Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit Alzheimer dimulai dengan penurunan kemampuan Otak, seperti


pemikiran, daya ingat, dan penggunaan bahasa. Meskipun penelitian masih terus
dilakukan, penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti.

Penyakit Alzheimer dilaporkan untuk pertama kali oleh Alois Alzheimer,


seorang ahli psikiatri, pada tahun 1906. Pasiennya adalah seorang wanita berusia
51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori. Dia tidak
mengetahui cara kembali ke tempat tinggalnya, sedangkan wanita tersebut tidak
mengalami gangguan saraf atau motorik. Pada autopsi, terlihat bagian Otak yang
mengalami atrofi difus dan simetris, dan secara mikroskopik tampak bagian
kortikal Otak dengan plak neuritis dan degenerasi neurofibrilar.

Penyakit ini biasanya mulai timbul sesudah usia 60 tahun dengan risiko yang
meningkat sesuai pertambahan umur. Pasien pada kelompok umur 65-74 tahun
memiliki insidens sekitar 5%, dan hampir separuh pasien berumur 85 tahun
mengidap penyakit ini walaupun keadaan tersebut tidak selalu dialami manula.

Penyakit ini merupakan bagian dari demensia. Lima puluh sampai enam puluh
persen demensia ditimbulkan penyakit Alzheimer. Istilah demensia digunakan
untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala penurunan daya ingat dan
kemunduran fungsi intelektual lainnya. Pasien mengalami kemunduran fungsi
intelektual yang bersifat menetap, yakni adanya gangguan pada sedikitnya 3 dari
5 komponen fungsi neurologis, yang mencakup fungsi berbahasa, mengingat,
melihat, emosi dan memahami.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit alzheimer?
2. Apa penyebab penyakit alzheimer?
3. Apa saja manifestasi klinis penyakit alzheimer?
4. Apa saja pencegahan penyakit alzheimer?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit alzheimer?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan penyakit alzheimer
2. Mengetahui Apa penyebab penyakit alzheimer
3. Mengetahui Apa saja manifestasi klinis penyakit Alzheimer
4. Mengetahui pencegahan penyakit alzheimer
5. Mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit alzheimer

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penyakit Alzheimer/Alzheimer Disease(AD)
Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit degeneratif neurologik yang
progresif dan permanen (ireversibel) yang dimulai secara bertahap dan dicirikan
oleh kehilangan fungsi kognitif secara bertahap serta gangguan perilaku dan afek.
Penting dicatat bahwa AD bukan merupakan bagian normal dari proses penuaan.
Meskipun faktor risiko terbesar terjadinya AD adalah pertambahan usia,
banyak faktor lingkungan, diet, dan inflamasi yang juga menentukan apakah
seseorang mengalami penyakit kognitif ini. AD adalah suatu gangguan otak yang
kompleks yang disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor yang dapat mencakup
genetik, neurotransmiter, abnormalitas vaskular, hormon stres, perubahan
sirkadian, trauma kepala, dan gangguan kejang.
AD dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe: AD familial atau awitan dini
(jarang, dan terjadi pada kurang dari 10% kasus) dan AD sporadik atau awitan
lambat.
2.2 Penyebab Penyakit Alzheimer

Penyakit ini merupakan penyakit degenerasi saraf yang, berdasarkan


epidemiologi, terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mengalami
penyakit ini pada usia kurang dari 58 tahun dan pada mereka yang berusia lebih
dari 58 tahun (96%). Diperkirakan bahwa pada tahun 2000, terdapat 2 juta
penduduk Amerika Serikat yang mengidap penyakit Alzheimer, sedangkan di
Indonesia sendiri, jumlah lansia berkisar 18,5 juta orang dengan angka insidens
dan prevalensi penyakit Alzheimer yang belum diketahui secara pasti.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi penyakit ini pada wanita 3 kali lebih
banyak ketimbang pada laki-laki. Hal ini mungkin cerminan dari usia harapan
hidup wanita yang lebih lama dibandingkan laki-laki.

3
Proses patologis penyakit ini mencakup degenerasi sel saraf, yang
menyebabkan kematian beberapa jaringan Otak yang spesifik sehingga terjadi
gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Kemungkinan bahulu sel-sel tersebut mengalami degenerasi diperkuat dengan
adanya peningkatan kalsium intrasel, kegagalan metabolisme energi,
pembentukan radikal bebas atau produksi protein abnormal yang nonspesifik.
Terdapat beberapa faktor pencetus yang dicurigai sebagai penyebab seperti:

1) Faktor genetik. Beberapa peneliti mengungkapkan 50% kasus diturunkan dan


melalui pola pewarisan autosomal dominan. Individu keturunan generasi
pertama pada keluarga pasien memiliki risiko mengalami demensia 6 kali
lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol normal.

2) Faktor infeksi dan imunologis. Terdapat penelitian yang menyatakan


keberadaan antibodi reaktif pada pasien. Diperkirakan terdapat infeksi virus
yang menimbulkan infeksi menahun di sistem saraf pusat, Yang identik
dengan penyakit Creutzfeldt-Jacob dan kuru yang diduga berkaitan dengan
penyakit Alzheimer.

3) Faktor lingkungan. Faktor lingkungan mencakup paparan aluminium, silikon,


merkuri, seng, dan zat-zat kimia lain.

4) Faktor trauma. Hubungan antara penyakit Alzheimer dengan trauma kepala


dicontohkan pada petinju yang mengidap demensia, dengan ditemukannya
sejumlah besar serabut neurofibrilar pada sediaan autopsi otaknya.

5) Faktor neurotransmiter. Perubahan neurotransmiter di jaringan otak pengidap


penyakit Alzheimer memiliki peran yang sangat penting, seperti yang
dilaporkan beberapa peneliti, yaitu pada pasien terjadi penurunan aktivitas
asetilkolin transferase, asetikolinesterase, dan pengangkutan kolin, serta
penurunan biosintesis asetilkolin. Defisit prasinaps dan pascasinaps kolinergik
tersebut terjadi pada kedua sisi korteks frontalis, temporalis superior, nukleus

4
basalis, dan hipokampus. Gangguan neurotansmiter asetilkolin merupakan
kelainan yang selalu ditemukan pada penyakit ini. Selain itu, terdapat pula
penurunan kadar norepinefrin, dopamin dan serotonin. Kadar monoamin
oksidase A di hipotalamus dan lobus frontalis meningkat, sedangkan kadar
monoamin oksidase B meningkat di area temporal dan menurun di nukleus
basalis.

Penyakit Alzheimer merupakan suatu penyakit progresif, yang berarti


bahwa penyakit ini berkembang semakin parah. Otak mengerut dan penyakit
dapat bersifat fatal. Para ahli telah menetapkan 7 tahap Penyakit Alzheimer,
mulai dari keadaan normal, kehilangan daya ingat dan daya kognitif lainnya,
sampai pada tahap akhir.

1) Tahap I: Seseorang dikatakan normal karena baik kesadaran fungsional


maupun perilaku tidak mengalami penyimpangan, bebas melakukan
tindakan dan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan yang layak atau menurut
perasaan.

2) Tahap 2: Setengah atau lebih populasi berusia 65 tahun ke atas mengalami


gangguan kognitif dan/atau gangguan fungsionah. Gangguan tersebut
bersifat subjektif. Orang tua dengan gejala-gejala tersebut tidak lagi
mengingat nama-nama anak mereka yang dikenal 5 atau 10 tahun
sebelumnya. Mereka juga sering lupa tempat mereka meletakkan sesuatu
sebelumnya. Secara subjektif, pasien mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi dan mendapatkan kata-kata yang tepat saat berbicara.

3) Tahap 3: Seseorang pada tahap ini mengalami kemunduran ringan, yang


dimulai dengan permintaan atau pertanyaan yang berulang. Kapasitas
untuk menjalankan suatu pekerjaan mengalami kemunduran dan pasien
sulit menguasai keterampilan baru, misalnya bekerja dengan komputer.
Orang sekeliling merasakan adanya perubahan sikap dan tingkah laku.

5
4) Tahap 4: Kelemahan mental semakin nyata dan aktivitas fisik mulai
berkurang. Kunjungan atau pertemuan yang dilakukan beberapa waktu
lalu tidak dapat diingat atau diceritakan kembali dengan baik Bahkan,
terdapat kesalahan nyata dalam menyebutkan hari, tanggal, bulan, dan
bahkan tahun jika ditanyakan. Alamat atau nama yang menonjol, seperti
alamat anak di kota lain atau nama kepala negara tertentu, masih dapat
diingat.

5) Tahap 5: Pada tahap ini, kebergantungan hidup pasien sehari-hari semakin


nyata. Pasien sudah memerlukan bantuan untuk memilih makanan atau
pakaian, dan sulit membedakan mata uang dan mencatat pengeluaran dan
penerimaan. Pasien mudah marah, tersinggung, dan timbul waham curiga.

6) Tahap 6: Kemampuan dasar untuk melakukan kegiatan sehari-hari


bergantung pada orang lain, misalnya dalam memilih pakaian, memasang
baju yang benar (tidak terbalik) dan kebersihan tubuh serta urusan ke
kamar mandi. Peralihan tahap ini berlangsung sampai 2,5 tahun

7) Tahap 7: Kemampuan berbicara mulai menghilang demikian Pula gerakan


fisik untuk berpindah tempat. Pasien memerlukan bantuan orang kedua
untuk berjalan. Pasien dapat kehilangan kemampuan untuk duduk, bahkan
pasien merasa sulit untuk duduk sendiri karena cenderung terjatuh,
kecuali tangannya berpegang pada suatu benda penyangga.

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala sangat beragam beberapa di antaranya meliputi :

1) Di awal penyakit, pasien mengalami lupa dan kehilangan memori yang samar,
meskipun keterampilan sosial dan pola perilaku tetap utuh. Lupa
dimanifestasikan dalam banyak aktivitas harian seiring dengan perjalanan
penyakit (mis, pasien tersesat di lingkungan yang familier atau mengulangi
cerita yang sama).

6
2) Percakapan menjadi sulit, dan kesulitan menemukan kata-kata.

3) Kemampuan untuk merumuskan konsep dan berpikir secara abstrak


menghilang.

4) Pasien dapat menunjukkan perilaku impulsif yang tidak tepat.

5) Perubahan kepribadian terlihat jelas pasien dapat mengalami depresi, merasa


curiga, paranoid, bermusuhan, dan bersifat melawan.

6) Keterampilan berbicara mengalami kemunduran menjadi kata-kata yang tidak


bermakna agitasi dan aktivitas fisik meningkat.

7) Nafsu makan yang besar dapat terjadi akibat tingginya tingkat aktivitas
disfagia terjadi seiring dengan perkembangan penyakit.

8) Pada akhirnya, pasien memerlukan bantuan di segala aspek kehidupan sehari-


hari, termasuk ke toilet karena terjadi inkontinensia.

9) Stadium terminal dapat berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun


tahun.

2.4 Pencegahan Penyakit Alzheimer

1) Delapan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit Alzheimer


antara lain: (1) selalu menjalani tantangan hidup, Perangsangan yang terus
menerus merupakan kunci untuk membangun dan mempertahankan sel saraf,
yang akan mengurangi kemunduran daya ingat maupun penyakit Alzheimer
itu sendiri. Carilah pekerjaan yang menarik, baik dibayar maupun sukarela,
melakukan hobi, aktif bersosialisasi, mempelajari musik, bahasa asing, atau
program komputer, dan lain-lain; (2) pemberian aspirin dalam dosis kecil; (3)
pemberian suplemen vitamin C dan E; (4) pemberian dosis harian asam folat
dan vitamin B; (5) penggunaan bumbu masak alamiah seperti jahe, kunyit,
cabe merah, dan sebagainya; (6) konsumsi lemak omega-3 (misalnya pada
ikan salmon, sardin); (7) konsumsi buah dan sayuran segar dalam makanan;

7
dan (8) penggunaan minyak nabati tak-jenuh (minyak bunga matahari,
jagung).

2) Latihan Berpikir untuk Melatih Otak Cara Memperlambat Timbulnya


Penyakit Alzheimer

Linda Melone menulis beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk


memperlambat onset penyakit Alzheimer. Seperti otot, Otak Anda juga
memerlukan latihan yang teratur agar tetap sehat dan segar sesuai dengan
umur, dan otak juga dapat mengalami atrofi layaknya oror. Lebih tepatnya,
daya serapan kognitif Otak akan menurun, yakni suatu gangguan neurologis
akibat faktor umur atau faktor lain baik secara tidak disadari maupun secara
nyata. Keadaan ini mempersulit seseorang untuk melakukan tugas Otak.
Akan tetapi, seperti halnya latihan “angkat berat' yang dapat menambah
massa Otot di tubuh dan mempertahankannya dengan bertambahnya umur,
para peneliti juga yakin bahwa dengan mengikuti gaya hidup Otak sehat dan
melakukan pelatihan Otak secara teratur, kapasitas penyerapan kognitif Otak
juga dapat ditingkatkan.

3) Meningkatkan Cadangan Kemampuan Otak

Semakin besar cadangan kognitif otak, semakin tinggi pula daya tahan
Otak. Cadangan ini akan melindungi memori seseorang dan memperlambat
atau bahkan menghindari gejala-gejala yang muncul akibat perubahan saraf
otak, termasuk kerusakannya akibat penyakit Alzheimer. Penelitian ini
didasarkan atas beberapa penemuan autopsi Pada otak suster Katolik berusia
80-90 tahunan yang, meskipun berusia lanjut, tidak memperlihatkan gejala
Alzheimer ketika hidup dan tidak terlihat sakit. “Dengan kebiasaan meditasi
dan belajar tanpa henti, diet rendah-lemak, hubungan sosial yang tinggi
antarsesama suster, akan tercipta suatu kehidupan yang meningkatkan
cadangan kemampuan otak”, menurut pernyataan Robert Bender, MD, yang
merupakan direktur medis pada Johnny Orr Memory Center and Healthy

8
Aging Institute (Des Moines, Iowa). “Keadaan ini memungkinkan mereka
berfungsi baik walaupun mengidap Alzheimer,” lanjutnya.

4) Peningkatan Aktivitas Otak

Dengan mengubah gaya hidup dan melakukan pelatihan, kemampuan


otak dapat ditingkatkan. Para ahli dulu memperkirakan bahwa kehilangan
tersebut bersifat permanen. Baru-baru ini, dalam penelitian selama 6 bulan,
pasien Alzheimer ternyata dapat mengalami perubah an nyata setelah
mengikuti program terapi dengan obat, pelatihan fisik, diet rendah-lemak,
pelatihan kognitif, sosialisasi, dan meditasi. “Kita menyadari sekarang bahwa
otak tersebut bersifat plastis, dan memiliki daya tahan yang tinggi sehingga
kita bisa menjadi lebih pintar, bahkan pada kasus Alzheimer, penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel otak normal yang masih tersisa dapat dirangsang
untuk menciptakan koneksi baru,” menurut Robert Bender.

Otak yang Sehat: Pendekatan Multiaspek “Mempertahankan otak yang


sehat dilakukan dengan pola diet yang berimbang, rendah lemak, rendah
kolesterol, dan tinggi antioksidan,” lanjut Bender. Kegetiran dan kebosanan
perlu dihindari karena Otak perlu mempelajari sesuatu yang baru. Bender
mengatakan hal tersebut karena para peneliti menemukan bahwa orang-orang
mudah demensia jika kurang perhatian terhadap sekitarnya. Jika Otak pasif,
atrofi akan mudah terjadi sehingga pola hidup yang relatif pasif, seperti
duduk se' harian di muka TV, akan menurunkan kemampuan otak. Prinsip ‘us
it or lose it’ berlaku pada keadaan tersebut.

5) Pelatihan Otak

Pelatihan untuk meningkatkan kemampuan otak harus memberikan


sesuatu yang baru dan menantang dan juga menarik. “Hampir semua kegiatan
yang kelihatannya sepele, seperti menggunakan jalan baru untuk pulang ke
rumah, menggosok gigi dengan tangan kiri, ternyata berguna,” menurut

9
keterangan David Eagleman, PhD, ahli saraf dan asisten profesor di Baylor
College of Medicine (Housron, Texas). Otak bekerja secara asosiasi sehingga
semakin banyak jenis sensasi yang terlibat. Beberapa latihan otak yang
dianjurkan:

1. Tes daya ingat. Buat daftar belanjaan, tugas, atau hal apa saja yang teringat
dan hafalkan. Setelah satu jam kemudian, ambillah kertas dan tuliskan hal
yang masih teringat dan cocokkan jawaban yang benar. Buatlah daftar
tersebut sesulit mungkin agar otak terbangun.

2. Buat peta berdasarkan memori. Setelah kembali ke rumah dari kunjungan


di tempat yang baru, cobalah menggambar peta untuk daerah tersebut, dan
lakukan hal tersebut setiap berkunjung ke tempat-tempat baru.

3. Gunakan otak untuk berpikir, bukan dengan kertas dan pena. Hal ini lebih
baik jika dilakukan sambil berjalan kaki.

4. Berikan tantangan untuk lidah. Ketika memasak atau memakan sesuatu,


cobalah memilah rasa termasuk bumbu yang digunakan dalam makanan
Anda.

5. Ikuti kursus memasak. Cara memasak perlu dipelajari karena proses


memasak menggunakan berbagai panca indera: penciuman bau, sensasi
raba, pengecap, yang kesemuanya menempati tempat berbeda di otak.

6. Bayangkan kata dalam pikiran. Bayangkan ejaan suatu kata dalam otak
kemudian cobalah mencari kata lain, misalnya dengan awalan atau akhiran
dua huruf yang sama.

7. Mempelajari bahasa asing. Pemahaman dan pendengaran akan memacu


Otak.

8. Mendengarkan musik. Dengarkan musik atau pelajari cara memainkan alat


musik.

10
9. Tingkatkan hubungan tangan-mata. Pelajari kemampuan baru, yang
melibatkan ketangkasan motorik halus, seperti menjahit, menggambar,
melukis, dan menyusun teka-teki silang.

10. Fungsikan panca indera. Coba lakukan pekerjaan yang melibatkan banyak
panca indera, seperti berkebun.

11. Pelajari jenis olah raga baru. Coba pelatihan atletik yang menggunakan
pikiran dan tubuh, seperti golf dan basket.

Tidak lama lagi orang-orang akan menyadari bahwa mereka mampu


mempertahankan kesehatan Otaknya, seperti halnya pada pencegahan
serangan jantung dengan melakukan beberapa upaya preventif. “Dalam 10
tahun mendatang, saya yakin bahwa taraf kesehatan Otak akan sama dengan
taraf kesehatan jantung. Kini terdapat bukti bahwa gaya hidup otak yang sehat
benar-benar dapat diandalkan” pungkas Bender.

BAB 3

ASUHAN KEPEAWATAN PENYAKIT ALZHEIMER.

11
3.1 Anamnesa
Anamnesis pada penyakit Alzheimer meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
dan pengkajian psikososial. Identitas klien Meliputi nama, umur (lebih sering
pada kelompok usia lanjut, 50% populasi berusia lebih dari 85 tahun), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
1. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan kesehatan
adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak
ekstremitas.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada anamnesis klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang
baru. Pada beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering
mengalami bertingkah laku aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri
tanpa mengatakan pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan
anak-anaknya yang menjaga klien.
Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien
menjadi tidak dapat mengatur buang air, tidak dapat mengurus keperluan dasar
sehari-hari, atau mengenali anggota keluarga.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, penggunaan obat-obat antiansietas (benzodiazepin),
penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama dan
mengalami sindrom Down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit
Alzheimer saat usia 40-an.

4. Riwayat penyakit keluarga


Penyakit Alzheimer ditemukan hubungan sebab genetik yang jelas.
Diperkirakan 10%-30% dari klien Alzheimer menunjukkan tipe yang diwariskan,
dan dinyatakan sebagai penyakit Alzheimer familia (FAD). Pengkajian adanya
anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus
diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat
mempercepat progresifnya penyakit.

12
5. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berfungsi untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan
klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak
kooperatif. Perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit Alzheimer
adalah penurunan kognitif dan penurunan memori (ingatan).
3.2 Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan
kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme.
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardia, hipotensi,
dan penurunan frekuensi pernapasan.
2) B1 (Breathing) Gangguan fungsi pernapasan: berkaitan dengan hipoventilasi,
inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran napas.
a. Inspeksi. Didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk
efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot
bantu napas.
b. Palpasi. Taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
c. Perkusi. Adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
d. Auskultasi. Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
3) B2 (Blood)
Hipotensi postural: berkaitan dengan efek samping pemberian obat
dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan
otonom.
4) B3 (Brain)

13
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum,
didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
a. Pengkaiian Tingkat Kesadaran. Tingkat kesadaran klien biasanya apatis
dan ga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
b. Pengkaiian Fungsi Serebral. Status mental: biasanya status mental klien
mengalami erubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif,
penurunan versepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun
memori jangka ranjang.
c. Pengkajian Saraf Kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf
kranial l-Xll.
1. Saraf I. Biasanya pada klien penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman.
2. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai
dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan penyakit Alzheimer
mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
3. Saraf III, IV, dan V1. Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya
tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini.
4. Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
5. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
6. Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses
senilis serta penurunan aliran darah regional.
7. Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif.
8. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidornastoideus dan trapezius.
9. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. Pengkajian Sistem Motorik. Inspeksi umum, pada tahap lanjut klien akan
mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
1. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
2. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan
karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooPeratifan klien
dengan metode pemeriksaan.
e. Pengkajian Refleks. Pada tahap lanjut, penyakit Alzheimer sering
mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk

14
berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya
berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat
menyebabkan klien sering jatuh.
f. Pengkajian Sistem Sensorik. Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan
penyakit Alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik
secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari
neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan
persepsi klien secara umum.
5) B4 (Bladder)
Pada tahap lanjut, beberapa klien sering mengalami inkontinensia
urine, biasanya berhubungan dengan penurunan status kognitif dari klien
Alzheimer. Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan
klien mungkin mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
6) B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan intake nutrisi yang
kurang karena kelemahan Fisik umum dan perubahan status kognitif.
Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi.
7) B6 (Bone)
Pada tahap lanjut, biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif
menyebabkan masalah pola dan pemenuhan aktivitas sehari-hari. Adanya
gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan karena
perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh gerakan memberikan
risiko pada trauma fisik jika melakukan aktivitas.
3.3 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis penyakit Alzheimer rumit karena tidak adanya uji definitif.
Pemeriksaan rutin yang biasanya dilakukan meliputi pemeriksaan hitung sel
darah lengkap dan pemeriksaan elektrolit serum.

15
CT scan mungkin memperlihatkan pelebaran ventrikel dan atrofi korteks serta
memastikan tidak terdapat tumor, abses otak, atau hematoma subdural kronik
yang dapat di atasi.
3.4 Penatalaksanaan Klinis
Penanganan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas karena penyebab dan
patofisiologinya masih belum jelas. Penanganan simtomatik n Suportif
diperlukan untuk memberikan rasa puas pada pasien dan keluarga. Pemberian
agen stimulan, vitamin B. C. dan E belum terbukti menimbulkan efek yang
menguntungkan.
Penyakit Alzheimer merupakan penyakit dengan perjalanan klinis yang
lambat. Keadaan ini dimulai dengan gangguan daya ingat yang berakhir dengan
kerusakan saraf. Perjalanan penyakit dan laju perkembangannya berbeda dari
satu orang ke orang lain. Rata-rata pasien dapat hidup 8-10 tahun setelah
didiagnosis walaupun terdapat beberapa pasien yang mampu bertahan selama 20
tahun.
Penatalaksanaan yang pasti untuk dapat menghentikan perjalanan penyakit
belum ditemukan. Namun, untuk penanganan tahap awal atau pertengahan
penyakit, obat-obatan seperti tacrine, donepezil, rivastigmin, atau galantamin
dapat diberikan untuk menghambat perburukan. Penggunaan obat lain seperti
memantin telah diakui untuk kasus derajat sedang atau berat meskipun efeknya
terbatas. Obat lain digunakan untuk mengurangi gejala penyerta seperti sulit
tidur, agitasi, berjalan tanpa sadar, gelisah, dan depresi.
1) Tacrine. Obat ini berbentuk kapsul, digunakan untuk memperlambat
perkembangan penyakit Alzheimer tahap awal. Tacrine diberikan 4 kali 10
mg sehari. Karena efek samping yang kuat, obat ini sekarang jarang
digunakan. Cara kerjanya adalah memperlambat peruraian asetikolin, yaitu
mediator kimia taut sel-sel saraf Otak.
2) Donepezil. Obat ini berbentuk tablet 5 dan 10 mg, dan diberikan sekali sehari
malam hari sebelum tidur. Pemberian donepezil ditujukan untuk
memperlambat penurunan kemampuan berpikir dan kemampuan melakukan
aktivitas harian. Obat ini juga menghilangkan halusinasi dan waham
kecurigaan atau berkelana tanpa tujuan. Delapan puluh persen pasien

16
Alzheimer derajat ringan dan sedang memperoleh manfaat dari obat ini. Cara
kerjanya adalah memperlambat penguraian asetilkolin, yaitu mediator kimia
di taut (sinaps) sel-sel saraf Otak. Tidak terdapat efek samping yang serius.
Efek samping yang timbul umumnya adalah mual,muntah,diare, kadang-
kadang dapat terjadi nyeri kepala, pusing lesu, kesulitan tidur, mimpi buruk,
depresi, kehilangan nafsu makan, pingsan, kejang otot, nyeri sendi, dan
sering miksi.
3) Rivastigmin. Obat ini tersedia dalam kapsul, minuman dan Patch (plester) di
kulit. Pemberian rivastigmin ditujukan untuk mengobati penyakit Alzheimer
tahap awal, yaitu memperbaiki aktivitas sehari hari, seperti berpakaian,
makan, dan lain-lain. Cara kerjanya adalah memperlambat penguraian
asetikolin. Efek samping yang berbahaya adalah perdarahan lambung atau
usus. Efek samping yang ringan berupa mual, muntah, lesu dan terkadang
timbul rasa panas di dada, pusing, keram dinding perut, gelisah, dan kesulitan
tidur.
4) Galantamin. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet atau minuman. Pemberian
galantamin ditujukan untuk mengobati penyakit Alzheimer tahap awal, yaitu
memperbaiki aktivitas sehari-hari, seperti berpakaian, makan, dan lain-lain.
Cara kerjanya adalah memperlambat penguraian asetikolin. Dosis awal mulai
dari 4 mg 2 kali sehari dan ditingkatkan secara perlahan sampai 16-24
mg/hari.
5) Memantin. Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul dan ditujukan untuk
penyakit tahap sedang dan berat. Mekanisme kerjanya adalah melindungi sel
saraf otak dari paparan glutamat yang dapat mematikan sel otak.
6) Antiinflamasi. Karena terdapat bukti bahwa inflamasi dapat ikut
memperberat kerusakan saraf pada penyakit Alzheimer, penggunaan
antiinflmasi juga dianjurkan, seperti NSAID yang diharapkan memperlambat
perkembangan penyakit ini. Obat-obat tersebut adalah refecoxib dan
naproksen. Percobaan dengan celecoxib dan naproksen tidak diteruskan
karena risiko timbulnya efek simpang pada sistem kardiovaskular.
7) Antioksidan dan Vitamin. Vitamin E dan/atau selenium dan vitamin C diteliti
sebagai obat untuk memperlambat perjalanan penyakit Alzheimer, dan

17
pemberiannya bertujuan meningkatkan kognisi pada pasien dengan penyakit
Alzheimer derajat ringan atau menengah.
8) Penelitian telah membuktikan bahwa pada pengidap Alzheimer, terdapat
penurunan kadar enzim yang aktif pada proses metabolisme Vitamin B1 .
Pemberian tiamin hidroklorida dengan dosis sebesar 3 gram/hari selama 3
bulan per oral menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan dengan penggunaan plasebo pada periode yang sama.
9) Inhibitor kolinesterase. Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti
menggunakan inhibitor kolinesterase untuk pengobatan simtomatik penyakit
Alzheimer pada pasien dengan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah
penurunan kadar asetilkolin, antikolinesterase yang bekerja secara sentral,
seperti Esostigmin dan THA (tetrahydroaminoacridine) dapat digunakan.
Pemberian obat ini dianggap dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menyatakan bahwa penggunaan
obat-obatan antikolinergik akan memperburuk fungsi intelektual pada orang
normal dan pasien Alzheimer.
10) Nootropik. Nootropik merupakan obat psikotropik, yang telah dibuktikan
dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada hewan percobaan.
Namun, pemberian obat ini sebanyak 4000 mg pada pengidap Alzheimer
tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
11) Klonidin. Gangguan fungsi intelektual pada pengidap Alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik di korteks. Pemberian klonidin yang
merupakan agonis reseptoro α2 noradrenergik, dengan dosis makasimal
sebesar 1,2 mg per oral selama 4 minggu, memberikan hasil yang kurang
memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif pasien.
12) Haloperidol. Pada pasien Alzheimer, sering terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperidol sebanyak 1-5
mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila pasien
mengidap depresi, sebaiknya ia diberikan antidepresan (amitriptilin 25-100
mg/hari).
13) Acetyl L-Carnitine (ALC). Obat ini merupakan suatu substrat endogen yang
disintesis dalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferase.

18
Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas
asetilkolinescerase, dan kolin asetiltransferase. Pada uji COba pemberian
obat ini dengan dosis sebesar 1-2 gram/hari/per oral selama 1 tahun, obat ini
disimpulkan dapat memperbaiki atau menghambat progresivitas kemunduran
fungsi kognitif.

3.5 Pemeriksaan Penunjang


1) Neuropatologi. Diagnosis definitif ditegakkan dengan konfirmasi
pemeriksaan neuropatologi melalui autopsi. Secara umum, terdapat atrofi
yang bilateral, simetris, dengan berat otak yang sering mencapai sekitar 1000
gram (850-1250 gram).
2) Pemeriksaan neuropsikologis. Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala
demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologis ini adalah menentukan ada
tidaknya gangguan Hangsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola
defisit yang terjadi.
3) CT Sam dan MRI. Kedua pemeriksaan ini merupakan metode noninvasif
beresolusi-tinggi untuk melihat kuantifikasi perubahan volume jaringan otak
pada pasien Alzheimer hidup. Pemeriksaan ini berperan dalam
menyingkirkan kemungkinan penyebab demensia lainnya, seperti multiinfark
dan tumor serebri. Atrofi kortikal menyeluruh dan Pembesaran ventrikel
kedua hemisfer merupakan gambaran penanda dominan yang sangat spesifik
pada penyakit ini.
4) EEG. Pemeriksaan ini berguna untuk mengidentifikasi aktivitas bangkitan
yang bersifat subklinis, sedangkan pada penyakit Alzheimer, terdapat
perubahan gelombang lambat di lobus frontalis yang nonspesifik.
5) Laboratorium. Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
penyakit Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium dilakukannya untuk
menyingkirkan penyebab penyakit demensia lain seperti Pemeriksaan darah
rutin, kadar vitamin B12, kalsium, fosfor, fungsi ginjal dan hati, hormon
tiroid, asam folat, serologi sifilis, dan skrining antibodi yang dilakukan secara
selektif.
3.6 Diagnosis Keperawatan

19
Gangguan proses pikir yang berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif.
1) Ansietas yang berhubunan dengan proses pikir konfusi (kebingungan).
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan kognitif.
3) Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan pola
aktivitas/ istirahat.
4) Defisit perawatan diri, mandi/higiene, makan, eliminasi yang berhubungan
dengan penurunan kognitif
5) Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan penurunan kognitif.
Defisiensi pengetahuan keluarga/pemberi asuhan yang berhubungan dengan
perawatan untuk pasien ketika fungsi kognitif menurun.
6) Risiko cedera yang berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif.
7) Ketidakefektifan proses keluarga yang berhubungan dengan penurunan
fungsi kognitif pasien.
3.7 Intervensi Keperawatan
1. Ansietas yang berhubunan dengan proses pikir konfusi (kebingungan).
a. kriteria hasil (noc)
1) Tingkat Kecemasan 572

No Kode Indikator SA ST

1. 121105 Perasaan Gelisah 5

2. 121109 Tidak Bisa Mengambil 5


Keputusan

3. 121124 Pusing 5

4. 121129 Gangguan tidur 5

2) Tingkat Rasa Takut 578

No Kode Indikator SA ST

1. 121028 Kelelahan 5

2. 121033 Ketakutan 5

3. 121034 Kepanikan 5

3) Tingkat Kelelahan 575

20
No Kode Indikator SA ST

1. 000706 Gangguan Konsentrasi 5

2. 000708 Sakit Kepala 5

3. 000727 Fungsi Neurologis 5

b. Intervensi
1) Pengurangan Kecemasan
a) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b) Pahami situasi krisis yang terjadi dri spertif klien
c) Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi
katakutan
d) Berikan objek yang menujukkan perasaan nyaman
2) Teknik Menenangkan
a) Pertahankan sikap yang tenang dan hati hati
b) Berikan waktu dan tempat untuk menyendiri jika di perlukan
c) Duduk dan bicara dengan klien
d) Intruksikan klien untuk menggunakan metode mengurangi
kecemasan (misalnya, teknik bernafas dalam, distraksi, fisualisasi,
meditasi, relaksasi otot progresif, mendengar musik musik lembut),
jika di perlukan
3) Terapi Relasaksi
a) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa distraksi dengan lapu
yang redup dan suhu lingkungan yang nyaman, jika memungkinan.
b) Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan pakaian
yang longgar dan mata tertutup
c) Gunakan suara yang lembut dengan irama yang lambat untuk
setiapa kata
d) Tunjukkan dan praktekan teknik relasaksi pada klien
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan kognitif.
a. Kriteria hasil (NOC)
1) Tingkat Ketidaknyamanan 576

No Kode Indikator SA ST

1. 210902 Cemas 5

2. 210906 Stress 5

21
3 210914 Tidak Dapat Beristirahat 5

2) Tingkat Depresi 570

No Kode Indikator SA ST

1. 120802 Kehilangan Minat Pada 5


Kegiatan

2. 120804 Gangguan Konsentrasi 5

3. 120806 Kelelahan 5

b. Intervensi
1) Manajemen Nutrisi
a) Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap
pilihan (makanan yang lebih sehat), jika di perlukan
b) Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkomsumsi
makan (misalnya, bervintilasi, santai, dan bebas dari bau yang
menyengat)
c) Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
d) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi
2) Bantuan Perawatan Diri: Pemberian makan
a) Posisikan pasien dalam posisi makan yang aman
b) Berikan bantuan fisik, sesuai kebutuhan
c) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
(misalnya, jauhkan dari pandangan benda benda seperti pispot,
urinal, dan suction)
d) Sediakan interaksi sosial dengan tepat
e) Berikan arahan bila perlu
3) Menentukan Tanda Tanda Vital
a) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan dengan
tepat
b) Monitor tekanan darah saat pasien berbaring duduk dan berdiri,
sebelum dan setelah perubahan posisi
c) Monitor tekanan setelah pasien minum obat
d) Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
3. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan pola
aktivitas/ istirahat

22
a. Kriteria hasil (NOC)
1) Tingkat ketidaknyamanan 576

No Kode Indikator SA ST

1. 210902 cemas 5

2. 210906 Stres 5

3. 210925 Kehilangan Nafsu Makan 5

2) Perawatan diri aktivitas sehari-hari 435

No Kode Indikator SA ST

1. 030001 Makan 5

2. 030004 Mandi 5

3. 030006 Kebersihan 5

3) Kelelahan: Efek yang mengganggu 122

No Kode Indikator SA ST

1. 000804 Gagguan dengan aktivitas sehari- 5


hari

2. 000810 Gangguan Aktivitas Fisik 5

3. 000820 Gangguan Memori 5

b. Intervensi
1) Terapi Aktivitas

23
a) Berikan aktifitas yang memenuhi komponen yang memenuhi
komponen memori dan emosi (misalnya, aktifitas religius
tertentu) untuk klien dimensi dengan cara yang tepat.
b) Bantu klien untuk meningkatkan motivasi diri dan penguatan.
c) Bantu dengan aktifitas fisik dengan cara teratur (misalnya,
ambulasi, berpindah, berputar dan kebersihan diri), sesuai dengan
kebutuhan.
d) Bantu klien dan keluarga untuk beradaptasi dengan lingkungan
pada saat mengakomodasi aktifitas yang di inginkan.
2) Manajemen lingkungan: kenyaman
a) Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
b) Posisikan pasien untuk menfalisitasi kenyamanan
c) Monitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh terhadap adanya
tanda-tanda tekanan atau iritasi
d) Berikan sumber-sumber edukasi yang relevan dan berguna
mengenai manajemen penyakit.

3) Manajemen energi
a) Tentukan persepsi pasien terdekat dengan pasien mengenai
penyebab kelelahan
b) Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk
menjaga ketahanan.
c) Bantu pasien untuk menetapkan tujuan aktivitas yang akan di
capai secara realistis
3.8 Evaluasi
Hasil Akhir yang Diharapkan untuk Pasien
1)Pasien mempertahankan kemampuan kognitif, fungsional, dan interaksi sosial
selama mungkin.
2)Pasien tetap terbebas dari cedera.
3)Pasien berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri sebanyak-banyaknya.
4)Pasien memperlihatkan ansietas dan agitasi yang minimal.Pasien mampu
berkomunikasi (secara verbal ataupun nonverbal).
5)Kebutuhan sosialisasi dan keintiman pasien terpenuhi. ' Pasien menerima
nutrisi, aktivitas, dan istirahat yang adekuat.
6)Pemberian asuhan pasien dan keluarga memiliki pengetahuan mengenai kondisi
dan terapi serta regimen asuhan.

24
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan terjadi terutama menyerang orang yang berusia diatas 65 tahun.
Pasien dengan penyakit Alzheimer mengalami banyak kehilangan neuron-
neuron hipokarpus dan korteks tanpa disertai kehilangan parenkim otak, juga
terdapat kekusutan neuro fibrilar Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui,
namun terdapat beberapa faktor predisposisi seperti proses infeksi virus lambat,
autoimun, genetik dan trauma.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Alzheimer dilakukan
dengan tujuan membantu mengembalikan fungsi kognitif, motorik dan fungsi -
fungsi bagian tubuh lain yang mengalami gangguan akibat kelainan
neurotransmiternya. Selain itu perhatian terhadap kebutuhan nutrisi juga tetap
dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya penyakit lain akibat intake nutrisi
yang tidak adekuat.
4.2 Saran

25
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca, terutama
mahasiswa keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan
3. Semoga makalah ini dapat menjadi pkok bahasan berbagai diskusi dan forum
terbuka.

26

Anda mungkin juga menyukai