TIPE 2
Pembimbing:
Dr. DONNY GUSTIAWAN, Sp.PD
Disusun Oleh:
Nama : INDRIA PARAMITHA
NPM : 110. 2007.146
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah
dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan sari pustaka yang berjudul
“DIABETES MELITUS TIPE 2”.
Sari pustaka ini merupakan salah satu syarat untuk ujian pada Departemen Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Bekasi.
Terwujudnya sari pustaka ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Dr. Donny Gustiawan, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dalam penulisan Sari Pustaka ini.
2. Dosen-dosen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Yarsi yang telah banyak
berjasa
memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penyusun selama ini.
3. Para perawat, yang telah banyak membantu selama kepaniteraan ini.
4. Orang tua, yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik moril dan
materiil.
5. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Ilmu Penyakit Dalam, atas bantuan, dukungan,
dan
kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa sari pustaka ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga
penyusunan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulilah, semoga Allah SWT selalu
meridhoi kita semua dan tulisan ini dapat bermanfaat.
Penulis
Daftar Isi………………………………………………………................... i
Kata Pengantar………………………………………………. .................... ii
Bab I Pendahuluan...................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ………………………………….................................. 1
2.2. EPIDEMIOLOGI
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit endokrin yang paling
sering ditemukan dan diperkirakan diderita oleh 120 juta orang di seluruh dunia. Saat
ini angka kejadian DM diperkirakan akan terus meningkat. Berbagai penelitian di
Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi dari 1.5-2.3% menjadi 5.7% pada
penduduk usia lebih dari 15 tahun (Subekti, 2004).
Diabetes Melitus (DM) sering disebut sebagai the great initator karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. DM yang tidak ditangani dapat mengakibatkan berbagai penyulit atau
2.4. PATOFISIOLOGI
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi
dengan baik. Energi pada ”mesin” tubuh manusia berasal dari bahan makanan yang
dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak (Suyono, 2007).
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan harus masuk dulu
ke dalam sel untuk dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar
melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi.
Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang
peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau
hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas (Suyono, 2007).
Diabetes Melitus (DM) tipe 1 disebabkan adanya reaksi otoimun yang
disebabkan oleh peradangan pada sel beta. Ini menyebabkan timbulnya antibodi
terhadap sel beta yang disebut Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen (sel beta)
dengan antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel beta (Suyono, 2007).
Tabel 2.
Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Onset (umur) Biasanya < 40 tahun Biasanya > 40 tahun
Keadaan klinis saat Berat Ringan
diagnosis
Kadar Insulin Tak ada insulin Insulin normal atau
tinggi
Berat badan Biasanya kurus Biasanya gemuk atau
normal
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, olahraga, tablet,
insulin
Sumber : Suyono S, 2007
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara
glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang
dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan
irevarsibel (Gustaviani Reno, 2006).
Metode pemeriksaan HbA1C ; ion-exchange chromatography, HPLC (high
performance liquid chromatography), electroforesis, Immunoassay (EIA), Affinity
Chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri (Gustaviani Reno, 2006).
a. Metode Ion Exchange Chromatography, harus dikontrol perubahan suhu
reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari buffer, Interferens yang
mangganggu adalah adanya Hbs dan HbC yang bias memberikan hasil
negatif palsu.
b. Metode HPLC (high performance liquid chromatography), prinsip sama
dengan ion exchange chromatography, bias diotomatisasi, serta memiliki
akurasi dan presisi yang baik sekali. Metoce ini juga direkomendasikan
menjadi metode referensi.
c. Metode elektroforesis, hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi
presisinya kurang dibanding HPLC, HbF memberikan hasil positif palsu,
Pemeriksaan penyaringan
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat
ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
prediabetes, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di
kemudian hari (PERKENI, 2002).
Tabel 3.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-199 > 200
sewaktu (mg/dl)
Darah < 90 90-199 > 200
kapiler
Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-125 > 126
puasa (mg/dl)
Darah < 90 90-199 > 110
kapiler
Sumber : Soegondo S (2005)
catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan pemeriksaan ulangan
tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
2.8. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
Diabetes Melitus (DM) (Sudoyo Aru, 2006).
Tujuan penatalaksanaan
A. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
B. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.
Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai dengan terapi gizi medis dan
latihan jasmani selama beberapa waktu (2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres
berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia
dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus
(PERKENI, 2006)
I. Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
- Perjalanan penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia)
- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Lemak
- Dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori
- Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
Protein
- Dibutuhkan sebesar 15 – 20% total asupan energi
- Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang dan kacang-
kacangan, tahu, tempe
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 g/kg BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi
Garam
- Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari
3000 mg atau sama dengan 6 – 7 g (1 sendok teh) garam dapur
- Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6g/hari
terutama pada mereka yang hipertensi
Serat
- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat larut
Pemanis
- Batasi penggunaan pemanis bergizi
- Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma
- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
B. Kebutuhan kalori
BB ( Kg )
IMT =
TB ( M2 )
Klasifikasi IMT :
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5 – 22,9
BB lebih ≥ 23,0
Dengan risiko 23,0 – 24,9
Obes I 25,0 – 29,9
Obes II ≥ 30
Berat badan
- Bila kegemukan dikurangi 20 – 30 % bergantung pada tingkat
kegemukan
-Bila kurus ditambah 20 – 30 % sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB
-Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000 – 1200 kkal / hari untukwanita dan 1200 – 1600 kkal / hari untuk
pria
- Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi
dan berelaksasi secara teratur.
- Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh :
jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
- Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas
ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate
Maksimum Heart Rate = 220-umur
- Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi,
seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan
bersepeda.
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan
sampai memulai olah raga sebelum makan, harus menggunakan sepatu
yang pas, didampingi oleh orang yang tahu bagaimana cara mengatasi
hipoglikemia, harus membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai
pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki dengan cermat setelah
berolahraga.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85%
denyut nadi maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb :
1) SULFONILUREA
Digunakan untuk pengobatan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 sejak
tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal
2) GLITAZONE
Merupakan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk
meningkatkan sensitivitas insulin. Mekanisme kerja Glitazone
(Thiazolindione) merupakan agonist peroxisome proliferators-activated
receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR
gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa,
otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan
regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi ter
jadi setelah 1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik
obat ini. Waktu paruh berkisar antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7
C. Penghambat Glukoneogenesis
1) METFORMIN
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan perifer.
Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan
hati, serta pasien – pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi efek samping
tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
Tabel 5
Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh OHO terhadap penurunan A1C
( Hb-glikosilat )
Golongan Cara kerja Efeksamping Penurunan
utama utama A1C
Meningkatkan BB naik,
Sulfonilurea sekresi insulin hipoglikemia 1,5 – 2 %
Meningkatkan BB naik,
Glinid sekresi insulin hipoglikemia 1,5 – 2 %
Menekan produksi Diare, dyspepsia,
glukosa hati & asidosis laktat
Metformin menambah 1,5 – 2 %
sensitifitas
terhadap insulin
Penghambat Menghambat Flatulens, tinja
Table 7
Insulin di Indonesia
Nama Buatan Efek puncak Lama kerja
Cepat 2-4 jam 6-8 jam
Actrapid Novo Nordisk (U-40&U-100)
Humulin-R Eli Lilly (U-100)
Menengah 4-12 jam 18-24 jam
Insulatard Novo Nordisk (U-40&U-100)
Monotard Human Novo Nordisk (U-40&U-100)
Humulin-N Eli Lilly (U-100)
Campuran 1-8 14-15
Mixtard 30 Novo Nordisk (U-40&U-100)
Humulin-30/70 Eli Lilly (U-100)
Panjang
Lantus Aventis Tidak ada 24 am
Bentuk Penfill untuk Novopen 3 adalah :
Actrapid Human 100
Insulatard Human 100
Maxtard 30 Human 100
Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani,
bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi.
Terapi OHO dengan kombinasi harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO
dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada
pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga OHO.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang / panjang)
yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin kerja menengah / panjang adalah 10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hpoglikemik oral dihentikan dan diberikan
insulin saja (PERKENI, 2006)
2.9. KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
(Sudoyo Aru, 2006).
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
3. Neuropati
2.10. PENGENDALIAN DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan
pengendalian DM yang baik yag merupakan sasaran terapi. DM terkndali baik,
apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan
A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan
darah (Sudoyo Aru, 2006).
Tabel 8
Kriteria pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD puasa 80 - 109 110 - 125 ≥ 126
GD 2 jam pp 80 - 144 145 - 179 ≥ 180
A1C < 6,5 6,5 – 8 >8
Kolesterol total < 200 200 - 239 ≥ 240
LDL < 100 100 - 129 ≥ 130
HDL >45
Trigliserida < 150 150 - 199 ≥ 200
IMT 18,5 – 22,9 23 - 25 >25
2.11. PROGNOSIS
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti
orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat( Mansjoer, 2001).
BAB III
KESIMPULAN
3.1. KESIMPULAN
a. Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan gejala (rasa haus yang
berlebihan, sering kencing terutama pada malam hari, banyak makan
serta badan yang turun dengan cepat) yang timbul pada seseorang
karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif baik yang disebabkan oleh
autoimun, obesitas sentral, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat,
gerak badan kurang dan keturunan (herediter). Prevalensi DM
diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun di mana 120
juta orang di seluruh dunia terkena DM, sehingga perlu adanya upaya
pencegahan seperti dengan uji diagnostik DM dan pemeriksaan
penyaring.
b. Gejala Diabetes Melitus (DM) dapat berupa banyak makan
(polifagia), sering merasa haus (polidipsia), sering kencing (poliuria)
terutama malam hari, lemas, berat badan menurun, kesemutan pada
jari tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan kabur, impotensi pada
pria, pruritus vulva pada wanita, luka sukar sembuh, melahirkan bayi
dengan berat badan > 4 kg.
c. Diagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan
kadar glukosa darah. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan pada
DAFTAR PUSTAKA
Gustaviani Reno. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1857-9.
Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th . Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2006; Hal 1860-3.
Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
Yunir Em, Soebardi Suharko. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1864-7.