I. Pendahuluan
Penyakit Alzheimer merupakan suatu syndrom dermensia yang ditandai
dengan penurunan ingatan dan kemampuan kognitif pasien secara progesif, yang
tidak diketahui penyebab dan perawatannya. Secara umum pasien Alzheimer ini
mengalami kehilangan seluruh kemampuan kognitif, analisis, fungsi fisik, dan
biasanya penyakit ini bersifat fatal.
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali oleh Dr. Alois Alzheimer pada
tahun 1907. berdasarkan hasil bedah pengamatannya diperoleh bahwa syaraf-
syaraf pada otak mengalami penciutan dari keadaan normalnya, bahkan syaraf
yang ada dipenuhi dengan gumpalan protein yang luar biasa, gumpalan protein ini
disebut dengan plak amiloid dan serat-serat yang berbelit-belit (neuro fibrillary).
Amilorid protein yang membentuk plak protein, dipercaya menyebabkan
perubahan kimia otak.
IV. Patofisiologi
Adapun patofisiologi dari penyakit Alzheimer ini yaitu:
Penyakit Alzheimer ini merusak syaraf-syaraf yang terdapat pada batang dan
juga struktur limbik dari otak yang bertanggung jawab dalam proses
pembelajaran, daya ingat, memberi alas an, prilaku, dan pengontrolan emosi.
Adanya adanya serat-serat yang banyak pada syaraf (NFTs) dan plak pada
syaraf (NPs) diperlukan untuk terjadinya penyakit Alzheimer ini. NFTs pada
intraselular terdiri dari pasangan filament berbentuk heliks, dari protein tau
yang teragregasi pada bundle yang padat. adanya keabnormalan phoporilasi
dari filament tau menyebabkan terjadinya kolaps pada mikrotubulus dan
akhirnya menyebabkan kematian pada sel.
NPs yang disebut dengan amilorid atau plak senile, merupakan bagian
ekstraseluler yang terdiri dari ß amilorid protein (ßAP) dan suatu masa melilit,
yang menyebabkan kerusakan pada sel syaraf.
ß amilorid sendiri juga dijumpai pada geriatric yang normal, tetapi tidak
terkonsentrasi pada korteks atau system limbic, yang menyebabkan degenerasi
saraf.
ß amilorid membentuk plak karena berikatan dengan suatu protein yang
disebut apolipoprotein E4 (ApoE4) yang menyebabkan senyawa ini menjadi
tidak larut. ApoE4 inilah yang nantinya terlibat dalam patofisiologi penyakit
Alzheimer.
Mediator radang dan komponen system imun akan ditemukan pada daerah
disekitar pembentukan plak, yang mana sistem imun ini menjadi aktif untuk
melakukan proses patogenesis.
Pasien umumnya mengalami atrofi kortikal dan berkurangnya neuron secara
signifikan, terutama saraf kolinergik.
Kerusakan saraf kolinergik terjadi terutama pada daerah limbic otak (terlibat
dalam emosi) dan korteks (terlibat dalam memori dan pusat pikiran/ advanced
reasoning center).
Syaraf-syaraf serotonergik pada inti dan sel-sel noradrenergic pada locus
ceruleus mengalami penurunan juga, yang mana dalam hal ini mono amin
oksidase type B (MAO-B) mengalami peningkatan.
Terjadi penurunan jumlah enzim asaetil kolin transferse di korteks serebral
dan hippocampus yang menyebabkan penurunan sintesis asetilkolin di otak.
VI. Diagnosis
Ada beberapa kriteria untuk menyatakan diagnosis Alzheimer yaitu:
dermentia rating scale, test lab, test neurophisikologi.
Setelah itu stage penyakit dan perkembangannya dapat diukur dengan GDS.
Tahapan Penurunan Kognitif menurut GDS (Global Deterioration Scale)
Stage Level Deskripsi
Stage 1 Normal Tidak ada perubahan fungsi kognitif
Stage 2 Pelupa Mengeluh kehilangan sesuatu atau lupa nama teman,
tetapi tidak mempengaruhi pekerjaan dan fungsi social.
Umumnya merupakan bagian dari proses penuaan yang
normal.
Stage 3 Kebingangan Ada penurunan kognisi yang menyebabkan gangguan
awal fungsi social dan kerja. Anomia, kesulitan mengingat
kata yang tepat dalam percakapan, dan sulit menginagt.
Pasien mulai sering bingung/anxiety.
Stage 4 Kebingungan Pasien tidak bias lagi mengatur keuangan atau aktivitas
akhir rumah tangga, sulit mengingat peristiwa yang baru
terjadi, mualai meninggalkan tugas yang sulit, tetapi
biasanya masih menyangkal punya masalah memori.
Stage 5 Dementia Pasien tidak bias lagi bertahan tanpa bantuan orang lain.
awal Sering terjadi disoerientasi (waktu, tempat), sulit
memilih pakaian, lupa kejadian mas lalu. Tetapi pasien
umumnya masih menyangkal punya masalah, pasien
biasanya menjadi curigaan atau mudah depresi.
Stage 6 Dementia Pasien butuh bantuan untuk kegiatan sehari-hari (mandi,
sedang berpakaian, toileting), lupa nama keluarga, sulit
menghitung mundur dari angka 10. mulai muncul gejala
agitasi, paranoid, dan delision.
Stage 7 Dementia Pasien tidak bias bicara dengan jelas (mungkin Cuma
akhir bergumam atau teriak), tidak bias jalan, atau makan
sendiri. Inkontinensi urin dan feses. Kesadaran bias
berkurang dan akhirnya koma.
Evaluasi farmakoterapi
Keterangan:
AD : Alzheimer Diseases
NINCDS : National Institute of Neurological and Communicative Disorders
and Stroke
ADRDA : Alzheimer’s Disease and Related Disorders Assosiation.
Donepezil
Donepezil (Acricept) merupakan derivate piperidine dengan aktivitas
spesifiknya yaitu sebagai inhibitor kolinesterase yang lebih baik
dibandingkan butyrilkolinesterase. Hal inilah yang menyebabkan efek
samping yang terjadi pada perifer menjadi lebih sedikit (mual, muntah,
diare) dibandingkan dengan sediaan kolinesterase yang tidak selektif
seperti tacrine. Penggunaan sediaan ini diakui atau dipercaya untuk
mengobati gangguan kesadarandari yang rendah hingga akut.
Dosis permulaan yaitu 5 mg sekali sehari di pagi hari, dan dapat
ditingkatkan hingga 10mg sekali sehari setelah 4 sampai 6 minggu
pengobatan. Donepezil merupakan obat yang ditoleransi dengan baik
olehsebagian besar pasien. Pada umumnya sediaan ini memiliki efek
saping berupa mual, muntah, diare, pusing, dan insomnia.
Rivastigmine
Rivastigmine (Exelon) memiliki aktivitas pada sentral atau pusat di
daerah astelkolinesterase danbutirilkolinesterase, namun sediaan ini
memilikiaktivitas yang rendah pada perifer. Secara teoritis sediaan ini
memberikan efek samping yang lebih rendah pada perifer. Berdasarkan
penelitian, pengobatan dengan rivastigmin mampu memperbaiki dan
menjaga daya pikir pasien ingga 6-12 bulan lebih panjang dibandingkan
pasien yang tidak menggunakan sediaan ini. Dosis permulaan yaitu: 1,5
mg 2 kali sehari, dan dosis ini dapat ditingkatkan hingga 6 mg 2 kali
sehari. Toleransi dan absorpsi obat diperbaiki atau ditingkatkan dengan
adanya makanan. Rivastigmin ditoleransi dengan baik oleh sebagian
besar pasien, adapun efek samping yang dapat ditimbulkan oleh sediaan
ini yaitu: mual, muntah, diare, pusing, anoreksia, dan nyeri pada perut.
Galantamine
Galantamine (Reminyl), merupakan sediaan yang tergolong dalam
kolinesterase inhibitor, dengan aktivitas pada reseptor agonis nikotinik.
Berdasarkan penelitian, penggunaan sediaan ini diharapkan mampu
memperbaiki dan juga mempertahankan keadaan pasien lebih dari 9
bulan dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan sediaan ini.
Dosis awal penggunaan galantamine yaitu 4 mg 2 kali sehari disertai
dengan makanan, kemudian dosis dapat ditingkatkan secara perlahan-
lahan dari 4 minggu, dengan dosis maksimal 16 mg 2 kali sehari. Efek
samping penggunaan sediaan ini yaitu: mual, muntah, diare, dan pusing.
Tacrine
Tacrine (Cognex) merupakan salah satu derivate kolinesterase yang telah
diakui sebagai terapi dalam penyakit Alzheimer, namun sediaan ini
biasanya digantikan dengan sediaan lain yang lebih aman.
2. Antioksidan (Vitamin E)
Vitamin E
Vitamin E marupakan salah satu antioksidan. Yang mana berdasarkan
penelitian, patofisiologi dari penyakit Alzheimer ini dipengaruhi oleh
adanya radikal bebas. Pada suatu penelitian, menyebutkan bahwa
penggunaan vitamin E 1000 IU 2 kali sehari menunjukkan efek yang
paling kurang sama dengan seleglinide. Dengan adanya keuntungan dari
penggunaan vitamin E ini, maka pada terapi Alzheimer, vitamin ini
biasanya digunakan sebagai tambahan dalam terpai kolinesterase
inhibitor. Selain itu vitamin E berfungsi dalam menhambat progesivitas
penyakit.
3. Hormon (Estrogen)
Estrogen
Estrogen berhubungan dengan penyakit Alzheimer yang lebih banyak
menyerang wanita yang telah menopause dan menjalani penggantian
estrogen dengan penambahan estrogen dari luar.
4. NSAID
Secara umum NSAID digunakan dalam terapi Alzheimer, namun
berdasarkan penelitian, NSAID tidak dapat digunakan atau tidak
direkomendasikan lagi dalam terapi pencegahan secara umum.
Penilaian psikiatri
Disebabkan karena obat
Disebabkan karena efek
samping pengobatan
b. Olanzapine
Olanzapine (Zyprexa) dapat digunakan dalam pengontrolan terapi yang
diberikan. Selain itu sediaan ini juga memiliki aktivitas sebagai
antikolinergik.
c. Quetiapine
Quetiapine (Serequel) sediaan ini hanya dapat dievaluasi dengan
dilakukannya suatu penelitian. Sediaan ini biasanya diberikan pada pasien
yang tidak ditoleransi dengan penggunaan risperidone dan olanzapine.
o Antidepresan
Pada umumnya depresi dan dermentia memberikan banyak gejala-gejala pada
banyak pasien, dan untuk mendiagnosis suatu pasien menderita depresi sangat
sulit dilakukan. Gejala depresi diketahui atau dapat didokumentasikan setelah
pasien menunjukkan gejala akut dan pemberian terapi awal dapat dilakukan
dengan penggunan sediaan antidepresan, apabila terapi nonspesifik yang
diberikan tidak menunjukkan respon yang berarti maka sebaiknya pasien
rujuk kembali kedokter. Sediaan serotonin inhibitor yang selektif seperti
fluoxetine, paroxetine, atau sertraline, juga memiliki kemampuan yang baik
sebagai antidepresan. Pilihan terapi pertama meliputi serotonin atau
norepineprin inhibitor, seperti venlafaxine, atau derivat triazolopiridine
(tardozone atau nefazodone). Tradozone memiliki efek sedative yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sediaan triazolopiridine, dan berdasarkan
penelitian sediaan memiliki kemampuan dalam penurunan gejala onsomnia,
agitasi, dan disphoria.
o Terapi miscelaneous
a. Citalopram
Citalopram termasuk dalam sediaan SSRI yang berkhasiat sebagai
antipsikositik dan lebih efektif dibandingkan sediaan plasebo untuk
psikosis dan perubahan prilaku dari dermnsia.
b. Carbamasepine
Carbamasepine diketahui memiliki kemampuan yang signifikan dalam
memperbaiki atau membentu memperbaiki gejala-gejal psikiatrik setelah
pemberian plasebo pada salah satu pengontrolan ditoleransi dengan baik.
c. Oxazepam
Oxazepan dan sediaan benzodiasepin yang lain diketahui memiliki
kemampuan untuk mengobati gejala anxietas, agitasi, dan agregasi, tetapi
secara umum penggunaannya harus dikombinasi dengan sediaan
antipsikotik yang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal.
d. Buspirone
Sediaan ini memiliki kemampuan dalam mengobati agitasi dan agregasi.
Pada penelitian sediaan ini menunjukkan efek samping yang rendah.
e. Selegiline
Sediaan ini memiliki kemampuan dalam menurunkan keadaan anxietas,
depresi, dan agitasi.
X. Evaluasi Terapi
Untuk dapat melakukan tindakan evaluasi dari terapi yang diberikan kepada
pasien dengan penyakit alzheimer ini, maka dibutuhkan komunikasi yang baik
antara pasien dengan perawat yang menjaga dan membantu keseharian dari
pasien tersebut.
Penilaian untuk objektif dari pasien, meliputi MMSE dari kognitif dan
aktivitas fungsional dari aktivitas sehari-hari, hal ini digunakan untuk
menentukan keadaan dari pasien tersebut.
Karena gejala target dari gangguan psikiatrik menunjukkan perbedaan bagi
masing-masing pasien, maka untuk menentukan lebih jelas gejala yang ada,
diperlukan suatu dokumentasi untuk pertolongan dalam monitoring terapi.
XI. KIE