Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut,
makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita demensia,
terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat,
terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia juga sulit berpikir
abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian
seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah.
Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif
sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya. 1,2
Alosi Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya
diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ini menggambarkan seorang
wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun.
Diagnosis akhir penyakit Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis
setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbaangan
diagnostik.1Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diakui, telah
terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid yang
merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa penelitian telah
menyatakan bahwa sebanyak 40% pasien mempunyai riwayat keluarga bertipe
Alzheimer, jadi daktor genetik dianggap berperan sebagian dalam perkembangan
gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus. Dukungan tambahan tentang peranan
genetik adalah bahwa angka persesuaian untuk kembar monozigotik adalah lebih
tinggi dari angka untuk kembar dizigotik. Dan dalam beberapa kasus yang telah
tercatat baik gangguan telah ditransmisikan dalam keluarga melalui suatu gen
autosomal dominan, walaupun transmisi tersebut adalah jarang.1
Mudah lupa merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari warga lanjut usia (lansia). Tapi, mudah lupa tak jarang ditemukan pada
usia setengah baya, bahkan umur belia. Mudah lupa memang bisa dianggap gejala
wajar atau alamiah. Tapi, kita tetap harus waspada, sebab mudah lupa (terutama pada
usia belia) bisa saja merupakan stadium awal dari demensia (dementia) atau
kepikunan, yang merupakan gangguan otak akibat penyakit atau kondisi lainnya.

Gangguan fungsi jaringan otak tersebut dapat disebabkan oleh penyakit


badaniah yang terutama mengenai otak (misalnya meningo-eensefalitis, gangguan
pembuluh darah otak, tumor otak, dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak
atau tengkorak (misalnya tifus, endometritis, payah jantung, toxemia, kehamilan,
intoksikasi, dan sebagainya).2
Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindrom dan
pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis,
permanen atau reversibel. Suatu penyebab dasar selalu diasumsikan, walaupun pada
kasus yang jarang adalah tidak munglin untuk menentukan penyebab spesifik.1
Kemungkinan pemulihan (reversibilitas ) demensia adalah berhubungan
dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif.
Diperkirakan 15% orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang
reversibel jika dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi
kerusakan yang ireversibel.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/ gangguan otak yang
biasanya bersifat kronis-progresif, dimana terdapt gangguan fungsi kognitif yang
multipel tanpa gangguan kesadaran.1,3
Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum,
daya ingat , daya pikir, orientasi, persepsi, perhatian, daya tangkap (comprehension),
berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, daya nilai (judgement), dan kemampuan
sosial.1,3
Penyakit alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak primer yang
etiologinya tidak diketahui.
Jadi demensia Alzheimer ialah penyakit gangguan otak yang biasanya bersifat
progresif, dimana terdapat gangguan yang multiple tanpa gangguan kesadaran yang
disebabkan oleh penyakit Alzheimer.1.3

2. EPIDEMOLOGI
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang Amerika yang
berusia 65 tahun, kira-kira 5% menderita demensia berat, dan 15% menderita
demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-kira 20%
menderita demensia berat.1
Dari semua pasien dengan demensia, 50-60% menderita demensia tipe
Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari
semua orang yang mencapai usia 65 thun menderita demensia tipe Alzheimer,
dibanding dengan 15-25% dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih.1
Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskuler, yang
berjumlah kira-kira 15-30% dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler paling
sering ditemukan pada orang yang berusia ntara 60-70 tahun dan lebih sering pada
laki-laki dibanding wanita.1
Masing-masing 1-5% kasus adalah demensia yang berhubungan dengan
trauma kepala, berhubungan dengan alkohol, dan berbagai demensia yang
berhubungan dengan pergerakan (misalnya penyakit Huntington dan penyakit
Parkinson).1

3. ETIOLOGI
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan
demensia vaskular secara bersama-sama berjumalah sebanyak 75% dari semua kasus
Penyakit demensia lainnya adalah penyakit Pick , penyakit Creutzfeldt-Jakob penyakit
Huntington, penyakit Parkinson, human immunodeficiency virus (HIV), dan trauma
kepala.1 Pada tabel di bawah ini adalah gangguan/ penyakit yang sering menyebabkan
demensia.
Genetik: autosomal dominan, early onset kromosom 21q & late onset kromosom 19,
sporadic pada kromosom 6

Gangguan fungsi imunisasi

Infeksi virus: terdapat antibodi reaktif & neurofibrillary tangles (NFT) (x:
penyakit Creutzfeldt-Jacob & Kuru) plak amiloid SSPgangguan fungsi luhur

Lingkungan:

Polusi udara/ industry

Intoksikasi logam 1

4. GAMBARAN KLINIS DAN PEDOMAN DIAGNOSTIK


Secara umum gambaran klinis demensia yaitu adanya penurunan kemampuan
daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang
(personal activities of daily living) seperti mandi, makan, kebersihan diri, buang air
besar dan kecil. Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan
dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup. Pada demensia tidak
ditemukan gangguan kesadaran (clear consciousness) dan gejala serta distabilitas
sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.3
Pasien dengan demensia biasanya dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya,
polisi atau pengasuh yang mengeluh bahwa pasien yang berkeliaran, bingung,
perilaku yang tidak wajar (misalnya, memegang dan menyentuh dengan maksud
seksual yang tak semestinya, pergi ke luar rumah dengan pakaian yang tidak pantas,
misalnya memakai baju kaos dan celan dalam saja), aresif, depresif, cemas. Pasien
dengan diagnosis demensia biasanya dibawa masuk ke UGD karena perubahan
perilaku yang mendadak.4

Demensia harus dibedakan dari proses menua normal. Pada proses menua
biasa pasien mungkin mengalami gangguan fungsi kognitif, tetapi tidak progresif dan
tidak menyebabkan gangguan fungsi pekerjaan sosial.4
Gambaran klinis:

Kehilangan daya ingat/ memori, terutama memori jangka pendek. Pada orang tua
normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah
tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya
tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.

Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa, seperti tidak tahu bagaimana cara
membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan makanan.

Disorientasi orang, waktu dan tempat.

Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif, misalnya tidak dapat
memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.

Salah menemptkan barang

Perubahan tingkah laku. Mood dapat berubah-ubah tanpa ada alasan yang jelas

Mudah curiga dan tersinggung

Tabel 5.1. Pedoman diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer

Terdapat gejala demensia

Onset bertahap (insidous set) dengan deteriotasi lamabat. Onset biasanya sulit
ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya
kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil
(plateau) secara nyata.

Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus, yang menyatakan
bahwa kondisi mental itu dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme,
hiperkalsemia, definisi vitamin B12,definisi niasin, neurosifilis, hidrosefalus, atau
hematom subdural).

Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak
fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan
inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini
dikemudian hari dapat bertumpang tindih).

Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol

Dengan onset dini: demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun, perkembangan gejala
cepat dan progresif (deteriorasi), adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer
merupakan faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi.
Dengan onset lambat: sama tersebut di atas, hanya onset sesudah usia 65 tahun dan perjalan
penyakit yang lamban dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran
utamanya.
Dengan tipe tidak khas atau tipe campuran: yang tidak cocok dengan kedua tipe di atas.
Demensia campuran adalah demensia Alzheimer + vaskular.
Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (unspecified)
5. DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan jika memeriksa
pasien dengan demensia, juga dapat dilakukan CT-Scan, MRI, dan SPECT (single
photon emission computed tomography).1
Delirium. Delirium dibedakan dari demensia, yaitu pada delirium onset
penyakit yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif lamanya
berhari-hari hingga berminggu-minggu, eksaserbasi noktural dari gejala, gangguan
jelas pada siklus bangun tidur, gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol, serta
atensi dan kesadaran amat terganggu.1,4
Depresi. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan
dengan depresi mempunyai gejala depresi yang menonjol, mempunyai lebih banyak
tilikan terhadap gejalanya dibandingkan pasien demensia, dan seringkali mempunyai
riwayat episode depresif di masa lalu, onsetny cepat, pada pemeriksaan CT-Scan dan
EEG normal.1,4
Skizofrenia. Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan suatu derjat
gangguan intelektual didapat, gejalanya jauh kurang berat dibanding gejala yang
berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia.1
Penuaan normal. Mudah lupa sebenarnya fenomena biasa pada orang tua.
Sejalan dengan pertambahan usia, otak akan kehilangan puluhan ribu selnya dan
beratnya pun berkurang. Penciutan permukaan otak (korteks) akan terjadi di baagian
temporal (pelipis) dan frontalis (depan) yang berfungsi sebagai pusat daya ingat.
Perubahan struktur anatomi otak itu akan diikuti gangguan fungsi faal otak terutama
daya ingat. Sehingga orang tua mengalami gejala mudah lupa (forgetfulness).1,2

Mudah lupa dianggap wajar jika yang bersangkutan masih bisa mengingat lagi
nama benda atau orn jika dibantu denagan menyebut suku kata depannya, bisa
mengenali jika disebutkan deretan nama atau dijabarkan bentuk dan fungsinya. Atau
setiap waktu lupa, lain kali ingat lagi serta masih bisa hidup mandiri secara normal
dan tidak mengganggu kehidupan sosial atau pekerjaan pasien.

6. PROGNOSIS
Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena
sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang
dengan lambat untuk suatu waktu atau bahkan membaik sesaaat. Regresi gejala
tersebut jelas merupakan suatu kemungkinan pada demensia yangg reversibel
(misalnya demensia yang disebabkan oleh hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan
normal, dan tumor otak) jika pengobatan dimulai.
Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang tetap (sering pada
demensia tipe Alzheimer) sampai pemburukan demensia yang bertambah (sering pada
demensia vaskular) samapai suatu demensia yang stabil (misalnya pada demensia
yang berhubungan dengan trauma kepala).1
7. TERAPI
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati bila pengobatan dilakukan
tapat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap,pemeriksaan fisik, dan tes
laboratorium termasuk pencitraan otak yang tepat harus dialkukan segera setelah
diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat
diobati,terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar. 1
Pendekatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan
medis suportif, bantuan emosional untuk pasein dan keluarganya, dan pengobatan
farmakologisuntuk gejala spesifik, termasuk gejal aperilaku yang mengganggu.1
Pengobatan simtomatik termasuk :pemerliharaan diet gizi, latihan yang tepat,
terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan auditoris, dan
pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus
dekubitus dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus harus diberikan pada
pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.1
Beberapa ahli klinis menganjurkan penggunaan benzodiazepin yang
berdayakerja pendek untuk mengatasi insomnia dan ansietas pada lansia, tetapi resiko

terhadap fungsi kognitif dan ketergantungan harus dipertimbangkan. Penggunanan


benzodiazepin yang

berkonjugasi (oksazepam [Serax] 7,5-15 mg/hari per oral,

lorazepam [Ativan] 0,,5-1 mg/hari per oral, termazepam [Resoril] 7,5-15 mg/hari per
oral) dianjurkan karena waktu paruh dari semua zat ini tidak meningkat pada lansia
oleh sebab fungsi hati yang terganggu.1,4,5
Anti depresan (seperti litium, amitriptylin dan trazodon) dan anti konvulsan
dapat digunakan juga, tetapi harus dimulai dengan dosis rendah, dinaikan lembat laun,
dan dipantau dengan pemeriksaan darah rutin. Penghambatan oksidase monoamin
(MAOI) seperti moclobemide (Aourorix) 300-600mg/hari dapat berguna pada depresi
yang berhubungan dengan demensia. 4,5
Antipsikotik seperti klorpromazine(Largaktil 10-600mg/hari), haloperidol
(Serenace 5-15mg/hari), atau clozapine (Clozaril 25-100mg/hari) dapat diberikan
pada pasien dengan waham dan halusinasi. 1,5
Antihistaminika dapat digunakan juga dalam dosis rendah untuk ansietas atau
insomnia, tetapi dapat menyebabkan efek samping antikolinergik yang justru para
lensia amat rentan terhadap masalah ini. 4
Dari segi psikoterapi dan edukasional, pasien sering kali mendapatkan manfaat
karena perjalan penyakitnya diterangkan secara jelas kepada merka. Mereka juga
mendapatkan manfaat dari bantuan dalam kesedihan dan dalam menerima beratnya
ketidakmampuan mereka.5

BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Demensia atau kepikunan bukan penyakit, melainkan gejala yang ditandai
engan penurunan daya ingat, penurunan fungsi kognitif serta perubahan
perilakau/kepribadian. Kepikunan sering dianggap normal pada orang setengah baya
daan menyebabkan ketergantungan pada orang lain, perlu dicurigai sesuatu talah
terjadi pada otak. Pada penderita demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya,
termasuk pula kemampuan mengingat, terutama ingatan jangka pendek. Penderita
demensia juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi
persoalan. Kepribadian seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya,
juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis
dan progresif sehingga penderita kehilangan kemampuan intelektualnya.
Penyebabnya adalah berubahnya struktur otak karena beberapa kondisi. Ada
demensia akibat penurunan kualitas sel otak, rusaknya sistem pembuluh darah,
racun,benturan, dan infeksi. Tapi yang paling sering menyerang adalah alzheimer,
vaskular dementia, picks dementia.
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan jika memeriksa
pasien dengan demensia, juga dapat dilakukan CT-Scan, MRI, dan SPECT (single
photon emission computed tomography), sehingga kita bisa menegtahui jenisnya,
rencana pengobatan dan mencegah kemungkinan efek samping yang akan timbul dari
farmakoterapi yang dilakukan.
Pada farmakoterapi dapat diberikan benzodiazepin untuk insomnia dan
kecemasan, antidespran untuk depresi, dan obat antipsikotik untuk waham dan
halusinasi. Tetapi kira harus waspada akan efek idiosinkrasi dari obat pada pasien usia
lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia). Edisi
VII. Jilid I. Binarupa Aksara : Jakarta. 1997: 529-547
2. Nasrun, Martina WS. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia: Jakarta. 1994:494-504
3. Maslim R/ Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta. 2001 :49-67.
4. Kaplan HI, Sadock BJ. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi Bahasa Indonesia). Edisi
I. Widia Medica: Jakarta. 1998:218-224
5. WHO. PPDGJ III. Cetakan Pertama. Depkes RI & Dirjen Pelayanan Medik: Jakarta.
1995:49-67

Anda mungkin juga menyukai