Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

DisusunOleh :
dr. Fathma Aisyah Rahman

Pembimbing:
dr. Suryani Margono, Sp.A

Pendamping :
dr. Tony Sinaga
dr. Mustika Siregar

KSM ILMU KESEHATAN ANAK


RSU Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING
SIBOLGA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

LAPORAN KASUS

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas


dan memenuhi syarat dalam pelaksanaan
Program Internsip Dokter Indonesia

Oleh :

dr. Fathma Aisyah Rahman

Mengetahui:

Pembimbing, Pendamping,

(dr. Suryani Margono, Sp. A ) (dr. Tony Sinaga)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat
dan ridho-Nya laporan kasus dengan judul “Kejang Demam Kompleks” dapat terselesaikan.
Adapun tujuan dari pembuatan lapkas ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam
menjalankan Program Pendidikan Internsip Dokter Indonesia di RSU Dr. Ferdinand Lumban
Tobing Sibolga.
Terimakasih saya ucapkan kepadadr. Suryani Margono, Sp.A selaku pembimbing
dalam penyelesaian laporan kasus ini atas bimbingan serta pencerahan yang telah diberikan
dalam penyusunan laporan kasus ini, kemudian ucapan terimakasih untuk kedua orang tua
dan keluarga yang senantiasa memberikan do’a, semangat dan motivasi, juga rekan
seperjuangan internsip.
Karena keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis, penulis sadar bahwa hasil dari
usaha penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk
memperbaiki kekurangan serta penyusunan laporan kasus lain dikemudian hari.
Semoga laporan kasus yang penulis buat ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
dan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya serta praktisi kesehatan pada
khususnya.

Sibolga, 17 Oktober 2018

Fathma Aisyah Rahman


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................. i
KATAPENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB1 PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1........................................................................................................Latar
Belakang.................................................................................................... 1
1.2........................................................................................................Tujuan
Pembahasan...............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 2
2.1 Defenisi................................................................................................................ 2
2.2 Epidemiologi........................................................................................................ 2
2.3 Etiologi.................................................................................................................2
2.4 Klasifikasi............................................................................................................ 3
2.5 Patogenesis...........................................................................................................3
2.6 Manifestasi Klinis................................................................................................ 5
2.7 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................... 6
2.8 Penatalaksanaan................................................................................................... 7
2.9 Prognosis.............................................................................................................. 10
2.10 Komplikasi......................................................................................................... 11
BAB 3 LAPORAN KASUS................................................................................................. 12
BAB 4 PEMBAHASAN DAN DISKUSI............................................................................ 18
BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 21
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam merupakankelainan neurologis yang paling sering terjadipada anak, 1
dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang masih
berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem
kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna.
Apabila anak sering kejang, akan semakin banyak sel otak yang rusak dan
mempunyai risikomenyebabkan keterlambatan perkembangan, retardasi mental,
kelumpuhandan juga 2-10%dapat berkembang menjadi epilepsi.
WHO memperkirakan pada tahun 2005 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita
kejangdemam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari 400
anakberusia 1 bulan-13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar
77 anak.Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk
diAmerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.Namun di Asia angka kejadian kejang
demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang demam dan 5-
10% di India.
Angka kejadian kejang demam di Indonesiasendiri mencapai 2-4% tahun 2008
dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan.Angka kejadian di wilayah Jawa
Tengah sekitar2-5% pada anakusia 6 bulan-5 tahun disetiap tahunnya. 25-50% kejang demam
akan mengalami bangkitan kejang demam berulang.

1.2 Tujuan Pembahasan


Dalam penyusunan laporan kasus ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan
berguna bagi pembaca dan khususnya pada penulis sendiri. Tujuan penyusunan laporan kasus
ini adalah sebagai berikut :
1. Melengkapi tugas dokter internship
2. Menambah wawasan tentang kasus kejang demam bagi penulis dan pembaca.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Kejang demam harus dibedakan denganepilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang
tanpa demam.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebihdari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lainmisalnya infeksi SSP atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.

2.2 Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, AmerikaSelatan dan
Eropa Barat.Di Asia dilaporkan lebih tinggi.Kira-kira 20%kasus merupakan kejang demam
kompleks.
Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia6 bulan sampai 5 tahun hampir
2 - 5%.Umumnya kejang demam timbulpada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).

2.3 Etiologi
Penyebab kejang demam yaitu:
a. Faktor genetika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-50% anak
yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam.
b. Penyakit infeksi
Penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis, tonsillitis, dan otitis media.
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam tinggi.
d. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari 30 mg%
pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir
rendah.
2.4 Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum (tonik
dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam. Keterangan:
1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti
sendiri.

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.)Kejang lama > 15 menit.
2.)Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahuluikejang parsial.
3.)Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2.5 Patogenesis
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar
sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.

Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
sehingga terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada
suhu 38 C, sedang pada ambang kejang tinggi baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Inflamasi

Infeksi

Peningkatan suhu tubuh

Metabolisme basal meningkat

Kebutuhan O2 meningkat

Glukosa ke otak menurun

Perubahan konsentrasi dan jenis ion

di dalam dan di luar sel

Difusi ion Na+ dan K+

Kejang
Durasi pendek Durasi lama

Sembuh Apnea

O2 menurun

Kebutuhan O2 meningkat
Metabolisme otak  Hiperkapnia
meningkat Hipoxemia
 Hipotensi arterial
Aktivitas otot meningkat

Hipoxia

Permeabilitas meningkat

Edema otak

Kerusakan sel neuron otak

Epilepsi

2.6Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain adalahanak
mengalamidemam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuhyang terjadi secara tiba-
tiba),kejang tonik, klonik, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi
tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak
dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam
keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-30 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, gangguan pernapasan, apnea(henti napas), dan kulitnya kebiruan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.

Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang
demam sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi pungsi lumbal :
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala
meningitis.

Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya:
kejang demam kompleks pada anak atau kejang demam fokal.
• Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila bangkitan
bersifat fokal ataukejang demam kompleks pada anak. Keterangan: EEG dilakukan pada
kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi
lebih lanjut.

Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging
(CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak dengan kejang demam
sederhana. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.Terdapat tanda
tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, ubun-ubun menonjol, edema
pupil).

2.8 Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan non farmakologi
1)Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah ABC (Airway,
Breathing, Circulation).
2)Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang ratauntuk mencegah terjadinya
perpindahan posisi tubuh.
3)Kepala dimiringkan dan pasang penahan lidah yang sudah dibungkus kasa.
4)Singkarkan benda-benda yang ada di sekitar pasien yang bisa menyebabkan bahaya.
5)Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan.
6)Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.
7)Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit dilepaskan.

 Penatalaksanaan farmakologi
Tatalaksana saat kejang
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut
mengikuti algoritma kejang pada umumnya. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orangtua di rumah (prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-
0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intra-vena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.

Pemberian obat pada saat demam


Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam
dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.
Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak
3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan
selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut
cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

Pemberian obat antikonvulsan rumat


Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat
dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Indikasi pengobatan rumat :
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Keterangan:
• Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan, BUKAN
merupakan indikasi pengobatan rumat.
• Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus
organik yang bersifat fokal
• Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi
profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan
terapi antikonvulsan rumat.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi
dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 2 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang
demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang
demam.

2.9 Prognosis
Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan recognition memorypada anak yang mengalami kejang lama.
Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi
kejang lama.

Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-
6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi
10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan
pada kejang demam.

2.10Komplikasi
 Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam
kompleks.Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita
kejang demamtergantung kepada faktor risiko:
– Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
– Kejang demam kompleks
– Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

   Retardasi mental
Terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat.
BAB 3
LAPORAN KASUS

No RM :15.75.62 Tanggal Masuk :22 September 2018


Nama pasien : A. Q Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan Suku : Jawa
Alamat : Jln. Lumba-lumba No. 1
Umur : 4 tahun

Keluhan utama :Kejang

Anamnesis: Hal ini dialami pasien sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang pada
seluruh tubuh pasien, frekuensi 2 kali, durasi >15 menit, saat kejang tangan kanan dan kiri
pasien mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar. Saat kejang
pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar. Setelah sampai di rumah sakit pasien
masih kejang, frekuensi 1 kali, durasi > 5 menit, mulut pasien tampak mengeluarkan air ludah
dan lidah tidak tergigit. Pasien demam sejak 1 hari ini, demam muncul tiba-tiba dan dirasakan
terus menerus, tadi pagi ibu pasien memberikan obat penurun demam, namun demam tidak
turun denganobat penurun demam. Riwayat batuk berdahak dan pilek dialami pasien sejak 3
hari yang lalu, sesak napas disangkal ibu pasien, penurunan berat badan disangkal ibu pasien.
Riwayat mual (-), muntah (-), BAB cair disangkal ibu pasien.Riwayat BAK biasa.
RPT : Kejang demam pada usia 1 tahun dan status epileptikus pada usia 2
tahun
RPO : Paracetamol
Riwayat Operasi : Tidak ada

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


- Anak ke-1 dari 1 anak
- Usia ibu saat hamil 30 tahun
- Kehamilan aterm
- Persalinan spontan ditolong bidan
- Berat badan lahir 2800 gram, panjang badan 46 cm.
Riwayat Imunisasi
Lengkap

Riwayat Keluarga
Epilepsi pada kakek os

Status presens
KU: Sedang
Kesadaran: Somnolen
Nadi: 142 x/i, reguler
RR: 32 x/i
Suhu: 38,2ºC
Berat badan :16 kg
Panjang badan :97 cm

Pemeriksaan Fisik:
 Kepala : Normocepali, RC +/+, pupil isokor, anemis (-), ikterik (-)
 Telinga : Dalam batas normal
 Hidung : Tampak sekret bening (+), konka hiperemis (+)
 Mulut : Tampak mengeluarkan air ludah, Tonsil T1/T1, faring hiperemis (+)
 Tenggorokan : Dalam batas normal
 Leher : Dalam batas normal
 Thorax:
 Inspeksi: Simetris fusiformis, retraksi subcostal (-)
 Palpasi: SF Kanan = Kiri
 Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi
 Jantung: S1 (N), S2 (N),S3 (-) S4 (-), HR 142x/i regular,Murmur (-)
 Paru: Suara pernafasan: Vesikuler
Suara tambahan: Ronki basah (-/-) wheezing (-/-)
Saturasi Oksigen : 90% tanpa O2
97% dengan O2 1-2 L/i
 Abdomen
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi: Normoperistaltik

 Ekstremitas :Superior : sianosis (-), edema (-)


Inferior : sianosis (-), edema (-)
Akral : hangat
Refleks fisiologis : Biceps, Triceps, KPR dan APR (+)
Refleks Patologis : Babinski, Chaddok, Oppenheim, Gordon,
Schaeffer, dan Gonda (-)
 Tanda rangsangan meningeal : Kaku Kuduk, Laseq sign, Kerniq sign
Brudzinsky I sign, dan Brudzinsky II sign (-)
Hasil Laboratorium (22 September 2018) :
PEMERIKSAAN HASIL UNIT NILAI NORMAL
Hemoglobin 11,9 mg/dl 12-16
Leukosit 17,8 103/mm3 5-11
Eritrosit 4,29 106/mm3 4,5-5,5
Hematokrit 33,9 % 37-47
Trombosit 255 103/mm3 150-450
LED 26 mm/jam <20
PEMERIKSAAN HASIL UNIT NILAI NORMAL
MCV 78,5 FI 74-96
MCH 27,7 Fg 27-32
MCHC 35,4 % 30-65
Hitung Jenis 1/-/-/62/26/11 Eo/Bas/Staf/Segmen/Lim/Mon = 1-3/0-
E/B/Nst/NSg/L/M 1/2-5/47-80/20-40/2-10

Diagnosa Kerja : Kejang demam kompleks + rhinofaringitis akut


Pengobatan:
- Oksigen 1-2 L/menit
- IVFD RL250 cc dalam 1 jam →maintenance 20 cc/jam mikro
- Stesolid 10 mg supp → pukul 11.12 wib
- Paracetamol syrup 4 x I1/2Cth
- Cetrizin syrup 1 x I Cth
- Suction slime
- Penyangga lidah dengan menggunakan tounge spatel yag dibalut kassa
- Diet MII 1300 kkal/ hari

FOLLOW UP (22 September 2018 – 25 September2018)


Tgl Vital Sign & PF Diagnosa Penatalaksanaan
22/9/2018 S: Kejang seluruh tubuh, frek 1x, KDK + rhinofaringitis - Inj. Diazepam 4 mg/ iv →
durasi <5menit, demam (+) akut 11.45 wib (bolus perlahan)
O: Sens : Somnolen - Inj. Ceftriaxone 300 mg/12
HR : 120x/i, RR : 34x/i, T: 380C jam /iv (ST)
Saturasi : 97%
Kepala : Normocepali, RC (+/+),pupil
isokor, napas cuping hidung (-)
Leher : Dalam batas normal
Thorax : - Simetris fusiformis
- SP : Vesikuler
- ST : (-)
Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba,
Peristaltik (+) N
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”
Refleks fisiologis : Biceps,
Triceps, KPR dan APR (+)
Refleks Patologis : Babinski,
Chaddok, Oppenheim,
Gordon,Schaeffer, dan Gonda (-)
Tanda rangsangan meningeal : Kaku
Kuduk, Laseq sign, Kerniq sign,
Brudzinsky I sign, dan Brudzinsky II
sign (-)
23/9/2018 S: Kejang (-), demam (+), batuk KDK + rhinofaringitis - O2 nasal kanul 1-2 L/i (k/p)
berdahak (+), pilek (+), BAB (+) dbn akut - IVFD RL20 cc/jam mikro
O: Sens :CM - Inj. Ceftriaxone 300 mg/12
HR : 116x/i, RR : 26x/i, T: 37,60C jam /iv (H2)
Kepala : Normocepali, RC (+/+), pupil - Paracetamol syrup 4xI1/2Cth
isokor - Cetrizin syrup 1xI Cth
Mulut : T1/T1, faring hiperemis (+) - Ambroxol syrup 3xI cth
Leher : Pembesaran KGB (-) - Asam valproat syrup 3x2
Thorax : - Simetris fusiformis ml
- SP : Vesikuler - Diet MB 1300 kkal/ hari
- ST : (-)
Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba,
Peristaltik (+) N
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”
Refleks fisiologis (+)
Refleks Patologis (-)
Tanda rangsangan meningeal (-)
24/9/2018 S: Kejang (-), demam (-), batuk KDK + rhinofaringitis - O2 nasal kanul 1-2 L/i (k/p)
berdahak (+), pilek (+), BAB (+) dbn akut - IVFD RL20 cc/jam mikro
O: Sens : CM - Inj. Ceftriaxone 300 mg/12
HR : 110x/i, RR : 26x/i, T: 36,80C jam /iv (H3)
Kepala : Normocepali, RC (+/+), pupil - Cetrizin syr 1xI cth
isokor, Mulut : T1/T1, faring - Ambroxol syr 3xI cth
hiperemis (-) - Asam valproat syr 3x2 ml
Leher : Pembesaran KGB (-) - Vitaplex syr 1xI cth
Thorax : - Simetris fusiformis - Diet MB 1300 kkal/ hari
- SP : Vesikuler Rencana EEG
- ST : (-)
Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba,
Peristaltik (+) N
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”
Refleks fisiologis (+)
Refleks Patologis (-)
Tanda rangsangan meningeal (-)
25/9/2018 S: Kejang (-), demam (-), batuk KDK + rhinofaringitis PBJ, obat pulang:
berdahak (-), pilek (-), BAB (+) dbn akut - Cefixime syr 2x1/2 cth
O: Sens : CM - Cetrizin syrup 1xI cth
HR : 118x/i, RR : 22x/i, T: 36,50C - Ambroxol syrup 3xI cth
Kepala : Normocepali, RC (+/+), pupil - Asam valproat syrup 3x2
isokor ml
Leher : Pembesaran KGB (-) - Vitaplex syrup 1xI cth
Thorax : - Simetris fusiformis - Paracetamol syr 4 xI1/2cth
- SP : Vesikuler (k/p)
- ST : (-)
Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba, Hasil bacaan EEG : pada rekaman
Peristaltik (+) N EEG saat ini didapatkan
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3” gelombang epileptiform. Tidak
Refleks fisiologis (+) didapatkan perlambatan abnormal
Refleks Patologis (-)
Tanda rangsangan meningeal (-)
BAB 4
PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Pasienperempuan usia 4 tahun datang dengan keluhankejang yang didahului dengan


demam 1 hari ini dan padasaat pemeriksaan fisik suhu tubuh mencapai 38,20C. Ini sesuai
dengan definisi kejang demam dimana kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di
atas 380C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.
Pasien kejang dengan frekuensi 2 kali, durasi >15 menit, saat kejang tangan kanan
dan kiri pasien mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar, hal ini
sesuai dengan gejala kejang demam kompleks yaitu kejang fokal atau parsial satu sisi atau
kejang umum didahuluikejang parsial dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Pasien demam sejak 1 hari ini, riwayat batuk berdahak dan pilek dialami pasien sejak
3 hari yang lalu, pada pemeriksaan fisik tampak hiperemis pada faring, hal ini sesuai dengan
salah satu etiologi terjadinya kejang demam yaitu penyakit infeksipada traktus respiratorius,
pharyngitis,juga karena demamyang timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam tinggi.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap.Pada pemeriksaan darah
lengkap ditemukan nilai yang bermakna pada jumlah leukosit (leukositosis) yaitu sebesar
17.800/mm3.Hal ini menujukkan adanya infeksi akut pada pasien.
Terapi yang diberikan pada pasien O2, terapi cairan, antipiretik, dan antibiotik.O2
diberikan sebesar 1-2 lt/menit.Berdasarkan pedoman pelayanan medis World
HealthOrganization (WHO), pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas
dengan udara ruangan harus diberikan oksigen dengan kanul nasal atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%.Pada kasus ini saturasi oksigen pasien hanya 90%
namun setelah diberikan oksigen saturasi pasien menjadi 97%.
Terapi cairan yang diberikan pada pasien ini yaitu infus RL 250 cc dalam 1 jam →
maintenance 20cc/jam. Hal ini sesuai dengan kebutuhan cairan sebagai maintenance serta
pengganti kebutuhan kalori.
Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien ini adalah paracetamol.Paracetamol
dapat diberikan dengan peroral/ syrup.Indikasi pemberian paracetamol pada pasien ini adalah
adanya peningkatan suhu mencapai 380C.
Pada pasien diberikan antibiotik Inj. Ceftriaxone 300 mg/12 jam /iv, karena dari hasil
pemeriksaan darah lengkap dijumpai peningkatan leukosit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri.
Pasien kejang saat tiba di rumah sakit kemudian diberikan stesolid 10 mg supp →
pukul 11.12 wib, kemudian kejang lagi dan diberikan Inj. Diazepam 4 mg/ iv → 11.45 wib
(bolus perlahan). Hal ini sesuai dengan algoritma penatalaksanaan kejang demam yang
awalnya diberikan dosis diazepam rektal dan jika masih kejang diberikan diazepam
intravena.
Pada pasien diberikan obat cetirizin syrup 1xI Cth dan ambroxol syrup 3xI Cth untuk
mengatasi keluhan batuk dan pileknya.
Pasien diberikan pengobatan asam valproat syrup 3x2 ml, indikasi pengobatan rumat
salah satunya yaitu kejang lama >15, dan pada pasien juga terdapat kejang dengan durasi >15
menit. Dan dari anamnesa bahwa pasien terdapat riwayat kasus status epileptikus, dengan
diberikannya asam valproat dapat mencegah terjadinya kejang berulang.
BAB 5
KESIMPULAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia6 bulan sampai 5 tahun hampir
2 - 5%.Umumnya kejang demam timbulpada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).
Etiologi kejang demam antara lain penyakit infeksipada traktus respiratorius,
pharingitis, tonsillitis, dan otitis media.
Dalam penanggulangan kejang demam yang perlu di kerjakan yaitu memberantas
kejang secepat mungkin, memberikan pengobatan rumat, mencari dan mengobati penyebab.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik.Dari penelitian yang
ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya terjadi pada 6
bulan pertama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam.


Jakarta

2. Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI

3. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI

4. Amalia M, dan Bulan A. 2013. Faktor Resiko Kejadian Kejang Demam Pada Anak
Balita Diruang Perawatan Anak RSUD Daya Kota Makasar Volume 1.3

5. Fuadi, Tjipta B dan Wijayadi N. 2010. Sari Pediatri: Faktor Resiko Bangkitan Kejang
Demam Pada Anak vol 12.3:3

6. Imaduddin K, Syarif I dan Rahmatini. 2013. Jurnal Kesehatan Andalas: Gambaran


Elektrolit dan Gula Darah Pasien Kejang Demam yang Dirawat Di Bangsal Anak
RSUP.Dr.M.Djamil

7. Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

8. Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

9. Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta:
CV Sagung Seto

10. Widodo DP. 2005. Kejang demam. Jakarta: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ilmu Kesehatan Anak

11. Soetomenggolo, TS. 2000. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : BP IDAI

12. Haslam Robert H. A. 2000 . Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.
3, Edisi 15.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

13. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. 2000. Neurologi Anak, dalam
Kapita SelektaKedokteran. Jakarta. Media Aesculapius FK Universitas Indonesia.
14. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. 2006. Konsensus
PenatalaksanaanKejang Demam.Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia

15. Saharso Darto. 2006. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag./SMF IlmuKesehatan Anak RSU dr. Soetomo. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai