Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS RESIKO TINGGI

DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DAN GANGGUAN


PERNAFASAN

KELOMPOK 8 :

1. Harum Noraini
2. Tanti Octaviani

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

STIKES MITRA RIA HUSADA

TAHUN AJARAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa pula sholat serta salam

sealu tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau

hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan pada

Massa Neonatus, bayi, balita dan pra sekolah pada semester satu Tahun Ajaran

2020/2021 dengan judul “ Asuhan Kebidanan Neonatus Resiko Tinggi dengan Asfiksia

Neonatorum dan Sindrom Gangguan Pernafasan”.

Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan baik dalam isi maupun

sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami.

oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca untuk

menyempurnakan makalah ini.

Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi

penulis maupun pembaca.

Jakarta, Januari 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

JUDUL DEPAN ....................................................................................


KATA PENGANTAR...........................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1


1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................ 3
1.3 Manfaat Penulisan.......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 4
2.1 Konsep Dasar Asfiksia Neonatorum................................................... 4
2.1.1 Definisi Asfiksia Neonatorum...................................................... 4

2.1.2 Etiologi ........................................................................................ 5

2.1.3 Tanda dan gejala........................................................................... 5

2.1.4 Patofisiologi.................................................................................. 6

2.1.5 Klasifikasi..................................................................................... 8

2.1.6 Diagnosa....................................................................................... 9

2.1.7 Resusitasi Bayi............................................................................. 9

2.2 Sindrom Gangguan Pernafasan.......................................................... 15

2.2.1 Pengertian .................................................................................... 15

2.2.2 Penyebab ..................................................................................... 16

2.2.3 Tanda dan gejala........................................................................... 16

2.2.4 Patofisiologi.................................................................................. 16

2.2.5 Klasifikasi Gangguan Nafas......................................................... 17

2.2.6 Penatalaksanaan dan Asuhan Kebidanan...................................... 18

ii
BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................ 21

3.1 Asfiksia Neonatorum.......................................................................... 21

3.2 Sindrom Gangguan Pernafasan......................................................... 24

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 28

4.1 Asfiksia Neonatorum.......................................................................... 28

4.2 Sindrom Gangguan Pernafasan......................................................... 30

BAB V PENUTUP.......................................................................................... 32

5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 32

5.2 Saran.................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang

mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga

bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang

dari tubuhnya. Salah satu faktor kegagalan pernapasan dapat disebabkan oleh adanya

gangguan sirkulasi dari ibu ke janin karena ketuban telah pecah atau ketuban pecah

dini (Abdul Rahman & Lidya 2014:34).

Menurut World Health Organization (WHO) 2012, setiap tahunnya 120 juta bayi

lahir di dunia, Kira-kira 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi mengalami asfiksia

neonatorum, hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal . Di Indonesia, Asfiksia pada

pada bayi baru lahir menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian bayi baru

lahir setiap tahun. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa angka

kematian bayi sebagian besar disebabkan oleh asfiksia (20-60%), infeksi (25-30%),

bayi dengan berat lahir rendah (25-30%), dan trauma persalinan (5-10%) di kawasan

Asia Tenggara menempati urutan kedua yang paling tinggi yaitu sebesar 142

kematian per 1000 kelahiran setelah Afrika. Indonesia merupakan negara dengan

AKB dengan asfiksia tertinggi kelima untuk negara ASEAN pada tahun 2011 yaitu

35 kematian per 1000 kelahiran, dimana Myanmar 48 kematian per 1000 kelahiran,

Laos dan Timor Laste 48 kematian per 1000 kelahiran, Kamboja 36 kematian per

1000 kelahiran (Maryunani 2013).

1
Menurut Nurarif dan kusuma (2015) masalah gangguan pernafasan pada asfiksia

neonatorum salah satunya adalah bersihan jalan nafas. Keadaan ini akan

mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak segera ditangani secara tepat akan

menyebabakan kematian. Asfiksia pada bayi dapat bertambah buruk apabila

penanganan tidak segera dilaksanakan dengan sempurna, sehingga perlu dilakukan

suatu asuhan keperawatan pada bayi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya

dan membatasi gejala-gejala lanjut yang dapat timbul. Salah satunya adalah gangguan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya cairan yang

masuk kedalam saluran pernafasan, sehingga dapat menimbulkan tanda seperti

pernafasan cepat dan dalam, denyut jantung terus menerus, tekanan darah mulai

menurun, bayi terlihat lemas, menurunnnya tingkat tekanan O2 dan meningginya

CO2, menurunnya Ph dalam darah. Angka kematian bayi baru lahir yang diakibatkan

oleh asfiksia masih tinggi. Oleh karena itu asfiksia memerlukan intervensi dan

tindakan resusitasi segera dengan sempurna setelah lahir untuk meminimalkan

moralitas dan morbilitas pada bayi menurut Weni Kristiyanasari (2013).

Upaya dalam menurunkan angka kematian bayi baru lahir yang diakibatkan

asfiksia salah satunya dengan cara melakukan suatu pelatihan keterampilan resusitasi

kepada para tenaga kesehatan agar lebih terampil dalam melakukan resusitasi dan

menganjurkan kepada masyarakat ataupun ibu khususnya, agar setiap persalinan

ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan (Depkes

RI, 2013)

Asfiksia pada Bayi Baru lahir merupakan masalah yang penting karena dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Selain itu angka

kematian dikarenakan Asfiksia juga masih tinggi dan masih merupakan wewenang

bidan dalam memberikan manajemen asuhan kebidanan.

2
1.2 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui apa itu asfiksia neonatorum dan sindrom gangguan

pernafasan.

2. Untuk mengetahui penyebab asfiksia neonatorum dan sindrom gangguan

pernafasan.

3. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan masalah asfiksia neonatorum dan

sindrom gangguan pernafasan.

1.3 MANFAAT PENULISAN

1. Dapat mempelajari lebih dalam tentang asfiksia neonatorum dan sindrom

gangguan pernafasan.

2. Dapat mengetahui apa penyebab asfiksia neonatorum dan sindrom gangguan

pernafasan.

3. Dapat melakukan asuhan kebidanan pada neonatus dengan asfiksia neonatorum

dan sindrom gangguan pernafasan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR ASFIKSIA NEONATORUM

2.1.1 DEFINISI ASFIKSIA NEONATORUM

Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai

dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan inibiasanya

disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi

karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan

fungsinya, seperti mengembangkan paru (Sudarti dan fauzizah, 2013).

Menurut Weni Kristiyanasari (2013), Asfiksia dalam kehamilan dapat

disebabkan oleh usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, penyakit

pembuluh darah ibu yang menganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi,

hipotensi, gangguan kontraksi uterus penyakit infeksi akut atau kronis, anemia

berat, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum, cacat bawaan atau

trauma. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh partus lama, ruptur

uteri, tekanan kepala anak yang terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat bius

terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta,

plasenta tua (serotinus), prolapsus.

2.1.2 ETIOLOGI

Asfiksia terjadi karena beberapa faktor :

1. Faktor Ibu

4
Terdapat gangguan pada aliran darah uterus sehingga menyebabkan

berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai

pada gangguan kontraksi uterus misalnya preeklamsia dan eklamsi,

perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta), partus lama atau

partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,

HIV), kehamilan postmatur (setelah usia kehamilan 42 minggu), penyakit

ibu.

2. Faktor Plasenta

Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pasokan oksigen ke bayi

sehingga dapat menyebabkanasfiksia pada bayi baru lahir antara lain lilitan

tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.

3. Faktor Fetus

Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang, tali

pusat melilit leher, meconium kental, prematuritas, persalinan ganda.

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi dikarenakan oleh

pemakaian obat seperti anestesi atau analgetika yang berebihan pada ibu yang

secara langsung dapat menimbulkan depresi pada pusat pernapasan janin.

Asfiksia yang dapat terjadi tanpa didahului dengan tanda gejala gawat janin

antara lain bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan

tindakan (sungsang, bayi kembar, distoria bahu), kelainan kongenital, air

ketuban bercampur mekonium.

2.1.3 TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala asfiksia neonatorum adalah :

1. Pernafasan megap-megap dan dalam

5
2. Pernapasan tidak teratur

3. Tangisan lambat atau merintih

4. Warna kulit pucat atau biru

5. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah

6. Nadi cepat

7. Denyut jantung lambat (bradikardi kurang dari 100 kali per menit)

8. Menurunnya O2

9. Meningginya CO2

10. Penurunan pH

Pada umumnya, asfiksia neonatorum dengan masalah kekurangan O2

menunjukkan pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia

berlanjut, gerakan pernapasan berhenti dan denyut jantung menurun. Sedangkan

tonus neuromuskular berkurang secara berangsur–angsur dan memasuki periode

apnue primer. Adapun gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain

pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung dan nadi berdenyut cepat, anak

terlihat lemas, menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2), meningginya tekanan

CO2 darah (PaO2), menurunnya Ph (akibat asidosis respiratorik dan metabolik),

yang digunakan sebagai sumber glikogen bagi tubuh anak dan metabolisme

anaerob, serta terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler. Pada asfiksia tingkat

selanjutnya, juga akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa keadaan.

Diantaranya adalah hilangnya sumber glikogen dalam jantung sehingga

mempengaruhi fungsi jantung, terjadinya asidosis metabolik yang mengakibatkan

menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan

kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus kurang adekuat sehingga darah

mengalami gangguan.

6
2.1.4 PATOFISIOLOGI

Pada proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat

sementara, proses ini perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan

primary gaspingyang kemudian berlanjut pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini

tidak berpengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.

Kegagalan pernafasan mengakibatkan berkurangnya oksigen dan meningkatkan

karbondioksida diikuti oleh asidosis respiratorik apabila proses ini berlanjut maka

metablisme sel akan berlangsung yang berupa glikolisis glikogen sehingga

sumber utama glikogen pada jantung dan hati akan berkurang dan akan

menyebabkan asidosis metabolic. Sehubungan dengan proses tersebut maka fase

awal asfiksia ditandai dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit

(periode hiperapnue) diikuti dengan apnea primer kira-kira satu menit dimana

denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan memulai

bernafas 10x/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah

sehingga akan timbul apneu sekunder. Pada keadaan ini tidak terlihat jelas setelah

dilakukannya pembersihan jalan nafas maka bayi akan bernafas dan menangis

kuat. Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam waktu singkat dapat

menyebabkan hipoglikemi pada bayi, pada asfiksia berat dapat menyebabkan

kerusakan membran sel terutama susunan sel saraf pusat sehingga mengakibatan

gangguan elektrolit, hiperkalemi dan pembengkakan sel. Kerusakan pada sel otak

berlangsung setelah asfiksia terjadi 8-10 menit. Manifestasi kerusakan sel otak

setelah terjadi pada 24 jam pertama didapatkan gejala seperti kejang subtel, fokal

klonik manifestasi ini dapat muncul sampai hari ke tujuh maka perlu

dilakukannya pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi kepala dan rekaman

elektroensefaografi.

7
2.1.5 KLASIFIKASI

1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0–3)

Didapatkan frekuensi jantung <100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis,

keadaan pada bayi dengan asfiksia berat memerlukan resusitasi segera secara

tepat dan pemberian oksigen secara terkendali, apabila bayi dengan asfiksia

berat maka berikan terapi oksigen 2–4 ml per kg berat badan karena pada

bayi asfiksia berat dapat disertai asidosis.

2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4–6)

Pada bayi dengan asfiksia sedang memerlukan resusitasi dan pemberian

oksigen sampai bayi dapat kembali bernafas normal.

3. Bayi normal atau asfiksia ringan (nilai APGAR 7– 9)

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

5. Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan

tanda :

a. Denyut jantung janin lebih dari 100x/menit atau dari 100 menit tidak

teratur

b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

c. Apnea

d. Pucat

e. Sianosis

f. Penurunan terhadap stimulus

8
Sedangkan penanganan dan penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam

merawat klien Asfiksia adalah dengan cara resusitasi. Resusitasi adalah

tindakan untuk memulihkan kembali kesadaran seseorang yang tampak mati

akibat berhentinya fungsi jantung dan paru yang berorientasi pada otak.

2.1.6 DIAGNOSA

Diagnosis asfiksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya

tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian.

 Denyut jantung janin

Frekuensi normal ialah antara 120-160 denyutan semenit; selama his

frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan

semula.

 Mekoniun dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada

presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenisasi dan harus

mnenimbulkan kewaspadaan

 Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat

sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.

2.1.7 RESUSITASI BAYI

PERSIAPAN RESUSITASI BAYI

1. Mengantisipasi bayi lahir dengan depresi/asfiksia

2. Persiapan keluarga

3. Persiapan tempat resusitasi

4. Persiapan alat

9
5. Obat-obat

6. Lain-lain

RESUSITASI BAYI

Untuk mendapatkan hasil sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu

diingat ialah:

1) Menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap

bebasnya jalan napas;

2) Memberikan bantuan pernapasan secara aktif kepada bayi dengan usaha

pernapasan buatan;

3) Memperbaiki asidosis yang terjadi;

4) Menjaga agar peredaran darah tetap baik.

10
URUTAN PELAKSANAAN RESUSITASI

I. Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi

 Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat

meletakkan bayi hangat

 Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala

bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk atau elimut hangt

(apabila diperlukan penghisapan mekonium, dianjurkan untuk

menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mkoniumdihisap dari

trakea)

 Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau

apabia suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan

sehelai plastik tipis yang tembus pandang.

II. Meletakan bayi dalam posisi yang benar

 Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher

sedikit tengadah (ekstensi)

 Untuk mempertahankan agar leher tetap tengadah. Letakkan haduk

atau selimut yang digulung di bawah bahu bayi, sehingga bahu

terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm)

III. Membersihkan jalan nafas

 Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul dimulut dan tidak di

faring bagian belakang

 Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud:

 cairan tidak teraspirasi

11
 hisapan pada hidung akan menimbulkan pernapasan megap-megap

(gasping)

 Apabila mekonium kental dan bayi mnhgalami depresi harus

dilakukan penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa

endotrakea

IV. Menilai bayi

Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi

kelanjutan hidup bayi.

 Usaha bernapas

 Frekuensi denyut jantung

 Warna kulit

V. Menilai usaha bernafas

 Apabila bayi bernapas spontan dan memadai, lanjutkan dengan

menilai frekuensi denyut jantung.

 Apabila bayi mengalami apnu atau sukar bernapas (megap-megap

atau gasping) dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk

atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-gosok punggung

bayi sambil memberikan oksigen

 Apabila setelah beberpa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan

taktil, mulailah pemberian VTP (ventilasi tekanan positif)

 Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari

tabung oksigen). Kecepatan aliran oksigen paling sedikit 5

liter/menitt. Apabila sungkup tidak tersedia, oksigen 100% diberikan

melalui pipa yang ditutup tangan diatas muka bayi dan aliran oksigen

tetap berkonsentrasi pada muka bayi. Untuk mencegah kehilangan

12
panas dan pengeringan mukosa saluran napas oksigen yang diberikan

perlu dihangatkan dan dilembabkan melelui pipa yang berdiameter

besar

VI. Menilai frekwensi denyut jantung janin

 Segera setelah menilai usaha bernapas dan melakukan tindakan yang

diperlukan, tanpa memperhatikan pernapasan apakah spontan

normal tidak segera dilakukan penilaian frekuensi denyut jantung

bayi

 Apabila frekuensi denyut jantung lebih dari 100/menit dan bayi

bernapas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit

 Apabila frekuensi denyut jantung kurang dari 100/menit, walaupun

bayiy bernapas spontan, menjadi indikasi untuk doilakukan VTP

 Apabila detak jantung tidak dapat diditeksi, efinefrin harus segera

diberikan dan pada saat yang sama VTP dan kompresi dada dimulai

VII. Menilai warna kulit

 Penilaian warna kulit dilakukan apabila bayi bernapas spontan dan

frekuensi denyut jantung bayi lebih dari 100/menit

 Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen tetap diberikan

 Apabila terdapat sianosis perifer, oksigen yidak perlu diberikan.

Sianosis perifer disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih

lamba, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin, bukan

akibat hipoksemia

VIII. Ventilasi tekanan positif

 Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar

13
 Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan

tekanan ventali harus sesuai

 Kecepatan ventilasi Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit

 Tekanan ventilasi Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai

berikut.

Nafas pertama setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O. setelah

napas pertama, membutuhkan:15-20 cm H2O. bayi dengan

kondisi/penyakit paru-paru yang berakibat bturunnya comliance,

membutuhkan: 20-40 cm H2O. tekanan ventilasi hanya dapat diatur

apabila digunakan balon yang mempunyai pengiukur tekanan

 Observasi gerak dada bayi

Adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa

sungkup terpasang dengan baik dan pariu-paru mengembang

 Observasi gerak perut bayi

Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang

efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udar ke lambung

 Penilaian suara napas bilateral

Suara napas didengarkan dengan menggunakan stetoskop. Adanya

suara napas dikedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi

mendapat ventilasi yang benar

 Observasi pengembangan dada bayi

Apabila dada terlalyu mengembang, kurangi tekana dengan

mengiurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang,

mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut:

 pelekatan sungkup kurang sempurna

14
 arus udara terhambat

 tidak cukup tekanan

IX. Menilai frekwensi denyut jantung bayi pada saat VTP

 frekuensi denyut jantung bayi dinilai setelah selesai melakukan

ventilasi 15-20 detik pertama

 frekuensi denyut jantung dihitung dengan cara menghitung jumlah

denyut jantgung dalam 6 detik dikalikan 10, sehingga diperoleh

frekuensi jantung permenit

 frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori yaitu:

 lebih dari 100 kali/menit

 antara 60-100 kali/menit

 kurang dari 60 kali/menit

 Apabila frekuansi denyut jantung bayi >100 kali/menit bayi mulai

bernapas spontan. Dilakukan rangsangan taktil untik marangsang

frekuansi dan dalamnya pernapasan. VTP dapat dihentikan, oksigen

arus bebas diberikan. Kalau wajah bayi tampak merah, oksigen dapat

dikurangi secra bertahap. Apabila pernapasan spontan dan adekuat

tidak terjadi, VTP dilanjutkan!

 Apabila frekuansi denyut jantung bayi antara 60-100 kali/menit

VTP dilanjutkan dengan memanytau frekuansi denyut jantung bayi.

Apabila frekuensi denyut jantung bayi <80 kali/menit, dimulai

kompresi dada bayi

 Apabila frekuansi denyutjantung bayi <60 kali/menit

VTP dilanjutkan. Periksa ventilkasi apakah adekuat dan oksigen

yang diberikan benar 100%. Segera dimulai kompresi dada bayi.

15
2.2 SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN

2.2.1 PENGERTIAN

Syndrom gangguan napas atau respiratory distress syndrome (RDS)

adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus.

Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan

perkembangan maturitas paru. (Whaley dan Wong) Sindrom Distres

Pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan, atau

tidak adequatnya jumlah surfaktan dalam paru.

2.2.2 PENYEBAB

a. Obstruksi jalan nafas

b. Penyakit parenkim paru-paru

c. Kelainan perkembangan organ

d. Di luar paru-paru, misalnya kelainan susunan saraf pusat, asidosis

metabolisme dan aspiksi.

2.2.3 TANDA DAN GEJALA

a. Frekuensi nafas >60 x / menit

b. Frekuensi nafas <30 x/menit

c. Bayi dengan sianosis sentral

d. Retraksi ( tarikan ) dada

2.2.4 PATOFISIOLOGI

a. Pada bayi dengan syndrome gangguan nafas dimana adanya ketidakmampuan

paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.

b. Syndrome gangguan nafas pada bayi yang belum imatur menyebabkan gagal

pernafasan karena immaturnya dinding dada dan paru-paru.

16
c. Pada bayi dengan syndrome gangguan nafas disebabkan oleh menurunnya

jumlah surfaktan dengan demikian menimbulkan ketidakmampuan alveoli

untuk ekspansi. Terjadi perubahan tekanan intra - ekstra thoracic dan

menurunnya pertukaran darah.

d. Secara alamiah perbaikan mulai setelah 24 jam – 48 jam, sel yang rusak akan

diganti kemudian akan terjadi perkembangan sel kapiler baru pada alveoli.

2.2.5 KLASIFIKASI GANGGUAN NAFAS

a. GANGGUAN NAFAS RINGAN

Tanda dan gejala:

a) Frekuensi nafas 60-90x / menit tanpa tarikan dinding dada atau merintih

saat ekspirasi atau sianosis sentral.

b) Frekuensi nafas 60-90x / menit dengan sianosis sentral tetapi hanya tanpa

tarikan dada atau merintih.

b. GANGGUAN NAFAS SEDANG

Tanda dan gejala :

a) Frekuensi nafas 60-90x / menit dengan tarikan dinding dada atau

merintih saat ekspirasi tapi hanya sianosis sentral.

b) Frekuensi napas 60-90kali/menit dengan tarikan dinding dada atau

merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral

c) Frekuensi napas >90 kali/menit tanpa tarikan dinding dada atau merintih

saat ekspirasi atau sianosis sentral

c. GANGGUAN NAFAS BERAT

Tanda dan gejala :

a) Frekuensi nafas > 60 x / menit dengan tarikan dinding dada atau merintih

dan sianosis sentral.

17
b) Frekuensi nafas < 30 x /menit dengan atau tanpa gejala lain dari

gangguan nafas.

c) Frekuensi napas >90 kali/menit dengan sianosis sentral atau tarikan

dinding dada atau merintih saat ekspirasi.

2.2.6 PENATALAKSANAAN DAN ASUHAN KEBIDANAN

1. GANGGUAN NAFAS RINGAN

 Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan pernafasan ringan

pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tachipnea Of

The New Born (TTN)”. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan

sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian pada beberapa kasus

gangguan pernafasan ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

 Kurangi pemberian oksigen secara bertahap bila ada perbaikan gangguan

nafas.

 Hentikan pemberian oksigen jika frekuensi nafas antara 30-60x / menit

 Berikan bayi ASI bila bisa menghisap, bila tidak berikan ASI peras dengan

menggunakan salah satu cara alternative pemberian minum.

 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya (selama 24 jam).

 Bila gangguan nafas memburuk, tetapi untuk kemungkinan besar sepsis dan

tangani gangguan nafas sedang dan berat.

 Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara

30-60 x/menit, tidak ada tandatanda sepsis dan tidak ada masalah lain yang

memerlukan perawatan, bayi dapat di pulangkan.

2. GANGGUAN NAFAS SEDANG

 Membersihkan jalan napas

 Mempertahankan kehangatan bayi

18
 Pemberian oksigen dengan kecepatan aliran sedang.

 Bayi jangan di berikan minum

 Jika ada tanda berikut, ambil sample darah untuk kultur dan berikan

antibiotika (ampcilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar

sepsis:

 Suhu aksiler <34ºC atau >39ºC

 Air ketuban bercampur mekonium

 Riwayat infeksi intra uterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban

pecah dini (>18ºC)  Bila suhu aksiler 34ºC-36ºC atau 37,5ºC - 39ºC di

tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:

 Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada

perbaikan, ambil sample darah dan berikan antibiotika untuk terapi

kemungkinan besar sepsis.

 Jika suhu normal, teruskan amati bayi apabila suhu kembali

abnormal ulangi tahapan tersebut diatas

 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.

Apabila tidak menunjukan perbaikan setelah 2 jam, terapi untuk

kemungkinan besar sepsis.

3. GANGGUAN NAFAS BERAT

 Bersihkan jalan nafas.

 Pertahankan bayi tetap hangat.

 Ventilasi tekanan positif dengan pernafasan mulut ke mulut atau

menggunakan balon dan singkup dengan oksigen.

 Bila perlu pijat jantung luar.

 Beri antibiotic ampisilin dan gentamicin.

19
 Amati terhadap tanda-tanda kegawatan atau sakit berat, rujuk ke RS.

 Bersihkan jalan napas

 Pertahankan tetap hangat

 Pemberian oksigen dengan kecepatan aliran sedang

 Tangani sebagian Kemungkinan besar sepsis.

 Bila terdapat sianosis sentral, naikan O2 pada kecepatan aliran tinggi.

20
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 ASFIKSIA NEONATORUM

a. Data Subjektif

1) Identitas bayi

a) Nama anak : By. Ny. T

b) Umur : 10 menit

c) Tgl/jam lahir : 15 januari 2021

d) Jenis kelamin : perempuan

e) BB/PB : 3200 gram/50 cm

2) Identitas Ibu Identitas Ayah

a. Nama : Ny. T Nama : Tn. N

b. Umur : 17 tahun Umur : 20 tahun

c. Agama : islam agama : Islam

d. Suku bangsa : Jawa Suku bangsa : Jawa

e. Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

f. Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

g. Alamat : Jl. Kapuk Raya No.1 Pengasinan

3) Anamnesa

Ibu mengataan bayinya lemah, dan tidak menangis spontan.

b. Data Ojektif

1) Nilai Apgar Score menit pertama 6, yaitu :

21
1. Denyut jantung 135x/menit, nilai : 2

2. Pernafasan lambat, tida teratur, nilai : 1

3. Tonus otot anggota badan ditekuk, nilai: 1

4. Reaksi rangsangan muka menyeringai, nilai: 1

5. Anggota badan bayi biru, nilai : 1

2) Pemerisaan fisik

1. Warna kulit : kebiruan

2. Hidung : terdapat nafas cuping hidung, terdapat secret, tidak ada

benjolan dan terpasang O2

3. Mulut : kebiruan

4. Dada : gerakan dada sesuai pola bernafas, terdapat retraksi

3) Vital sign

Suhu : 36oC

Denyut jantung : 135x/menit

Rr : 28x/menit

4) Pemeriksaan reflek

1. Reflek moro : ada, kuat

2. Rooting : ada, lemah

3. Sucking : ada, lemah

4. Tonick neck : ada, lemah

5) Pemeriksaan antropometri

1. Lingkar kepala : 32cm

2. Lingkar dada : 29cm

3. LILA : tidak dilakukan

4. BB/PB : 3200 gram/50 cm.

22
c. Assesment

a) Neonatus cukup bulan usia 10 menit dengan asfiksia sedang

b) Diagnose potensial

Asfiksia berat

c) Masalah

Bayi terjadi hipotermi

d) Kebutuhan

Pemberian lampu sorot pada bayi, mmengeringkan tubuh bayi.

e) Tindakan segera

Perawatan bayi, pembersihan jalan nafas, pemberian O2, menjaga agar suhu

tubuh bayi tetap hangat, kolaborasi dengan dokter.

d. Planning

1. Melakukan pendekatan dengan keluarga pasien, dan memberitahu hasil

pemeriksaan kepada keluarga pasien. Pendekatan telah dilakukan dan

keluarga mengerti dengan keadaan bayinya.

2. Mengeringkan tubuh bayi. Tubuh bayi telah dikeringkan

3. Memberikan lampu sorot kepada bayi. Telah diberikan lampu sorot pada

bayi.

4. Mengganti kain basah dengan kain kering yang bersih untuk menjaga agar

suhu tubuh bayi tetap hangat dan mencegah terjadinya hipotermi. Kain telah

diganti.

5. Membersihkan jalan nafas dari mulut hingga hidung, jalan nafas telah

dibersihkan.

23
6. Memberikan rangsangan taktil pada telapak kaki dan punggung bayi,

rangsangan taktil telah diberikan.

7. Mengobservasi tanda-tanda vital bayi, terutama pernafasan tiap 4 jam.

Observasi telah dilakukan.

8. Melaksanakan advis dokter dengan memberikan terapi oksigen 2 liter/

menit, injeksi Vit K 1 mg secara IM, dan cefotaxim 1x125 mg. terapi telah

diberikan.

9. Melakukan perawatan bayi dengan incubator dengan suhu 36,5 oC. perawatan

bayi dengan incubator telak dilakukan.

3.2 SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN

a. Data Subjektif

1. Identitas bayi

a. Nama anak : By. Ny. M

b. Umur : 10 menit

c. Tgl/jam lahir : 18 januari 2021

d. Jenis kelamin : perempuan

e. BB/PB : 2400 gram/30 cm

2. Identitas Ibu Identitas Ayah

a. Nama : Ny. M Nama : Tn. L

b. Umur : 27 tahun Umur : 28 tahun

c. Agama : islam agama : Islam

d. Suku bangsa : Jawa Suku bangsa : Jawa

e. Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

f. Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

24
g. Alamat : Jl. Banua Kupang kec. Labuan Amas Utara

3. Penyakit

-Perdarahan : tidak ada

-Pre eklamsi : ya

-Eklamsi : ya

-Penyakit kelamin : tidak ada

b. Data Objektif

1. Riwayat Persalinan Sekarang

a. Jenis persalinan : spontan

b. Lama persalinan : 20 jam

c. Ketuban pecah : Ketuban pecah dini, spontan, dan tidak berbau.

d. Komplikasi persalinan :

- Ibu : tidak ada

- Bayi : lilitan tali pusat, premature, sindrom gangguan pernafasan,

sianosis

e. Keadaan bayi baru lahir

- Apgar score 1-5 menit :4

Menit 1 :

Frekuensi jantung, 60x/menit :1

Usaha bernafas, lambat tak teratur :1

Tonus otot, ekstensi, fleksi sedikit :1

Refleks, gerakan sedikit :1

Warna, Biru/ pucat :0

f. Pemeriksaan umum

a) Kesadaran : samnolen

25
b) Nadi : 60x,menit

c) Pernafasan : 20x/menit

d) Suhu : 35,5oC

g. Antropometri

a) Kepala : 32 cm

b) Lingkar dada : 29 cm

c) Lingkar lengan atas : 9 cm

c. Assessment

a) Diagnosa

Neonatus kurang bulan usia 10 menit dengan sindrom gangguan pernafasan

 Masalah

Bayi Nampak kebiruan

 Kebutuhan

Penuhi kebutuhan oksigenasi

Jaga kehangatan bayi

b) Diagnosa/masalah potensial

- Potensi : terjadinya asfiksia

- Masalah : Kematian pada bayi

c) Identitas kebutuhan segera dan kolaborasi

- Kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk penanganan bayi dengan

sindrom gangguan pernafasan.

d. Planning

1. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang keadaan bayinya agar ibu dan

keluarga mengetahui keadaan bayinya. Ibu dan keluarga sudah mengetahui

keadaan bayinya.

26
2. Melakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas karena

jalan nafas yang terhambat akan menyulitkan bayi bernafas. Tindakan

memperbaiki jalan nafas telah dilakukan.

3. Mengobservasi tanda-tanda vital untuk mendeteksi dini adanya komplikasi.

Observasi telah dilakukan.

4. Menjaga kehangatan bayi tubuh bayi untuk mencegah terjadinya hipotermi.

5. Memebuhi asupan nutrisi karena terpenuhinya kebutuhan nutrisi bayi dapat

membantu proses pemulihan bayi.

6. Kolaborasi dengan spesialis anak dalam pemberian terapi dan perawaatan

selanjutnya.

27
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 ASFIKSIA NEONATORUM

Karena penulis menggunakan manajemen kebidanan dengan tujuh langkah dari

varney, maka pembahasan akan diuraikan langkah demi langkah sebagai berikut :

4.1.1 Pengkajian

Pengkajian dengan pengumpulan data dasar yang merupakan data awal

dari manajemen kebidanan menurut varney, dilaksanakan dengan wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik, studi kepustakaan dan studi dokumentasi.

Menurut dewi (2011), bayi baru lahir dengan asfiksia sedang merupakan suatu

keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan

dan teratur segera setelah lahir. Sehingga bayi tidak dapat memasukkan

oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang ditubuhnya.

Pada pengkajian By. Ny. T dengan asfiksia sedang diperoleh data

subjektif dengan keluhan bayi lemah, dan tidak menangis spontan. Data

objektif apgar score diperoleh hasil 6, pemeriksaan keadaan umum lemah,

reflek positif tetapi masih lemah, pemeriksaan antopometri diperoleh hasil

normal.

4.1.2 Interprestasi data

28
Interprestasi data terdiri dari penentuan diagnose, menentukan masalah,

dan kebutuhan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang. Pada kasus ini

penulis mendapatkan diagnose kebidanan bayi Ny. T umur 10 menit dengan

asfiksia sedang. Masalah yang ditemukan pada bayi baru lahir Ny. T adalah

hipotermi. Kebutuhan yang diberikan adalah pemberian lampu sorot kepadda

bayi agar bayi tetap merasa hangat. Adapun yang mendasari penulis

menentukan diagnose kebidanan tersebut adalah dari anamnesa, pemeriksaan

khusus, pemeriksaan umum, pemeriksaan reflek, dan pemeriksaan

antropometri.

4.1.3 Diagnosa potensial

Menurut FKUI (2002). Pada kasus bayi baru lahir dengan asfiksia sedang

diagnosa potensial bila bayi masih belum bisa bernafas spontan makan akan

potensial terjadi asfiksia berat. Namun pada bayi Ny. T dengan asfiksia

sedang ini tidak terjadi diagnosa potensial karena dapat ditangani dengan baik

sehingga bayi dapat bernafas dengan spontan.

4.1.4 Pelaksanaan

Pada kasus ini dilaksanakan secara menyeluruh dari apa yang sudah

direncanakan. satu yang terpenting dari penanganan asfiksia sedang adalah

pembersihan jalan nafas dan mengeringkan tubuh bayi supaya tidak terjadi

asfiksia berat.

4.1.5 Evaluasi

Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada By. Ny. T umur 10 menit

dengan asfiksia sedang di Klinik bersalin Umi Rahma , maka hasil asuhan

yang didapat yaitu keadaan umum bayi baik, bayi bernafas normal, setelah

diberikan asuhan selama 2 hari.

29
4.2 SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN

4.2.1 Pengkajian

Pengkajian dengan pengumpulan data dasar yang merupakan data awal

dari manajemen kebidanan menurut varney, dilaksanakan dengan wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik, studi kepustakaan dan studi dokumentasi.

Menurut (Whaley dan Wong) Sindrom Distres Pernafasan adalah

perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan, atau tidak adequatnya

jumlah surfaktan dalam paru.

Pada pengkajian By. Ny. M dengan sindrom gangguan pernafasan

diperoleh data subjektif dengan keluhan bayi lemah, tidak menangis spontan,

premature. Data objektif apgar score diperoleh hasil 4, pemeriksaan keadaan

umum kesadaran samnolen, reflek positif tetapi masih lemah, pemeriksaan

antopometri diperoleh hasil normal.

4.2.2 Interprestasi data

Interprestasi data terdiri dari penentuan diagnose, menentukan masalah,

dan kebutuhan pada bayi baru lahir dengan sindrom gangguan pernafasan.

Pada kasus ini penulis mendapatkan diagnose kebidanan bayi Ny. M umur 10

menit dengan gangguan pernafasan. Masalah yang ditemukan pada bayi baru

lahir Ny. M adalah bayi Nampak kebiruan . Kebutuhan yang diberikan adalah

memenuhi kebutuhan oksigenasi dan menjaga kehangatan bayi. Adapun yang

30
mendasari penulis menentukan diagnosa kebidanan tersebut adalah dari

anamnesa, pemeriksaan khusus, pemeriksaan umum, pemeriksaan reflek, dan

pemeriksaan antropometri.

4.2.3 Diagnosa potensial

Pada bayi Ny. M dengan sindrom gangguan pernafasan ini tidak terjadi

diagnosa potensial karena dapat ditangani dengan baik sehingga bayi dapat

bernafas dengan spontan.

4.2.4 Pelaksanaan

Pada kasus ini dilaksanakan secara menyeluruh dari apa yang sudah

direncanakan. satu yang terpenting dari penanganan sindrom gangguan

pernafasan adalah memenuhi kebutuhan oksigenisasi dan menjaga kehangatan

bayi .

4.2.5 Evaluasi

Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada By. Ny. M umur 10 menit

dengan sindrom gangguan pernafasan di Klinik bersalin Umi Rahma , maka

hasil asuhan yang didapat yaitu keadaan umum bayi baik, bayi bernafas

normal.

31
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan

melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan inibiasanya disertai

dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena

kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti

mengembangkan paru (Sudarti dan fauzizah, 2013).

Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain pernapasan cepat,

pernapasan cuping hidung dan nadi berdenyut cepat, anak terlihat lemas,

menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2), meningginya tekanan CO2 darah (PaO2),

menurunnya Ph (akibat asidosis respiratorik dan metabolik), yang digunakan sebagai

sumber glikogen bagi tubuh anak dan metabolisme anaerob, serta terjadinya

perubahan sistem kardiovaskuler. Penatalaksanaan dengan resusitasi.

Syndrom gangguan napas atau respiratory distress syndrome (RDS) adalah istilah

yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan

penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru.

32
Penyebab sindrom ganggaun pernafasan adalah Obstruksi jalan nafas, Penyakit

parenkim paru-paru, Kelainan perkembangan organ di luar paru-paru, misalnya

kelainan susunan saraf pusat, asidosis metabolisme dan aspiksi. Tanda dan gejalanya

yaitu Frekuensi nafas >60 x / menit , Frekuensi nafas <30 x/menit, Bayi dengan

sianosis sentral, Retraksi ( tarikan ) dada.

5.2 SARAN

Bidan diharapkan lebih meningkatkan standar pelayanan kebidanan yang sesuai

dengan pendekatan manajemen kebidanan tujuh langkah varney sehingga pelayanan

yang dihasilkan efektif dan efisien dapat tercapai pada klien. Dan juga agar untuk

meningkatkan dan memperhatikan mutu pelayanan kesehatan dan memberikan

asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum dan sindrom

gangguan pernafasan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Drew, David. 2009. Asuhan Resusitasi Bayi Baru Lahir Seri Praktek Kebidanan. Jakarta :

EGC.

Jhonson dan Taylor. 2005. Buku ajar praktik kebidanan. Cetakan I: EGC, Jakarta

Kristiyanasari, weni. 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta : Nuha

Medika.

Kosim,saleh, 2003, Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan dan

Perawat di Rumah Sakit, Jakarta, DEPKES & IDAI MNH JHPIEGO,

Ma’rifah & Novelia. 2011.Hubungan Antara Berat Badan Lahir Bayi dengan Kejadian

Asfiksia Neonatorum. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI Mojokerto

Medika. Markum, AH, 2002, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta, FKUI

Ngastiah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, Bab 3 Hal 130-140

Pilliteri, Adele, 2002, Buku saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta, EGC,

Bagian 3 Hal 279

34
Prawirohardjo, Sarwono. 2001, Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal,

Jakarta ,

Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang anak bab Penilaian Pertumbuhan dan

Perkembangan. FK Universitas Udayana. Bali:EGC

35

Anda mungkin juga menyukai