 Bab VI halaman 211-213.
18