Anda di halaman 1dari 53

CASE REPORT STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI

“Pneumonia”

Clinical Preseptor :

dr. Hj. Rahmi Yetti Kamal., Sp.A

apt. Defi Oktafia, S.Si., M.Farm. Klin

Disusun oleh :
Nina Rishanti, S.Farm (2002071)
Putri Wahyuni, S.Farm (2002076)
Raesa Tartilla, S. Farm (2002077)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Study Report Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada :
1 Ibu dr. Hj. Rahmi Yetti Kamal., Sp.A selaku preseptor yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan
Case Study ini dapat diselesaikan.
2 Bapak apt. Defi Oktafia, S.Si., M.Farm. Klin selaku preseptor yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan
sehingga laporan Case Study ini dapat diselesaikan.
3 Staf Bangsal Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Case Study ini.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang
pengobatan penyakit “Suspect Pneumonia”. Penulis menyadari laporan kasus ini
masih memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Bukittinggi, September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB IPENDAHULUAN........................................................................................1

1.1. Latar Belakang..................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................2

1.3. Tujuan...............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1 Konsep Dasar Bayi baru lahir............................................................................3

2.1.1 Definisi Konsep Dasar Bayi baru lahir....................................................3


2.1.2 Adaptasi Fisiolgis Sistem Pernafasan......................................................3
2.1.3 Karakteristik Pernafasan Bayi baru lahir.................................................6
2.2 Pneumonia..........................................................................................................6

2.2.1 Definisi Pneumonia..................................................................................6


2.2.2 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................8
2.2.3 Penatalaksanaan Pengobatan Pneumonia................................................9
2.3 Antibiotik.........................................................................................................14

2.4 CPAP................................................................................................................14

2.4.1 Indikasi...................................................................................................15
2.4.2 Kontra Indikasi......................................................................................16
2.4.3 Prinsip kerja...........................................................................................16
2.4.4 Efek Samping Pengunaan CPAP...........................................................18
2.5 Tinjauan Obat..................................................................................................19

BAB III TINJAUAN KASUS..............................................................................23

3.1. Identitas Pasien...............................................................................................23

3.2. Riwayat Penyakit............................................................................................23

3.3. Data Penunjang...............................................................................................24

ii
3.4. Diagnosis.........................................................................................................26

3.5. Terapi Awal yang Diberikan...........................................................................26

3.6 Lembar Farmakologi........................................................................................28

3.6.1 Penyelesaian dengan metode SOAP......................................................28


3.6.2 Terapi Farmakologi................................................................................31
3.6.3 Perhitungan Dosis..................................................................................32
3.6.4 Analisa Permasalahan / Drug Related Problem (DRP).........................33
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................37

BAB V PENUTUP................................................................................................39

5.1. Kesimpulan.....................................................................................................39

5.2. Saran................................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Bayi Baru Lahir (BBL) atau neonatus adalah masa kehidupan pertama

diluar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan biokimia dan

fisiologis secara signifikan untuk menyesuaikan diri terhadap perbedaan

intrauterine ke ekstrauterin. Banyak masalah kesehatan yang muncul pada masa

ini bahkan dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Menurut United Nations

Children’s Fund (2018), Angka Kematian Neonatal (AKN) di dunia sebesar 18

per 1.000 Kelahiran Hidup (KH). Bahkan, insiden kematian bayi baru lahir

sebesar 75 % terjadi pada minggu pertama kehidupan dan 40% diantaranya

meninggal dalam 24 jam pertama (World Health Organization, 2018). Mayoritas

dari semua kematian bayi baru lahir disebabkan oleh komplikasi pernafasan,

kelahiran prematur, infeksi dan cacat lahir (WHO,2018).

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat.

Penyakit ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak

yang lebih tua selalu disertai batuk dan nafas cepat dan tarikan dinding dada

kedalam. Namun pada bayi seringkali tidak disertai batuk (Pamungkas, 2012).

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan

interstitial dan WHO (World Health Organization) mengatakan bahwa pneumonia

hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan

frekuensi pernapasan (IDAI, 2009).

Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada

1
orang dewasa, dan pada orang usia lanjut. Pneumonia adalah proses infeksi akut

yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia merupakan salah satu

penyakit infeksi pada anak yang serius dan merupakan salah satu penyakit infeksi

saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling banyak menyebabkan kematian pada

balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia

dan 30% dari seluruh kematian yang terjadi (Dinkes RI, 2009).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Pneumonia ?

2. Bagaimana pengobatan bagi pasien Pneumonia ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui definisi Pneumonia

2. Mengetahui penetalaksanaan pasien Pneumonia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Bayi baru lahir


1.
2.
2.1.
2.1.1 Definisi Konsep Dasar Bayi baru lahir

Periode bayi baru lahir atau neonatus meliputi waktu dari setelah lahir

hingga hari ke-28 kehidupan. Saat kehamilan mencapai usia matur, berbagai

system anatomis dan fisiologis janin mencapai tingkat perkembangan dan fungsi

yang memungkinkannya hidup terpisah dari ibunya. Saat lahir, bayi baru lahir

menunjukkan kompetensi perilaku dan kesiapan terhadap interaksi social.

Adaptasi Ini menentukan tahapan untuk pertumbuhan dan perkembangan masa

depan (Behrman, Kliegman & Arvin, 2014)

Bayi baru lahir mengalami fase tidak stabil selama 6 sampai 8 jam pertama

setelah lahir. Fase-fase ini secara keseluruhan disebut periode transisi antara

kehidupan di dalam dan di luar uterus. Fase pertama periode transisi berlangsung

hingga 30 menit setelah lahir dan disebut periode pertama reaktivitas. Denyut

jantung bayi baru lahir meningkat dengan cepat dari 160-180 denyut/menit,

namun secara perlahan menurun setelah sekitar 30 menit hingga mencapai denyut

rata-rata antara 100-120 denyut/menit. Pernafasan tidak teratur (ireguler), laju

pernafasan antara 60-80 nafas/menit. Ronkhi halus dapat terdengar pada

auskultasi (Bobak et al., 2014).

3
2.1.2 Adaptasi Fisiolgis Sistem Pernafasan

Bayi baru lahir mengalami perubahan fisiologis yang sangat signifikan.

Perubahan yang kompleks harus terjadi pada jangka waktu yang tepat bagi bayi

baru lahir untuk dapat bertahan hidup dan berkembang secara normal. Bayi baru

lahir melewati beberapa fase selama beradaptasi dengan kehidupan di luar uterus.

Masa transisi kehidupan dimulai saat dilahirkan yaitu ketika janin dirangsang oleh

kontraksi uterus dan perubahan tekanan akibat pecahnya ketuban. Pada saat lahir,

pernafasan harus dimulai sehingga kondisi ini memicu perubahan dan pengaturan

kembali fungsi system organ dan proses metabolik.

Sebelum bayi dilahirkan, kebutuhan oksigen janin dipenuhi oleh plasenta.

Sehingga, paru-paru janin tidak perlu berfungsi sebagai organ respirasi. Dengan

pemotong tali pusat, maka maturasi organ yang adekuat sangatlah penting bagi

bayi baru lahir. Perkembangan struktur paru-paru berlangsung secara kontinu

sepanjang kehidupan janin dan masa kanak kanak awal. Saluran mulai terbentuk

pada cabang bronkial sekitar usia gestasi minggu ke-17 dan segera setelah itu,

kantong udara primitive mulai terbentuk. Pada minggu ke-24 sampai minggu ke-

26 usia gestasi, terjadi suatu vaskularisasi yang adekuat danperkembangan

kantong pernafasan. Pada saat ini, pertukaran gas mungkin terjadi, dan oleh

karena itu, kemampuan hidup mandiri juga mungkin terjadi. Namun, lipoprotein

aktif pada permukaan paru (surfaktan) belum terbentuk pada saat ini, dan

perkembangan alveolus masih terbatas. Janin cukup bulan yang terlahir normal

siap untuk memulai pernafasan efektif pada saat lahir. Gerakan pernafasan janin

telah menyiapkan paru untuk aktivitas ini dan intrrelasi kompleks antara proses

menelan dan bernafas telah terbentuk (Reeder & Martin, 2014).

4
Banyak faktor yang kemungkinan terlibat dalam menstimulasi pernafasan

awal bayi baru lahir. Perubahan tekanan, pajanan terhadap temperature udara yang

dingin, bising, cahaya dan sensasi lainnya diperkirakan berperan penting untuk

memulai pernafasan. Selain itu, kemoreseptor di aorta dan badan karotis memulai

refleks neurologis ketika tekanan oksigen arteri (PO2) menurun, tekanan

karbondioksida meningkat dan pH arteri menurun. Pada sebagian besar kasus,

reaksi pernafasan berat terjadi dalam 1 menit setelah lahir, dan bayi melakukan

tarikan nafas pertama dan menangis.

Seorang bayi baru lahir harus melakukan upaya yang besar untuk

mengmbangkan paru dan mengisi alveolus yang terisi cairan yang kolaps

separuhnya. Tegangan permukaan pada saluran pernafasan dan resistensi pada

jaringan paru, toraks, diafragma dan otot-otot respirasi harus diatasi. Selain itu,

sumbatan (misalnya, lendir) pada saluran udara harus dibersihkan. Inspirasi aktif

pertama berasal dari kontraksi diafragma yang sangat kuat. Kondisi ini

menghasilkan tekanan intratoraks negative yang tinggi, yang menyebabkan

retraksi iga yang jelas karena lenturnya toraks bayi baru lahir (Kyle & Carman,

2015).

Proses inspirasi pertama ini mengembangkan ruang alveolus, yang

menggeser cairan. Pada proses ekspirasi, suatu volume residu hampir sekitar 20

mL udara tersisa saat molekul surfaktan paru menurangi tegangan permukaan.

Keadaan ini menyebabkan terjadinya pernafasan kedua dengan sedikit usaha.

Pada saat ini, sebagian besar jalan nafas yang kecil terbuka, dan pernafasan ketiga

akan terjadi dengan usaha yang minimal. Setelah beberapa menit melakukan

pernafasan, ekspansi paru pada umumnya menjadi sempurna. Absorpsi cairan dari

5
paru melalui drainase, menelan, evaporasi, dan sirkulasi pulmonal, kapiler, dan

limfatik biasanya terjadi pada jam pertama (Kyle & Carman, 2015).

2.1.3 Karakteristik Pernafasan Bayi baru lahir

Pada jam-jam pertama atau beberapa saat setelah dilahirkan disebut sebagai

periode pertama reaktivitas. Pada saat ini, pernafasan berlangsung cepat

(mencapai frekuensi 80 kali per menit), dan dapat terjadi nafas cuping hidung

sementara, retraksi dada, dan grunting. Setelah periode ini, frekuensi pernafasan

bayi baru lahir biasanya berkisar antara 30 dan 60 kali per menit tetapi kecepatan

dan kedalamannya secara kontinu menjadi tidak teratur. Gerakan nafas berhenti

sampai 20 detik juga dapat terjadi. Tetapi, berhenti nafas lebih dari 20 detik

dianggap apnea dan merupakan suatu hal yang harus menjadi perhatian ( et al.,

2014).

2.2 Pneumonia

2.2.1 Definisi Pneumonia

Infeksi akut parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yaitu

bakteri, virus, jamur, dan parasit. Ditandai dengan adanya infiltrat pada foto

toraks atau ditemukannya perubahan suara napas dan atau ronkhi basah lokal

pada pemeriksaan fisik paru (IDSA, 2019). World ealth Organization (WHO)

mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada

pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan.

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai negara

terutama di negara berkembang termasuk indonesia. Insidens pneumonia pada

6
anak <5 tahun di negara maju adalah -4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di

negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih

dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita di negara berkembang.

Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain

virus, jamur, dan bakteri. S.pneumonia merupakan penyebab tersering pneumonia

bakterial pada emua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak

kurang dari 5 tahun. Respiratory Synctycal virus merupakan virus penyebab

terseing pada anak kurang dari 3 tahun. Pada umur yang lebih muda, adenovirus,

parainfluenza virus, dan influenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia

dan Chlamydia pneumonia, lebih sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya

merupakan penyebab terseing yang ditemukan pada anak lebih dari

Staphylococcus epidermis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada

apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2-59 bulan.

Beberapa faktor meningkatkan risiko kejadian dan derajat pneumonia,

antara lain defek anatomi bawaan defisit imunologi, polusi, GER

(Gastroesophageal reflux), aspirasi, gizi buruk berat badan lahi rendah, tidak

mendapatkan air susu ibu (ASI), imunisasi tidak lengkap, adanya saudara serumah

yang menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat penghuninya (IDAI,

2011).

Menurut PPM IDAI (2011), diagnosis pneumonia dibagi menjadi:

a. Anamnesis

a. Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif

dengan dahak purulen bahkan bisa berdarah

b. Sesak napas

7
c. Demam

d. Kesulitan makan/minum

e. Tampak lemah

f. Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi

imunocommpremised, kelainan anatomi bronkus atau asma

b. Pemeriksaan Fisik

a. Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan

pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat

menyebabkan anak gelisah atau rewel

b. Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan

makan/minum

c. Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal, batuk,

krepitasi, dan penurunan suara paru-paru

d. Demam dan sianosis

e. Anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang

klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut,

2.2.2 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Radiologi

i. Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak

dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi

ii. Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang

dirawatinap atau tanda klinis yang ditemukan membingungkan

8
iii. Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan biladidapatkan adanya

kolaps lobus, kecurigaan terjadinyakomplikasi, pneumonia berat, gejala

yang menetap atau memburuk bahkan tidak respon terhadap antibiotik

iv. Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk

membantumenentukan pemberian antibiotik

b) Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik

direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat.

c) Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,

tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan ondisi berat dan

pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial

d) Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi

antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia

e) Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan

pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas

tersedia) untuk penegakan diagnosis dan mulainya pemberian antibiotik

f) Pemeriksaan C-reactive protein(CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut lain

tidak membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak direkomendasikan

sebagai pemeriksaan rutin.

g) Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan

riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa

3) Pemeriksaan Lain

9
Pada setiap anak yangdirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan

pemeriksaan pulse oxymetry.

2.2.3 Penatalaksanaan Pengobatan Pneumonia

Penatalaksanaan pengobatan pneumonia menurut PPM IDAI(2011):

a. Kriteria Rawat Inap

1) Bayi

a) Saturasi oksigen ≤92%, sianosis

b) Frekuensi napas >60 x/menit

c) Distress pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

d) Tidak mau minum

e) Keluarga tidak bisa merawat di rumah

2) Anak

a) Saturasi <92%, sianosis

b) Frekuensi napas >50 x/menit

c) Distres pernapasan

d) Grunting

e) Terdapat tanda dehidrasi

f) Keluarga tidak bisa merawat di rumah

b. Tatalaksana umum

Pasien dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat bernapas dengan udara

kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box atau sungkup

untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.

1) Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan

intravena dan dilakukan balans cairan ketat

10
2) Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak

dengan pneumonia

3) Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan

pasien dan mengontrol batuk

4) Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk

memperbaiki mucocilliaryclearence

5) Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap

4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.

c. Pemberian Antibiotik Pemberian terapi antibiotik pada Pneumonia menurut

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2013):

1) Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5

tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan

pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik dan murah. Alternatifnya

adalah ko-amoxiclav, sefaklor, eritromisin, klaritromisisn dan azitromisin.

2) Meningococcus pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua

maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan terapi pertama

secara empiris pada anak ≥ 5 tahun.

3) Makrolid diberikan jika Meningococcus pneumoniae atau Chlamydia

pneumoniae dicurigai sebagai penyebab.

4) Amoksisilin diberikansebagai pilihan pertama jika Streptococcus

pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.

5) Jika Staphylococcus aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid

atau kombinasi flukloksasillin dengan amoksisilin.

11
6) Antibiotikintravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat

menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat

pneumonia berat.

7) Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan kloramfenikol,

ko-amoxiclav, seftriaxon, sefuraksim dan sefotaksim

8) Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan

setelah mendapat antibiotik intravena

Rekomendasi UKK Respirologi :

- Antibiotik untuk Community acquired pneumonia

 Neonatus – 2 bulan : Ampisilin + Gentamisin

 > 2 bulan :

 Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat

ditambahkan kloramfenikol.

 Lini kedua Sefriakson.

Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan

antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

Nutrisi

 Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan peroral

harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat Nasogastric Tube (NGT)

atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat

menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak denga ukuran lubang

hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran

yang terkecil.

12
 Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak

mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan

sekresi hormon antidiuretik.

Kriteria Pulang :

 Gejala dan tanda pneumonia menghilang

 Asupan peroral adekuat

 Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (Peroral)

 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

Tabel 1. Pilihan Antibiotik intravena untuk Pneumonia (IDAI, 2011)


Antibiotik Dosis Frekuens Relative Keterangan
i Cost
50.000
Penisilin G unit/kg/kali, Tiap 4 Rendah S.Pneumonia
dosis tunggal jam
maks.
4.000.000 unit
Ampisilin 100mg/kg/hari Tiap 6 Rendah
jam
Kloramfenikol 100 Tiap 6 Rendah
mg/kg/hari jam
50 mg/kg/kali,
Seftriaxone dosis tunggal 1x/hari Tinggi S.Pneumonia,
maksimal 2 H.Influenza
gram
50
Sefuroxime mg/kg/kali, tiap 8 Tinggi S.Pneumonia,
dosis tunggal jam H.Influenza
maksimal 2
gram
Group A
Streptococcus, S.
10 mg/kg/kali, Aureus, S.Pneumoniae
Klindamycin dosis tunggal Tiap 6 Rendah (alternatif untuk anak
maksimal 1,2 jam alergi beta lactam,
gram lebih jarang
menimbulkan flebitis
pada pemberian IV

13
daripada eritromisin)

10 mg/kg/kali, S.Pneumoniae,C
Eritromisin Tiap 6 Rendah
dosis tunggal hlamydia
jam
maksimal 1,2 Pneumoniae,Myc
gram oplasma
Pneumoniae

2.3 Antibiotik

Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman relatif
kecil (Tjay dan Raharja, 2007). Menurut Zulkifli (2005), antibiotik memiliki dua
efek utama, secara terapeutik obat ini menyerang organisme infeksius dan juga
mengeliminasi bakteri lain yang bukan penyebab penyakit. Efek lainnya adalah
menyebabkan perubahan keseimbangan ekosistem antara strain yang peka dan
yang resisten, konsekuensinya adalah gangguan ekologi mikrobial alami.
Perubahan in menyebabkan timbulnya jenis bakteri yang berbeda jenisnya atau
varian resisten dari bakteri yang sudah ada.
Menurut Neal (2005) golongan antibiotik yang sering digunakan
sebagai terapi pneumonia :
1. Golongan Penisilin, misalnya kloksasilin, amoksisilin dan ampisilin

2. Golongan Sefalosporin, misalnya sefotaksim, seftriakson dan seftazidim

3. Golongan Makrolida, misalnya azitromisin, eritromisisn dan klaritromisin

4. Golongan Kuinolon, misalnya levofloksasin

5. Golongan Antibiotik lain, misalnya vankomisisn, kloramfenikol dan


klindamisin.

2.4 CPAP
CPAP (Continuous Positive Airways Pressure) merupakan salah satu alat
yang digunakan untuk terapi penanganan apnea. CPAP ini bekerja dengan
memberikan tekanan positif di jalan napas pada tingkat yang konstan, fungsinya
agar faring tetap terbuka selama tidur dan mempertahankan volume udara pada
paru-paru. Tekanan yang diperlukan biasanya ditentukan oleh dokter setelah
meninjau hasil studi semalam (polysomnography) di laboratorium .

14
2.4.1 Indikasi
Kolaps jalan napas dapat terjadi dari berbagai penyebab, dan CPAP
digunakan untuk mempertahankan potensi jalan napas dalam banyak kasus ini.
Kolaps saluran napas biasanya terlihat pada orang dewasa dan anak-anak yang
memiliki masalah pernapasan seperti apnea tidur obstruktif (OSA), yaitu berhenti
atau berhentinya pernapasan saat tidur. OSA dapat timbul dari berbagai penyebab
seperti obesitas, hipotonia, hipertrofi adenotonsillar.

CPAP dapat digunakan di unit perawatan intensif neonatal (NICU) untuk


merawat bayi prematur yang paru-parunya belum sepenuhnya berkembang dan
yang mungkin mengalami sindrom gangguan pernapasan akibat defisiensi
surfaktan. Dokter juga dapat menggunakan CPAP untuk mengobati hipoksia dan
mengurangi kerja pernapasan pada bayi dengan proses infeksi akut seperti
bronkiolitis dan pneumonia atau bagi mereka dengan saluran udara yang dapat
dilipat seperti pada trakeomalasia.

CPAP digunakan pada gagal napas hipoksia yang terkait dengan gagal
jantung kongestif di mana ia menambah curah jantung dan meningkatkan
pencocokan V/Q.CPAP dapat membantu oksigenasi melalui PEEP sebelum
penempatan jalan napas buatan selama intubasi endotrakeal. Ini digunakan untuk
ekstubasi pasien yang berhasil yang mungkin masih mendapat manfaat dari
tekanan positif tetapi yang mungkin tidak memerlukan ventilasi invasif, seperti

15
pasien obesitas dengan apnea tidur obstruktif (OSA) atau pasien dengan gagal
jantung kongestif.

2.4.2 Kontra Indikasi


CPAP tidak dapat digunakan pada individu yang tidak bernapas secara
spontan. Pasien dengan dorongan pernapasan yang buruk memerlukan ventilasi
invasif atau ventilasi non-invasif dengan CPAP ditambah dukungan tekanan
tambahan dan tingkat cadangan (BiPAP).

Berikut ini adalah kontraindikasi relatif untuk CPAP:

• Pasien yang tidak kooperatif atau sangat cemas

• Penurunan kesadaran dan ketidakmampuan untuk melindungi jalan napas


mereka

• Status kardiorespirasi atau henti napas yang tidak stabil

• Trauma atau luka bakar yang melibatkan wajah

• Operasi wajah, esofagus, atau lambung

• Sindrom kebocoran udara (pneumotoraks dengan fistula bronkopleural)

• Sekresi pernapasan berlebihan

• Mual parah disertai muntah

• Penyakit jebakan udara yang parah dengan asma hiperkarbia atau penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK)
2.4.3 Prinsip kerja
Terapi CPAP menggunakan mesin yang dirancang khusus untuk
memberikan aliran tekanan konstan. Beberapa mesin CPAP juga memiliki fitur
lain, seperti pelembap berpemanas. Komponen mesin CPAP termasuk antarmuka
untuk mengirimkan CPAP. CPAP dapat diberikan dalam beberapa cara
berdasarkan antarmuka topeng yang digunakan:
• Nasal CPAP : Nasal prongs yang pas langsung ke lubang hidung atau masker
kecil yang pas di hidung

16
• Nasopharyngeal (NP) CPAP: Diberikan melalui pipa nasofaring- saluran udara
yang ditempatkan melalui hidung yang ujungnya berakhir di nasofaring. Ini
memiliki keuntungan melewati rongga hidung, dan CPAP disampaikan lebih
distal.
• CPAP melalui masker wajah: Masker wajah penuh ditempatkan di atas hidung
dan mulut dengan segel yang baik. Ini dapat digunakan untuk mereka yang
bernafas melalui mulut, atau untuk pra-oksigenasi pada pasien yang bernafas
spontan sebelum intubasi.
Mesin CPAP juga dilengkapi strap untuk memposisikan masker, selang atau
tabung yang menghubungkan masker dengan motor mesin, motor yang
meniupkan udara ke dalam tabung, dan filter udara untuk membersihkan udara
yang masuk ke hidung.
Bubble CPAP adalah mode pemberian CPAP yang digunakan pada
neonatus dan bayi di mana tekanan di sirkuit dipertahankan dengan merendam
ujung distal tabung ekspirasi dalam air. Kedalaman tubing dalam air menentukan
tekanan (CPAP) yang dihasilkan. Oksigen yang dicampur dan dilembabkan
dikirim melalui garpu hidung atau masker hidung dan saat gas mengalir melalui
sistem, ia "menggelembungkan" pipa ekspirasi ke dalam air, memberikan suara
yang khas. Tekanan yang digunakan biasanya antara 5 sampai 10 cm H2O. Hal ini
membutuhkan perawat terampil dan terapis pernapasan untuk mempertahankan
penggunaan sistem bubble CPAP yang efektif dan aman.
Untuk pasien yang menggunakan CPAP dalam pengaturan rawat jalan di
rumah, penting untuk memakainya secara teratur saat tidur semalaman dan saat
tidur siang. Beberapa unit CPAP juga dilengkapi dengan pengaturan "ramp"
tekanan berjangka waktu yang memulai aliran udara pada tingkat rendah dan
perlahan-lahan menaikkan tekanan ke tingkat yang ditetapkan yang dapat
membuatnya lebih nyaman dan lebih mudah untuk terbiasa.
Di luar pengaturan rumah sakit, pada awalnya pasien CPAP harus
dipantau di laboratorium tidur di mana tekanan optimal sering ditentukan oleh
teknolog secara manual mentitrasi pengaturan untuk meminimalkan apnea. Dokter
atau ahli paru dapat membantu menemukan masker yang paling nyaman, menguji
coba ruang pelembab udara di mesin, atau menggunakan mesin CPAP berbeda

17
yang memungkinkan pengaturan tekanan multipel atau penyesuaian otomatis.
Mesin CPAP titrasi otomatis menggunakan algoritme komputer dan sensor
transduser tekanan untuk menentukan tekanan ideal untuk menghilangkan
kejadian apnea
2.4.4 Efek Samping Pengunaan CPAP
Untuk penggunaan pertama CPAP mungkin sulit, sementara pasien
menyesuaikan diri. Banyak pasien pada awalnya merasa masker tidak nyaman,
sesak atau memalukan.Efek samping pengobatan CPAP mungkin termasuk
hidung tersumbat, pilek, mulut kering, atau mimisan; pelembapan seringkali dapat
membantu mengatasi gejala-gejala ini. Masker dapat menyebabkan iritasi atau
kemerahan pada kulit, dan penggunaan masker dan bantalan dengan ukuran yang
tepat dapat meminimalkan luka tekan akibat kontak ketat dengan kulit. Masker
dan tabung harus dijaga kebersihannya, diperiksa secara teratur dan harus diganti
setiap 3 hingga 6 bulan. Distensi abdomen atau sensasi kembung dapat terjadi
yang jarang dapat menyebabkan mual, muntah dan selanjutnya aspirasi dapat
diminimalisir dengan menurunkan tekanan atau dekompresi lambung melalui
selang pada pasien rawat inap.
Kepatuhan tetap menjadi masalah besar baik di rawat inap maupun rawat
jalan.Dokter harus memantau kepatuhan dan menindaklanjuti pasien mereka
dengan cermat terutama selama inisiasi terapi CPAP untuk memastikan
keberhasilan jangka panjang. Pasien harus mengungkapkan setiap efek samping
yang dapat membatasi kepatuhan yang kemudian harus ditangani oleh dokter.
Pasien juga memerlukan tindak lanjut jangka panjang dengan kunjungan kantor
tahunan untuk memeriksa peralatan, pengaturan titrasi sesuai kebutuhan, dan
untuk memastikan masker dan antar muka yang sesuai. Pendidikan pasien yang
berkelanjutan tentang pentingnya penggunaan rutin dan kelompok pendukung
membantu pasien mendapatkan manfaat maksimal dari terapi ini.
Mungkin timbul kasus yang jarang dari gangguan pernapasan di mana
pasien rawat inap akan sangat diuntungkan dari CPAP tetapi tidak mentolerir
masker atau tidak mengeluh karena delirium, agitasi atau faktor-faktor seperti usia
yang sangat muda pada anak-anak atau orang tua. Dalam skenario seperti itu,
sedasi ringan dengan fentanil dosis rendah atau dexmedetomidine dapat

18
digunakan untukmeningkatkan kepatuhan, sampai terapi tidak lagi diindikasikan.
Karena penggunaan obat penenang atau ansiolitik dapat menyebabkan penurunan
kesadaran dan penurunan dorongan pernapasan, pasien ini harus dipantau secara
ketat. Jika ventilasi semenit dan atau oksigenasi yang memadai tidak dapat
dicapai, maka manajemen harus mencakup eskalasi ke BiPAP atau intubasi
dengan ventilasi mekanis mengikuti status kode dan tujuan perawatan.
Ini adalah mode pengiriman PEEP yang umum digunakan di rumah sakit.
Hal ini juga biasa digunakan di lingkungan rawat jalan atau rumah untuk
mengobati apnea tidur. Manfaat memulai pengobatan CPAP termasuk kualitas
tidur yang lebih baik, pengurangan atau penghapusan mendengkur, dan kantuk di
siang hari berkurang. Orang-orang melaporkan konsentrasi dan memori yang
lebih baik dan peningkatan fungsi kognitif. Ini juga dapat meningkatkan
hipertensi pulmonal dan menurunkan tekanan darah. CPAP dapat digunakan
dengan aman aman untuk segala usia, termasuk anak-anak.
CPAP membantu dalam mencapai pencocokan V/Q yang lebih baik dan
memastikan pemeliharaan kapasitas residu fungsional. CPAP tidak terkait dengan
efek samping ventilasi mekanis invasif seperti penggunaan sedasi yang berlebihan
dan efek samping ventilasi tekanan positif (volutrauma dan barotrauma). Dalam
pengaturan rawat inap, harus dipantau sangat ketat dengan tanda-tanda vital, gas
darah, dan profil klinis. Jika ada tanda-tanda kerusakan, ventilasi mekanis harus
dipertimbangkan. (Venessa L. Pinto, Sandeep Sharma 2018)

2.5 Tinjauan Obat


1. Ampisilin
Komposisi Ampisilin 1 g

Indikasi Untuk mengobati infeksi saluran pernapasan, saluran kemih


dan kelamin (gonore tanpa komplikasi), septikemia dan
meningitis, yang disebabkan bakteri gram positif atau
negative

Kelas terapi Penisilin spektrum luas

19
Mekanisme kerja Ampicillin aktif terhadap organism gram positif dan gram
negative tertentu termasuk yang dihasilkan oleh
staphylococcus aureus dan basil gram negative yang umum
seperti Eschericia coli dan Haemophilus influenza. Bersifat
bakterisida terhadap organism gram + dan beberapa gram -
(Basic Pharmacology & Drug Notes, 2019).

Dosis IV : Neonatus : 25 – 50 mg/kgBB/dosis; usia 1 minggu :


setiap 12 jam; usia 2 – 4 minggu : setiap 6 – 8 jam (Shann
Frank, 2017).

IV : Neonatus 1,5-3 g tiap 6 jam

Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap golongan penisilin.

Bentuk sediaan Injeksi kering iv

Farmakokinetik Absorpsi : Ampisilin oral tidak lebih baik daripada penisilin


V atau fenetissilin. Adanya makanan dalam saluran cerna.
Dengan dosis lebih kecil persentase yang diabsorpsi relatif
lebih besa (40%).

Distribusi : Ampisilin juga didistribusi luas dalam tubuh dan


ikatan oleh protein plasmanya hanya 20%. Ampisilin yang
masuk ke dalam empedu mengalami sirkulasi enterohepatik,
tetapi yang dieksresi bersama tinja jumlahya cukup tinggi.
Penetrasi ke CSS (Cairan Serebrospinal) dapat mencapai
kadar yang efektif pada keadaan peradangan meningen.

Pada bronkitis atau pneumonia, ampisilin dieksresi ke dalam


sputum sekitar 10% kadar serum. Bila diberikan sesaat
sebelum persalian, dalam satu jam kadar obat dalam fetus
menyamai kadar obat dalam ibu nya. Pada bayi prematur dan
neonatus, pemberian ampisilin menghasilkan kadar dalam

20
darah yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama dalam darah.

Metabolisme : 10 % di hati

Eliminasi : Masa paruh 1 jam. eliminasi penisilin dalam


darah diperpanjang oleh probenesid, beberapa obat lain juga
meningkatkan masa paruh eliminasi penisislin dalam darah
antara lain : Fenilbutazon, sulfinpirazon, asetosal, dan
indometasin.

Ekskresi : Umumnya dieksresi melalui proses sekresi di


tubuli ginjal yang dapat dihambat oleh probenesid.

(Farmakologi dan Terapi edisi 6, 2016)

Rekonstitusi Setiap 500 mg atau fraksi Ampisilin harus direkonstitusi


dengan setidaknya 5 mL SWFI. Gunakan dalam waktu 1 jam
setelah pengenceran. Mungkin perlu diencerkan lebih lanjut
dalam 50 mL atau lebih dari larutan IV yang dipilih. Stabil
selama 8 jam pada konsentrasi30 mg/mL dalam NS, RL,
natrium laktat, atau SWFI. Stabil dalam D5/1/2NS atau 10%
gula invert dalam air selama 4 jam pada konsentrasi2 mg/mL.
Stabil dalam D5W selama 4 jam pada konsentrasi2 mg/mL
tetapi hanya selama 2 jam pada konsentrasi20 mg/mL. Harus
diatur sebelum stabilitas berakhir (Panduan obat IV, RSUD
Achmad Mochtar, 2018).

Kompatibilitas Aztreonam, cefepime, klindamisin , eritromisin, furosemide,


heparin, natrium suksinat hidrokortison, lincomycin,
metronidazole, ranitidine, verapamil (Panduan obat IV,
RSUD Achmad Mochtar, 2018).

Inkompatibilitas Tidak aktif dalam larutan dengan aminoglikosida


(misalnyaAmikasin, gentamisin). Jangan mencampur dalam

21
larutan yang sama. Jarak dan atau lokasi injeksi terpisah
diperlukan (Panduan obat IV, RSUD Achmad Mochtar,
2018).

Stabilitas Stabil selama 8 jam pada konsentrasi 30 mg/ml dalam NS,


RL, narium laktat atau SWFI. Stabil dalam D5 ½ NS atau
10% gula invert dalam air selama 4 jam pada konsentrasi 2
mg/ml. stabil dalam D5W selama 4 jam pada konsentrasi 2
mg/ml tetapi hanya selama 2 jam pada konsentrasi 20 mg/ml.
harus diatur sebelum stabilitas berakhir (Panduan obat IV,
RSUD Achmad Mochtar, 2018).

Gambar sediaan

2. Gentamisin
Komposisi Injeksi 40 mg/mL (2 mL)

Indikasi Pneumonia, kolesistisis, peritonitis, septikemia, pyelo


nefritis, infeksi kulit, inflamasi pada tulang panggul, en
dokarditis, meningitis, listeriosis, tularaemia, brucellosis,
pencegahan infeksi setelah pembedahan.

Dosis Neonatus :
IV, IM : 5 mg/kgBB/dosisinterval
Berat badan < 1200 gram dan usia postnatal: ≤ 7 hari tiap 48
jam 8 – 30 hari tiap 36 jam > 30 hari tiap 24 jam
Berat badan ≥ 1200 gram dan usia postnatal: ≤ 7 hari tiap 36

22
jam > 7 hari tiap 24 jam. (IDAI, 2013)

Mekanisme kerja Antibiotik aminoglikosida untuk cakupan bakteri gram


negatif, termasuk spesies Pseudomonas; sinergis dengan beta
laktamase terhadap enterococci; mengganggu sintesis
protein bakteri dengan mengikat subunit ribosom 30S dan
50S (Medscape,2021).

Kontra Indikasi Toksisitas atau hipersensitivitas aminoglikosida sebelumnya.


(medscape,2017).

Bentuk sediaan Cairan Injeksi Ampul

Peringatan Gangguan fungsi ginjal, bayi (sesuaikan dosis, monitor


ginjal, fungsi pendengaran dan kesetimbangan, dan kadar
gentamisin dalam darah).

Hindari penggunaan jangka panjang, kelemahan otot,


obesitas (monitor kadar gentamisin). Monitor kadar puncak
plasma (1 jam) < 10 mg/L, kadar nadir (trough) / sebelum
dosis berikut < 2 mg/L.

Efek samping >10%


Neurotoksisitas (vertigo, ataksia), Ketidakstabilan gaya
berjalan, Ototoksisitas (pendengaran, vestibular),
Nefrotoksisitas (penurunan CrCl), Nefrotoksisitas jika
melalui >2 mg/L
1-10%
Busung, Ruam, Kemerahan kulit, Gatal
<1% Kantuk, Sakit kepala, serebri pseudomotor,
Fotosensitifitas, Reaksi alergi, eritema, Anoreksia,
Mual/muntah, Penurunan berat badan, Peningkatan air liur,
Enterokolitis, Granulositopenia, Agranulositosis,
Trombositopenia, LFT yang meningkat, Pembakaran, Pedas,

23
Tremor, Kram otot, Kelemahan, Dispnea
(Medscape,2017).

Farmakokinetik Penyerapan : Waktu plasma puncak: IM (30-90 menit); IV

(30 menit setelah infus 30 menit)

Distribusi: Gentamisin melintasi plasenta; difusi relatif dari

darah ke CSF minimal bahkan dengan peradangan

Rasio kadar CSF terhadap darah: Meningen normal

(minimal); meningen yang meradang (10-30%)

Protein terikat: <30%

Vd: Neonatus (0,4-0,6 L/kg); anak-anak: (0,3-0,35 L/kg);

dewasa: (0,2-0,3 L/kg); Vd meningkat karena edema, asites,

dan kelebihan cairan dan menurun karena dehidrasi

Eliminasi : Waktu paruh: 2-3 jam (NRF)

Pembersihan ginjal: Berhubungan langsung dengan fungsi

ginjal

Ekskresi: Urine (70% pulih sebagai obat yang tidak berubah

pada pasien dengan NRF)

(Medscape, 2021).

Rekonstitusi Setiap 500 mg atau fraksi Ampisilin harus direkonstitusi

dengan setidaknya 5 mL SWFI. Gunakan dalam waktu 1 jam

setelah pengenceran. Mungkin perlu diencerkan lebih lanjut

dalam 50 mL atau lebih dari larutan IV yang dipilih. Stabil

selama 8 jam pada konsentrasi30 mg/mL dalam NS, RL,

natrium laktat, atau SWFI. Stabil dalam D5/1/2NS atau 10%

24
gula invert dalam air selama 4 jam pada konsentrasi2 mg/mL.

Stabil dalam D5W selama 4 jam pada konsentrasi2 mg/mL

tetapi hanya selama 2 jam pada konsentrasi20 mg/mL. Harus

diatur sebelum stabilitas berakhir (Panduan obat IV, RSUD

Achmad Mochtar, 2018).

Kompatibilitas Acyclovir, amiodarone, cefepime ceftazidime, ciprofloxacin,

cyclophosphamide, cytarabine, diltiazem, famotidine,

filgrastim, flukonazol, insulin (reguler), labetalol,

levofloxacin, magnesium sulfat, meropenem, midazolam,

ondansetron, kalium klorida (KCl), teofilin, zidovudine

(Panduan obat IV, RSUD Achmad Mochtar, 2018).

Inkompatibilitas Tidak aktif dalam larutan dengan aminoglikosida

(misalnyaAmikasin, gentamisin). Jangan mencampur mereka

dalam larutan yang sama. Jarak dan atau lokasi injeksi

terpisah diperlukan (Panduan obat IV, RSUD Achmad

Mochtar, 2018).

Stabilitas Direkomendasikan untuk disimpan pada suhu ruangan

terkontrol (20-25°C) hingga suhu ruangan (25°C) atau lebih

rendah dan lindungi dari cahaya (Panduan obat IV, RSUD

Achmad Mochtar, 2018).

Gambar sediaan

25
3. Aminosteril® Infant 10%
Komposisi Asam amino

Indikasi untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi protein

pada anak dan untuk pengoabtan defisiensi pada bayi

prematur sebagai asupan makanan yang dikonsumsi

secara oral.

Kelas terapi Nutrisi Parenteral

Dosis Untuk infus intravena. Gunakan infus set dengan sistem


minidrop (60 tetes = 1 g ± 0,1 g) atau pengatur infus.  
Pada neonatus, dosis standar 2,5 g asam amino (setara
dengan 50 mL) per kgBB per hari. Kecepatan infus 2-5
mL/kgBB/jam atau 2-5 tetes/kgBB/menit jika
menggunakan sistem minidrop.

Kontra Indikasi Pasien dg kelainan metabolisme asam amino sejak lahir;


koma hepatik & anuria yg tdk diobati, insufisiensi
kardiak, hipokalemia & hiperhidrasi.

Bentuk sediaan Infus

Efek Samping Pemberian infus asam amino secara cepat memicu


terjadinya gangguan ginjal dan pada pasien yang sensitif

26
dapat menyebabkan terjadinya mual, kemerahan, dll. 
Reaksi yang mungkin terjadi karena pemberian larutan,
meliputi respon demam, infeksi pada tempat suntikan,
trombosis vena atau flebitis dari tempat suntikan,
ekstravasasi dan hipervolemia.   Jika terjadi reaksi yang
tidak diinginkan, hentikan pemberian infus. Segera
berikan terapi yang sesuai dan lakukan pemeriksaan
terhadap cairan sisa jika dibutuhkan.

Peringatan Gunakan dengan hati-hati jika ada insufisiensi jantung


dekompensasi: syok, gangguan keseimbangan asam
basa, gangguan prerenal yang menyebabkan oliguria
atau anuria harus diterapi sebelum mendapatkan nutrisi
parenteral.  Pastikan fungsi ginjal yang adekuat. 
Aminofusin Paed dapat sebagai nutrisi parenteral total
jika diberikan dalam kombinasi dengan larutan berkalori
yang pemberiannya secara bersamaan dengan dosis yang
adekuat.   Jika diberikan dalam jangka waktu yang
panjang, vitamin dapat digantikan secara terpisah
(Medscape, 2017)

Gambar sediaan

27
4. Zamel drop 16ml
Komposisi Per ml mengandung : Zn 1.5 mg, vitamin A 2,000 IU,
vitamin B1 0.5 mg, vitamin B2 0.6 mg, vitamin B12 2
mcg, vitamin C 30 mg, vitamin D3 400 IU, vitamin E 5
IU, pantothenic acid 5 mg, nicotinamide 8 mg, biotin 5
mcg (Halodoc.com)

Indikasi Pengobatan dan pencegahan defisiensi vitamin dan


mineral pada anak
Kelas terapi Multivitamin

Dosis Dosis anak umur < 1 tahun: 0,5 ml (10 tetes/drops)


sekali sehari.
Dosis anak umur 1 - 3 tahun: 1 ml (20 tetes/drops) sekali
sehari (Honestdoc.com, 2020).

Kontra Indikasi Zamel drop tidak boleh diberikan kepada anak-anak


yang diketahui memiliki hipersensitivitas/alergi terhadap
kandungan suplemen ini (Honestdoc.com, 2020).

Bentuk sediaan Drop 16 ml

Efek Samping Rasa tidak nyaman di pencernaan seperti diare dan


konstipasi (Honestdoc.com,

Peringatan Riwayat hipersensitivitas atau alergi terhadap


kandungan suplemen ini. Jika reaksi alergi muncul saat
penggunaan, seperti muncul ruam atau bengkak di wajah
dan kesulitan bernapas.
Simpan botol vitamin zamel drop ini jauh dari
jangkauan anak-anak dan terhindar dari sinar matahari
langsung.
Hati-hati saat pemberian pada bayi umur kurang dari
setahun (Honestdoc.com, 2020).

21
Gambar sediaan

22
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama By. A

No. MR 555xxx

Umur 24 hari

Jenis Kelamin Laki-laki

Ruangan Perinatologi

Agama Islam

Diagnosa Suspect pneumonia

Mulai perawatan 20 September 2021 jam 18.53 WIB

Dokter dr. R, Sp.A

Tabel 2. Identitas pasien

3.2. Riwayat Penyakit


1. Keluhan Utama
- Pasien datang dengan keluhan batuk-batuk dan sering memuntahkan susu
- Sesak nafas 1 hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
- Batuk, demam, R, W
- Tidak nyeri
- A/S : 8/9
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
- Tidak ada

23
4. Riwayat Pengobatan
- IVFD aminofusin 10% 40cc/24jam
- IVFD coktail 14cc/jam
- Inj. Ampicillin 2x150 mg
- Inj. Gentamisin 1x15 mg
5. Riwayat Alergi
- Tidak ada
6. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada
3.3. Data Penunjang
1. Data Pemeriksaan Fisik

Data Klinik Normal IGD


20/9
Suhu (°C) 36.5-37.5 38
Nadi (x/menit) 120-160 140
Nafas (x/menit) 30-60 62
Berat Badan (Gram) 2700-4000 2980

Tabel 3. Data pemeriksaan fisik pasien


Kulit : tidak tampak pucat, tidak kebiruan, tidak tampak ikterik
Kepala : normochepal, ubun-ubun terbuka datar
Mata : anemis (-) sclera tidak ikterik
Paru : retraksi dada ada minimal, normochest, rhoncii (+), wheezing (-)
Jantung : ictus cordis (-)
Kelainan kongenital : tidak ada
Genitalia : laki-laki tidak ada kelainan

24
2. Data Laboratorium
a. Hematologi (Mosby’s Diagnostic Twelfth Edition, 2015)
Tanggal
Nilai
Pemeriksaan 20/09/21
Normal
Hemoglobin 14.6
12 – 20
(g/dL)
Eritrosit 4.34
4.1 – 6.1
(106/μL)
Hematokrit 42.2
39 – 59
(%)
MCV (fL) 73 – 87 H 97.2
MCH (pg) 24 – 30 H 33.6
MCHC
34.6
(g/dL) 32 – 36
RDW-CV
H 16.6
(%) 11.5 – 14.5
Leukosit
15.29
(103/μL) 6.2 – 17
Trombosit
-
(103/μL) 150 – 450
Basofil (%) 0.5 – 1 0.9
Eosinofil (%) 1–4 H 4.3
Neutrofil
L 44.7
Segmen(%) 55 – 70
Neutrofil
-
Batang (%) 10 – 18
Limfosit (%) 20 - 40 33.0
Monosit (%) 0–6 H 17.1
Kalsium 10.1
7.6 -10.4
(mg/dL)
Kreatinin 0.3-1.2 0.42
BUN 5-15 9
(mg/dL)

25
b. Kimia Klinik
Pemeriksaan Nilai
20/09/21
Normal
Albumin (dl) 2.9 - 5.3 -
Kalsium (dl) 7.6 - 10.4 10.1
Bilirubin Total
(mg/dl) <1 -
Bilirubun
< 0.2 -
(mg/dl)
c. Elektrolit Serum
Pemeriksaan Nilai
20/09/21
Normal
Natrium (Na)
135-145 137.9
(mEq/L)
Kalium (K)
3.5-5.5 5.42
(mEq/L)
Klorida (Cl)
98-108 105.8
(mEq/L)
Tabel 4. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien.
Keterangan
Kuning : rendah
Merah : tinggi
3.4. Diagnosis
Diagnosa : Suspect pneumonia
3.5. Terapi Awal yang Diberikan
- IVFD aminofusin 10% 40cc/24jam
- IVFD coktail 14cc/jam
- Inj. Ampicillin 2x150mg
- Inj. Gentamisin 1x15mg
- Pasang CPAP PEP6 F1O2 21

26
3.6 Lembar Farmakologi
3.6.1 Penyelesaian dengan metode SOAP :

1. Subjektif

Nama By. A

No. MR 555xxx

Umur 24 hari

Jenis Kelamin Laki-laki

Ruangan Perinatologi

Agama Islam

Diagnosa Suspect pneumonia

Mulai perawatan 20September 2021 jam 18.53 WIB

Dokter dr. R, Sp.A

Keluhan Utama :
- Pasien datang dengan keluhan batuk-batuk dan sering memuntahkan susu
- Sesak nafas1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
- Batuk, demam, R, W
- Tidak nyeri
- A/S : 8/9
Riwayat Penyakit Terdahulu
- Tidak ada

27
Riwayat Pengobatan
- IVFD aminofusin 10% 40cc/24jam
- IVFD coktail 14cc/jam
- Inj. Ampicillin 2x150 mg
- Inj. Gentamisin 1x15 mg
Riwayat Alergi
- Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada

Kulit : tidak tampak pucat, tidak kebiruan, tidak tampak ikterik

Kepala : normochepal, ubun-ubun terbuka datar

Mata : anemis (-) sclera tidak ikterik

Paru : retraksi dada ada minimal, normochest, rhoncii (+), wheezing (-)

Jantung : ictus cordis (-)

Kelainan kongenital : tidak ada

Genitalia : laki-laki tidak ada kelainan

Diagnosis : Pneumonia
2. Objektif
A. Data Pemeriksaan Fisik

Tanggal
Data Klinik Normal
20/9 21/9 22/9 23/9 24/9 25/9 26/9 27/9
Suhu (°C) 36.5-37.5 36.5 36.7 36.7 36.6 37.2 36.9 36.5 37.3
Nadi (x/menit) 120-160 158 139 134 166 136 122 120 151
Nafas (x/menit) 30-60 62 58 84 55 52 49 49 52
Berat Badan 2700-
2980 3040
(Gram) 4000

28
B. Data Laboratorium
1. Hematologi (Mosby’s Diagnostic Twelfth Edition, 2015)
Tanggal
Pemeriksaan Nilai Normal
20/09/21

Hemoglobin (g/dL) 12 – 20 14.6

Eritrosit (106/μL) 4.1 – 6.1 4.34

Hematokrit (%) 39–59 42.2

MCV (fL) 73– 87 H 97.2


MCH (pg) 24– 30 H 33.6
MCHC (g/dL) 32– 36 34.6
RDW-CV (%) 11.5 – 14.5 H 16.6
Leukosit (103/μL) 6.2 – 17 15.29
Trombosit (103/μL) 150 – 450 -
Basofil (%) 0.5 – 1 0.9
Eosinofil (%) 1–4 H 4.3
Neutrofil Segmen(%) 55 – 70 L 44.7
Neutrofil Batang (%) 10 – 18 -
Limfosit (%) 20 - 40 33.0
Monosit (%) 0–6 H 17.1
Kalsium (mg/dL) 7.6 -10.4 10.1
Kreatinin 0.3-1.2 0.42
BUN (mg/dL) 5-15 9
2. Kimia Klinik
Pemeriksaan Nilai Normal 20/09/21
Albumin (dl) 2.9 - 5.3 -
Kalsium (dl) 7.6 - 10.4 10.1
Bilirubin Total (mg/dl) <1 -
Bilirubun (mg/dl) < 0.2 -

29
3. Elektrolit Serum
Pemeriksaan Nilai Normal 20/09/21
Natrium (Na) (mEq/L) 135-145 137.9
Kalium (K) (mEq/L) 3.5-5.5 5.42
Klorida (Cl) (mEq/L) 98-108 105.8

3. Assessment

- Pasien diberikan terapi IVFD aminofusin 10% 40cc/24jam sebagai nutrisi kalori
parenteral pada bayi
- Pasien terapi IVFD Cocktail IVFD cocktail 14cc/jam sebagai nutrisi kalori dan
elektrolit parenteral pada bayi
- Pada tanggal 22/9 IVFD aminofusin 10% dan IVFD Cocktail diberhentikan dan
dilanjutkan dengan pemberian vitamin Zamel Drop karena keadaan pasien sudah
membaik dan pasien sudah bisa minum sehingga asupan nutrisi kalori sudah
tercukupi karena diberikan ASI/PASI
- Pasien diberikan terapi Inj. Ampicillin 2x150 mg dan Inj. Gentamisin 1x15 mg
sebagai terapi empiris pneumonia dan juga sebagai profilaksis nosokomial.
- Pemberian Inj. Ampicillin dan Inj. Gentamicin terdapat interaksi obat.

4. Plan
- Monitoring berat badan bayi
- Monitoring efek samping penggunaan antibiotik
- Inj. Ampicillin dan Inj. Gentamicin tidak boleh dicampurkan secara bersamaan.

30
3.6.2 Terapi Farmakologi
Tanggal Pemberian Obat (21 September 2021- 4 November 2021)
Nama Obat Rute
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3

IVFD Aminofusin 10% IV  

IVFD D 10% + NaCl


0,9% + KCL + Ca IV  
gluconase (14 cc/jam)

IVFD D 10% + NaCl


0,9% + KCL + Ca IV 
gluconase (2 cc/jam)

Inj. Ampicillin 2x 150mg IV       

Inj. Gentamicin 1 x15 mg IV       

Zamel    

Tabel 6. Terapi yang diberikan selama di RS

31
3.6.3 Perhitungan Dosis
NO Nama Obat Dosis Literatur Dosis yang diberikan Komentar

1. 40 cc/24jam Dosis sesuai literatur


IVFD Aminofusin 10%

2 14 cc/jam Dosis yang diberikan


IVFD Coktail sesuai literatur.

3 25 mg/kg setiap 6 jam 2 x 150 mg Dosis yang diberikan


(Frank Shann,2017) sesuai dengan
literature
Dosis :
Inj. Ampicillin 50 mg/kg setiap 12 jam
50 mg x 2.98 kg = 149 mg ~ 150
mg

5 IV, IM: 5mg/kgBB/dosisinterval 1 x 15 mg Dosis sudah sesuai


literatur.
(Frank Shann,2017)
Inj. Gentamicin
Dosis : 5 mg/kgBB x 2.98 kg =
14,9 mg ~ 15 mg

6 - 0,3 ml Dosis sesuai


Zamel

Tabel 7. Perhitungan dosis

32
3.6.4 Analisa Permasalahan / Drug Related Problem (DRP)

Pasien : By. A Diagonosa : Suspect pneumonia Dokter Penanggung Jawab:

dr. R, Sp.A

Ruangan : Perinatologi Apoteker : apt. S, S.Farm

No Drug Therapy Problem Check


Penjelasan
1 Terapi obat yang tidak diperlukan List
Tidak ada terapi tanpa indikasi medis

 IVFD Aminofusin 10% untuk terapi nutrisi parenteral

 IVFD Cogtail untuk terapi nutrisi parenteral

Terdapat terapi tanpa indikasi medis Tidak  Inj. Ampisilin merupakan first line terapi untuk mengatasi
bakteri pasien

 Inj. Gentamisin merupakan terapi tambahan yang


digunakan untuk mengatasi bakteri pasien

Pasien mendapatkan terapi tambahan yang Tidak Tidak ada pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak
tidak di perlukan diperlukan

33
Pasien masih memungkinkan menjalani Pasien harus menjalani terapi farmakologi untuk membantu
Tidak
terapi non farmakologi penyembuhan.
Terdapat duplikasi terapi Tidak Pasien tidak mendapat terapi yang duplikasi
Pasien mendapat penanganan terhadap efek Tidak ada efek samping yang terjadi pada pasien terhadap
Tidak
samping yang seharusnya dapat dicegah penggunaan obat ini
2 Kesalahan obat
Bentuk sediaan yang diberikan tepat yaitu dalam bentuk
Bentuk sediaan tidak tepat Tidak
injeksi karena mempertimbangkan kondisi pasien
Terdapat kontra indikasi Tidak Tidak terdapat kontraindikasi
Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan Kondisi pasien dapat diatasi oleh obat untuk mengurangi
Tidak
oleh obat keluhan pasien

Obat tidak diindikasikan untuk kondisi


Tidak Tidak ada obat yang tidak diindikasikan untuk pasien
pasien

Terdapat obat lain yang lebih efektif Tidak Pengobatan yang diberikan sudah efektif
3 Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah Tidak Dosis yang diberikan sudah tepat

Frekuensi penggunaan tidak tepat Tidak Frekuensi yang diberikan sudah tepat

Durasi penggunaan tidak tepat Tidak Durasi penggunaan sudah tepat

34
4 Reaksi yang tidak diinginkan
Obat aman untuk pasien dan memberikan efek yang sesuai
Obat tidak aman untuk pasien Tidak
dengan yang diharapkan

Terjadi reaksi alergi Tidak Pasien tidak menunjukan reaksi alergi dari penggunaan obat

Ampisilin dapat mengurangi efek gentamisin jika dicampur


dalam wadah atau saluran IV yang sama. Ketika digunakan
Terjadi interaksi obat Ya
bersama-sama, antar keduanya harus diberikan secara terpisah
(drugs.com)
Dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu Tidak ada dosis obat yang dinaikkan atau diturunkan terlalu
Tidak
cepat cepat.
Muncul efek yang tidak diinginkan Tidak Tidak muncuk efek yang merugikan untuk pasien
5 Ketidak sesuaian kepatuhan pasien
Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien, semua obat
Obat tidak tersedia Tidak
yang dibutuhkan pasien telah tersedia di apotek rumah sakit
Pasien tidak mampu menyediakan obat Ya Pasien tidak mampu menyediakan obat
Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan Pasien tidak mengerti instruksi penggunaan obat karena masih
Ya
obat neonatus
Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak
Tidak Pasien patuh dalam penggunaan obat
menggunakan obat

35
6 Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat kondisi yang tidak diterapi Tidak Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan kondisinya.
Pasien membutuhkan obat lain yang Tidak Pasien telah mendapatkan obat yang bekerja sinergis.
Sinergis
Pasien membutuhkan terapi profilaksis Tidak Pasien sudah mendapatkan terapi yang tepat

Tabel 8. Analisa Permasalahan

3.6.5 Monitoring Efek Samping


Manifestasi ESO Nama Obat Cara Mengatasi ESO

Dermatitis, ruam, diare Ampicillin Monitoring kulit area popok pasien dan moitoring
BAB pasien
(basic pharmacology, 2019)

Gangguan pendengaraan, Gentamicin Monitoring BAK dan kondisi pasien, monitoring kadar
nefrotoksisitas, magnesium pasien
hipomagnesemia
(basic pharmacology, 2019)
Diare, ruam, Hiperglikemia, IVFD Monitoring BAB dan kondisi pasien, monitoring kadar
Hipotensi Aminofusin 10% glukosa dan tekanan darah pasien
(PIONAS, 2015)
Tromboflebitis, Udem, IVFD Cocktail Monitoring cairan tubuh dan Nadi pasien
Aritmia ( D10%, NaCl
(PIONAS, 2015) 0,9%,KCl, Ca
gluconas)

Diare, Konstipasi Zamel Monitoring BAB pasien


(PIONAS, 2015)

36
Tabel 9. Monitoring efek samping obat

37
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang bayi laki-laki dari ibu F lahir tanggal 26 Agustus 2021 dilahirkan

secara partus spontan dengan berat badan bayi ketika lahir yaitu 3300 gram. Pasien

datang ke IGD RSUD Achmad Mochtar pada tanggal 20 September 2021 pukul 18.53

WIB rujukan dari klinik dengan keluhan utama batuk-batuk, memuntahkan susu dan

sesak nafas 1 hari sebelum masuk rumah sakit Achmad Moechtar. Kondisi pasien saat

datang ke IGD yaitu suhu tubuh 38°C, nadi 140x/menit, laju pernafasan 62x/menit,

GCS E4 M6 V5, dan berat badan pasien 2940 g. Pasien didiagnosa suspect

Pneumonia.

Berdasarkan data fisik pasien mengalami batuk dan sesak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit dari awal masuk di IGD sampai pada tanggal 22 september 2021, untuk

kondisi nadi normal, sedangkan kondisi suhu dan pernapasan pasien diatas angka

normal, hal ini dikarenakan pasien mengalami sesak sehingga pernapasan diatas

angka normal.

Dari data laboratorium pasien pada tanggal 20 september 2021 dilihat bahwa

kadar MCV, MCH, dan RDW nya tinggi. Selain itu, nilai eosinofil, neutrofil dan

monosit pasien juga tidak normal, hal ini menandakan bahwa adanya infeksi ().

Pasien mengalami anemia karena pasien kekurangan oksigen yang mengakibatkan

pasien mengalami sesak.

Pasien mendapatkan terapi IVFD Aminosteril infant 10% (40cc), IFVD Kogtil

(14cc), injeksi ampisillin 2x150mg (iv), dan injeksi gentamisin 1x15mg (iv).

38
Aminosteril Infant 10% mengandung asam amino digunakan untuk menambah nutrisi

secara parental mencegah dan mengobati kekurangan protein pada bayi (IDAI, 2013).

Dengan menggunakan pedoman penatalaksanaan pneumonia neonatal yang

sudah tersedia, dapat diberikan terapi antibiotik empiris. Terapi empiris merupakan

terapi awal di mana antibiotik diberikan atas dugaan kuman penyebab dari keadaan

infeksi tersebut. Dugaan ini didasarkan pada peta kuman setempat (educated guess).

Bila terjadi keadaan infeksi berat yang mengancam jiwa, terapi empiris dapat

menggunakan antibiotik berspektrum luas yang bisa mencakup semua kemungkinan

kuman penyebab infeksi, bahkan terkadang menggunakan kombinasi antibiotik. Bila

identifikasi kuman dan uji kepekaan telah diketahui, maka dilakukan terapi definitif

sesuai kuman yang didapat, menggunakan antibiotik yang paling sederhana dengan

spektrum yang paling sempit (Buch, Makwana, & Chudasama, 2013).

Pada pasien ini terapi empiris yang diberikan adalah Ampisilin 2 × 150 mg iv

kombinasi dengan gentamisin 1 × 15 mg. Antibiotik gentamisin adalah antibiotik

golongan aminoglikosida, antibiotik golongan ini (gentamisin) dikombinasikan,

apabila terdapat bakteri gram positif pada antibiotik lainnya sehingga menghasilkan

efek yang sinergis. Tujuan penggunaan obat kombinasi adalah memperluas spektrum

anti kuman dengan kondisi kritis atau dengan infeksi berat dan mengatasi adanya

kuman yang resisten. Kombinasi gentamisin dan ampisilin menghasilkan efek

bakterisida yang kuat, yang sebagian disebabkan oleh peningkatan ambilan obat yang

timbul karna penghambatan sintesis dinding sel. Penisilin mengubah struktur dinding

39
sel sehingga memudahkan penetrasi gentamicin pada kuman (Wahidah, L.K., dkk

2020).

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan laporan case study didapatkan kesimpulan:

1. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat.

2. Pasien mendapatkan terapi IVFD amino steril 10%, IVFD Kogtil, inj ampisillin

2x150mg (iv), inj gentamisin 1x15mg (iv).

3. Pasien didiagnosis suspect Pneumonia

5.2. Saran

Monitoring penggunaan antibiotik terhadap pasien dan monitoring efek

samping penggunaan obat pada pasien.

40
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E., dkk. (2014). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC

Bobak, I. M. Lowdermilk, D. L., Jensen, M. D. & Perry S. E. (2014). Buku Ajar


Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Alih Bahasa: Maria A. W. & Peter I. N.
Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Pelaksanaan Program Rumah Sakit


Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB). Jakarta: Depkes RI

Hanretty, K. P. (2014) Ilustrasi Obstetri. Edited by B. I. Santoso and E.


Muliawan. Singapura: Elsevier.p.224.

IDAI. 2017. Pedoman Praktis Klinis. . Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.

IDAI. 2011 Pedoman Pelayanan Medis. . Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.

Ikatan Dokter Anak Indonesia 2013, Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, diakses
22 Januari 2019.

Kyle & Carman. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2. Diterjemahkan
Oleh Devi Yulianti Dan Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.

Yeung SC. Graves’ Disease. www.emedicine.medscape.com. 2017: 3: 1—5.

Neal, M. J., 2005, Medical Pharmacology at a Glance, Edisi Kelima, 46-47,


Erlangga, Jakarta.
Oktafia, D. 2018. Panduan Obat-obatan Intravena. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Achmad Mochtar. Bukittinggi.
Pamungkas. 2012. Analisis Faktor Resiko Pneumonia pada Balita di 4 Provinsi di
Wilayah Indonesia Timur [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia
Reeder, S. J., & Martin, L. L. (2014). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita,
Bayi dan Keluarga (18th ed.; E. A. Mardella, Ed.). Jakarta: EGC.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,

41
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Venessa, L.P., Sandeep, S. 2018. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Wahidah, L.K., Wahyuni, N.T., Putri, D.M. 2020. Evaluasi Penggunaan Antibiotik
Pneumonia Dengan Metode ATC/DDD Pada Pasien Pediatri Di Instalasi Rawat
Inap RSUD. Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019. JFL. 9(2) :
99-107
WHO (World Health Statistics). 2018. Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi. World Bank, 2018

42

Anda mungkin juga menyukai