PEMBIMBING
dr. Gede Oka Novi, M.Sc, Sp.A
OLEH:
Baiq Diana Meilinda (016.06.0043)
Lintang Usnaini (016.06.0028)
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
laporan Case Based Discussion dengan kasus “ Kejang Demam Plus ”.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Bangli .Penulis
mengucapkan terimakasih kepada para dokter pendidik klinis yang menjadi tutor atau
fasilitator yang membimbing selama melaksanakan tugas ini, dan juga semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan laporan ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya
dengan hasil yang memuaskan bagi penulis.
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan sehingga penulis menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam
menyempurnakan laporan kasus.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam cukup sering ditemukan pada anak – anak. Kejang demam terjadi
pada 2-5% anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun.1 Kejadian kejang demam dapat
dipengaruhi dengan variasi musim karena berkaitan dengan puncak infeksi saluran
perbedaan ras yaitu ditemukan kejang demam pada 3,5% anak – anak kulit putih dan
4,2% pada kulit hitam. Risiko kejang demam yang rekuren secara keseluruhan adalah
34,3%. Mayoritas merupakan kejang demam sederhana, hanya sekitar 20-30% yang
kompleks. Hanya 5% kejang demam berakhir ≥30 menit. Bila pasien memiliki onset
kejang demam yang muda (1 tahun atau kurang) dan ada riwayat keluarga memiliki
kejang demam, maka hal tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang demam3.
Gambaran klinis pada pasien kejang demam dapat menjadi acuan untuk
menegakkan diagnosis pada pasien. Kejang demam dapat berlangsung singkat, berupa
serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan
1
1.2 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38C, dengan metode
pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Kejang yang terjadi
disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik
lainnya.1
2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2%-5%. Di Asia
prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di
Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%. Bahkan di Guam insiden
kejang demam mencapai 14%.5Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berusia 6 bulan hingga
5 tahun.Mayoritas merupakan kejang demam sederhana, hanya sekitar 20-30% yang
kompleks. Hanya 5% kejang demam berakhir ≥ 30 menit. Kejang demam berkaitan dengan
variasi musim. Sebuah penelitian menunjukkan 2 puncak insiden yaitu November-Januari,
dan Juni-Agustus, yang berkaitan dengan puncak infeksi saluran napas atas dan infeksi
gastrointestinal.2Di Indonesia kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumus 6 bulan-5
tahun. Kejadian kejang demam di Indonesia dilaporkan mencapai 2-4 % ditahun 2009-
2010.Data kejang demam berdasarkan Riskesdas Provinsi bali tahun 2013 di Bali tercatat
bahwa kejang pada anak umur 0-29 bulan masuk dalam 3 besar penyakit yang banyak
dikeluhkan. Kelompok umur anak yang mengalami kejang adalah 0-5 bulan , 36-47 bulan,
dan 48-59 bulan.
2.3 Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti penyebab kejadian kejang demam.
Demam sering disebabkan infeksi saluran pemapasan atas, radang telinga, infeksi saluran
kemih.5
Faktor risiko yang dapat menyebabkan kejang demam adalah5
1. Riwayat keluarga, dalam keluarga ada yang menderita kejang demam
2. Suhu tubuh yang tinggi.
3
3. Anak pernah mengalami kejang demam.
4. Dengan adanya minimal 2 faktor risiko diatas dapat meningkatkan probabilitas
terjadinya kejang demam. Probabilitas kejang demam yang akan terjadi pertama kali
adalah 30 %
5. Ibu yang mengkonsumsi alkohol dan merokok saat masa kehamilan akan memiliki
resiko 2 kali lebih tinggi terjadi kejang dibandingkan dengan ibu yang tidak
mengkonsumsi alkohol dan merokok saat masa kehamilan.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah:1
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
2.4 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. 6
Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan ketika ambang kejangnya
rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam bisa memicu kejang, dan
bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana 70% dari semua kasus epilepsi
dimulai pada masa anak-anak, seseorang harus mengerti bahwa setiap otak mempunyai
keunikan ambang batas. Sebagai contoh, setiap orang akan mengalami kejang jika
demamnya cukup tinggi ambang ini dicapai gangguan elektrikal dalam otak akan
mempengaruhi fungsi motorik dan mental.6
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan
4
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel neuron,
maka terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.6
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.6
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada keadaan demam kenaikan suhu
1 derajat celcius akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi kenaikan suhu akan terjadi perubahan
keseimbangan membran sel, akan terjadi difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga
terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi dari tinggi
rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang
telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak yang memiliki ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oc atau lebih.6
5
• Kejang bersifat umum
• Tidak berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam kompleks
• Kejang lama (> 15 menit)
• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
• Berulang atau terjadi >1 kali dalam 24 jam
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang demam. Perlu
ditanyakan kepada orangtua atau pengasuh yang menyaksikan anaknya semasa kejang yang
berupa:8
1. Jenis kejang, lama kejang, kesadaran (kondisi sebelum, diantara, dan setelah
kejang)
2. Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak
selepas kejadian kejang.
3. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA), infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut (OMA), dan lain-
lain)
4. Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah
mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam, riwayat perkembangan
(gangguan neurologis), perlu ditanyakan pola tumbuh kembang anak apakah
sesuai dengan usianya, riwayat penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang
demam atau epilepsi dalam keluarga.
5. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya muntah, diare, keluhan lain
yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas yang menyebabkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).
6
rektal dan telinga. Pada anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan
antara lain:9
1. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Kernique, Laseque, Brudzinski I dan
Brudzinski II.
2. Pemeriksaan nervus kranialis.
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB) membonjol,
papil edema.
4. Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK dan lain lain.
5. Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek patologis dan fisiologis.
7
Pemeriksaan dilakukan jika terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis. 1
2.7 Tatalaksana
Prinsip Penanganan kejang demam terdiri dari 3 hal:
➢ Mengatasi kejang fase akut.
➢ Mengatasi demam, mencari, dan mengobati penyebab demam
➢ Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
1. Mengatasi kejang fase akut
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena.1
2. Mengatasi demam, mencari dan mengobati etiologi demam
obat antipiretika sering diberikan meskipun tidak terbukti mencegah terulangnya
kejang, tetapi efektif untuk menurunkan suhu sehingga membuat anak menjadi lebih
nyaman dan tenang. Megatasi etiologi demam dengan pemberian antibiotik jika ada
indikasi.9
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Profilaksis intermiten pada waktu demam
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan
adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-5 kali sehari. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,
3-4 kali sehari.9
b. Antikonvulsan
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam
8
intermiten diberikanselama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua
bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta
letargi.7 Adapun indikasi untuk diberikan adalah sebagai berikut : 10
1. Kelainan neurologis ringan (tidak nyata), misalnya keterlambatan motorik,
keterlambatan bicara, retardasi mental.
2. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
3. Usia <6 bulan
4. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan
cepat.
Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat
dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.7
➢
Indikasi pengobatan rumat:1,7
- Kejang fokal
- Kejang lama >15 menit
- Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis
➢ Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan
saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang
dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari
dalam 1-2 dosis.7
➢ Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk
kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak
sedang demam.7
9
Gambar 1. Algoritma tatalaksana kejang akut
2.8 Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu
studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami
kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang
berpotensi menjadi kejang lama.1
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IdentitasPasien
a. Nama :IKSA
b. TTL :28 Maret 2016
c. Usia :5 Tahun 8 Bulan
d. Jenis Kelamin :Laki-laki
e. Alamat : Landih, Bangli
f. Agama : Hindu
g. Tanggal MRS : 28-11-21 (16.00 WITA)
h. Tanggal Pemeriksaan : 30-11-2020 (09.00 WITA)
i. No RM : 307971
11
dikonsumsi sebelumnya. Keluhan lain seperti batuk, pilek, sakit telinga maupun
cairan yang keluar dari telinga disangkal. BAB dan BAK (+) normal.
c. Riwayat penyakit dahulu
- Pasien pernah mengalami kejang pada usia 1 tahun. Sebelum kejang pasien juga
mengalami demam terlebih dahulu.
- ISPA (-)
- Infeksi gusi dan gigi (-)
- Otitis Media (-)
- Tonsilitis (-)
- ISK (-)
12
j. Riwayat Tumbuh Kembang
- Motorik Kasar
1. Menegakan kepala : 3 bulan
2. Membalik badan : 4 bulan
3. Duduk : 6 bulan
4. Merangkak : 8 bulan
5. Berdiri : 10 bulan
6. Berjalan : 12 bulan
- Motorik Halus
1. Memegang benda : 5 bulan
2. Memindahkan benda : 6 bulan
- Berbicara : Mengoceh 4 bulan, mengucapkan kata-kata 12 bulan
- Sosial : Mulai mengenal orang 3 bulan
Kesan : Tumbuh kembang sesuai dengan usia
k. Riwayat alergi
- Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.
SpO2 : 98 %
B. Status Gizi (Antropometri)
▪ Umur : 5 tahun 8 bulan
▪ Jenis Kelamin :Laki-laki
▪ Berat Badan : 20 kg
▪ Tinggi Badan : 115 cm
▪ BB/U : p50 (normal )
▪ TB/U : p50-p75 (normal)
13
▪ BB/TB : p25-p50 (normal)
▪ Waterlow : BB aktual/ BB baku untuk TB aktual x 100%
= 97 %
C. Status Generalis
Kepala :Normochepali, rambut hitam terdistribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+), isokor, mata cowong,mata cekung(-/-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
THT :
▪ Telinga : Normotia,sekret(-)
Kaku kuduk -
Kernig sign -
3.4 Resume
Telah diperiksa pasien yang diantar oleh orang tuanya ke IGD RSU Bangli dengan
keluhan kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung ± 10 menit.
Kejang dengan mata mendelik ke atas, tangan terangkat dan kaku serta kaki menghentak.
Saat kejang pasien tidak sadar dan selesai kejang pasien langsung menangis tanpa muntah
dan tanpa ada busa di mulut pasien. Kejang dirasakan hanya 1x. Kejang berhenti sendiri
tanpa pemberian obat. Awalnya pasien masih pasien mengalami demam yang timbul
15
mendadak. Demam dikatakan terus menerus dan cukup tinggi. Beberpa jam kemudian
pasien langsung mengalami kejang.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, suhu 36,5 oC (setelah pemberian
terapi antipiretik). Reflex fisiologis didapatkan pada keempat ekstremitas dan tidak
ditemukan adanya tanda perangsangan meningeal, kernig sign, brudzinski I/II serta kaku
kuduk.
MCH 28.3 pg 27 - 31
MCHC 35.1 g/dl 32-36
16
PLT 306 10^9/l 150-400
MPV 7.9 fl 9-13
PDW 10.6 fl 9-17
LPC% 13.7 % 0.1-99.9
PCT 0.24 % 0.17-0.35
ELEKTROLIT
Kalium 4.12 mmol/L 3.5-5.5
Natrium 129.7 mmol/L 136-145
Chlorida 99.1 mmol/L 96-108
nCa 1.63 mmol/L 1.05-1.35
TCa 3.27 mmol/L 2.1-2.7
pH 7.52 7.32-7.38
3.8 Penatalaksanaan
- Infus D5 ¼ NS 20 tpm
- Diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali (jika demam)
- Paracetamol 10-15 mg/kgBB tiap 4-6 jam ( jika demam)
- Antibiotik : Cefotaxime 3x1 gr
17
Follow Up Pasien
GCS : E4V5M6
2. Kejang (-), - Kejang - Infus D5 ½ NS
29/11/20
demam (-), HR: 81 x/menit Demam 15 tpm
21
mual (-), Plus
RR : 20 x/menit - Cefotaxime 3x1
muntah (-
gr (IV)
),batuk (-), Suhu : 36,5oC
- Paracetamol
pilek (-)
3x20 mg
18
Kepala : normochepali (+) - Dexametashone
3x4 mg (IV)
Mata : anemis (-), ikterus (-),
- Ranitidin 2x20
cowong -/-, reflek pupil +/+ mg (IV)
- Diazepam 3x3
isokor
mg (P.O)
THT : kesan tenang
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular,
murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki
-/-, Wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising
usus (+) normal
Ekstremitas: hangat (+),
edema (-), CRT < 2 detik
19
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki
+/+,
Wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising
usus (+) normal
Ekstremitas : hangat (+),
edema (-), CRT < 2 detik.
21
3.9 Prognosis
- Ad Vitam : Dubia ad bonam
- Ad Functionam : Dubia ad bonam
- Ad Sanationam : Dubia ad bonam
22
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar oleh orang tuanya ke IGD RSU Bangli
dengan keluhan kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung ± 10
menit. Kejang dengan mata mendelik ke atas, tangan terangkat dan kaku serta kaki
menghentak. Saat kejang pasien tidak sadar dan selesai kejang pasien langsung menangis
tanpa muntah dan tanpa ada busa di mulut pasien. Kejang dirasakan hanya 1x. Kejang berhenti
sendiri tanpa pemberian obat. Awalnya pasien masih dapat beraktivitas seperti biasanya, ia
masih dapat bermain hari itu diteras rumahnya. Beberapa jam kemudian, pukul 14.00 WITA,
pasien mengalami demam yang timbul mendadak. Demam dikatakan terus menerus dan
cukup tinggi ( dengan perabaan, untuk suhunya ibu pasien tidak tahu karna tidak ada alat
untuk mengukur suhu dirumahnya). Beberapa saat setelah demam ± pukul 15.00 WITA
pasien kemudian mengalami kejang tersebut. Pasien kemudian dibawa ke IGD. Sesampainya
di IGD pasien mendapatkan penanganan awal dan beberapa menit setelah dimasukan obat
pasien muntah sebanyak 1x. Muntahan berisi makanan yang dikonsumsi sebelumnya.
Keluhan lian seperti batuk, pilek, sakit telinga maupun cairan yang keluar dari telinga
disangkal. BAB dan BAK (+) normal.
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh mencapai 38°C atau lebih
tanpa disebabkan oleh proses intrakranial maupun ketidakseimbangan metabolik, serta terjadi
tanpa adanya riwayat kejang tanpa demam. Kejang demam dapat dibedakan menjadi dua
yaitu, kejang demam sederhana yang ditandai dengan lama kejang kurang dari 15 menit,
kejang bersifat umum dan tidak berulang dalam 24 jam sedangkan kejang demam kompleks
ditandai dengan lama kejang yang dapat berlangsung lebih dari 15 menit, kejang bersifat
parsial atau fokal dan kejang dan berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam.
Pada pasien ini, penegakan diagnosis kejang demam plus didapat dari anamnesis
mengenai riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pasien ini dikatakan
keluhan utama yakni kejang dan panas badan. Sesuai dengan definisi dari kejang demam di
atas, maka pada pasien ini sudah dapat di diagnosis kejang demam. Dari hasil anamnesis,
didapatkan adanya riwayat kejang yang diawali dengan demam terlebih dahulu dalam ± 1 jam
sebelum terjadinya kejang. Pasien merupakan anak berusia 5 tahun 8 bulan dan tidak terbukti
23
terdapat proses intrakranial pada pasien ini. Karna usia pasien > 5 tahun sehingga diagnosis
menjadi kejang demam plus. Selain itu, kejang yang terjadi disebabkan oleh kenaikan suhu
tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya.
Seringkali, kejang berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun
dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Pada pasien ini kejang berhenti dengan sendirinya
tanpa adanya intervensi farmakologi serta tidak didapatkan defisit neurologis. Faktor risiko
terjadinya kejang demam pada pasien dapat merupakan faktor genetik. Salah satu anggota
keluarga pasien memiliki riwayat kejang demam, yaitu kakaknya. Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan bahwa riwayat kejang demam pada keluarga dapat meningkatkan risiko
terjadinya kejang demam.
Berdasarkan tinjauan pustaka, pemeriksaan fisik untuk kejang demam meliputi
penilaian keadaan umum dan kesadaran anak. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada
pasien, ditemukan status present keadaan umum pasien masih tampak sakit sedang, nadi:
80x/menit, RR: 24x/menit, Tax: 36,5° C, BB: 20 kg, TB: 115 cm, BBI : 20 kg, dan Status
Gizi: 97% (Gizi baik ~ Waterlow). Pemeriksaan fisik kepala, mata, leher, tenggorokan,
thoraks, ektremitas, genitalia eksterna, anus dan kulit juga dalam batas normal. Reflex
fisiologis didapatkan pada keempat ekstrimitas dan tidak ditemukan adanya tanda
perangsangan meningeal, kernig sign, brudzinski I/II serta kaku kuduk. Hasil pemeriksaan
tersebut dilakukan setelah pasien mendapatkan terapi salah satunya obat antipiretik sehingga
suhu didapatkan sudah kembali normal. Saat pertama kali dilakukan pemeriksaan di IGD,
suhu pasien didapatkan 39,4°C. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dapat mengarahkan
diagnosis ke arah kejang demam.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang
demam, diantaranya sebagai berikut: 1) Pemeriksaan Laboratorium, namun tidak dikerjakan
secara rutin pada kejang demam tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan atas indikasi seperti darah
perifer, elektrolit, dan gula darah; 2) Pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis; 3) Elektroensefalografi (EEG), tidak dilakukan untuk kejang demam kecuali
bangkitannya bersifat fokal untuk menentukan fokus kejang di otak yang membutuhkan
evaluasi lebih lanjut; 4) Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala), tidak rutin dikerjakan pada
anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan dilakukan jika terdapat indikasi, seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.
24
Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pengecekan darah lengkap
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Ditemukan hasil granulosit yang tinggi
yakni dicurigai adanya proses infeksi oleh bakteri.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini berupa MRS, Infus D5 ¼ NS 20 tpm.
Paracetamol 10-15 mg/kgBB @ 4- 6 jam. Diazepam 0,3mg/kgBB/kali (PO) jika demam.
Pada pasien ini juga diberikan antibiotik karna dari hasil darah lengkap terdapat tanda adanya
infeksi oleh bakteri. Monitoring tanda vital, keluhan, kejang, dan kesadaran. Pada pasien ini
tergolong dubius ad bonam karena pasien sudah mendapat penanganan untuk mencegah
berulangnya kejang dan terlihat dari keadaan umum pasien sudah membaik.
25
BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar oleh orang tuanya ke IGD RSU Bangli dengan
keluhan kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung ± 10 menit. Kejang
dengan mata mendelik ke atas, tangan terangkat dan kaku serta kaki menghentak. Saat kejang
pasien tidak sadar dan selesai kejang pasien langsung menangis tanpa muntah dan tanpa ada busa
di mulut pasien. Kejang dirasakan hanya 1x. Kejang berhenti sendiri tanpa pemberian obat.
Awalnya pasien masih pasien mengalami demam yang timbul mendadak. Demam dikatakan
terus menerus dan cukup tinggi. Beberpa jam kemudian pasien langsung mengalami kejang.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, suhu 36,5oC
(setelah mendapatkan obat antipiretik), RR 24 x /mnt, HR 80 x/ mnt. Pemeriksaan fisik kepala,
mata, leher, tenggorokan, thoraks, ektremitas, genitalia eksterna, anus dan kulit juga dalam batas
normal. Reflex fisiologis didapatkan pada keempat ekstrimitas dan tidak ditemukan adanya tanda
perangsangan meningeal, kernig sign, brudzinski I/II serta kaku kuduk.
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa
pasien mengalami kejang demam.Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang
terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh mencapai
38°C atau lebih tanpa disebabkan oleh proses intracranial maupun ketidakseimbangan metabolik,
serta terjadi tanpa adanya riwayat kejang tanpa demam. Karna usia pasien > 5 tahun, sehingga
diagnosis menjadi kejang demam plus.
26
REFERENSI
27