Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN

CASE BASED DISCUSSION

“KEJANG DEMAM PLUS“

PEMBIMBING
dr. Gede Oka Novi, M.Sc, Sp.A

OLEH:
Baiq Diana Meilinda (016.06.0043)
Lintang Usnaini (016.06.0028)

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM BANGLI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2021
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
laporan Case Based Discussion dengan kasus “ Kejang Demam Plus ”.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Bangli .Penulis
mengucapkan terimakasih kepada para dokter pendidik klinis yang menjadi tutor atau
fasilitator yang membimbing selama melaksanakan tugas ini, dan juga semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan laporan ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya
dengan hasil yang memuaskan bagi penulis.
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan sehingga penulis menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam
menyempurnakan laporan kasus.

Bangli - Bali, 30 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ .1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. .1
1.1 Tujuan ............................................................................................... .2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1 Definisi Kejang Demam ................................................................... 3
2.2 Epidemiologi Kejang Demam........................................................... 3
2.3 Etiologi Kejang Demam ................................................................... 3
2.4 Patofisiologi Kejang Demam ............................................................ 4
2.5 Manifestasi Klinis Kejang Demam ................................................... .5
2.6 Diagnosis Kejang Demam ................................................................ 6
2.7 Penatalaksanaan Kejang Demam ...................................................... 8
2.8 Prognosis Kejang Demam................................................................. 10
BAB III LAPORAN KASUS .......................................................................... 11
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................ .23
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejang demam cukup sering ditemukan pada anak – anak. Kejang demam terjadi

pada 2-5% anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun.1 Kejadian kejang demam dapat

dipengaruhi dengan variasi musim karena berkaitan dengan puncak infeksi saluran

napas atas dan infeksi gastrointestinal. Sebuah penelitian menunjukkan 2 puncak

insiden yaitu November-Januari, dan Juni-Agustus.2 Penelitian di Amerika juga

menunjukkan bahwa ras berpengaruh pada kejadian kejang demam. Pengaruh

perbedaan ras yaitu ditemukan kejang demam pada 3,5% anak – anak kulit putih dan

4,2% pada kulit hitam. Risiko kejang demam yang rekuren secara keseluruhan adalah

34,3%. Mayoritas merupakan kejang demam sederhana, hanya sekitar 20-30% yang

kompleks. Hanya 5% kejang demam berakhir ≥30 menit. Bila pasien memiliki onset

kejang demam yang muda (1 tahun atau kurang) dan ada riwayat keluarga memiliki

kejang demam, maka hal tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang demam3.

Gambaran klinis pada pasien kejang demam dapat menjadi acuan untuk

menegakkan diagnosis pada pasien. Kejang demam dapat berlangsung singkat, berupa

serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri.

Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah

beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.

Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan

kejang demam kompleks.4

1
1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk mengetahui definisi kejang demam

1.2.2 Untuk mengetahui epidemiologi kejang demam

1.2.3 Untuk mengetahui etiologi kejang demam

1.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi kejang demam

1.2.5 Untuk mengetahui manifestasi klinis kejang demam

1.2.6 Untuk mengetahui diagnosis kejang demam

1.2.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang demam

1.2.8 Untuk mengetahui prognosis kejang demam

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38C, dengan metode
pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Kejang yang terjadi
disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik
lainnya.1

2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2%-5%. Di Asia
prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di
Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%. Bahkan di Guam insiden
kejang demam mencapai 14%.5Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berusia 6 bulan hingga
5 tahun.Mayoritas merupakan kejang demam sederhana, hanya sekitar 20-30% yang
kompleks. Hanya 5% kejang demam berakhir ≥ 30 menit. Kejang demam berkaitan dengan
variasi musim. Sebuah penelitian menunjukkan 2 puncak insiden yaitu November-Januari,
dan Juni-Agustus, yang berkaitan dengan puncak infeksi saluran napas atas dan infeksi
gastrointestinal.2Di Indonesia kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumus 6 bulan-5
tahun. Kejadian kejang demam di Indonesia dilaporkan mencapai 2-4 % ditahun 2009-
2010.Data kejang demam berdasarkan Riskesdas Provinsi bali tahun 2013 di Bali tercatat
bahwa kejang pada anak umur 0-29 bulan masuk dalam 3 besar penyakit yang banyak
dikeluhkan. Kelompok umur anak yang mengalami kejang adalah 0-5 bulan , 36-47 bulan,
dan 48-59 bulan.

2.3 Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti penyebab kejadian kejang demam.
Demam sering disebabkan infeksi saluran pemapasan atas, radang telinga, infeksi saluran
kemih.5
Faktor risiko yang dapat menyebabkan kejang demam adalah5
1. Riwayat keluarga, dalam keluarga ada yang menderita kejang demam
2. Suhu tubuh yang tinggi.

3
3. Anak pernah mengalami kejang demam.
4. Dengan adanya minimal 2 faktor risiko diatas dapat meningkatkan probabilitas
terjadinya kejang demam. Probabilitas kejang demam yang akan terjadi pertama kali
adalah 30 %
5. Ibu yang mengkonsumsi alkohol dan merokok saat masa kehamilan akan memiliki
resiko 2 kali lebih tinggi terjadi kejang dibandingkan dengan ibu yang tidak
mengkonsumsi alkohol dan merokok saat masa kehamilan.

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah:1
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

2.4 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. 6
Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan ketika ambang kejangnya
rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam bisa memicu kejang, dan
bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana 70% dari semua kasus epilepsi
dimulai pada masa anak-anak, seseorang harus mengerti bahwa setiap otak mempunyai
keunikan ambang batas. Sebagai contoh, setiap orang akan mengalami kejang jika
demamnya cukup tinggi ambang ini dicapai gangguan elektrikal dalam otak akan
mempengaruhi fungsi motorik dan mental.6
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan

4
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel neuron,
maka terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.6
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.6
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada keadaan demam kenaikan suhu
1 derajat celcius akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi kenaikan suhu akan terjadi perubahan
keseimbangan membran sel, akan terjadi difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga
terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi dari tinggi
rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang
telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak yang memiliki ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oc atau lebih.6

2.5 Gejala Klinis


Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan
sadar kembali tanpa defisit neurologis. Bangkitan kejang yang berlangsung lama, lebih
sering terjadi pada kejang demam yang pertama.7
Berdasarkan durasi, bentuk kejang, dan rekurensinya. Klasifikasi kejang dibagi
menjadi 2, yaitu:1
1. Kejang demam sederhana
• Lama kejang <15 menit

5
• Kejang bersifat umum
• Tidak berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam kompleks
• Kejang lama (> 15 menit)
• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
• Berulang atau terjadi >1 kali dalam 24 jam

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang demam. Perlu
ditanyakan kepada orangtua atau pengasuh yang menyaksikan anaknya semasa kejang yang
berupa:8
1. Jenis kejang, lama kejang, kesadaran (kondisi sebelum, diantara, dan setelah
kejang)
2. Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak
selepas kejadian kejang.
3. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA), infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut (OMA), dan lain-
lain)
4. Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah
mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam, riwayat perkembangan
(gangguan neurologis), perlu ditanyakan pola tumbuh kembang anak apakah
sesuai dengan usianya, riwayat penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang
demam atau epilepsi dalam keluarga.
5. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya muntah, diare, keluhan lain
yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas yang menyebabkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).

2.6.2 Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak, apakah terdapat
penurunan kesadaran. Setelah itu dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital terutamanya suhu
tubuh, apakah tedapat demam, yang dapat dilakukan di beberapa tempat seperti pada axilla,

6
rektal dan telinga. Pada anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan
antara lain:9
1. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Kernique, Laseque, Brudzinski I dan
Brudzinski II.
2. Pemeriksaan nervus kranialis.
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB) membonjol,
papil edema.
4. Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK dan lain lain.
5. Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek patologis dan fisiologis.

2.6.3 Pemeriksaan penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam,
diantaranya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan atas indikasi seperti darah perifer, elektrolit, dan
gula darah.1
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Lumbal pungsi tidak dilakukan pada anak
berusia < 12 bulan dengan keadaan umum baik. Indikasi lumbal pungsi antara lain:
adanya tanda rangsang meningeal, curiga infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis, dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik dapat mengaburkan
tanda dan gejala klinis.1
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak dilakukan untuk kejang demam kecuali bangkitannya bersifat
fokal untuk menentukan fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih
lanjut.1
4. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance
imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan pada anak dengan kejang demam sederhana.

7
Pemeriksaan dilakukan jika terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis. 1

2.7 Tatalaksana
Prinsip Penanganan kejang demam terdiri dari 3 hal:
➢ Mengatasi kejang fase akut.
➢ Mengatasi demam, mencari, dan mengobati penyebab demam
➢ Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
1. Mengatasi kejang fase akut
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena.1
2. Mengatasi demam, mencari dan mengobati etiologi demam
obat antipiretika sering diberikan meskipun tidak terbukti mencegah terulangnya
kejang, tetapi efektif untuk menurunkan suhu sehingga membuat anak menjadi lebih
nyaman dan tenang. Megatasi etiologi demam dengan pemberian antibiotik jika ada
indikasi.9
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Profilaksis intermiten pada waktu demam
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan
adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-5 kali sehari. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,
3-4 kali sehari.9
b. Antikonvulsan
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam

8
intermiten diberikanselama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua
bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta
letargi.7 Adapun indikasi untuk diberikan adalah sebagai berikut : 10
1. Kelainan neurologis ringan (tidak nyata), misalnya keterlambatan motorik,
keterlambatan bicara, retardasi mental.
2. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
3. Usia <6 bulan
4. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan
cepat.
Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat
dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.7

Indikasi pengobatan rumat:1,7
- Kejang fokal
- Kejang lama >15 menit
- Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis
➢ Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan
saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang
dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari
dalam 1-2 dosis.7
➢ Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk
kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak
sedang demam.7

9
Gambar 1. Algoritma tatalaksana kejang akut

2.8 Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu
studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami
kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang
berpotensi menjadi kejang lama.1

10
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IdentitasPasien
a. Nama :IKSA
b. TTL :28 Maret 2016
c. Usia :5 Tahun 8 Bulan
d. Jenis Kelamin :Laki-laki
e. Alamat : Landih, Bangli
f. Agama : Hindu
g. Tanggal MRS : 28-11-21 (16.00 WITA)
h. Tanggal Pemeriksaan : 30-11-2020 (09.00 WITA)
i. No RM : 307971

3.2 Anamnesa (Heteroanamnesis)


a. Keluhan Utama :
Kejang
b. Riwayapenyakit sekarang
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar oleh orang tuanya ke IGD RSU
Bangli dengan keluhan kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang
berlangsung ± 10 menit. Kejang dengan mata mendelik ke atas, tangan terangkat dan
kaku serta kaki menghentak. Saat kejang pasien tidak sadar dan selesai kejang pasien
langsung menangis tanpa muntah dan tanpa ada busa di mulut pasien. Kejang
dirasakan hanya 1x. Kejang berhenti sendiri tanpa pemberian obat. Awalnya pasien
masih dapat beraktivitas seperti biasanya, ia masih dapat bermain hari itu diteras
rumahnya. Beberapa jam kemudian, pukul 14.00 WITA, pasien mengalami demam
yang timbul mendadak. Demam dikatakan terus menerus dan cukup tinggi ( dengan
perabaan, untuk suhunya ibu pasien tidak tahu karna tidak ada alat untuk mengukur
suhu dirumahnya). Beberapa saat setelah demam ± pukul 15.00 WITA pasien
kemudian mengalami kejang tersebut. Pasien kemudian dibawa ke IGD.
Sesampainya di IGD pasien mendapatkan penanganan awal dan beberapa menit
setelah dimasukan obat pasien muntah sebanyak 1x. Muntahan berisi makanan yang

11
dikonsumsi sebelumnya. Keluhan lain seperti batuk, pilek, sakit telinga maupun
cairan yang keluar dari telinga disangkal. BAB dan BAK (+) normal.
c. Riwayat penyakit dahulu
- Pasien pernah mengalami kejang pada usia 1 tahun. Sebelum kejang pasien juga
mengalami demam terlebih dahulu.
- ISPA (-)
- Infeksi gusi dan gigi (-)
- Otitis Media (-)
- Tonsilitis (-)
- ISK (-)

d. Riwayat penyakit keluarga


- Keluhan serupa (+)→ kakak kandung

e. Riwayat pribadi dan social


- Pasien merupakan anak kedua,tinggal bersama orangtua. Pasien dikatakan aktif
bermain. Makan rajin 3x sehari dan mandi 2x sehari.
f. Riwayat Pengobatan
- Tidak ada
g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
- Ibu rutin melakukan ANC di bidan selama masa kehamilan. Anak lahir cukup
bulan, kehamilan tungga l, normal spontan di Bidan. Langsung menangis setelah
lahir dengan BB 3200 gram dan PB 50 cm.
h. Riwayat Imunisasi
• BCG 1x
• DPT 4x
• Hepatitis B 4x
• Polio 4x
• Campak 2x
i. Riwayat Nutrisi
• ASI Eksklusif : 0-6 bulan
• MPASI : 6 bulan - 1,5 tahun
• Makanan keluarga : 1,5 tahun hingga saat ini

12
j. Riwayat Tumbuh Kembang
- Motorik Kasar
1. Menegakan kepala : 3 bulan
2. Membalik badan : 4 bulan
3. Duduk : 6 bulan
4. Merangkak : 8 bulan
5. Berdiri : 10 bulan
6. Berjalan : 12 bulan
- Motorik Halus
1. Memegang benda : 5 bulan
2. Memindahkan benda : 6 bulan
- Berbicara : Mengoceh 4 bulan, mengucapkan kata-kata 12 bulan
- Sosial : Mulai mengenal orang 3 bulan
Kesan : Tumbuh kembang sesuai dengan usia
k. Riwayat alergi
- Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Present
▪ Keadaan Umum: Sakit Sedang
▪ Kesadaran/GCS: E4V5M6 (Compos Mentis)
▪ TandaVital
Respiration Rate : 24x/menit

Denyut Nadi : 80x/menit regular kuat angkat

Suhu Aksila : 36, 5oC

SpO2 : 98 %
B. Status Gizi (Antropometri)
▪ Umur : 5 tahun 8 bulan
▪ Jenis Kelamin :Laki-laki
▪ Berat Badan : 20 kg
▪ Tinggi Badan : 115 cm
▪ BB/U : p50 (normal )
▪ TB/U : p50-p75 (normal)
13
▪ BB/TB : p25-p50 (normal)
▪ Waterlow : BB aktual/ BB baku untuk TB aktual x 100%
= 97 %
C. Status Generalis
Kepala :Normochepali, rambut hitam terdistribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+), isokor, mata cowong,mata cekung(-/-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
THT :
▪ Telinga : Normotia,sekret(-)

▪ Hidung : Pernapasan cuping hidung(-),deviasi septum(-), perdarahan(-)

▪ Tenggorokan : Tonsil(T1/T1), faring hiperemia(-),bercak perdarahan pada


mukosa faring dan mukosa buccal(-).
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Toraks :
• Pulmo
Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan,retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler di seluruh lapang paru (+/+), ronkhi (-/-),wheezing
(-/-)
• Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba kuat angkat
Perkusi : Batas jantung Batas jantung kanan pada ICS 4 line parasternal
dextra
Batas jantung kiri pada ICS 5 mid klavikula sinistra
Batas pinggang jantung, ICS 3 line parasternal sinistra
Batas artas ajntung pada ICS 2 line parasternal sinistra
Auskultasi : Bunyi jantungS1 S2 tunggal regular, murmur (-),gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), tidak tampak adanya massa, scar (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
14
Perkusi :Timpani diseluruh region abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-),splenomegali(-)
Ekstremitas:
Superior Kanan Kiri
Akral Hangat Hangat
Edema - -
Sianosis - -
CRT <2detik <2detik

Inferior Kanan Kiri


Akral Hangat Hangat
Edema - -
Sianosis - -
CRT <2detik <2detik

Pemeriksaan Status Neurologis


Rangsang Meningeal :
Tanda – tanda peradangan selaput otak

Kaku kuduk -

Brunzinski’s “neck” sign -

Brunzinki’s “leg” sign -

Kernig sign -

Refleks fisiologis (+) pada keempat ekstremitas


Refleks patologis (-) pada keempat ekstremitas

3.4 Resume
Telah diperiksa pasien yang diantar oleh orang tuanya ke IGD RSU Bangli dengan
keluhan kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung ± 10 menit.
Kejang dengan mata mendelik ke atas, tangan terangkat dan kaku serta kaki menghentak.
Saat kejang pasien tidak sadar dan selesai kejang pasien langsung menangis tanpa muntah
dan tanpa ada busa di mulut pasien. Kejang dirasakan hanya 1x. Kejang berhenti sendiri
tanpa pemberian obat. Awalnya pasien masih pasien mengalami demam yang timbul
15
mendadak. Demam dikatakan terus menerus dan cukup tinggi. Beberpa jam kemudian
pasien langsung mengalami kejang.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, suhu 36,5 oC (setelah pemberian
terapi antipiretik). Reflex fisiologis didapatkan pada keempat ekstremitas dan tidak
ditemukan adanya tanda perangsangan meningeal, kernig sign, brudzinski I/II serta kaku
kuduk.

3.5 Assesment awal


1. Kejang Demam Plus
2. Epilepsi

3.6 Hasil Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
Tanggal 28 November 2021

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Rujukan


Hematologi
Darah Rutin

WBC 19.9 10^9/l 5 – 10


Lym 2.4 10^9/l 0,9-5
Lym% 12.5 % 15-50
MID 0.6 10^9/l 0.1-1.5
MID% 2.4 % 2-15
GRA 16.9 10^9/l 1.2-8
GRA% 85.1 % 35-80
RBC 5.17 10^12/l 4-5.3
HGB 14,6 g/dL 12,5 – 16
HCT 41.7 % 35-45
RDW 56.2 fl 37-250
MCV 80.7 fl 82-92
RDW% 10.6 % 11-16

MCH 28.3 pg 27 - 31
MCHC 35.1 g/dl 32-36

16
PLT 306 10^9/l 150-400
MPV 7.9 fl 9-13
PDW 10.6 fl 9-17
LPC% 13.7 % 0.1-99.9
PCT 0.24 % 0.17-0.35

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAIRUJUKAN


Gula Darah
Glukosa Sewaktu 150 mg/dL 70-140

ELEKTROLIT
Kalium 4.12 mmol/L 3.5-5.5
Natrium 129.7 mmol/L 136-145
Chlorida 99.1 mmol/L 96-108
nCa 1.63 mmol/L 1.05-1.35
TCa 3.27 mmol/L 2.1-2.7
pH 7.52 7.32-7.38

3.7 Diagnosis Kerja


Kejang Demam Plus

3.8 Penatalaksanaan
- Infus D5 ¼ NS 20 tpm
- Diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali (jika demam)
- Paracetamol 10-15 mg/kgBB tiap 4-6 jam ( jika demam)
- Antibiotik : Cefotaxime 3x1 gr

17
Follow Up Pasien

No Tanggal Subjek Objective Assesment Planing


GCS : E4V5M6
1. 28/11/20 Kejang (-), - Kejang • Infus D5 ½ NS
21 demam (+), HR: 78x/menit kuat angkat Demam 15 tpm
mual (-), Plus
muntah (+),
RR : 18 x/menit • Paracetamol
o \ 3x20 cc
batuk (-), pilek Suhu : 39,4 C
(-)
Kepala : normochepali (+) • Dexametashone
3x4 mg (IV)
Mata : anemis (-), ikterus (-),
• Ranitidin 2x20
cowong -/-, reflek pupil +/+ mg (IV)
isokor • Stesolit syrup
THT : Kesan tenang 3x1 C
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular,
murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki
-/-,
Wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising
usus (+) normal
Ekstremitas : hangat (+),
edema (-), CRT <2 detik.

• Refleks fisiologis (+) pada


keempat ekstremitas
• Refleks patologis (-) pada
keempat ekstremitas
• Kernig Sign (-), Brudzinski
I/II (-), kaku kuduk (-)

GCS : E4V5M6
2. Kejang (-), - Kejang - Infus D5 ½ NS
29/11/20
demam (-), HR: 81 x/menit Demam 15 tpm
21
mual (-), Plus
RR : 20 x/menit - Cefotaxime 3x1
muntah (-
gr (IV)
),batuk (-), Suhu : 36,5oC
- Paracetamol
pilek (-)
3x20 mg
18
Kepala : normochepali (+) - Dexametashone
3x4 mg (IV)
Mata : anemis (-), ikterus (-),
- Ranitidin 2x20
cowong -/-, reflek pupil +/+ mg (IV)
- Diazepam 3x3
isokor
mg (P.O)
THT : kesan tenang
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular,
murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki
-/-, Wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising
usus (+) normal
Ekstremitas: hangat (+),
edema (-), CRT < 2 detik

• Refleks fisiologis (+) pada


keempatekstremitas
• Refleks patologis (-) pada
keempat ekstremitas
• Kernig Sign (-), Brudzinski
I/II (-), kaku kuduk (-)

30/11/20 GCS : E4V5M6


3. Kejang (-), - Kejang - Infus D5 ½ NS
21
demam (-), HR: 80 x/menit Demam 15 tpm
mual (-), Plus
RR : 23 x/menit - Cefotaxime 3x1
muntah (-),
gr
batuk (-), pilek Suhu : 36,5oC
- Pracetamol K/P
(-)
Kepala : normochepali (+) - Dexametashone
3x4 mg
Mata : anemis (-), ikterus (-),
- Ranitidine 2x20
cowong -/-, reflek pupil +/+ mg
- Diazepam K/P
isokor
oral
THT : Kesan tenang
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular,
murmur (-)

19
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki
+/+,
Wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising
usus (+) normal
Ekstremitas : hangat (+),
edema (-), CRT < 2 detik.

• Refleks fisiologis (+) pada


keempatekstremitas
• Refleks patologis (-) pada
keempat ekstremitas
• Kernig Sign (-), Brudzinski
I/II (-), kaku kuduk (-)

01/11/20 GCS : E4V5M6


4. Kejang (-), - Kejang - Infus D5 ½ NS
21
demam (-), HR: 85 kali/menit Demam 15 tpm
mual (-), Plus
RR : 24 x/menit - Cefotaxime 3x1
muntah (-),
gr
batuk (-), pilek Suhu : 36,5oC
- Pracetamol flas
(-)
Kepala : normochepali (+) K/P
- Dexametashone
Mata : anemis (-), ikterus (-),
3x4 mg
cowong -/-, reflek pupil +/+ - Ranitidine 2x20
mg
isokor
- Diazepam K/P
THT : Kesan tenang
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular,
murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki
-/-,
Wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), bising
usus (+) normal
Ekstremitas : hangat (+),
edema (-), CRT <2 detik
20
• Refleks fisiologis (+) pada
keempatekstremitas
• Refleks patologis (-) pada
keempat ekstremitas
• Kernig Sign (-), Brudzinski
I/II (-), kaku kuduk (-)

21
3.9 Prognosis
- Ad Vitam : Dubia ad bonam
- Ad Functionam : Dubia ad bonam
- Ad Sanationam : Dubia ad bonam

22
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien datang dalam keadaan sadar diantar oleh orang tuanya ke IGD RSU Bangli
dengan keluhan kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung ± 10
menit. Kejang dengan mata mendelik ke atas, tangan terangkat dan kaku serta kaki
menghentak. Saat kejang pasien tidak sadar dan selesai kejang pasien langsung menangis
tanpa muntah dan tanpa ada busa di mulut pasien. Kejang dirasakan hanya 1x. Kejang berhenti
sendiri tanpa pemberian obat. Awalnya pasien masih dapat beraktivitas seperti biasanya, ia
masih dapat bermain hari itu diteras rumahnya. Beberapa jam kemudian, pukul 14.00 WITA,
pasien mengalami demam yang timbul mendadak. Demam dikatakan terus menerus dan
cukup tinggi ( dengan perabaan, untuk suhunya ibu pasien tidak tahu karna tidak ada alat
untuk mengukur suhu dirumahnya). Beberapa saat setelah demam ± pukul 15.00 WITA
pasien kemudian mengalami kejang tersebut. Pasien kemudian dibawa ke IGD. Sesampainya
di IGD pasien mendapatkan penanganan awal dan beberapa menit setelah dimasukan obat
pasien muntah sebanyak 1x. Muntahan berisi makanan yang dikonsumsi sebelumnya.
Keluhan lian seperti batuk, pilek, sakit telinga maupun cairan yang keluar dari telinga
disangkal. BAB dan BAK (+) normal.
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh mencapai 38°C atau lebih
tanpa disebabkan oleh proses intrakranial maupun ketidakseimbangan metabolik, serta terjadi
tanpa adanya riwayat kejang tanpa demam. Kejang demam dapat dibedakan menjadi dua
yaitu, kejang demam sederhana yang ditandai dengan lama kejang kurang dari 15 menit,
kejang bersifat umum dan tidak berulang dalam 24 jam sedangkan kejang demam kompleks
ditandai dengan lama kejang yang dapat berlangsung lebih dari 15 menit, kejang bersifat
parsial atau fokal dan kejang dan berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam.
Pada pasien ini, penegakan diagnosis kejang demam plus didapat dari anamnesis
mengenai riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pasien ini dikatakan
keluhan utama yakni kejang dan panas badan. Sesuai dengan definisi dari kejang demam di
atas, maka pada pasien ini sudah dapat di diagnosis kejang demam. Dari hasil anamnesis,
didapatkan adanya riwayat kejang yang diawali dengan demam terlebih dahulu dalam ± 1 jam
sebelum terjadinya kejang. Pasien merupakan anak berusia 5 tahun 8 bulan dan tidak terbukti
23
terdapat proses intrakranial pada pasien ini. Karna usia pasien > 5 tahun sehingga diagnosis
menjadi kejang demam plus. Selain itu, kejang yang terjadi disebabkan oleh kenaikan suhu
tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya.
Seringkali, kejang berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun
dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Pada pasien ini kejang berhenti dengan sendirinya
tanpa adanya intervensi farmakologi serta tidak didapatkan defisit neurologis. Faktor risiko
terjadinya kejang demam pada pasien dapat merupakan faktor genetik. Salah satu anggota
keluarga pasien memiliki riwayat kejang demam, yaitu kakaknya. Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan bahwa riwayat kejang demam pada keluarga dapat meningkatkan risiko
terjadinya kejang demam.
Berdasarkan tinjauan pustaka, pemeriksaan fisik untuk kejang demam meliputi
penilaian keadaan umum dan kesadaran anak. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada
pasien, ditemukan status present keadaan umum pasien masih tampak sakit sedang, nadi:
80x/menit, RR: 24x/menit, Tax: 36,5° C, BB: 20 kg, TB: 115 cm, BBI : 20 kg, dan Status
Gizi: 97% (Gizi baik ~ Waterlow). Pemeriksaan fisik kepala, mata, leher, tenggorokan,
thoraks, ektremitas, genitalia eksterna, anus dan kulit juga dalam batas normal. Reflex
fisiologis didapatkan pada keempat ekstrimitas dan tidak ditemukan adanya tanda
perangsangan meningeal, kernig sign, brudzinski I/II serta kaku kuduk. Hasil pemeriksaan
tersebut dilakukan setelah pasien mendapatkan terapi salah satunya obat antipiretik sehingga
suhu didapatkan sudah kembali normal. Saat pertama kali dilakukan pemeriksaan di IGD,
suhu pasien didapatkan 39,4°C. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dapat mengarahkan
diagnosis ke arah kejang demam.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang
demam, diantaranya sebagai berikut: 1) Pemeriksaan Laboratorium, namun tidak dikerjakan
secara rutin pada kejang demam tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan atas indikasi seperti darah
perifer, elektrolit, dan gula darah; 2) Pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis; 3) Elektroensefalografi (EEG), tidak dilakukan untuk kejang demam kecuali
bangkitannya bersifat fokal untuk menentukan fokus kejang di otak yang membutuhkan
evaluasi lebih lanjut; 4) Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala), tidak rutin dikerjakan pada
anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan dilakukan jika terdapat indikasi, seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.

24
Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pengecekan darah lengkap
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Ditemukan hasil granulosit yang tinggi
yakni dicurigai adanya proses infeksi oleh bakteri.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini berupa MRS, Infus D5 ¼ NS 20 tpm.
Paracetamol 10-15 mg/kgBB @ 4- 6 jam. Diazepam 0,3mg/kgBB/kali (PO) jika demam.
Pada pasien ini juga diberikan antibiotik karna dari hasil darah lengkap terdapat tanda adanya
infeksi oleh bakteri. Monitoring tanda vital, keluhan, kejang, dan kesadaran. Pada pasien ini
tergolong dubius ad bonam karena pasien sudah mendapat penanganan untuk mencegah
berulangnya kejang dan terlihat dari keadaan umum pasien sudah membaik.

25
BAB V
PENUTUP

5.1Kesimpulan
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar oleh orang tuanya ke IGD RSU Bangli dengan
keluhan kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung ± 10 menit. Kejang
dengan mata mendelik ke atas, tangan terangkat dan kaku serta kaki menghentak. Saat kejang
pasien tidak sadar dan selesai kejang pasien langsung menangis tanpa muntah dan tanpa ada busa
di mulut pasien. Kejang dirasakan hanya 1x. Kejang berhenti sendiri tanpa pemberian obat.
Awalnya pasien masih pasien mengalami demam yang timbul mendadak. Demam dikatakan
terus menerus dan cukup tinggi. Beberpa jam kemudian pasien langsung mengalami kejang.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, suhu 36,5oC
(setelah mendapatkan obat antipiretik), RR 24 x /mnt, HR 80 x/ mnt. Pemeriksaan fisik kepala,
mata, leher, tenggorokan, thoraks, ektremitas, genitalia eksterna, anus dan kulit juga dalam batas
normal. Reflex fisiologis didapatkan pada keempat ekstrimitas dan tidak ditemukan adanya tanda
perangsangan meningeal, kernig sign, brudzinski I/II serta kaku kuduk.
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa
pasien mengalami kejang demam.Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang
terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh mencapai
38°C atau lebih tanpa disebabkan oleh proses intracranial maupun ketidakseimbangan metabolik,
serta terjadi tanpa adanya riwayat kejang tanpa demam. Karna usia pasien > 5 tahun, sehingga
diagnosis menjadi kejang demam plus.

26
REFERENSI

1. Ismael S, Soetomenggolo TS, Pusponegoro HD. Rekomendasi Penatalaksanaan


Kejang Demam. Unit Kerja Kooordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2016.
2. Pellock JM, Seinfield S. Recent Research on Febrile Seizures. J Neurol and
Neurophysiol. 2013.
3. Verity CM. Febrile Convulsion - A Practical Guide. Child Development Center of
Addenbrooke’s Hospital. Cambridge. 2015.
4. Kakalang JP., Masloman N., Manoppo JI. Profil Kejang Demam di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 - Juni
2016. Jurnal e-clinic ;4(2).
5. Tenjani Noorudin R. Pediatrics, Kejang Demam. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/801 500
6. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.
Jakarta. Percetakan Infomedika. 2002.
7. Soetomenggolo. Kejang Demam Dalam: Soetomenggolo, Ismael, Buku Ajar
Neurologi Anak.Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2006.
8. Wong V, Rosman NP. HK J Pediatri. 2002.
9. Saharso, D. Kejang Demam dalam: Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter
Indonesia (IDAI). 2009
10. Panduan Praktik Klinis. 2017. Profil Kejang Demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Sanglah Denpasar ; 24 Januari 2014.

27

Anda mungkin juga menyukai