Anda di halaman 1dari 46

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK

Dosen Pembimbing :

Lilis Maghfiroh, S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun oleh Kelompok IV :

1. Achmad Aditya M. (1702012329)


2. Nabela Amilia R. (1702012355)
3. Qurrotul Aini (1702012362)
4. Reza Bela S. (1702012364)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan


makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Konsep
Asuhan Keperawatan Kejang Demam Pada Anak” yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
mohon untuk saran dan kritiknya.

Lamongan, 12 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................ i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................... 2
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Kejang Demam ......................................................... 3
2.2 Etiologi Kejang Demam ......................................................... 5
2.3 Tanda dan Gejala Kejang Demam .......................................... 6
2.4 Patofisiologi Kejang Demam ................................................. 6
2.5 Pathway Kejang Demam ........................................................ 7
2.6 Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam................................ 9
2.7 Penatalaksanaan Kejang Demam ........................................... 9
BAB 3 Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kejang Demam
3.1 Pengkajian .............................................................................. 27
3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................... 29
3.3 Intervensi keperawatan .......................................................... 30
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................. 53
4.2 Saran ....................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 54

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang demam (febrile convulsion, feris seizure) ialah perubahan
aktivitas motorik dan/behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu
terbatas akibat dari adanya aktivitas listrik abnormal di otak yang terjadi
akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang pada anak umunya diprovokasi oleh
kelaianan somatic berasal dari otak yaitu demam tinggi, infeksi, sinkop,
trauma kpala, hipokia, keracunan atau aritmia jantung. Setiap anak dengan
kejang demam perlu diperiksa dengan seksama untuk mencari bila terdapat
sepsis, meningitis bakteri , atau penyakit serius lainnya. (Widagdo,2012).
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat
sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang
diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan
tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu
kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosialspiritual ( Medula, 2013).
Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah
Pemberian cairan yang lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan
dengan jumlah kebutuhan cairan menurut umur anak, untuk mencegah
dehidrasi saat evaporasi terjadi, mengusahakan anak tidur atau beristirahat
yang cukup supaya metabolismenya menurun, tidak memberikan anak
pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Lepaskan pakaian dan 4
selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian yang menyerap
keringat dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman
kepada anak, memberi aliran udara yang baik atau pertahankan sirkulasi
ruangan yang baik dan memberikan kompres hangat (tepidsponging) pada

4
anak. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan lipat selangkangan
(inguinal) selama 10-15 menit dengan temperatur air 30-32ᵒC, akan
membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit
melalui proses penguapan (IDAI, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari kejang demam ?
2. Apa etiologi dari kejang demam ?
3. Apa tanda dan gejala dari kejang demam ?
4. Apa patofisiologi dari kejang demam ?
5. Apa pathway dari kejang demam ?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari kejang demam ?
7. Apa penatalaksanaan dari kejang demam ?
8. Bagaimana pertolongan pertama pada kejang demam?
9. Apa konsep asuhan keperawatan dari kejang demam ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui :
1. Definisi dari kejang demam
2. Etiologi dari kejang demam
3. Tanda dan gejala dari kejang demam
4. Patofisiologi dari kejang demam
5. Pathway dari kejang demam
6. Pemeriksaan penunjang dari kejang demam
7. Penatalaksanaan dari kejang demam
8. Pertolongan pertama pada kejang demam.
9. Konsep Asuhan keperawatan dari kejang demam

5
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua mahasiswa tentang proses perjalanan penyakit
kejang demam serta asuhan keperawatannya.

6
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan


suhu 38 0C. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi
pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam
dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang
demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5
tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling


sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden
terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan
pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada
wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki
(Judha & Rahil, 2011).

2.2 Etiologi Kejang Demam

Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak


spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya
yang terjadi (Lumbantobing, 2009). Bangkitan kejang pada bayi dan anak
disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis,
ostitis media akut, bronkitis (Judha & Rahil, 2011). Kondisi yang dapat

7
menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono &
Sukarmin, 2009).

Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan


penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan
pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang paling penting
adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis.
Infeksi saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab
kejang demam yang paling sering (Jessica 2011).

2.3 Tanda dan Gejala Kejang Demam


Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang
muncul pada penderita kejang demam :
a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan
reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar
kembali tanpa ada kelainan persarafan.
c. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,
cahaya (penurunan kesadaran)

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan


bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsillitis, otitis
media akut, bronchitis, furunkulosiss, dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal
atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya
kelainan saraf. Menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul

8
pertanyaan sifat kejang atau gejala yang manakah yang mengakibatkan anak
menderita epilepsy. Untuk itu Livingston membuat kriteria dan membagi
kejang demam atas 2 golongan:

1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)


2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered off fever)

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh
kriteria tersebut (modifikasi Livingstone) digolongkan pada epilepsy yang
diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu
dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam
hanya merupakan faktor pencetus saja. Telah diketahui bahwa kejang
demam adalah kejang terjadi pada saat anak menderita suhu tinggi, dapat
sampai hiperpireksia. Kejang demam dapat disebabkan karena adanya
infeksi ekstrakranial misalnya OMA. Berbeda dengan meningitis atau
ensefalitis, tumor otak mempunyai kelainan pada otak sendiri. Perlu diingat
bahwa kejang demam hanya terjadi pada anak usia tertentu. Tetapi epilepsy
yang diprovokasi oleh demam juga menyebabkan kejang, oleh karena itu
anmnesis yang teliti sangat diperlukan.

Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone


(dimodifikasi oleh subbagian Anak FKUI-RSCM Jakarta)

1. Umur anak ketika kejang 6 bulan dan 4 tahun


2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,


berlangsung singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik,

9
tonik, klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha
& Rahil, 2011)

Djamaludin (2010), menjelaskan bahwa tanda pada anak yang mengalami


kejang adalah sebagai beikut :

a. Suhu badan mencapai 390c


b. Saat kejang anak kehilangan kesadaran, kdang – kadang napas dapat
berhenti beberapa saat.
c. Tubuh termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke
belakang disusul munculnya gejala kejut yang kuat.
d. Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ketas
e. Gigi terkatup dan terkadang disertai muntah
f. Anak tidak dapat mengontrol saat buang air besar atau kecil

2.4 Patofisiologi Kejang Demam


Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan
elektrolit lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak
misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan

10
metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat
toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar
keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke
seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan
pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya
secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang
kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi
peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit
jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti
epinefrin dan prostaglandin. Peningkatan potensial inilah yang merangsang
perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke
dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi
neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah yang
dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas
maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko

11
terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan
spasma bronkus (Price, 2009).

2.5 Pathway Kejang Demam


Etiologi

Demam

Metabolisme basal meningkat 10-15% Kebutuhan O2 meningkat sampai 20%

Perubahan difusi Na+ dan K+

Perubahan beda potensial membrane sel neuron

Pelepasan muatan listrik semakin meluas keseluruh sel maupun membrane


sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmiter

Resiko Cedera
Kejang

Singkat <15 menit >15 menit

Hipoksemia Hiperkapni Kontraksi otot meningkat Asidosis laktat Denyut jantung


meningkat

Hipertermia
Metabolisme
Demam meningkat meningkat Kerusakan neuron otak

Termoregulasi tidak efektif


12

Hiperglikemia Hipertensi Evaporesis Takikardi


Gangguan saraf otonom

Jalan nafas tidak


efektif

13
2.6 Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi pada ana,
diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan
laboratorium ,fungsi lumbal, elektroensefalografi dan pencitraan neurologis.
Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang ini ditentukan sesuai dengan
kebutuhan (Antonius, 2015).
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untk
mencari etiologi dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan
yang dilakukan bergantung pada kondisi klinis pasien. pemeriksaan
yang dilanjurkan pada pasien dengan kejang lama adalah kadar glukoa
darah, elektrolit, darah perifer lngkp dan masa prottombin, pemeriksaan
laboratoruim tersebu bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam. Jika
dicurigai adanya meningitis bakteriaritis perlu dilakukan pemeriksaan
kultur darah kultur cairan selebrospinal. pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR) terhadap virus herpes simpleks dilakukan pada kasus
dengan kecurigaan ensefalitis (Antonius, 2015).
b. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal dapat dipertimbangka pada pasien kejang disertai
penurunan kesadaran atau ganguan statu mental,perdarahan kulit ,kaku
kuduk, kejang lama, gejala infeksi, paresis, peningkatan sel darah putih,
atau pada kaus yang tidak didapatkan factor pencetus yang jelas fungsi
lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam setelah fungsi
lumbal yang pertama yang memastikan adanya infeksi susunan saraf
pusat. Bila didapatkan kelainan neurlogis fokal dan peningkatan
tekanan intracranial ,dilanjutkan melakuka pemeriksaan ct-scan kepala
berlebih dahulu untuk risiko terjadinya herniasi (Antonius, 2015).
The American Academy of pediatrics merekmendasikan bahwa
pemeriksaan fungsi lumbal sangat dianjurkan pada serangan kejang
pertama disertaia demam pada anak usis dibawah 12 bulan karena
manifestasi klinis meningitis tidak jelas atau bahkan tidak ada .pada

14
anak usia 12-18 bulan dianjurkan melakukan fungsi lumbal , sedangkan
pada usia lebih dari 18 bulan fungsi lumbal dilakukan bila terdapat
kecurigaan adanya infeksi intracranial (meningitis) (Antonius, 2015).
c. Elektroensefalografi
Pemerikasaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya
gelombang epileptiform. Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan,
khusunya intetiktral EEG . beberapa anak tanpa kejang secara klinis
ternyata memperlihatkan gambaran EEG epileptiform, sedangkan anak
lain degan epilepsy berat mempunyai gambaran intrkiktal EEG yang
normal. Sensitivitas EGG interiktal bervariasi. Hanya sindrom epilepsy
saja yang menunjukkan kelainan EGG yang khas, abnormalitas EGG
berhubungan dengan manifestasi klinis kejang, daapat berupa
gelombang paku tajam dengan /gelombang lambat. Kelainan dapat
bersifat umum,multifocal,atau fokal pada daerah temporal maupun
frontal. (Antonius, 2015)
Pemeriksaan EEG segera atau dalam 24-48 jam setelah kejang
atau slep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan.
Beratnya kelainaan EGG tidak selalu berhubungan dengan beratnya
klinis . gambaran EEG yang normal atau memperhatikan kelainan
minimal menunjukan kemunginan pasien bebas dari kejang setelah obat
ant epilepsy dihentikan. (Antonius, 2015)
d. Pencitraan neurologis
Foto polos kepala memilki nilai diagnostic kecil meskipun dapat
menunjukan adanya fraktur ulang tengkorak. Kelainan jaringan otak
pada trauma tulang kepal dideteksi dengan ct-scan kepala. Kelainan ct-
scan kepala dapat ditemkan pada pasien kejang dengan riwayat trauma
kepala ,pemeriksaan neurologis yang abnormal perubahan pola kejang-
kejang berulang riwayat mendrita penyakit susunan safaf pusat kejang
pokal dan riwayat keganasan (Antonius, 2015). Magnestic resonance
imaging (MRI) lebih superior dibandingkan ct-scan dalam
mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil didaerah temoral atau

15
daerah yang tertutup struktur tulang misalnya daerah selebrum atau
batan otak . MRI dipertimangkan pada anak dengan kejang yang sulit
diatasi ,epilepsy lobus temporalis,perkembangan terlamabat tanpa
adanya kelainan pada c-scan dan adanya lesi ekuivika pada ct-scan.
(Antonius, 2015) Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien
dirawat, pemeriksaannya meliputi:
1) Darah
a) Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N<200mq/dl)
b) BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit
merupakan predisposisi kejang
d) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e) Natrium (N 135-144 meq/dl)
2) Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi,pendarahan penyebab kejang
3) X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
4) Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu
khusus untuk transiluminasi kepala
5) EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya
normal.
6) CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark
hematoma,cerebral oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa
kontras.

16
2.7 Penatalaksanaan Kejang Demam
2.7.1 Penatalaksanaan Medis

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu


dikerjakan yaitu memberantas kejang secepat mungkin, pengobatan
penunjang, memberikan pengobatan rumat, dan mencari dan
mengobati penyebab.

Memberantas kejang secepat mungkin. Bila pasien datang


dalam keadaan status konvulsivus, obat pilihan utama adalah
diazepam yang diberikan secara intravena. Keampuhan diazepam
yang diberikan secara intravena ini tidak perlu dipersoalkan lagi
karena keberhasilan untuk menekan kejang sekitar 80-90 %. Efek
terapeutiknya sangat cepat, yaitu kira-kira 30 detik sampai 5 menit
dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan
secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg per suntikan. Dosis
sesuai dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB
dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan di atas 20 kg 0,5 mg/kgBB.
Basanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg/kgBB/kali dengan
maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun dan 10 mg
pada anak yang lebih besar.

Setelah suntikan pertamasecara intravena ditunggu 15 menit,


bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang
sama juga intravena. Setelah 15 menit suntikan kedua masih kejang,
diberikan suntikan ketiga dengan dosis sama akan tetapi
pemberiannya secara intramuscular, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4%
secara intravena. Efek samping diazepam adalah mengantuk,
hipotensi, penekanan pusat pernafasan, laringospasme dan henti
jantung. Penekanan pusat pernafasan dan hipotensi terutama terjadi
bila sebelumnya anak telah mendapat fenobarbital. Diazepam

17
diberikan langsung tanpa larutan pelarut harus perlahan-plahan kira-
kira 1ml/menit dan pada bayi 1 mg diberikan dalam 1 menit.

Pemberian diazepam intravena pada anak yang kejang seringkali


menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif
adalah melalui rectum. Diazepam ini dapat diberikan oleh siapa saja
yang mengetahui dosisnya. Dosis sesuai dengan berat badan ialah
berat badan kurang dari 10 kg sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg
sebesar 10 mg. Rata-rata pemakaian 0,4-0,6 mg/kgBB. Kemasan
biasanya 5 mg dan 10 mg dalam rektil. Bila kejang tidak berhenti
dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit, jika
tidak berhenti diberikan lagi secara intravena dengan dosis 0,3
mg/kgBB. Cara memberikan dengan rektiol, rektiol sebelumnya
diolesi dengan vaselin/minyak pada ujungnya kemudian dimasukkan
ke dalam rectum sepanjang 3-5 cm (pasien dalam sikap miring) dipijat
hingga kosong dan setelah ditarik lubang anus ditutup dengan
merapatkan kedua muskulus gluteus. Jika tidak ada diazepam, dapat
diberikan fenobarbital secara intramuskuler dengan dosis awal pada
bayi baru lahir 30 mg/kg/kali, bayi berumur 1 bulan sampai 1 tahun 50
mg/kg/kali, dan umur 1 tahun ke atas 75 mg/kali. Bila kejang tidak
berhenti setelah ditunggu 15 menit dapat diulangi lagi suntikan
fenobarbital tersebut dengan dosis untuk neonates 15 mg, anak 1
bulan 30 mg dan anak di atas 1 tahun 50 mg secara intramuscular. Jika
ada fenobarbital yang dapat diberikan secara intravena, dosis yang
diperlukan 5 mg/kgBB dengan kecepatan 30 mg per menit.

Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang status


konvulsivus yang dipilih para ahli adalah difenilhidantoin karena tidak
mengganggu kesadarn dan tidak menekan pusat pernafasan, tetapi
mengganggu frekuensi dan irama jantung. Dosisnya ialah 18
mg/kgBB dalam infus dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.
Dengan dosis tersebut kadar terapeutik dalam darah akan menetap

18
dalam 24 jam. Bila kejang tidak dapat dihentikan dengan obat-obat
tersebut di atas maka sebaiknya pasien dirawat di ruang ICU untuk
diberikan anesthesia umum dengan thiopental yang diberikan oleh
seorang ahli anetesia.

Pengobatan Rumat. Setelah kejang diatasi harus disusul


dengan pengobatan rumat. Daya kerja diazepam sangat singkat, yaitu
berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikkan, oleh karena itu harus
diberikan obat antipiretik dengan daya kerja lebih lama misalnya
fenobarbital atau defenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung
setelah kejang berhenti dengan diazepam. Dosis awal pada neonates
30 mg, umur 1 bulan sampai 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas
75 mg dan cara memberikannya intramuscular. Sesudah itu
fenobarbital dibebrikan sebagai dosis rumat. Karena metabolism di
dalam tubuh perlahan pada anak cukup diberikan dalam 2 dosis sehari
dan kadar maksimal dalam darah terdapat setelah 4 jam. Untuk
mencapai kadar terapeutik secepat mungkin diperlukan dosis yang
lebih tinggi daripada biasa. Dengan dosis ganda 8-10 mg/kgBB/hari,
kadar 10-20 mikrogram/ml ialah kadar efektif dalam darah tercapai
dalam 48-72 jam. Fenobarbital sebagai dosis “maintenance” diberikan
setelah dosis awal sebanyak 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
untuk hari pertama dan kedua, diteruskan untuk hari berikutnya
dengan dosis biasa 4-5 mg/kgBB sehari dibagi dalam 2 dosis. Selama
keadaan belum memungkinkan antikonvulsan diberikan secara
suntikan dan bila telah membaik diteruskan secara oral.

Lanjutan pengobatan rumat tergantung daripada keadaan pasien.


Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu pengobatan profilaksis
intermitten dan pengobatan profilaksis jangka panjang.

19
1. Profilaksis Intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali di kemudian
hari, pasien yang menderita kejang demam sederhana diberikan
obat campuran antikonvulsan dan antipiretika, yang harus
diberikan kepada anak bila menderita demam lagi. Antikonvulsan
yang diberkan adalah fenobarbital dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit jika
dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya. Obat
antipiretika yang dipakai misalnya aspirin, dosis yang diberikan
60 mg/tahun/kali, sehari diberikan 3 kali. Untuk bayi di bawah
umur 6 bulan diberikan 10 mg/bulan/kali, sehari diberikan 3 kali.
Kadar maksimal dalam darah tercapai dalam 2 jam pemberian per
oral (pemberian obat antipretik dan antkionvulsan ini walaupun
dapat mencegah kejang dianggap kurang berhasil, karena untuk
keberhasilan yang lebih besar diperlukan fenobarbital dengan
dosis yang lebih tinggi, yaitu 10-15 mg/kgBB/hari, tetapi dosis
tersebut mempunyai efek samping berupa mengantuk penekanan
terhadap pusat pernafasan, dan sebagainya). Sekarang ada obat
yang lebih tepat mencegah terulangnya kejang demam sederhana
yaitu diazepam, baik diberikan secara rektal maupun oral pada
waktu anak mulai demam (mulai teraba panas). Profilaksis
intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan sangat
kekcil anak mendapatkan kejang demam sederhana yaitu kira-kira
sampai anak umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya
dosis terapeutik yang stabil dan cukup di dalam darah pasien
untuk mencegah terulangnya kejang di kemudan hari. Ini
diberikan pada keadaan:
1) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam atau

20
2) yang telah disepakati pada consensus bersama ialah pada
semua kejang demam yang mempunyai ciri
a) Terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti
paralisis serebral retardasi perkembangan dan
mikrosefal,
b) Bila kejng berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal
atau diikuti kelainan syaraf yang sementara atau menetap
c) Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat
genetic pada orang tua atau saudara kandung
d) Pada kasus tertentu yang dianggap perlu yaitu bila
kadang-kadang terdapat kejang bberulang atau kejang
demam pada bayi berumur di bawah usia 12 bulan.
3. Mencari dan Mengobati Penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsy
yang diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi
respiratorius bagian atas dan otitis memdia akut. Pemberian
antibiotic yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit
tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaiknya dilakukan pungsi lumbal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya factor infeksi di dalam
otak misalnya meningitis. Pada pasien yang diketahui kejang
lama pemeriksaan lebih intensif seperti pungsi lumbal, darah
lengkap, gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium,
dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG,
ensefalografi, dan lain-lain.
2.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien kejang demam
ialah resiko tejadi kerusakan selotak akibat kejang, suhu yang
meningkat di atas suhu normal resiko terjadi bahaya/komplikasi
gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.

21
Cara Memberantas Kejang

1. Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3 mg/kgBB


atau diazepam rektal dosis berat badan kurang dari 10 kg, 5 mg,
lebih dari 10 kg, 10 mg. Jka kejang tidak berhenti tunggu 15
menit dapat diulang dengan dosis dan cara sama. Setelah kejang
berhenti maka diberikan dosis awal fenobarbital sebagai bebrikut:
 Neonatus, 30 mg intramuscular
 1 bulan – 1 tahun 50 mg intramuscular
 lebh dari 1 tahun 75 mg intramuscular

Pengobatan rumat 4 jam kemudian (setelah berhenti kejang) hari


ke-1 – ke-2, fenobarbital 9-10 mg/kgBB, dibagi dalam dosis. Hari
berikutnya fenobarbtal 4-5 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis.

2. Bila diazepam tidak tersedia, langsung dipakai fenobarbital


dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan
rumat.

Resiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang. Setiap kejang


menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah tidak
lancar dan mengakibatkan peredaran O2 juga terganggu. Kekurangan
O2 (anoksia) pada otak akan mengakibatkan kerusakan sel otak dan
dapat terjadi kelumpuhan sampai retardasi mental bila kerusaknnya
berat. Jika kejang hanya sebentar tidak banyak menimbulkan
kerusakan, tetapi jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit
biasanyaberakhir dengan apnea yang akan menimbulkan kerusakan
otak yang maikn berat (pada keadaan demam, kenaikan suhu 1ᵒC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15%, kebutuhan O2
akan meningkat 20%. Pada kejang demam yang berlangsung lama
kebutuhan O2 lebih banyak karena selain diperlukan untuk metabolism
basal diperlukan juga ungtuk kontraksi otot-otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemis, hiperkapnea, asidosis laktat yang disebabkan

22
metabolisme anaerobic, disertai hipotensi arterial dan kelainan denyut
jantung yang menyebabkan metabolisme otak meningkat dan
mengakibatkan kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang.
Oleh karena itu, kejang harus segera dihentkan dan apnea dihindarkan.

Suhu yang meningkat di atas normal. Masing-masing pasien


mempunyai ambang kejang yang berbeda, tidak selalu dalam keadaan
hiperpireksia tetapi yang jelas bahwa pada kejang demam selalu
didahului kenaikan suhu sebelum bangkitan kejang terjadi. Pada anak
dengan ambang kejang rendah, bila suhu naik menjadi 38ᵒC atau lebih
sedikit saja sudah timbul kejang. Oleh karena itu, jika sudah diketahui
suhu naik di atas normal anak akan menderita kejang maka setelah
diketahui suhu mulai naik harus segera diberikan obat antipiretik
(pemberian antipiretik dan petunjuk bahwa anak menderita kejang
demam didapat setelah berobat ke dokter dan biasanya kejang sudah
lebih dari 1 kali). Obat antipiretik untuk pasien kejang demam
biasanya telah bersama-sama dengan anti-konvulsan. Perlu diingat
bahwa pada pasien yang akan mengalami kenaikan suhu karena
adanya infeksi faringitis, OMA atau infeksi lainnya, maka di samping
obat antipiretik jugaharus ada antibiotic. Jika belum ada antibiotika
tersebut pasien harus harus dibawa berobat karena tanpa antibiotic
demam akan turun hanya sebentar kemudian naik lagi. Di samping
obat-obat tersebut pasien perlu diberi banyak minum dan jika suhu
tinggi sekali kompres dingin secara intensif. Karena demam dapat
menimbulkan kejang, maka jika pasien akan mendapatkan imunisasi
tidak boleh diberikan pertussis (P), pasien hanya diberi DT saja,
dianjurkan agar setelah suntik pasien segera diberi antipiretik, tdak
usah menunggu pasien mulai demam.

Resiko terjadi bahaya/komplikasi. Seperti pasien lain yang


kejang, akibatnya dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau
akibat gesekan dengan gigi, akibat terkena benda tajam atau keras

23
yang ada disekitar anak, serta dapat juga terjatuh. Oleh karena itu,
setiap anak mendapat serangan kejang harus da yang
mendampinginya. Selain bahaya akibat kejang, resiko komplikasi
dapat terjadi akibat pemberian obat antikonvulsan (dapat terjadi di
rumah sakit), misalnya karena kejang tidak segera berhenti padahal
telah mendapat fenobarbital kemudian diberikan diazepam maka dapat
berakibat apnea. Begitu pula jka memberikan diazepam secara
intravena terlalu cepat juga dapat menyebabkan depresi pusat
pernafasan. Oleh karena itu, bila memberikan diazepam IV harus
pelan sekali 1 ml selama 1 menit. Jika keadaan memungkinkan dapat
digunakan mikrodrip untuk pemberian diazepam pada bayi.

Untuk mengurang resiko tersebut setiap pemberian diazepam


atau obat antikonvulsan lainnya harus hati-hati. Antikonvulsan
apaupun yang diberikan pasien harus tetap diobservasi sejak
pemberian sampai beberapa jam kemudian. Catatlah dengan cermat
jenis obat yang diberikan dan jam berapa agar tidak terjadi pemberian
antikonvulsan terlalu dekat waktunya dengan obat yang sama atau
yang seharusnya tidak boleh diberikan. Komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien kejang demam jika tidak diobati secarabenar dapat
menjadi retardasi mental akibat kerusakan otak yang parah. Dapat
juga berkembang menjadi epilepsy.

Gangguan rasa aman dan nyaman. Gangguan ini juga terjadi


seperti pasien lain sebagai akibat penyakitnya sendiri dan tindakan-
tindakan pertolongan selama kejang atau tindakan pengobatan jika di
rumah sakit misalnya pungsi lumbal, pemasangan infus, pengisapan
lender, dan sebagainya. Walaupun pasien ketika kejang tidak sadar
perlakuan lemah-lembut dan kasih sayang perlu dilaksanakan
(misalnya pada waktu mengisap lender harus dengan hati-hati
sehingga tidak melukai selaput lender tenggorok).

24
Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. Pasien
kejang demam tidak dirawat di rumah sakit kecuali apabila ia
menderita komplikasi atau dalam keadaan status konvulsivus. Jika
pasien telah didiagnosis kejang demam, orang tuanya perlu dijelaskan
mengapa anak dapat kejang terutama yang berhubungan dengan
kenaikan suhu tubuh. Kenaikan suhu tubuh tersebut disebabkan oleh
infeksi. Orang tua perlu diajari bagaimana cara menolong pada saat
anak kejang (tidak boleh panic) dan yang penitng adalah mencegah
jangan sampai timbul kejang. Yang perlu dijelaskan adalah:

a. Harus selalu tersedia obat penurun panas yang didapatkan atas


resep dokter yang telah mengandung antikonvulsan. Jika obat
hampir habis misalnya masih ada sisa 2 bungkus supaya datang
berobat untuk mendapatkan obat persediaan. Orang tua harus
memahami hal ini untuk keperluan anaknya.
b. Agar anak segera diberikan obat antipiretik bila orang tua
mengetahui anak mulai demam (jangan menunggu suhu
meningkat lagi) dan pemberian obat diteruskan sampai suhu
sudah turun selama 24 jam berikutnya. Jika demam masih naik
turun agar dibawa berobat ke dokter/puskesmas untuk
mendapatkan antibiotic.
c. Jika terjadi kejang, anak harus dibaringkan di tempat yang rata,
kepalanya dimiringkan. Buka bajunya dan pasangkan gagang
sendokyang telah dibungkuskain/sapu tangan yang bersih dalam
mulutnya (jelaskan apa tujuannya). Pada keluarga yang mengerti
dapat diberikan resep untuk membeli sudip lidah karena dapat
dipakai bila perlu. Setelah kejang berhenti dan pasien bangun dan
sadar kembali suruh minum obatnya dan tunggu pasien sampai
dan tunggui pasien sampai keadaannya betul-betul tenang. Jika
suhu pada waktu kejang tersebut tinggi sekali supaya dikompres
dingin. Beberapa keluarga selalu sedia alkohol untuk kompres

25
menurunkan suhu. Agar lebih efektif anjurkan supaya dicampur
dengan es. Pasien supaya diberi banyak minum.
d. Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama
walaupun telah diberikan obat segera bawa pasien tersebut ke
rumah sakit karena hanya rumah sakit yang dapat memberikan
pertolongan pada pasien yang menderta status konvulsivus.
e. Apabila orang tua telah diberi obat persediaan diazepamrektal
berikan petunjuk cara memberikannya, yaitu ujung rektiol yang
akan dimasukkan ke dalam di oles pakai minyak sayur atau
vaselin kemudian dimasukkan ke dalam anus sabil dipencet
sampai habis (tetapi dengan pelan-pelan memencetnya) setelah
kosong dan masih dipencet rektiol dicabut kemudian anus
dirapatkan (jika tidak sambal masih dipencet rektiol dicabut
sebagian isinya akan ikut terisap kembali). Bila mungkin sikap
pasien dibaringkan miring.
f. Beritahukam orang tua jika anak akan mendapatkan imunisasi
agar meberitahukan kepada dokter/petugas imunisasi bahwa
anaknya penderita kejang demam (agar tidak diberikan pertussis).
g. Walaupun kejang sudah lama tidak terjadi orang tua supaya tidak
menghentikan terapi sendiri (pernah terjadi anak sudah lama tidak
pernah datang meminta obat antikonvulsan tetapi 2 tahun
kemudian anak kejang lagi pada waktu demam ringan saja).
Jelaskan bahwa pengobatan profilaksis ini berlangsung sampai 3
tahun kemudian secara bertahap dosis dikurangi dalam waktu 3
sampai 6 bulan.

26
2.8 Pertolongan Pertama pada Kejang Demam
Primary Survey :
 Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut
seperti lendir dan dengarkan bunyi nafas.
 Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
 Circulation : nilai denyut nadi
 Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan
status mental lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A : sadar (alert)
V : memberikan reaksi pada suara (voice)
P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U : tidak sadar (unconscious)
Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah :
a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan
klien saat kejang
b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :
 Buka seluruh pakaian klien
 Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
 Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual
dengan cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift
(jangan menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
d) Oksigenasi segera secukupnya
e) Observasi ketat tanda-tanda vital
f) Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan
kejang
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (>
10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

27
Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam
penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu :
Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam
keadaan kejang, maka :

a. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang


b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat
dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
c. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari
pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari
berikutnya.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan
otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati
penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan
lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium,
natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, ensefalografi.

Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwa


penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:

1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara


perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10
kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-
rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan
maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan
maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian
tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama

28
diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan
injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila
masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi
diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi
miring, pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak
membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan
memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian
cairan intravena pemantauan intake dan output cairan selama 24 jam
perlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat
penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan
intraklanial juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu
dihindari.
5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode
konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke
benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres).
Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak
seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh
darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan
dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4- 6 mg/kg BB/hari
(terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan
obat-obatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1
ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.Posisi kepala
hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan
craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15°
(posisi tubuh pada garis lurus)

29
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca
pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan
dosis awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan- 1tahun,
75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik pemberian
intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan
dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian)
hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali
pemberian.
8. Pengobatanpenyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang
adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran
pernapasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto
rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis
mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok
diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.
9. Terapi obat-obatan
Setiap kasus anak dengan kejang memerlukan perawatan secara
intensif untuk penatalaksanaan yang adekut. Tindakan yang utama
untuk kasus anak dengan kejang ialah secara simultan mengatasi kejang
(simtomatik) sekaligus juga menghilangkan penyebab penyakit primer
(kausatif). Bila penyakit primer sudah dapat diatasi maka diharapkan
gejala kejang akan hilang dan tidak mengalami eksaserbasi. Tetapi yang
lain adalah bersifat suportif/resusiatif sesuai dengan indikasi. (Widagdo,
2012)
Tindakan perawatan yang perlu dilakukan pada anak yang sedang
dalam keadaan kejang saat sebelum dan sudah di tempat layanan
kesehatan, ialah:
1) Memposisikan anak secara lateral decubitus
2) Upayakan agar leher dalam posisi lurus untuk menjaga agar saluran
nafas tetap terbuka

30
3) Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak yang
sedang mengalami kejang
4) Menjaga agar lidah tidak tergigit
5) Secepatnya membawa anak ke Unit Gawat darurat (UGD) terdekat
untuk penanganan lebih lanjut. (Widagdo, 2012)

Menurut (Widagdo, 2012) Obat-obat anti konvulsi yang dapat


diberikan atas indikasi sesuai dengan temuan pada anamnesis,
pemeriksaan fisis termasuk penunjang. Obat dimaksud antara lain ialah:

a. Benzodiazepine: diazepam intravena digunakan sebagai terapi awal


untuk status epileptikus.
 Clonazepam
 Nitrazepam
 Clobazam
 Carbamazepine
 Ethosuximide
 Phenytoin (dilantin) digunakan untuk kejang umum tonik-
klonik primer atau sekunder, kejang parsial, dan status
epileptikus.
 Tiagabine digunakan untuk pengobatan kejang parsial
kompleks sebagai obat tambahan.
 Topiramate, digunakan untuk sebagai obat tambahan pada
terapi kejang kompleks refrakter dengan atau tanpa
generalisasi.
 Valproic acid (depakene, Depakote), adalah sebagai
antikolvulsan dengan spectrum luas, termasuk kejang umum
tonik-klonik, kejang absans, dan kejang mioklonik.
 Vigabatrin, adalah efektif untuk spasme infantile dan sclerosis
tuberosa, dan sebagai obat tambahan untuk pengobatan kasus
kejang yang kurang respons terhadap pemberian antikolvunsan
lain.

31
 Oxcarbazepine (trileptal) mempunyai beberapa persamaan
dengan carbamazepine, diberikan sebagai tambahan kepada
terapi kejang parsial, tidak untuk absans.
 Zonisamide (zonegran), mekanisme kerja obat belum
diketahui, diberikan untuk tambahan pengobatan pada kejang
parsial dan kejang mioklonik.
 ACTH, paling sesuai untuk pengobatan spasme infantile, dan
sama efektifnya dengan prednisone untuk pengobatan kejang
kriptogenetik dan simtomatik

Terapi diet ketogenik dengan tinggi lemak, relative rendah


karbohidrat, dan pengaturan ketat terhadap kalori cairan, dan
protein.

Tindakan bedah, ditunjukkan kepada kasus yang tidak


respons terhadap pengobatan, pada kasus dengan kejang yang
persisten atau dengan kejang yang frekuen dan tidak berhasil
diatasi dengan sedikitnya 3 macam obat antikolvunsan, adalah
merupakan kasus yang perlu dipertimbangan mendapat terapi
pembedahan. (Widagdo,2012)

Stimulasi saraf vagus (VNS) dibagian kiri dari leher secara


intermiten dapat menurangi kejang setelah 12 bulan terapi.
Rangsangan listrik secara intermiten dapat dilakukan dengan
menanam pacemaker sebagai stimulator dibawah kulit pada bagian
atas dada kiri yang diikat pada kabel yang ditempatkan dileher.
(Widagdo,2012)

Terapi simtomatik lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa


pada kasus kejang yang disertai dengan demam maka diperlukan
tindakan untuk mengatasi gejala demam yang tinggi atau
menyebabkan anak rewel dan tidak tenang. (Widagdo,2012)

32
a. Acetaminophen
b. Ibuprofen

Terapi kausal yang utama ialah antimokrobial untuk mengatasi


infeksi sebagai penyebab terbanyak (>80%) dari kejang yang
dipergunakan adalah sesuai indikasi/hasil uji restitensi, diantara
lain yaitu:

1) Ampicillin
2) Oxacillin
3) Cefotaxim
4) Ceftriaxone

Terapi kasual yang lain ilag surih hormone yang dilakukan


pada kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone yang
dilakukan pada kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone
sebagai penyakit primernya seperti pada defisiensi ACTH atau
defisiensi hormone adrenal. (Widagdo,2012)

Terapi lain adalah bersifat suportif, dengan tujuan


memperbaiki dan mempertahankan keadaan umum pasien
seoptimal mungkin termasuk memberikan kecukupan akan
kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit, inhalasi oksigen, dan lain-
lain yang dilaksanakan dalam perawatan secara regular maupun
intensif. (Widagdo,2012)

33
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KEJANG PADA ANAK

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal
MRS, diagnosis medis, catatan kedatangan, dan penurunan kesadaran.
2. Keluhan utama
Saat MRS : Kejang dan demam
Saat Pengkajian : Keluhan yang dirasakan saat kita melakukan
pengkajian
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Orang tua menceritakan bahwa anak mengalami kejang
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Penderita mengalami serangan kejang sebelumnya. Adanya riwayat


infeksi seperti saluran pernafasan, OMA, pneumonia, gastroenteritis,
Faringitis, bronkopneumoria, morbilivarisela, campak, trauma kepala,
radang selaput otak, KP, dan lain-lain.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga. Adanya
anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang
demam.
6. Riwayat Psiko Sosial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun
panas
c. Akibat hospitalisasi
d. Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
e. Hubungan dengan teman sebaya

34
7. Riwayat Tumbuh Kembang
- Antenatal : Saat periksa kehamilan adanya preeklamsi,
hiperemesis gravidarum, dan trauma.
- Natal : Lahir premature, BBLR dan secara lahir sectio
caesarea atau normal.
- Post Natal : Ketika lahir langsung menangis, BBL, langsung
ASI, memakai susu formula dan MPASI.
- Pertumbuhan : BB sebelum MRS, BB saat MRS, BB saat
pengkajian TB, LILA, LK, LD
- Perkembangan : Kemampuan perkembangan meliputi:
a. Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungannya.

b. Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak


untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil
dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya
menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.

c. Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan


sikap tubuh.

d. Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara,


mengikuti perintah dan berbicara spontan.

8. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1,
Polio 2

35
3 bulan DPT-HB-Hib 2,
Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3,
Polio 4
9 bulan Campak

9. Pola kebiasaan Pemeliharaan Kesehatan


a. Nutrisi : Pola makan dan minum sebelum masuk rumah sakit dan
saat masuk RS.
b. Istirahat dan aktivitas
- Keletihan, kelemahan umum
- Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
c. Eliminasi
- Inkontinensia episodik
- Makanan atau cairan
- Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang
d. Personal Hygiene : Kebersihan diri saat masuk rumah sakit dan saat
di rumah sakit
10. Pengkajian Fisik (Head to Toe)
1. Kepala :
Inspeksi : kepala simetris, tidak ada lesi, warna rambut hitam, kepala
mesochepal, sutura belum menutup sempurna.
Palpasi : tidak adanya pembengkakan/ penonjolan, dan tekstur rambut
lebat.
2. Mata :
Inspeksi : warna konjungtiva pink dan sclera berwarna putih, konjungtiva
anemis (-), isokhor, sklera anikterik.
3. Hidung :
Inspeksi : Hidung simetris, hidung eksternal warna sama dengan warna
kulit lain. Tidak ada polip, tidak ada perdarahan, dan tidak ada sekret.

36
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
4. Mulut :
Inspeksi dan palpasi struktur luar : Mukosa bibir kering, tidak ada lesi
dan stomatitis, adanya sianosis.
Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi belum lengkap, tidak ada
perdarahan/ radang gusi, lidah simetris, warna pink, tidak ada infeksi.
5. Telinga :
Inspeksi : Tidak menggunakan alat bantu dengar, posisi simetris, jumlah
dua (kanan dan kiri), bersih , tidak ada serumen.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
6. Leher
Inspeksi leher : warna sama dengan kulit lain, bentuk simetris.
Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid : Tidak ada nyeri, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
7. Thorak
Paru- Paru
a) Inspeksi : Simetris, tidak terlihat tarikan dinding dada kedalam.
b) Palpasi :Vokal fremitus kanan-kiri sama
c) Perkusi : Sonor
d) Auskultasi : Bunyi paru normal ( vesikuler ).
Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : teraba ictus cordis di SIC V – VI
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : terdengar bunyi S1 dan S2
8. Abdomen
Inspeksi : Simetris, warna kulit sama dengan yang lainnya,
tidak ada lesi, tidak ada distensi
Auskultasi : Suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran
(bagian diafragma dari stetoskop) terdengar setiap 13x/ menit.
Perkusi semua kuadran : Tidak ada nyeri saat ditekan.

37
Palpasi semua kuadran : Cubitan perut kembali cepat 2 detik.
9. Genitalia
Tidak terpasang kateter, bersih, tidak sianosis
10. Ekstremitas
Tidak ada odema, suhu akral hangat
3.2 Analisa Data
Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
DS : Hipoksia jaringan Resiko Cedera
- Keluarga klien
mengatakan klien Kebutuhan O2 meningkat
terpapar pathogen.
- Keluarga klien Perubahan difusi Na+ dan K+
\
mengatakan ayahnya
perokok aktif. Perubahan beda potensial
- Keluarga klien membrane sel neuron
mengatakan
lingkungannya dekat Kejang
dengan pabrik.
DO : Resiko Cedera
- Klien tampak sesak
nafas
- Klien tampak sianosis
- Kehilangan kesadaran
- Berkeringat
DS : Kejang Hipovolemi
- Keluarga klien
mengatakan klien Kontraksi otot meningkat
mengalami mual dan
muntah Metabolisme meningkat
- Keluarga klien

38
mengatakan klien tidak Evaporasi
mau makan dan minum
DO: Hipovolemi
- Klien tampak lemah
- RR meningkat
- Nadi meningkat
- Turgor kulit menurun
- Mukosa bibir kering
DS : Peningkatan laju metabolisme Hipertermia
- Keluarga klien
mengatakan tubuh klien Suhu tubuh meningkat
teraba panas
- Keluarga klien Suhu tubuh meningkat
mengatakan klien
hiperaktivitas Hipertermi
DO :
- Suhu tubuh > 38ᵒC
- Kejang
- Takikardi
- Takipnea

3.3 Diagnosis Keperawatan


Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam :
1. Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
2. Hipovolemi berhubungan dengan evaporasi
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
3.4 Rencana Keperawatan

No. Diagnosis Keperawatan Rencana Perawatan

39
/ Masalah Kolaborasi Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Resiko cedera Setelah dilakukan Manajemen Keselamatan
berhubungan dengan tindakan keperawatan Lingkungan (I.14513)
hipoksia jaringan diharapkan tingkat Observasi :
Tanda dan Gejala cedera menurun, dengan - Identifikasi kebutuhan
Mayor (D.0136) kriteria hasil: keselamatan (mis.
DS : - Tingkat Cedera kondisi fisik, fungsi
DO : - (L.14136) kognitif, dan riwayat
Tanda dan Gejala - Toleransi aktivitas perilaku)
Minor: meningkat (5) - Monitor perubahan
DS : - - Nafsu makan status keselamatan
DO : - meningkat (5) lingkungan
Faktor Resiko : - Toleransi makanan
Terapeutik :
(D.0136) meningkat (5)
- Hilangkan bahaya
Eksternal - Kejadian cedera
keselamatan lingkungan
10. Terpapar pathogen menurun (5)
(mis. Fisik, biologi, dan
11. Terpapar zat kimia - Luka/lecet menurun
kimia), jika
toksik (5)
memungkinkan
12. Terpapar agen - Ketegangan otot
- Modifikasi lingkungan
nosocomial menurun (5)
untuk meminimalkan
13. Ketidakamanan - Fraktur menurun (5)
bahaya dan risiko
transportasi - Perdarahan menurun
- Sediakan alat bantu
Internal (5)
keamanan lingkungan
1. Ketidaknormalan - Ekspresi wajah
(mis. Commode chair
profil darah kesakitan menurun
dan pegangan tangan)
2. Perubahan orientasi (5)
- Gunakan perangkat
afektif - Agitasi menurun (5)
pelindung (mis.
3. Perubahan sensasi - Iritabilitas menurun
Pengekangan fisik, rel
4. Disfungsi autoimun (5)
samping, pintu terkunci,
5. Disfungsi biokimia - Gangguan mobilitas

40
6. Hipoksia jaringan menurun (5) pagar)
7. Kegagalan - Gangguan kognitif - Hubungi pihak
mekanisme menurun (5) berwenang sesuai
pertahanan tubuh - Perdarahan menurun masalah komunitas (mis.
8. Malnutrisi (5) Puskesmas, polisi,
9. Perubahan fungsi - Tekanan darah damkar)
psikomotor membaik (5) - Fasilitasi relokasi ke
10. Perubahan fungsi - Frekuensi nadi lingkungan yang aman
kognitif membaik (5) - Lakukan program
- Frekuensi nafas skrinning bahaya
membaik (5) lingkungan (mis.
- Denyut jantung Timbal)
apical membaik (5) Edukasi :
- Denyut jantung - Ajarkan individu,
radialis membaik (5) keluarga dan kelompok
- Pola istirahat/tidur
resiko tinggi bahaya
membaik (5) lingkungan

2. Hipovolemi berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia


dengan evaporasi tindakan keperawatan (I.03116)
Tanda dan Gejala diharapkan status cairan Observasi :
Mayor (D.0023) membaik, dengan kriteria - Periksa tanda dan gejala
DS: - hasil: hypovolemia (mis.
DO: Status Cairan (L.03028) frekuensi nadi meingkat,
1. Frekuensi nadi - Kekuatan nadi nadi teraba lemah,
meningkat meningkat (5) tekanan darah menurun,
2. Nadi teraba lemah - Turgor kulit tekanan nadi menyempit,
3. Tekanan darah meningkat (5) turgor kulit menurun,
menurun - Output urin meningkat membrane mukosa
4. Tekanan nadi (5) kering, volume urin

41
menyempit - Ortopnea menurun (5) menurun, hematocrit
5. Turgor kulit - Dispnea menurun (5) meningkat, haus, lemah)
menurun - Paroxysmal nocturnal - Monitor intake dan
6. Membrane mukosa dysnea (PND) output cairan
kering menurun (5) Terapeutik :
7. Volume urin - Edema anasarca - Hitung kebutuhaan
menurun menurun (5) cairan
8. Hematocrit - Edema perifer - Berkan posisi modified
meningkat menurun (5) trendelenburg
Tanda dan Gejala - Berat badan menurun - Berikan asupan cairan
Minor (5) oral
DS : - Perasaan lemah Edukasi :
1. Merasa lemah menurun (5) - Anjurkan
2. Mengeluh haus - Frekuensi nadi memperbanyak asupan
DO : membaik (5) cairan oral
1. Pengisian vena - Tekanan darah - Anjurkan menghindari
menurun membaik (5) perubahan posisi
2. Status mental - Membran mukosa mendadak
berubah membaik (5) Kolaborasi :
3. Suhu tubuh - Jugular Venous - Kolaborasi pemberian
meningkat Pressure (JVP) cairan IV isotonis (Mis.
4. Konsentrasi urin membaik (5) NaCl, RL)
meningkat - Kadar Hb membaik - Kolaborasi pemberian
5. Berat badan turun (5) cairan IV hipotonis (Mis.
tiba-tiba - Kadar Ht membaik (5) glukosa 2,5%, NaCl
Penyebab : (D.0023) - Intake cairan membaik 0,4%)
1. Kehilangan cairan (5) - Kolaborasi pemberian
aktif cairan koloid (mis.
2. Kegagalan albumin, plasmanate)
mekanisme regulasi - Kolaborasi pemberian
3. Peningkatan produk darah

42
permeabilitas
kapiler
4. Kekurangan intake
cairan
5. Evaporasi
3 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
dengan peningkatan laju tindakan keperawatan Observasi :
metabolisme diharapkan termoregulasi - Identifikasi penyebab
Tanda dan Gejala membaik, dengan kriteria hipertermia (mis.
Mayor (D.0130) hasil: dehidrasi, terpapar
DS : - Thermoregulasi lingkungan panas,
DO : (L.14134) penggunaan incubator)
1. Suhu tubuh diatas - Menggigil menurun - Monitor suhu tubuh
nilai normal (5) - Monitor kadar elektrolit
Tanda dan Gejala - Kulit merah menurun - Monitor haluaran urin
Minor (5) - Monitor komplikasi
DS : - - Kejang menurun (5) akibat hipertermia
DO : - Pucat menurun (5) Terapeutik :
1. Kulit merah - Takikardi menurun - Sediakan lingkungan
2. Kejang (5) yang dingin
3. Takikardi - Takipnea menurun (5) - Longgarkan atau
4. Takipnea - Bradikardi menurun lepaskan pakaian
5. Kulit terasa hangat (5) - Basahi dan kipasi
Penyebab : (D.0130) - Dasar kuku sianotik permukaan kulit
1. Dehidrasi menurun (5) - Berikan cairan oral
2. Terpapar lingkungan - Hipoksia menurun (5) - Ganti linen setiap hari
panas - Suhu tubuh membaik atau lebh sering jika
3. Proses penyakit (5) mengalami
(mis. infeksi, - Suhu kulit membaik hiperdehidrosis (keringat
bakteri) (5) berlebih)
4. Ketidaksesuaian - Kadar glukosa darah - Lakukan pendinginan

43
pakaian dengan suhu membaik (5) eksternal (mis. selimut
lingkungan - Pengisian kapiler hipotermia atau kompres
5. Peningkatan laju membaik (5) dingin pada dahi, leher,
metabolisme - Ventilasi membaik (5) dada, abdomen, aksila)
6. Respon trauma - Tekanan darah - Hindari pemberian
7. Aktivitas berlebihan membaik (5) antipiretik atau aspirin
8. Penggunaan - Ventilasi membaik (5) - Berikan oksigen, jika
inkubator perlu
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
- Klaborasi pemberian
cairan dan elekrolit
intravena

44
BAB 4

PENUTUP

4.3 Kesimpulan
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium.
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan
yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf
pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis.
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam :
a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan
reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar
kembali tanpa ada kelainan persarafan.
c. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,
cahaya (penurunan kesadaran)
4.2 Saran

45
Diharapkan semua mahasiswa dapat mengerti dan memahami
mengenai konsep dan asuhan keperawatan kejang demam sehingga bila
terjadi kejang demam pada pasien maka perawat mampu melakukan
tindakan keperawatan dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Antonius, dkk. 2015. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia.

Behrman, RE & RM, Kliegman. 2010. Nelson Esensi Pediatri edisi 4. Jakarta:
EGC.

IDAI. 2014. Kejang Demam pada Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Krisanty P. Dkk (2008). Asuhan Keperawatan Gawat darurat. Jakarta :Trans info
Media

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka


belajar.

Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Kejang. Jakarta:


Sagung Seto.

46

Anda mungkin juga menyukai