Dosen Pembimbing :
Nama Kelompok:
Kelas:
5C Keperawatan
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas rahmat dan karunia-
Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang
”MAKALAH TETANUS NEONATORUM”. Makalah ini disusun selain untuk
menambah wawasan juga untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Keperawatan
Anak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Maslah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tetanus Neonatorum ............................................................ 4
2.2 Etiologi ............................................................................................... 4
2.3 Manifetasi Klinis ................................................................................ 5
2.4 Patofisiologi........................................................................................ 6
2.5 Pathway .............................................................................................. 7
2.6 Komplikasi ......................................................................................... 8
2.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 8
2.8 Penatalaksanaan .................................................................................. 9
2.9 Pencegahan ......................................................................................... 10
BAB III KONSEP ASKEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .......................................................................................... 11
3.2 Analisa Data ....................................................................................... 14
3.3 Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 15
3.4 Rencana Keperawatan ........................................................................ 15
BAB VI PENUTUP
4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 18
4.2 Saran ................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19
iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah defenisi dari Tetanus Neonatorum?
1.2.2 Apa etiologi dari Tetanus Neonatorum?
1.2.3 Apa manifestasi klinis dari Tetanus Neonatorum?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari Tetanus Neonatorum?
1.2.5 Bagaimanakah pathway dari Tetanus Neonatorum?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Tetanus Neonatorum?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari Tetanus Neonatorum?
1.2.8 Bagaimana proses keperawatan untuk klien dengan Tetanus Neonatorum?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan
Tetanus Neonatorum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Memahami definisi dari Tetanus Neonatorum.
1.3.2.2 Mengetahui etiologi dari Tetanus Neonatorum.
1.3.2.3 Mengetahui manifestasi klinis dari Tetanus Neonatorum.
1.3.2.4 Memahami patofisiologi dari Tetanus Neonatorum.
1.3.2.5 Mengetahui pathway dari Tetanus Neonatorum.
1.3.2.6 Mengetahui pemeriksaan penunjang pada klien dengan Tetanus
Neonatorum.
1.3.2.7 Mengetahui penatalaksanaan yang harus diberikan pada kien
dengan Tetanus Neonatorum.
1.3.2.8 Memahami proses keperawatan pada klien dengan Tetanus
Neonatorum
2
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk mengetahui apa itu Tetanus Neonatorum
1.4.2 Untuk mengetahui etiologi Tetanus Neonatorum
1.4.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis Tetanus Neonatorum.
1.4.4 Untuk mengetahui patofisiologi Tetanus Neonatorum
1.4.5 Untuk mengetahui pathway Tetanus Neonatorum
1.4.6 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Tetanus Neonatorum.
1.4.7 Untuk mengetetahui penatalaksanaan Tetanus Neonatorum
1.4.8 Untuk mengetahui bagaimana proses keperawatan pada Tetanus
Neonatorum.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.4 Patofisiologi
Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan
memudahkan spora Clostridium tetanimasuk dari luka tali pusat dan melepaskan
tetanospamin. Tetanospamin akan berikatan dengan reseptor di membran prasinaps pada
motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem transpor aksonal retrograd melalui sel-
sel neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak, seterusnya menyebabkan
gangguan sistim saraf pusat (SSP) dan sistim saraf perifer (Arnon, 2007). Gangguan
tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya
neurotransmiter inhibisi, yaitu asam aminobutirat gama (GABA) dan glisin, sehingga
terjadi epilepsi, yaitu lepasan muatan listrik yang berlebihan dan berterusan, sehingga
penerimaan serta pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian tubuh terganggu
(Abrutyn, 2008). Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau pada
otot rahang dan leher. Pada saat toksin masuk ke sumsum tulang belakang, kekakuan
otot yang lebih berat dapat terjadi. Dijumpai kekakuan ekstremitas, otot-otot dada, perut
dan mulai timbul kejang. Sebaik sahaja toksin mencapai korteks serebri, penderita akan
mengalami kejang spontan. Pada sistim saraf otonom yang diserang tetanospasmin akan
menyebabkan gangguan proses pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal,
pencernaan, perkemihan, dan pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi, gangguan
irama jantung, berkeringat secara berlebihan (hiperhidrosis) merupakan penyulit akibat
gangguan saraf otonom. Kejadian gejala penyulit ini jarang dilaporkan karena penderita
sudah meninggal sebelum gejala tersebut timbul (Ismoedijanto & Darmowandowo,
2006).
6
2.5 Pathway
Clostridium tetani
Mengenai SSP
Spasme Otot Spasme Otot
Kejang
Peningkatan sekret
Otot ureteral kaku
Hipoksia berat
Ronkhi
Retensi Urine
Kesadaran menurun
2.6 Komplikasi
7
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam rongga
mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia
aspirasi.
2. Aspiksia.
3. Atelektasis karena obstruksi oleh sekret.
4. Fraktur kompresi.
5. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan/atau otot pernapasan
menyebabkangangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada
kasus tetanusneonatorum.
6. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot berlebihan
yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan kepadatan
tulang masih belum sempurna
7. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat
menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti
jantung (cardiac arrest ). Merupakan penyebab kematian neonatus yang sudah
distabilkan jalan napasnya.
8. Sepsis akibat infeksi nosokomial (cth: Bronkopneumonia)
9. Pneumonia Aspirasi (sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun
minumanyang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung)
1. Darah
Glukosa Darah:Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN:Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit:K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Skull Ray:Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3. EEG:Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.(Teddi,2010)
2.7 Penatalaksanaan
a) Mengatasi kejang
8
1) Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan, penderita/bayi ditempatkan di
kamar yang tenang dengan sedikit sinar mengingat penderita sangat peka akan suara dan
cahaya.
2) Memberikan suntikan anti kejang, obat yang dipakai ialah kombinasi fenobarbital
dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikan mula-mula 30-60 mg parenteral, kemudian
dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan
bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x
2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain ialah Kloralhidrat yang diberikan lewat anus.
b) Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas. Pemasangan
spatel bila lidah tergigit
c) Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di telinga
d) Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi ATS dengan dosis 10.000 satuan
setiap hari selama 2 hari berturut-turut dengan IM, kalau per infuse diberikan ATS
20.000 UI sekaligus.
e) Pemberian antibiotic
Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan penisilin 200.000 UI setiap hari dan
diteruskan sampai 3 hari sesudah panas turun atau ampisilin 100 mg/kgBB per hari
dibagi dalam 4 dosis secara intravena selama 10 hari.
f) Perawatan yang adekuat, meliputi:
1) Kebutuhan oksigen
2) Makanan (harus hati-hati dengan memakai pipa yang dibuat dari polietilen atau
karet)
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit, kalau pemberian makanan peros tidak mungkin
maka diberikan makanan dan cairan intravena. Cairan intravena berupa larutan glukosa
5% : NaCI fisiologik 4:1 selama 48-70 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan untuk
selanjutnya untuk memasukkan obat.
4) Bila sakit penderita lebih dari 24 jam atau sering terjadi kejang atau apnue, berikan
larutan glukosa 10% : natrium bikarbonat 4:1 (sebaiknya jenis cairan disesuaikan dengan
hasil pemeriksaan analisa gas darah) bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan
minuman per oral, maka melalui cairan infus perlu ditambahkan protein dan kalium.
9
2.8 Pencegahan
a. Imunisasi aktif
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri (
vaksin DPT ). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5 – 10 tahun sesudah suntikan “
booster “. Tetanus toksoid (TT) selanjunya diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami
luka yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari 5
tahun sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat parah,
suntikan toksoid diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari 1 tahun.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita usia subur atau
wanita hamil trimester III, selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada dukun
beranak agar memotong dan merawat tali pusat bayi dengan cara semestinya. Dapat
terjadi pembengkakan dan rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian vaksin TT.
(Maryunani, 2010)
b. Imunisasi pasif
Diberikan serum antitetanus (ATS Profilaksis) pada penderita luka yang beresiko terjadi
infeksi tetanus, bersama – sama dengan TT. (Maryunani, 2010)
BAB 3
3.1 Pengkajian
1. Identitas Anak
10
Nama, umur, tempat/ tanggal lahir, alamat/ No telp, tingkat pendidikan dll.
2. Keluhan Utama
Reflek Sucking Swallowing, kejang
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke Rumah Sakit paling sering terjadi kekakuan rahang dan mulut
terkunci kemudian otot leher, Columnus Vertrebralis dan dinding abdomen serta
diikuti kejang menyeluruh.
4. Riwayat penyakit Dahulu
Adanya factor predisposisi terjadinya Tetanus antara lain adanya luka.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya factor predisposisi terjadinya tetanus antara lain pada ibu hamil yang tidak
imunisasi TT
6. Faktor Psikososial
Kebiasaan anak bermain dan Hygine sanitasi
7. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Prenatal : Riwayat imunisasi TT pada ibu
b. Natal : Penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan
persalinan yang bersih/hygine atau tidak. Alat potong tali pusat, tempat persalinan.
c. Post Natal : Perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menyusu
(inhibubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat
menyusu dengan gejala kejang yang pertama (period of onset)
8. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir diberikan.
11
9. Pola Kebiasaan sehari-hari
1. Pola Nutrisi : Sering terjadi gangguan pemenuhan nutrisi karena sukarnya
membuka mulut dan gangguan menelan.
2. Pola Eliminasi : Terjadi spasme pada sfingter kandung kemih, sehingga
mengakibatkan retensi urin
3. Pola Istirahat : Tidur kurang dari kebutuhan dari kebutuhan karena terjadi
kejang yang terus menerus
4. Pola Aktivitas : Keterbatasan aktivitas karena kekakuan otot dan kejang
10. Pengkajian Sistem
A. Pengkajian umum
1. Kesadaran
2. Tanda – tanda vital
Suhu tubuh : > 380C
Nadi : takikardi, frekuensi Irreguler.
Nafas : >24x/menit
TD : Sistolik/ diastolik, tekanan nadi
3. TB / BB
4. Lingkar kepala : Normal
5. Lingkar Dada : Normal
B. Pengkajian fisik
1. Kepala: Higiene kepala, Ubun-ubun cekung
2. Mata
Palpebra : cekung
Pupil : Dilatasi pupil saat kejang
Konjungtiva : anemis
Sklera : ikterik/tidak
3. Hidung: Sianosis, epistaksis
4. Mulut : Membran mukosa kering
5. Telinga: Apakah ada infeksi/ tidak
6. Thorak
I :kaji kesimetrisan dada, pengembangan dada, adanya tarikan intercosta
12
P :Benjolan (-), nyeri tekan(-)
P :kaji bunyi jantung apakah pekak,sonor
A :Auskultasi bunyi jantung, suara nafas tambahan (wheezing atau
ronkhi)
7. Abdomen
I: kaji kesimetrisan perut, adanya massa atau benjolan
P: kaji adanya nyeri, benolan, atau pembesaran lien dan limpa (biasanya
perut akan terasa keras seperti papan)
P:timpani atau hipertimpani
A: kaji bising usus, biasanya menurun
8. Sistem musculoskeletal: Kaji adanya kekakuan (biasanya kaku dengan
epistotonus ekstremitas inferior dalam keadan eksterna lengan dan tangan
mengepal kuat)
11. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
Glukosa Darah:Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN:Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit:K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Skull Ray:Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3. EEG:Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.(Teddi,2010)
13
Ds: - kontraksi otot meningkat bersihan jalan nafas
Do: b.d penumpukan
– Rr > 22 x/menit Spasme otot secret
– Frekuensi nafas
Irreguler
– Ada reteraksi dada Otot faring dan laring
– Ada ronchi
– Penumpukan sekret Peningkatan secret, ronkhi
– Rewel / gelisah
– Sianosis Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Hipertemi
14
menghisap pada bayi)
neonatus) hangat
Ortopnea
O:
Gelisah
15
Sianosis
Bunyi napas
menurun
Frekuensi nafas
berubah
Pola napas berubah
2. Tanda mayor Tujuan: Setelah dilakukan Manajemen hipertermi
S: tidak tersedia asuhan keperawatan selama – Monitor suhu
O: … x 24 jam diharapakan tubuh
Suhu tubuh diatas diare dapat teratasi. – Identifikasi
normal Kriteria Hasil: penyebab
Tanda minor – Pasien tidak kejang hipertermia
S: tidak tersedia – Suhu dalam keadaan – Anjurkan tirah
O: normal baring
Kulit merah – Sediakan
Kejang lingkungan yang
Takikardi nyaman
Takipnea
Kulit terasa hangat
3. Data Mayor Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
S : Tidak tersedia asuhan keperawatan selama – identifikasi
O: … x 24 jam diharapkan status nutrisi
Berat badan status nutrisi klien membaik. – identifikasi
menurun 10% Kriteria Hasil: perlunya
dibawah rentang – Kekuatan otot penggunaan
ideal menghisap meningkat selang
Data Minor – Kekuatan menean nasogastric
S: meningkat – berikan
Cepat kenyang makanan tinggi
setelah makan gizi
Kram/nyeri – kolaborasi untuk
abdomen pemberian obat
Nafsu makan
16
menurun
O:
Bising usus
hiperaktif
Otot pengunyah
lemak
Otot menelan
lemah
Membrane mukosa
pucat
Sariawan
Serum albumin
turun
Rambut rontok
berlebih
Diare
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tetanus neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat yang tidk bersih. Penyakit ini disebabkan oleh karena
clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman tersebut berkembang tanpa
adanya oksigen dan pemotongan tali pusat yang tidak steril . tanda dan gejala meliputi
kejang sampai pada otot pernafasan, leher kaku, dinding abdomen keras, mulut mencucu
seperti mulut ikan, dan suhu tubuh dapat meningkat. Komplikasi dari penyakit tetanus
neonatorum seperti bronkopnemonia, asfiksia akibat obstruksi secret pada saluran
pernafasan , sepsis neonatorum. Pemeriksaan penunjangnya adalah pemeriksaan
laboratorium didapati peninggian leukosit, pemeriksaan cairan otak biasanya normal dan
pemeriksaan eletroniogram.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah:
1. Diharapkan kepada bagi mahasiswa/i dapat menambah wawasan dan pengetahuan
khususnya dengan masalah keperawatan tentang penyakit tetanus neonatorum dan juga
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari hari.
2. Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan penyakit
tetanus neonatorum harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-bagian mana saja
dari asuhan keperawatan pada bayi yang perlu di tekankan.
3. Perawat juga memberikan pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu atau keluarga dari
anak tentang bahaya tetanus dan penyuluhan untuk melakukan persalinan dirumah sakit,
puskesmas, klinik bersalin, atau pelayanan kesehatan terhindar dari infeksi tetanus pada
anaknya akibat penggunaan alat-alat yang tidak steril.
18
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
: Jakarta.
Sudarti.2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Balita.yogyakarta : Nuha Medika.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
19