Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus interverbralis adalah


gangguan umum yang terjadi diantara orang dewasa dengan perubahan tulang
belakang degenerative (Do-Keun et al, 2011). HNP adalah suatu keadaan
patologis dimana terjadi protrusi dari annulus fibrosus beserta nucleus pulposus
ke dalam lumen kanalis vertebralis (Ikhsanawati, Tiksnadi, Soenggono, Hidajat,
2015)

Prevalensi HNP di Finlandia dan Italia berkisar 1-3%. Di Amerika 1-2%


populasi menderita HNP. Insiden HNP pada beberapa Negara berkembang sekitar
15-20% dari total populasi. Penyakit ini terutama menyerang usia 30-50 tahun dan
puncaknya pada 40-45 tahun. Rasio HNP antara laki-laki dan perempuan adalah
2:1. HNP paling sering ditemukan pada tulang belakang lumbal, dan hanya
sebagian kecil yang ditemukan pada tulang servikal. Sangat jarang terjadi pada
tulang belakang thoraks, kejadiannya hanya 1:1 juta pasien. Pada pasien yang
berusia antara 25-55 tahun, 95% HNP terjadi pada tulang belakang lumbar di
daerah L4-L5 atau L5-S1, sedangkan L4 keatas lebih terjadi pada individu yang
berusia lebih dari 55 tahun (Jordan, Konstantinou, O’Dowd, 2009).

Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang mengalami lesi.
Gejala klinis yang paling sering adalah iskialgia berupa nyeri radikuler sepanjang
perjalanan saraf iskiadikus (Award, Moskovich, 2006)

Berbagai modalitas radiologis juga dapat digunakan dalam mengevaluasi


HNP seperti foto polos, mielografi, MRI dan elektromyografi. Dalam beberapa
penelitian melaporkan MRI memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
disbanding modalitas radiologik lainnya dalam mengevaluasi herniasi diskus
intervertebralis (Karppinen, 2001). Namun bukti radiografi herniasi diskus tidak
dapat dipercaya untuk memprediksi nyeri punggung bawah di masa depan, atau
berkorelasi dengan gejala, 27% orang tanpa gejala mengalami herniasi pencitraan
(Jordan, Konstantinou, O’Dowd, 2009).
Seperti penyakit pada umumnya, HNP dapat ditangani dengan dua cara
yaitu non operatif dan operatif. Penanganan non operatif meliputi pemberian
injeksi anti nyeri, multimodal terapi tradisional termasuk suplementasi herbal,
akupuntur, bee venom pharmacopuncture, dan manipulasi spinal, serta terapi
fisik. Sedangkan penanganan operatif berupa tindakan microdiscectomy, open
discectomy, serta pembedahan minimal invasif dengan percutaneous
endoscopic lumbar discectomy (PELD) (Amin, Andrade, Neuman, 2017).
Herniasi Nukleus Polposus (HNP)

Definisi

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) didefinisikan sebagai suatu keadaan


patologis dimana terjadi protrusi nucleus pulposus ke dalam lumen kanalis
vertebralis. HNP memiliki banyak sinonim antara lain hernia diskus
intervertebralis, rupture disc, slipped disc, prolapsed disc dan sebagainya.

HNP merupakan penyebab tersering nyeri punggung bawah yang bersifat


akut, kronik dan berulang. HNP adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak di
antara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau nukleus pulposus) mengalami
tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nukleus pulposus
pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam
kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf (Leksana, 2013).

Gambar 2.4 Hernia Nukleus Pulposus (Deyo, Mirza, 2016)

Epidemiologi

HNP merupakan salah satu penyebab nyeri punggung bawah yang penting
dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Insiden herniasi diskus
adalah sekitar 5 hingga 20 kasus per 1000 orang dewasa per tahun dan paling
sering terjadi pada orang- orang di dekade ketiga hingga kelima.

Prevalensi HNP berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP paling sering
mengenai usia 30-50 tahun. Insiden HNP di Amerika Serikat adalah sekitar 5%
orang dewasa. Kurang lebih 60-80% individu pernah mengalami nyeri punggung
dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak
di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% dan insiden
tertinggi dijumpai pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri
punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan
menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita akan mencari pertolongan
medis, dan 25% diantaranya memerlukan rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut
(Jordan, Konstantinou, O’Dowd, 2009).

Etiologi

Diskus intervertebralis terdiri dari nukleus pulposus (NP) dan anulus


fibrosus (AF). NP adalah tempat sekresi kolagen dan mengandung banyak sekali
proteoglikan (PG) yang memfasilitasi retensi air, menghasilkan tekanan
hidrostatik untuk menahan kompresi aksial tulang belakang. NP terdiri dari
kolagen tipe II, menyumbang 20% dari berat keseluruhan (Leksana, 2013).

Sebaliknya AF berfungsi untuk mempertahankan NP dibagian tengah


diskus dengan jumlah PG yang rendah, 70% berat keringnya terdiri dari serat
kolagen tipe I konsentris. Dalam HNP, penyempitan ruang yang tersedia untuk
thecal sac dapat disebabkan oleh penonjolan diskus melalui AF yang utuh,
ekstrusi NP melalui AF meskipun masih mempertahankan kontinuitas dengan
ruang diskus, atau hilangnya kontinuitas total ruang diskus dan sekuestrasi
fragmen independent (Dulebohn, Massa, Mesfin, 2019)

Beberapa perubahan pada diskus intervertebralis secara biologi


berkontribusi terhadap HNP. Hal ini termasuk penurunan retensi air pada NP,
peningkatan persentase kolagen tipe I dalam NP dan AF, degradasi kolagen dan
matriks ekstraseluler, dan pengaturan sistem degradasi seperti apoptosis, ekspresi
matriks metalloproteinase, dan jalur inflamasi.

a. Predisposisi Genetik
Banyak sekali gen yang terlibat dalam kasus HNP, diperkirakan bahwa
genetik menyumbang sekitar 75%. Gen yang telah ditemukan secara signifikan
meningkatkan risiko HNP termasuk encoding structural protein, matriks
metalloproteinase, faktor apoptosis, faktor pertumbuhan dan polimorfisme
nucleotide tunggal dalam gen reseptor vitamin D yang menyebabkan
ketidakseimbangan sitokin inflamasi.

b. Dehidrasi
Dehidrasi diketahui terlibat dalam patogenesis penyakit degeneratif diskus.
Meskipun polimorfisme genetik spesifik tidak berhubungab dengan HNP, namun
aquaporin dikatakan telah terlibat. Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa
aquaporin-I (AQPI) berkorelasi dengan intensitas sinyal magnetic resonance
imaging (MRI) T2 sebelum operasi. Hal ini menunjukkan bahwa AQPI mungkin
memiliki peran dalam dehidrasi ini, yang diketahui berkontribusi terhadap proses
degeneratif. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan lebih
rinci mengenai peranan aquaporin dalam patogenesis HNP.

c. Beban Aksial yang berlebihan


Tidak semua herniasi diskus terjadi pada penyakit degeneratif.
Sekelompok pasien dengan HNP tidak memiliki bukti proses degeneratif menjadi
penyebab herniasi termasuk proteoglikan dan hilangnya air dalam NP.

Dalam kasus ini, herniasi terjadi akibat dari beban yang berlebihan pada
tulang belakang. Sebuah penelitian terbaru mengenai diskus intervertebralis
menemukan bahwa beban statis yang berlebihan, dibandingkan dengan beban
fisiologis dan kelebihan beban dinamis, diskus tersebut berisiko mengalami
herniasi posterior.

Selain itu peregangan yang berlebihan pada diskus intervertebral dapat


menyebabkan cedera fleksi anatra lain pada saat pasien sedang membungkuk
sambil melakukan aktivitas berat. Aktivitas ini dapat mengakibatkan cedera
fleksi yang memicu HNP meskipun tanpa riwayat cedera sebelumnya. Para
penulis berpendapat bahwa mekanisme peningkatan prevalensi nyeri punggung
bawah dan herniasi pada individu yang lebih muda yang hidup dengan gaya hidup
yang tidak banyak bergerak dan duduk.

d. Inflamasi
Peranan inflamasi pada patogenesis HNP telah terbukti dengan baik.
Diskus intervertebralis merupakan daerah immunoprivileged. Akibatnya, isi
diskus intervertebralis, khususnya NP, adalah imunoreaktif jika ditemukan diluar
batas fisiologis normal.

Sebagai jaringan NP yang keluar ke dalam ruang epidural, perubahan sel


endotel vaskuler memicu peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, adhesi,
dan migrasi sel-sel imun ke tempat tersebut, dan pensinyalan sitokin inflamasi.
Selain itu, beberapa faktor inflamasi termasuk COX-2, Interleukin-1 (IL-1),
upregulator follistatin-like protein 1 (FSTL1), Matrix Metalloproteinases
(MMPs), tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan menurunnya Tissue Inhibitors
of Metalloproteinases (TIMPs) telah terbukti memiliki konsentrasi lokal dan
sistemik yang signifikan lebih tinggi pada pasien dengan HNP yang bertugas
mendegradasi matriks. Akibat dari degenerasi diskus, kadar proteoglikan dan air
di nucleus pulposus menjadi menurun.

e. Lingkungan yang asam


Diskus lumbal yang mengalami degeneratif memiliki penurunan pH (~1.0),
dibandingkan dengan diskus intervertebralis yang sehat, yang kemungkinan
disebabkan oleh penurunan pertukaran metabolit. Kondisi asam ini akan
mengakibatkan meningkatnya ekspresi beberapa faktor yang menghambat
proliferasi sel dan meningkatkan apoptosis sel NP (Amin, Andrade, Neuman,
2017).

Patofisiologi
Perubahan-perubahan pada annulus fibrosus dan nukleus pulposus mulai
terjadi menjelang usia 30 tahun. Serat-serat fibroblastik pada beberapa tempat
terputus dan sebagian rusak diganti oleh jaringan kolagen.

Proses ini berlangsung secara terus menerus sehingga dalam annulus


fibrosus terbentuk rongga-rongga. Nukleus pulposus akan mengalami infiltrasi ke
dalam rongga-rongga tersebut dan juga mengalami perubahan berupa penyusutan
kadar air, sehingga tercipta keadaan dimana volume materi nukleus pulposus
berkurang dan volume rongga antar vertebra bertambah sehingga terjadi
penurunan tekanan intradiscal (Jordan, Konstantinou, O’Dowd, 2009).

Beberapa hal yang terjadi sebagai kelanjutan proses tersebut antara lain:

1. Vertebra yang saling mendekat oleh karena penurunan tekanan intradiskal.


Hal ini mengakibatkan lepasnya ligamentum longitudinal posterior dan
anterior dari perlekatannya dan bagian yang terlepas akan berlipat. Lipatan
akan mengalami fibrosis dan disusul kalsifikasi sehingga akan terbentuk
osteofit.
2. Pendekatan 2 korpus vertebra akan mengakibatkan pendekatan kapsul sendi
artikulasio posterior sehingga menimbulkan iritasi sinovial.
3. Materi nukleus pulposus yang mengisi rongga-rongga dalam annulus fibrosus
makin mendekati lapisan luar dan akhirnya lapisan paling luar. Bila suatu
ketika terjadi tekanan intradiskal yang tiba-tiba meningkat, tekanan ini akan
mampu mendorong nukleus pulposus keluar. Hal ini merupakan awal terjadinya
HNP lumbal.

Selain disebabkan oleh degeneratif, HNP juga sering disebabkan oleh


suatu trauma. Patofisiologi HNP yang disebabkan oleh trauma yaitu awalnya
terjadi robekan annulus fibrosus yang bersifat sirkumferensial. Kemudian gaya
traumatik yang berulang menyebabkan robekan menjadi lebih besar dan muncul
robekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP akan meningkat.
Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak
menegakkan badan waktu terpleset, mengangkat benda yang berat dan
sebagainya. Herniasi nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang
diatas atau dibawahnya dan dapat langsung ke kanalis vertebralis.

Robekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus


intervertebralis dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelaianan yang
mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri
sepanjang tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau siatika. Nukleus pulposus
yang mengalami herniasi ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus
menekan radiks yang bersama-sama dengan arteri radikularis yang berada dalam
lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi
HNP, sisa diskus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra
tumpang tindih tanpa ganjalan yang memisahkan (Leksana, 2013).

Secara umum, proses degenerative dapat dibagi menjadi tiga tahap:


disfungsi, instabilitas dan restabilisasi. Tahap disfungsi melibatkan robekan pada
annulus dan pemisahan endplate, kerusakan tulang rawan dan reaksi synovial
facet. Tahap instabilitas dimana resorpsi diskus dan perubahan tinggi diskus.
Kelemahan pada anulus menyebabkan degenerasi diskus secara global, hilangnya
daya tahan terhadap nucleus dan inabilitas dari diskus untuk melawan gaya
berlawanan. Hal tersebut menyebabkan penonjolan, herniasi dan berkurangnya
tinggi diskus. Laxitas kapsul facet dapat terjadi, menyebabkan subluksasi. Pada
tahap restabilisasi, perubahan degenerative progresif dapat menyebabkan
hipertrofi facet dan penebalan ligament, pembentukan osteofit dan stenosis
(Ramachandran, M, 2017).

Hernia Nukleus Pulposus dapat dibagi menjadi beberapa keadaan tergantung dari
gradasinya yaitu:

1. Bulging adalah nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan


annulus fibrosus.
2. Protrusi adalah nukleus berpindah namun masih dalam lingkatan annulus
fibrosus.
3. Ekstrusi adalah nukleus keluar dari annulus fibrosus dan berada di bawah
ligamentum longitudinal posterior.
4. Sequestrasi adalah nukleus menembus ligamentum longitudinal posterior
(North American Spine Society, 2012).

Gambar 2.5 Derajat HNP (Blom, Warwick, Whitehouse, 2018)

Manifestasi Klinis

Gejala klinik bervariasi tergantung pada derajatnya dan radiks yang


terkena. Pada stadium awal, gejala asimptomatik. Gejala klinis muncul ketika
nukleus pulposus menekan saraf. Gejala klasik dari HNP lumbar termasuk nyeri
punggung bawah, nyeri daerah bokong yang memberat pada posisi duduk dan
nyeri radikuler (iskialgia) ke ekstremitas bawah serta rasa kaku/tertarik pada
punggung bawah (Amin, Andrade, Neuman, 2017).

Nyeri radikuler umumnya digambarkan sebagai tumpul, terbakar atau


tajam diikuti dengan sensasi listrik tajam yang intermiten, berdenyut yang
dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki,
tergantung bagian saraf mana yang terjepit, rasa nyeri sering ditimbulkan setelah
melakukan aktifitas yang berlebihan. Kelemahan anggota badan bawah/tungkai
bawah yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan hilangnya
refleks tendon patella dan Achilles, bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat
terjadi gangguan defekasi, miksi dan fungsi seksual (Dulebohn, Massa, Mesfin,
2019)

Nukleus pulposus dapat menonjol ke luar melalui annulus fibrosus bila


terjadi stress vertikal yang kuat mengenai kolumna vertebra. Peregangan annulus
fibrosus, yang berbentuk cincin dan kaya inervasi nosiseptor, menyebabkan nyeri
yang sangat hebat sebagai nyeri punggung bawah yang terlokalisir.

Sementara itu, karena peregangan yang sangat kuat, anulus fibrosus bisa
ruptur atau pecah sehingga material diskus akan ekstrusi dan dapat menekan
radiks saraf menimbulkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri radikuler yaitu
skiatika. Skiatika disebut juga sebagai iskialgia, adalah nyeri pinggang, yang
menjalar ke bawah pada aspek posterior tungkai bawah. Skiatika juga dapat
diartikan sebagai nyeri pada distribusi saraf iskiadikus. Skiatika sering disertai
dengan rasa tebal (numbness) dan rasa kesemutan (tingling) (Leksana, 2013).

Diagnosis

Seperti penyakit lainnya, penegakan diagnosis HNP dapat dilakukan


melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Pada tulang belakang servikal, C6-7 adalah lokasi herniasi yang paling
umum dan kebanyakan menyebabkan radikulopati. Sedangkan pada tulang
belakang lumbar, diskus yang mengalami herniasi dapat muncul dengan kelainan
sensorik dan motorik yang terbatas pada miotom yang spesifik. Anamnesis pada
pasien mencakup keluhan utama, onset munculnya gejala, dimana rasa sakit mulai
dan menjalar dan mencakup pengobatan sebelumnya.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perhatian khusus harus diberikan pada kelemahan
motoric, reflex dan gangguan sensorik sesuai distribusi miotom dan dermatomal.
Pemeriksa juga harus memperhatikan tanda-tanda disfungsi medulla spinalis.

Selain itu, pemeriksaan neurologis yang cermat dapat membantu


melokalisasi tingkat kompresi. Kehilangan sensorik, kelemahan, lokasi nyeri dan
kehilangan refleks yang terkait dengan tingkat yang berbeda.

Adapun tes khusus yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis hernia


nukleus pulposus (HNP) adalah:

1. Pemeriksaan Range of Movement (ROM)


Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri maupun secara
pasif oleh pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini memperkirakan derajat nyeri, functio
laesa, atau untuk memeriksa ada/tidaknya penyebaran rasa nyeri.

2. Straight Leg Raise (SLR) Test


Merupakan tes untuk mengetahui adanya jebakan nervus ischiadicus. Tes ini
dilakukan dengan pasien berbaring terlentang, pemeriksa perlahan-lahan
mengangkat ujung pasien dengan sudut yang meningkat, sambil menjaga tungkai
lurus di persendian lutut. Tes ini positif jika menyebabkan rasa sakit khas pada
pasien dan parastesia ketika mengangkat kaki dengan lurus. Hal ini menandakan
adanya kompresi dari akar saraf lumbar.

3. Contralateral (crossed) straight leg raise test

Prosedur pemeriksaan ini sama dengan straight leg raise test, pasien berbaring
terlentang, dan pemeriksa mengelevasi tungkai yang asimptomatik. Tes ini positif
jika maneuver menyebabkan nyeri khas dan parastesia pada pasien. Hal ini
menunjukkan bahwa radiks yang kontralateral juga turut tersangkut. Tes ini
memiliki spesifisitas lebih dari 90%.

4. Tanda kernig
Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggung sampai membuat sudut 90 derajat. Selain itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut. Secara umum kita dapat melakukan ekstensi
ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas, bila terdapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda kerning
positif.

5. Ankle Jerk Reflex


Dilakukan pengetukan pada tendon Achilles. Jika tidak terjadi dorsofleksi pada
kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna vertebra
L5-S1.

6. Knee-Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada tendon lutut. Jika tidak terjadi ekstensi pada lutut, hal
ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna vertebra L2- L3-
L4.

c. Pemeriksaan Penunjang
Lebih dari 85% pasien dengan gejala yang berhubungan dengan herniasi
diskus akut akan mengalami perbaikan dalam 8 sampai 12 minggu tanpa
pengobatan yang spesifik. Namun pasien yang memiliki pemeriksaan neurologis
yang abnormal atau refrakter terhadap pengobatan konservatif akan memerlukan
evaluasi dan perawatan yang lebih lanjut.
1. X-Ray
Pemeriksaan X-ray merupakan pemeriksaan penunjang lini pertama yang
digunakan pada nyeri punggung belakang, serta paling mudah diakses dan
dilakukan pada sebagian besar klinik dan pelayanan rawat jalan. Teknik
pencitraan ini dapat digunakan untuk menilai ketidakstabilan struktural. Jika hasil
rontgen menunjukkan fraktur akut maka perlu diteliti lebih lanjut dengan
menggunakan CT-Scan dan MRI. Untuk dokter layanan primer, radiografi harus
dilakukan hanya setelah 6-12 minggu tanpa adanya gangguan neurologis. Selain
proyeksi anteroposterior (AP) dan lateral, fleksi dan ekstensi dilakukan untuk
mengevaluasi ketidakstabilan gejala pasien.
2. CT-Scan
CT-Scan lebih disukai untuk memvisualisasikan struktur tulang di tulang
belakang. Hal ini dapat juga menunjukkan herniasi diskus yang terkalsifikasi.
Namun jika dibandingkan dengan X-ray, CT-Scan kurang dapat diakses pada
pelayanan rawat jalan. Namun jika dibandingkan dengan MRI, CT-scan lebih
mudah diakses.

NASS Evidence-Based Guideline Development Committee


merekomendasikan mielografi CT sebagai perangkat diagnostik yang tepat untuk
mengkonfirmasi kecurigaan HNP sebagai alternatif MRI. Ada beberapa keadaan
dimana CT mielografi akan dipilih antara lain tidak tersedianya MRI, atau MRI
tidak memungkinkan untuk dilakukan. Mengingat ini merupakan tindakan invasif,
CT-myelografi membutuhkan bantuan ahli radiologi terlatih dan tidak
berhubungan dengan risiko seperti sakit kepala post spinal (paling umum),
paparan radiasi, dan infeksi meningeal.

3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan gold standard untuk
memvisualisasikan diskus yang mengalami herniasi dengan ketepatan diagnostic
97% dan reliabilitas inter-observer yang tinggi. Temuan MRI akan membantu ahli
bedah dan penyedia lainnya untuk merencanakan pengobatan prosedur jika
diindikasikan. Mengingat penggunaan sumber daya yang signifikan yang terlibat
dalam metode pengujian ini, itu tidak diindikasikan untuk semua pasien dengan
HNP. Indikasi relatif untuk MRI pada periode awal HNP (<6 minggu) termasuk
defisit neurologis motorik dan CES.

Difusion tensor imaging (DTI) merupakan jenis MRI yang dapat


digunakan untuk mendeteksi perubahan mikrostruktural dalam akar saraf pada
pasien dengan HNP. Wu dkk menilai perubahan ini dan menghubungkan mereka
terhadap skor disabilitas pada Oswestry Disability Index (ODI) dan durasi gejala
skiatika. Dua parameter mikrostruktural, anisotropi fraksional yang rendah
(osmosis lebih terbatas dalam jaringan) dan koefisien difusi semu yang tinggi
(integritas mikrostruktur akar saraf yang menurun), dikaitkan dengan skor ODI
dan durasi gejala. Hal ini menunjukkan bahwa DTI mungkin dapat digunakan
untuk lebih memahami perubahan yang terjadi pada akar saraf karena kompresi
dalam HNP, dan membedakan pasien antara intervensi bedah dan non bedah
(Herkowitz, Garfin, Eismont, Bell, Balderston, 2011)
Daftar Pustaka

Amin, R.M., Andrade N.S., Neuman B.J. 2017. Lumbar Disc Herniation. Curr
Rev Musculoskelet Med; 10: 507-516.
Award, J., Moskovich, R. 2006. Lumbar Disc Herniation. Clinical Ortopedic and
Related Research; 183-197.
Dulebohn, S., Massa, R.N., Mesfin, F. Disc Herniation. 2019. Available From
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441822 [Accessed 24 Agustus 2019]
Herkowitz, H.N., Garfin, S.R., Eismont, F.J., Bell, G.R., Balderston, R.A. 2011.
Rothman-Simeone The Spine 6th ed. USA: Elsevier
Ikhsanawati, A., Tiksnadi,B., Soenggono, A., Hidajat, N.N., 2015. Herniated
Nucleus Pulposus in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung
Indonesia. Althea Medical Journal. 2015;2(2)
Jordan, J., Konstantinou, K., O’Dowd, J. 2009. Herniated Lumbar Disc. Clinical
Evidence. 2009; 03:1118.
Leksana. 2013. Hernia Nukleus Pulposus Lumbal Ringan pada Janda lanjut usia
yang tinggal dengan keponakan dengan usia yang sama. Medulla, II (2).
North American Spine Society. 2012Clinical Guidelines for Diagnosis and
Treatment of Lumbar Disc Herniation with Radiculopathy.
Ramachandran, M., Basic Orthopaedic Science 2nd ed. 2017. USA: CRC Press

Anda mungkin juga menyukai