Anda di halaman 1dari 29

KEJANG DEMAM

Refrat ini untuk memenuhi persyaratan dalam Laporan Kasus

Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD. Embung Fatimah Batam

Di susun Oleh :

Umi Hani

05310149

PEMBIMBING :

Dr. Murfariza Herlina, Sp.A.,M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD. EMBUNG FATIMAH BATAM

2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke Khadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

serta karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas “laporan Kasus” ini tepat

waktu dan sebaik-baiknya dalam rangka melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior

di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD.Embung Fatimah Batam dengan judul “Kejang

Deman”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak dalam bentuk moril maupun materil.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar

besarnya kepada dr.Murfariza Herlina,Sp.A.,M.Kes yang telah banyak memberikan

bimbingan kepada penulis selama penulis melaksanakan KKS di bagiam Ilmu

Kesehatan Anak di RSUD.Embung Fatimah.

Semoga Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu kedokteran pada khususnya. Akhirnya hanya

kepada Allah SWT jugalah segalanya dikembalikan. Semoga amal kebaikan kita

mendapat ridho dari Allah SWT.

Batam, 17 Februari 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi .............................................................................................................

Epidemiologi ……….......................................................................................

Klasifikasi …...................................................................................................

Faktor Resiko .......................................................................................................

Etiologi ……................................................................................................. ……...

Patofisiologi ………………………………………………………………………..

Manifestasi Klinik …………………………………………………………………

Diagnosis ……...............................................................................................

Penatalaksanaan …..................................................................................................

Prognosis ……..……………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

Kejang demam adalah Kejang pada anak, biasanya pada usia 6 bulan – 5 tahun, yang terjadi

pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal >38º C ) dan bukan disebabkan oleh infeksi SSP

ataupenyebab lain.

(Consensus Development Panel, 1980 )

Kejang deman adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikansuhu tubuh (suhu rektal

di atas 38 C) yangdisebabkan oleh suatu proses ekstrakranium

(Konsensus Penanganan Kejang Demam,UKK neurologi IDAI, 2005)

Kejang Demam adalah Kejang pada anak usia > 1 bulan berhubungan dengan adanya demam.

Tidak disebabkan infeksi SSP, Tidak terdapat kejang pada masa neonatus sebelumnya, tidak

ada kejang tanpa provokasi sebelumnya,tidak ada penyebab lain kejang (gangguan elektrolit

dll)

(ILAE,Commission on Epidemiology & Prognosis, 1993)

kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam

tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang

pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam

kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai dengan

kejang berulang tanpa demam.1,2,3

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,

ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.

Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam

sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi

triggered of by fever).2

 Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya

(Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang

berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. 1

EPIDEMIOLOGI

Kejang demam terjadi pada 2 % - 4 % dari populasi anak 6 bulan- 5 tahun. 80 % merupakan

kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah kejang demam kompleks. 8 % berlangsung

lama (lebih dari 15 menit). 16 % berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak di antara

umur 17 - 23 bulan.  Anak laki-laki lebih sering  mengalami kejang demam. Bila kejang demam

sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam ke dua

50 %, dan bila kejang demam seder -hana pertama terjadi setelah umur 12 bulan, risiko kejang demam

ke dua turunmenjadi 30%.. Setelah kejang demam pertama, 2-4 % anak akan berkembang menjadi

epilepsidan ini 4 kali risikonya dibandingkan populasi umum.

Hirz DG. Febrile seizures. Ped in Rev 1997;18:5-9

 Baumer JH. Evidence based Guideline for post-seizure management in childrenpresenting acutely to secondary

care. Arch Dis Child 2004; 89:278-280.

70 – 80% KD sederhana, 20 - 30% KD kompleks dan 4% fokal- 8% berlangsung > 15 mnt-

16% berulang dalam 24 jam.

Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya

suhu meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan McGreal, 1958). Faktor hereditas juga
mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap

bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak

sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai

riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.1

KLASIFIKASI KEJANG DEMAM (KD)

Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam

sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang

demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1

kali kejang dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar.

Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut

jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam

otak dan lainnya1,2

Menurut Konsensus Penanganan Kejang Demam UKK Neurologi IDAI 2005. Kejang

demam diklasifikasikan menjadi :

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993;34;592-8

1. Kejang demam sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum, tonik dan atau

klonik , umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.

ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993;34;592-8Stafstrom CE. The incidence and
prevalence of febrile seizures. Dalam : Baram TZ,Shinnar S, eds, febrile seizures, San Diego : Academic Press
2002;p.1-20
2. Kejang demam kompleks

Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini):

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Penjelasan:

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang  berulang lebih dari

2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.

Nelson KB, Ellenberg JH. Prognosi in Febrile seizure. Pediatr 1978;61:720-7 Berg AT, Shinnar S. Complex
febrile seizure. Epilepsia 1996;37:126-33

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.

Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT. Factors prognostic of unprovoked seizuresafter febrile
convulsions. NEJM 1987;316:493-8

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan kejang anak sadar.

Shinnar S. Febrile seizures In : Swaiman KS, AshwalS,eds. Pediatric Neurology principles and practice. St
Lois : Mosby 1999,p.676-82.

 Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal2

Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam tidak khas

Ciri–ciri kejang demam sederhana ialah:


 Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang

sama seperti yang kanan

 Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun

 Suhu 1000F (37,780C) atau lebih

 Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit

 Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal

 EEG (electro encephalography – rekaman otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah

normal.

 Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang

demam tidak khas

Klasifikasi KD menurut Livingston2

Livingston membagi dalam:

1. KD sederhana

2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

Ciri-ciri KD sederhana:

 Kejang bersifat umum

 Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)


 Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun

 Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun

 EEG normal

KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang

dicetuskan oleh demam 

Klasifikasi KD menurut Fukuyama2 

Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:

 KD sederhana

 KD kompleks

Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:2

 Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy

 Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun

 Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun

 Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari  20menit

 Kejang tidak bersifat fokal

 Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

 Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau abnormalitas

perkembangan
 Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis kompleks

Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM  Jakarta, menggunakan criteria

Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis kejang

demam sederhana, yaitu:

 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

 Kejang bersifat umum

 Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

 Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan

 Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi yang diprovokasi

oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang

menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus.

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium
rendah.

Faktor risiko berulangnya kejang demam

Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam

adalah :

1. Riwayat kejang demam d alam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80

%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10 % - 15 % kemungkinan

berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama.

Berg AT, dkk. Predictors of recurrent febrile seizure: a prospective study of the circumstancessurrounding the
initial febrile seizure, NEJM 1992;327:1122-7 Annegers JF, dkk. Reccurrence of febrile convulsion in
a population based cohort. Epilepsy Res 1990;66:1009-14Knudsen FU. Recurrence risk after first febrile seizure
and effect short term diazepam prophylaxis Arch Dis Child 1996;17:33-8

 Faktor risiko terjadinya epilepsy

 Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi

adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Masing-masing faktor risiko

meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor risiko

tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 % (Level II-2).

Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada

kejang demam.
Nelson KB dan Ellenberg JH. Prognosis in children with febrile seizure. Pediatr 1978;61:720-7 Annegers JF,
dkk. Factor prognotic of unprovoked seizures after febrile convulsions. NEJM1987;316:493-8

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat

kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula

mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50% .1,2,3

Penelitian  Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga pada

231 penderita KD Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak tunggal waktu

diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu atau lebih saudara kandung -

79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang pemah mengalami

kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812

orang, dan 119 (14,7%) di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.2

ETIOLOGI

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa

faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:2,3,4

 Demamnya sendiri : Kebutuhan O2 meningkat

 Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak

 Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

 Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

 Gabungan semua faktor diatas

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.

Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam.
Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili

(campak).1

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita  

kejang    demam,  66 (22,2%)   penderita   tidak  diketahui penyebabnya.2Penyebab utama

didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami

kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media

akut. (lihat tabel ). 

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada infeksi

lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD

dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya

sekitar 1%,Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada

shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang

dihasilkan kuman bersangkutan.

PATOFISIOLOGI1,5

Masih belum jelas, hippocampus dan termoregulator dihippothalamus imatur sehingga

rentan kejang (agespecificity of the brain’s sensitivity to fever). Percobaan otak tikus in vitro,

peningkatan temperatur pdhipocampus menginduksi aktivitas epileptiform

Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis

dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 1.Untuk mempertahankan

hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme.

Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu

adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa

yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan

permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi

dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat

pada permukaan sel.

            Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitarnya.

3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal

10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh

tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu

yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian

besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan

bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai

ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang
anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang

yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan

ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih 4.

Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya

kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak

efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,

hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena

meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga

meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel

neuron.

MANIFESTASI KLINIK

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan

biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 0C atau lebih (rectal). Umumnya kejang

berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi

seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan

berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.2,3,4,5

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang

berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat

pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas,

dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat
pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali

tanpa defisit neurologis. 2

Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau

unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan

kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama

dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama

biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.2

DIAGNOSIS 

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah

dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA

FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit

 Kejang bersifat umum

 Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

 Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan

 Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi  4 kali


Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan

adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis

lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan

suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput

otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).

Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

atau mencari penyebab demam, seperti darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level

III, rekomendasi D).

Gerber dan Berliner. The child with a simple febrile seizure. Appropriate diagnostic evaluation. Arch Dis
Child 1981;135:431-3 AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile
seizures. Pediatr 1996;97:769-95

Pungsi lumbal

 Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan

meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil sering

manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:

1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan

2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak

perlu dilakukan pungsi lumbal.

AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile seizures. Pediatr 1996;97:769-
95 Baumer JH. Evidence based guideline for post-seizure management in childrenpresenting acutely
to secondary care. Arch Dis Child 2004; 89:278-280.

Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau

memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak

direkomendasikan ( level II-2, rekomendasi E).

AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile seizures. Pediatr 1996;97:769-
95Millichap JG. Management of febrile seizures : current concepts and recommendations for Phenobarbital
and electroencephalogram. Clin Electroencephalogr 1991;22:5-10

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang  tidak khas.

Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

Kesepakatan Saraf Anak 2005

Pencitraan

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT)atau Magnetic

Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutindan atas indikasi, seperti:

1.Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2.Parese nervus VI

3.Papiledema

 Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.HK J Paediatr 2002;7:143-151

PENATALAKSANAAN

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah

berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang

adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 - 0,5

mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1 - 2 mg/menit atau dalam waktu 3 - 5 menit, dengan dosis

maksimal 20mg.Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rectal adalah 0,5 - 0,75

mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk

berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun

atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam).

Knudsen FU. Rectal administration of diazepamin solution in the acute treatment of convulsionIn infants

and children. Arch Dis Child 1979;54:855-7.Dieckman J. Rectal diazepam for prehospital status epilepticus. An

Emerg Med 1994;23:216-24Knudsen FU. Practical management approaches to simple and complex febrile seizures.Dalam:

Baram TZ, Shinnar S, eds, Febrile seizures. San Diego : Academic Press 2002;p.1-20

Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara dan

dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang,

dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 - 0,5

mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal

10 - 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg /kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang

berhenti dosis selanjutnya adalah 4 - 8 mg/kg/hari, yaitu12 jam setelah dosis awal. Bila

dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.

Soetomenggolo TS. Buku Ajar neurologi Anak.1999 Fukuyama Y, dkk. Practical guidelines for physician in the

management of febrile seizures. Brain Dev 1996;18:479-484

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam dan

faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks

Pemberian obat pada saat demam Antipiretik


Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa

penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level I,rekomendasi E).

Dosis asetaminofen yang digunakan berkisar 10-15 mg/kg/kalidiberikan 4 kali sehari dan

tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari.

Camfield PR, dkk. The first febrile seizures-Antipyretic instruction plus either phenobarbital or Plecebo to

prevent recurrence. J Pediatr 1980;97:16-21.Uhari M, dkk. Effect of acetaminophen and of low intermittent

doses of diazepam on Prevention of recurrences of febrile seizures. J Pediatr 1995;126:991-5

Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,

meskipun jarang. Antipiretik pilihan adalah parasetamol 10 mg/kg yang sama efektifnya

dengan ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh.

Van Esch A, dkk. Antipyretic efficacy of ibuprofen and acetaminophen in children with febrileseizures. Arch

Pediatr Adolesc Med. 1995;149:632-5

Antikonvulsan

 Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3 - 2/3 kasus), begitu pula dengandiazepam rektal dosis 0,5

mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,50C (level I,rekomendasi E).Dosis tersebut cukup tinggi

dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39 % kasus.

Rosman NP dkk. A controlled trial of diazepam administered during febrile illneses to prevent Recurrence of

febrile seizures. NEJM 1993;329:79-84Knudsen FU. Intermitten diazepam prophylaxis in febrile convulsions:

Pros and cos. Acta Neurol Scand 1991; 83(suppl.135):1-24.Uhari M, dkk. Effect of acetaminophen and low

dose intermitten diazepam onprevention of recurrences of febrile seizures. J Pediatr. 1995;126:991-5

Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah

kejang demam.
Knudsen FU. Practical management approaches to simple and complex febrile seizures.Dalam: Baram TZ, Shinnar S, eds,

Febrile seizures. San Diego : Academic Press 2002;p.1-20

Pemberian obat rumat Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut

(salah satu):

1. Kejang lama > 15 menit2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnyahemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,

hidrosefalus. 3. Kejang fokal4. Perngobatan rumat dipertimbangkan bila:. Kejang berulang dua kali

atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan. kejang

demam > 4 kali per tahun

 Penjelasan:*

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakanindikasi

pengobatan rumat* Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan

ringanbukan merupakan indikasi* Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak

mempunyaifokus organik

Jenis obat antikonvulsan

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko

berulangnya kejang (level I).

Mamelle C, dkk. Prevention of recurrent febrile convulsion ² a randomized therapeutic assay :Sodium valproate,

Phenobarbital and placebo. Neuropediatrics 1984;15:37-42 Farwell JR, dkk. Phenobarbital for febrile seizures-

effects on intelligence and on seizurerecurrence. NEJM 1990:322:364-9


Dengan meningkatnya pengetahuan bahwa kejang demam benign dan efeksamping

penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terusmenerus diberikan dalam jangka

pendek, dan pada kasus yang sangat selektif (rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap

hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40 - 50 %).Obat pilihan

saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis namun insidensnya

kecil. Dosis asam valproat 15 - 40 mg/kg/hari dalam 2- 3 dosis dan fenobarbital 3 - 4 mg/kg

per hari dalam 1 - 2 dosis.

AAP, Committee on drugs. Behavioral and cognitive effects of anticonvulsant theraopy. Pediatr 1995;96::538-

40 AAP. Practice parameter: Longterm treatment of the child with simple febrile seizures Pediatr

1999;103;1307-9Knudsen FU. Febrile seizures-treatment and outcome. Epilepsia 2000;41;2-9.

Lama pengobatan rumat

 Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secarabertahap selama 1-

2 bulan.

Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak 1999Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and outcome.

Brain Dev 1996;18:438-49.

Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saatkejang sebagian besar

orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara

yang diantaranya :

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali


4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat efek samping obat

 Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.HK J Paediatr 2002;7:143-151

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:

1. Tetap tenang dan tidak panic

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di

mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya jangan memasukkan

sesuatu kedalam muluT

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

 Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management of febrile seizures. 

Brain Dev 1996;18: 479-484.12.

 Vaksinasi 

Sejauh in tidak ada kontra indikasi dengan standar vaksinasi. Kejang setelah demam

karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 - 9 kasus per 100.000 anak

yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasiMMR 25 - 34 per 100.000. Dianjurkan untuk

memberikan diazepam oral ataurektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.

Beberapa dokter anak merekomendasikan asetaminofen pada saat vaksinasi hingga 3 harikemudian.

Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management of febrile seizures. Brain Dev

1996;18: 479-484.Zempsky WT.Pediatrics,febrile seizures.Http://www.emedicine.com/emerg/topic 376. htm.


Lampiran 

Bagan Penatalaksanaan Kejang Demam

KEJANG

1.Diazepam rektal 0,5 mg/kg atau Berat badan < 10 kg : 5 mg  Berat

badan > 10 kg : 10 mg 

KEJANG

Diazepam rectal 2. Diazepam iv 0,3-0,5 mg/kg 

(5 menit)

Di Rumah Sakit

KEJANG

Diazepam iv

Kecepatan 0,5 - 1 mg/menit (3 - 5 menit)(Depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG

 Fenitoin bolus iv 10-20 mg/kg Kecepatan 0,5 ² 1 mg/kgBB/menit

KEJANG

 Transfer ke ruang rawat intensif 


 Penjelasan:

1. Bila kejang berhenti, terapi profilaksis intermiten atau rumatan diberikanberdasarkan

apakah kejang demam sederhana atau kompleks danbagaimana faktor risikonya.

2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena (20 menit)dicampur dengan cairan

NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.

Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and outcome. Brain Dev 1996;18:438-

49. Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management

of febrile seizures. Brain Dev 1996;18: 479-484.Kesepakatan saraf anak

PROGNOSIS

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak

perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang

berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat

pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

 Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria

33%.

 Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,

terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayatkejang 25%.

 Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya

Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston

(1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi

epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang

menjadi epilepsi.2
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung

dari faktor:2

 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang

demam.

 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan

mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau

tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja

("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The

National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak

pasca kejang demam diikuti  perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan 

kematiansebagai   akibat   kejang   demam.  Anak  dengan  kejang  demam  ini  lalu

dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan

menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah

mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya

(kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai

menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara

kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir

serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-


Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan

populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.2,3,4,5,6

Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu

diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang

demam.4
DAFTAR PUSTAKA

1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi.   Penanganan

Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu

Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005

2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007 

3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada Anak.

Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.

4. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak :

Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta  2007.

5. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency

Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London

6. Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta

Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta 2000.

7. Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th

edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams & Wilkins,USA,2000     

8. Kejang,Demam,Guideline http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?

FNM=10899.

9. Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004


http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf

10. Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005.  

http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion

Anda mungkin juga menyukai