DisusunOleh :
dr. Fathma Aisyah Rahman
Pembimbing:
dr. Suryani Margono, Sp.A
Pendamping :
dr. Tony Sinaga
dr. Mustika Siregar
LAPORAN KASUS
Oleh :
Mengetahui:
Pembimbing, Pendamping,
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat
dan ridho-Nya laporan kasus dengan judul “Kejang Demam Kompleks” dapat terselesaikan.
Adapun tujuan dari pembuatan lapkas ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam
menjalankan Program Pendidikan Internsip Dokter Indonesia di RSU Dr. Ferdinand Lumban
Tobing Sibolga.
Terimakasih saya ucapkan kepadadr. Suryani Margono, Sp.A selaku pembimbing
dalam penyelesaian laporan kasus ini atas bimbingan serta pencerahan yang telah diberikan
dalam penyusunan laporan kasus ini, kemudian ucapan terimakasih untuk kedua orang tua
dan keluarga yang senantiasa memberikan do’a, semangat dan motivasi, juga rekan
seperjuangan internsip.
Karena keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis, penulis sadar bahwa hasil dari
usaha penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk
memperbaiki kekurangan serta penyusunan laporan kasus lain dikemudian hari.
Semoga laporan kasus yang penulis buat ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
dan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya serta praktisi kesehatan pada
khususnya.
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................. i
KATAPENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB1 PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1........................................................................................................Latar
Belakang.................................................................................................... 1
1.2........................................................................................................Tujuan
Pembahasan...............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 2
2.1 Defenisi................................................................................................................ 2
2.2 Epidemiologi........................................................................................................ 2
2.3 Etiologi.................................................................................................................2
2.4 Klasifikasi............................................................................................................ 3
2.5 Patogenesis...........................................................................................................3
2.6 Manifestasi Klinis................................................................................................ 5
2.7 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................... 6
2.8 Penatalaksanaan................................................................................................... 7
2.9 Prognosis.............................................................................................................. 10
2.10 Komplikasi......................................................................................................... 11
BAB 3 LAPORAN KASUS................................................................................................. 12
BAB 4 PEMBAHASAN DAN DISKUSI............................................................................ 18
BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 21
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam merupakankelainan neurologis yang paling sering terjadipada anak, 1
dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang masih
berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem
kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna.
Apabila anak sering kejang, akan semakin banyak sel otak yang rusak dan
mempunyai risikomenyebabkan keterlambatan perkembangan, retardasi mental,
kelumpuhandan juga 2-10%dapat berkembang menjadi epilepsi.
WHO memperkirakan pada tahun 2005 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita
kejangdemam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari 400
anakberusia 1 bulan-13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar
77 anak.Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk
diAmerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.Namun di Asia angka kejadian kejang
demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang demam dan 5-
10% di India.
Angka kejadian kejang demam di Indonesiasendiri mencapai 2-4% tahun 2008
dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan.Angka kejadian di wilayah Jawa
Tengah sekitar2-5% pada anakusia 6 bulan-5 tahun disetiap tahunnya. 25-50% kejang demam
akan mengalami bangkitan kejang demam berulang.
2.2 Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, AmerikaSelatan dan
Eropa Barat.Di Asia dilaporkan lebih tinggi.Kira-kira 20%kasus merupakan kejang demam
kompleks.
Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia6 bulan sampai 5 tahun hampir
2 - 5%.Umumnya kejang demam timbulpada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).
2.3 Etiologi
Penyebab kejang demam yaitu:
a. Faktor genetika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-50% anak
yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam.
b. Penyakit infeksi
Penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis, tonsillitis, dan otitis media.
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam tinggi.
d. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari 30 mg%
pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir
rendah.
2.4 Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum (tonik
dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam. Keterangan:
1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti
sendiri.
2.5 Patogenesis
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar
sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada
suhu 38 C, sedang pada ambang kejang tinggi baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Inflamasi
Infeksi
Kebutuhan O2 meningkat
Kejang
Durasi pendek Durasi lama
Sembuh Apnea
O2 menurun
Kebutuhan O2 meningkat
Metabolisme otak Hiperkapnia
meningkat Hipoxemia
Hipotensi arterial
Aktivitas otot meningkat
Hipoxia
Permeabilitas meningkat
Edema otak
Epilepsi
2.6Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain adalahanak
mengalamidemam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuhyang terjadi secara tiba-
tiba),kejang tonik, klonik, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi
tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak
dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam
keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-30 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, gangguan pernapasan, apnea(henti napas), dan kulitnya kebiruan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang
demam sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi pungsi lumbal :
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala
meningitis.
Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya:
kejang demam kompleks pada anak atau kejang demam fokal.
• Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila bangkitan
bersifat fokal ataukejang demam kompleks pada anak. Keterangan: EEG dilakukan pada
kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi
lebih lanjut.
Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging
(CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak dengan kejang demam
sederhana. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.Terdapat tanda
tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, ubun-ubun menonjol, edema
pupil).
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non farmakologi
1)Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah ABC (Airway,
Breathing, Circulation).
2)Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang ratauntuk mencegah terjadinya
perpindahan posisi tubuh.
3)Kepala dimiringkan dan pasang penahan lidah yang sudah dibungkus kasa.
4)Singkarkan benda-benda yang ada di sekitar pasien yang bisa menyebabkan bahaya.
5)Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan.
6)Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.
7)Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit dilepaskan.
Penatalaksanaan farmakologi
Tatalaksana saat kejang
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut
mengikuti algoritma kejang pada umumnya. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orangtua di rumah (prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-
0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intra-vena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.
Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam
dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.
Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak
3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan
selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut
cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
2.9 Prognosis
Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan recognition memorypada anak yang mengalami kejang lama.
Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi
kejang lama.
2.10Komplikasi
Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam
kompleks.Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita
kejang demamtergantung kepada faktor risiko:
– Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
– Kejang demam kompleks
– Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Retardasi mental
Terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat.
BAB 3
LAPORAN KASUS
Anamnesis: Hal ini dialami pasien sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang pada
seluruh tubuh pasien, frekuensi 2 kali, durasi >15 menit, saat kejang tangan kanan dan kiri
pasien mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar. Saat kejang
pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar. Setelah sampai di rumah sakit pasien
masih kejang, frekuensi 1 kali, durasi > 5 menit, mulut pasien tampak mengeluarkan air ludah
dan lidah tidak tergigit. Pasien demam sejak 1 hari ini, demam muncul tiba-tiba dan dirasakan
terus menerus, tadi pagi ibu pasien memberikan obat penurun demam, namun demam tidak
turun denganobat penurun demam. Riwayat batuk berdahak dan pilek dialami pasien sejak 3
hari yang lalu, sesak napas disangkal ibu pasien, penurunan berat badan disangkal ibu pasien.
Riwayat mual (-), muntah (-), BAB cair disangkal ibu pasien.Riwayat BAK biasa.
RPT : Kejang demam pada usia 1 tahun dan status epileptikus pada usia 2
tahun
RPO : Paracetamol
Riwayat Operasi : Tidak ada
Riwayat Keluarga
Epilepsi pada kakek os
Status presens
KU: Sedang
Kesadaran: Somnolen
Nadi: 142 x/i, reguler
RR: 32 x/i
Suhu: 38,2ºC
Berat badan :16 kg
Panjang badan :97 cm
Pemeriksaan Fisik:
Kepala : Normocepali, RC +/+, pupil isokor, anemis (-), ikterik (-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Tampak sekret bening (+), konka hiperemis (+)
Mulut : Tampak mengeluarkan air ludah, Tonsil T1/T1, faring hiperemis (+)
Tenggorokan : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax:
Inspeksi: Simetris fusiformis, retraksi subcostal (-)
Palpasi: SF Kanan = Kiri
Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
Jantung: S1 (N), S2 (N),S3 (-) S4 (-), HR 142x/i regular,Murmur (-)
Paru: Suara pernafasan: Vesikuler
Suara tambahan: Ronki basah (-/-) wheezing (-/-)
Saturasi Oksigen : 90% tanpa O2
97% dengan O2 1-2 L/i
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Normoperistaltik
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia6 bulan sampai 5 tahun hampir
2 - 5%.Umumnya kejang demam timbulpada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).
Etiologi kejang demam antara lain penyakit infeksipada traktus respiratorius,
pharingitis, tonsillitis, dan otitis media.
Dalam penanggulangan kejang demam yang perlu di kerjakan yaitu memberantas
kejang secepat mungkin, memberikan pengobatan rumat, mencari dan mengobati penyebab.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik.Dari penelitian yang
ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya terjadi pada 6
bulan pertama.
DAFTAR PUSTAKA
3. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI
4. Amalia M, dan Bulan A. 2013. Faktor Resiko Kejadian Kejang Demam Pada Anak
Balita Diruang Perawatan Anak RSUD Daya Kota Makasar Volume 1.3
5. Fuadi, Tjipta B dan Wijayadi N. 2010. Sari Pediatri: Faktor Resiko Bangkitan Kejang
Demam Pada Anak vol 12.3:3
7. Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
8. Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
9. Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta:
CV Sagung Seto
10. Widodo DP. 2005. Kejang demam. Jakarta: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ilmu Kesehatan Anak
11. Soetomenggolo, TS. 2000. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : BP IDAI
12. Haslam Robert H. A. 2000 . Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.
3, Edisi 15.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
13. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. 2000. Neurologi Anak, dalam
Kapita SelektaKedokteran. Jakarta. Media Aesculapius FK Universitas Indonesia.
14. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. 2006. Konsensus
PenatalaksanaanKejang Demam.Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia
15. Saharso Darto. 2006. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag./SMF IlmuKesehatan Anak RSU dr. Soetomo. Surabaya