Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN


MATERNAL DAN NEONATAL

“ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “M” DENGAN


ASFIKSIA INTRAUTERINE di RS X”

Di Susun Oleh:

1. IRA PUSPITA (14.2.084)


2. NONIK AGUSTYANDA ROSSA (14.2.102)
3. SRI ASTUTIK (14.2.117)
4. YULI BIRAWATI (14.2.127)

POLITEHNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN

PROGRAM STUDI KEBIDANAN

MALANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat dan
hidayahnya kami bisa menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada
Bayi Ny “M” dengan Asfiksia Intrauterin di RS X” untuk memenuhi mata kuliah
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Tak lupa kami selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kolonel CKM (Purn) I Putu Gde Santika, M.Si selaku Direktur Poltekkes RS
dr. Soepraoen Malang.
2. Letkol CKM dr. Zainal Alim, Sp.OG selaku Kepala Program Studi
Kebidanan.
3. Yeni Agus Safitri, SST selaku dosen pengajar mata kuliah Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan ilmu pengengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dari
para pembaca guna kesempurnaan isi makalah ini

Malang, 13 Maret 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1

1.1 Latar Belakang ................................................................................1


1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................1

1.4 Metode Penulisan ............................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................3


2.1 Konsep Medis...................................................................................3

2.1.1 Pengertian......................................................................................3

2.1.2 Faktor Penyebab Asfiksia.............................................................3

2.1.3 Karakteristik dan Tanda Gejala Asfiksia......................................4

2.1.4 Patofisiologis.................................................................................5

2.1.5 Penanganan Asfiksia.....................................................................6

2.1.6 Penatalaksanaan Asfiksia..............................................................6

2.2 Konsep Asuhan Kebidanan............................................................10

2.2.1 Pengkajian...................................................................................10

2.2.2 Interpretasi Data Dasar................................................................15

2.2.3 Identifikasi Masalah Potensial....................................................15

2.2.4 Identifikasi Kebutuhan Segera....................................................15

2.2.5 Intervensi.....................................................................................16
iii
2.2.6 Implementasi...............................................................................16
2.2.7 Evaluasi.......................................................................................16

BAB III TINJAUAN KASUS ..........................................................................18


3.1 Pengkajian......................................................................................18

3.2 Interpretasi Data Dasar...................................................................19

3.3 Identifikasi Diagnosa Potensial......................................................20

3.4 Identifikasi Kebutuhan Segera.......................................................20

3.5 Intervensi........................................................................................21

3.6 Implementasi..................................................................................21

3.6.1 Populasi.......................................................................................17

3.6.2 Sampel.........................................................................................17

BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................23

BAB V PENUTUP ..........................................................................................25


5.1 Kesimpulan....................................................................................25

5.2 Saran...............................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat bayi baru lahir terhadap kehidupan extra
uterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Dragc and Berendes 1966
yang mendapatkan bahwa scor apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi.                                   
Hasil Survey di RSUD dapat diketahui angka kejadian asfiksia berat pada
periode 2007 sebanyak 160 dari angka kelahiran hidup 10.000, sehingga didapat
angka kejadian asfiksia berat sebesar 1,6 %.
Penyebab utama kematian bayi baru lahir / neonatal (0 - 1 bulan) di
Indonesia menurut hasil survei kesehatan Nasional 2001 dan kasus asfiksia ini
merupakan kasus no. 2 dari penyebab kematian bayi sebesar 25 %.
Di RSUD masih banyak kasus asfiskia. Diantaranya yaitu asfiksia berat dan
rumah sakit umum daerah termasuk sebagai rumah sakit rujukan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Diharapkan penulis dapat memberikan asuhan kebidanan pada BBL
dengan asfiksia dengan menerapkan manajemen varney dan mendokumentasi
kan dengan SOAP secara komprehensif dan berkesinambungan.

1
2

1.2.2 Tujuan khusus


1. Mahasiswi mampu melakukan pengkajian pada bayi dengan asfiksia
dengan mengumpulkan data subyektif yang berasal dari pasien dan data
obyektif dari hasil pemeriksaan.
2. Mahasiswi mampu menginterpretasikan data untuk menegakkan diagnosa
dan masalah kebidanan pada bayi asfiksia.
3. Mahasiswi mampu menegakkan diagnosa dan masalah potensial pada bayi
dengan asfiksia.
4. Mahasiswi mampu mengidentifikasi kebutuhan akan tindakan segera pada
bayi dengan asfiksia.
5. Mahasiswi mampu merencanakan tindakan asuhan kebidanan pada bayi
dengan asfiksia.
6. Mahasiswi mampu melakukan tindakan perawatan pada
bayi dengan asfiksia sesuai dengan perencanaan tindakan.
7. Mahasiswi mampu mengevaluasi setelah dilakukan tindakan pada bayi
dengan asfiksia.

1.3 Metode Penulisan


Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan beberapa jenis metode
pengumpulan data antara lain:
1. Wawancara
Yaitu dengan mengumpulkan data.
2. Observasi
Yaitu dengan mengamati secara langsung keadaan klien dan keluarganya.
3. Studi kepustakaan
Yaitu dengan cara mempelajari buku-buku dan sumber lain untuk
mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan penulisan studi
kasus ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis
2.1.1 Pengertian
Bayi baru lahir adalah bayi yang mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan dari   kehidupan   intra   uteri   ke   kehidupan   ekstra   uteri.
Bayi   baru   lahir adalah   organisme   yang   sedang   tumbuh   yang baru
mengalami intra uteri ke kehidupan ekstra uteri.
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat benafas
secara spontan dan segera setelah lahir yang disertai dengan keadaan hipoksia
hyperkanoe dan berakhir dengan asidosis.
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan CO2 dan asidosis.
Asfiksia berat adalah BBL tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
sampai apnoe.
Asfiksia neonaturum adalah adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas
spontan    dan    teratur, sehingga    dapat    menurunkan    O2    dan    makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut.

2.1.2 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia


1. Faktor Maternal
Faktor yang dapat menyebabkan asfiksia adalah:
a. Penyakit kronis.
b. Perdarahan ante partum.
c. Penyakit infeksi.
d. Ketuban pecah dini.
e. Partus lama.

3
4

2. Faktor Neonatal
Faktor neonatal yang dapat menyebabkan asfiksia adalah:
a. Kelainan letak.
b. Distorcia.
c. Hidramnion.
d. Lahir premature.
e. Berat Badan Lahir rendah (BBLR).
f. Ketuban bercampur meconium.
3. Faktor tali pusat
a. Kelainan tali pusat.
b. Tali pusat pendek.
4. Faktor placenta
a. Solutio placenta.

2.1.3 Karakteristik dan Tanda-tanda Gejaia Bayi dengan Asfiksia


1. Asfiksia Ringan
APGAR Score :6
Refleks : Moro (+) baik.
Grafing : (+) baik
Menghisap : (+) baik
2. Asfiskia Berat
APGAR Score : 4-6
Refleks : Moro              (+) baik
Grafing : (+) baik
Menghisap : (+) baik
3. Asfiksia Berat
APGARScore : 0-3
Refleks : Moro              lemah
Grafing : lemah
Menghisap : lemah   5

2.1.4 Patofisiologis
Faktor-faktor yang menyebabkan bayi asfiksia
1. Penyakit Kronis
Hipertensi, penyakit jantung gangguan aliran darah uterus dimana
berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurang pula
pengaliran oksigen ke placenta dan demikian pula ke janin mengalami hipoksia
yang menyebabkan asfiksia neonatorum. Terjadi karena gangguan pertukaran gas
serta O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O 2 dan
dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun
akibat kelainan pada ibu selama kehamilan. Gangguan menahun dalam kehamilan
dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti hipertensi dan
penyakit jantung. Pada keadaan ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh
gangguan oksigenterasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan
berhubungan dengan gangguan fungsi placenta.

2. Jenis persalinan     
Partus lama dengan vacum ekstrasi menyebabkan gangguan pertukaran gas
serta transfer O2 dari ibu ke janin, gangguan dalam persediaan O2 sehingga janin
kekurangan O2.

3. Faktor janin
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus, sehingga menghambat pertukaran gas antara ibu ke
janin.

4. Faktor kelainan kongenital


a. Depresi pusat pernafasan bayi.
b. Maternal.
c. Fetal.
d. Tali pusat.
e. Placenta.
6

2.1.5 Penanganan Asfiksia


1. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbullah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila
kekurangan O2 ini terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi   lagi   maka   timbulah   kini   rangsang   dari   nervus   vagus
simpatikus sehingga mengakibatkan DJJ menjadi lebih cepat, akhirnya
ireguler dan menghilang. Secara klinis tanda-tanda asfiksia adalah denyut
jantung janin yang lebih cepat dari  160 x/menit atau kurangdari  100
x/menit, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran meconium.
2. Kekurangan O2 juga merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai
tanda janin asfiksia.
3. Janin akan mudah mengadakan pernafasan intra uterine dan apabila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam para. 
ronkus tersumbat dan akan terjadi atelektasis bila janin lahir alveoli tidak
berkembang.

2.1.6 Penatalaksanaan Asfiksia


1. Mencegah Kehilangan Panas
a. Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat
meletakkan bayi hangat.
b. Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi
dikeringkan   dengan   menggunakan   handuk   atau   selimut   hangat
(Apabila diperlukan penghisapan lendir mekonium, dianjurkan untuk
menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap dari
trakhea).
c. Untuk bayi yang sangat kecil (BB kurang dari 1500 gram) atau apabila
suhu ruangan sangat dingin dianjurkan untuk menutup bayi dengan
sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
2. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
a. Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher
sedikit tengadah (ekstensi).
7

b. Untuk mempertahankan leher agar tetap tengadah, letakkan handuk


atau   selimut   yang   digulung   dibawah   bahu   bayi,   sehingga  
bahu terangkat % sampai 1 inci (2-3 cm).
3. Membersihkan jalan nafas
a. Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul dimulut dan tidak
difaring bagian belakang.
b. Mulut dibersihkan dahulu dengan maksud :
1) Cairan tidak teraspirasi.
2) Hisapan pada hidung akan menimbulkan penafasan megap-megap
(gasping).
3) Apabila  mekonium  kental  dan bayi  mengalami  depresi  harus
dilakukan penghisapan dari trakhea dengan menggunakan pipa
endotrakhea (pipa ET)
4. Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi
kelanjutan hidup bayi:
a. Usaha bernafas.
b. Frekuensi denyut jantung.
c. Warnakulit.
5. Menilai usaha bernafas
a. Apabila bayi bernafas spontan dan memadai lanjutkan dengan menilai
frekuensi denyut jantung.
b. Apabila   bayi   mengalami   apnu   atau   sukar   bernafas   dilakukan
rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki
bayi atau menggosok-gosok punggung bayi   sambil   memberikan
oksigen.
c. Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan
taktil, mulailah pemberian VTP (Ventilasi Tekanan Positif).
d. Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari
tabung oksigen). Kecepatan aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit,
apabila sungkup tidak tersedia oksigen 100% persen diberikan melalui
pipa yang ditutupi tangan diatas muka bayi dan aliran oksigen tetap
8

terkonsentrasi pada muka bayi. Untuk mencegah kehilangan panas dan


pengeringan mukosa saluran nafas, oksigen yang diberikan perlu
dihangatkan dan di lembabkan melalui pipa ber diameter besar.
6. Menilai frekuensi denyut jantung bayi
a. Segera setelah bayi lahir, segera lakukan penilaian frekuensi denyut
jantung bayi.
b. Apabila frekuensi denyut jantung bayi kurang dari 100 x/menit,
walaupun bayi bernafas spontan.menjadi indikasi untuk dilakukan
VTP.
7. Menilai warna kulit bayi
a. Penilaian warna kulit diiakukan apabila bayi benafas apontan dan
frekuensi denyut jantung bayi lebih dari 100 x/menit.
b. Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen tetap diberikan.
c. Apabila terdapat   sianosis perifer,   oksigen   tidak   perlu diberikan.
Sianosis perifer disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih
lamban.
8. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
a. VTP dilakukan dengan sungkup dan balon resusitasi atau dengan
sungkup dan tabung.
b. Kecepatan ventilasi 40-60 kali/menit.
c. Tekanan ventilasi untuk nafas pertama 30-40 cm H2O setelah nafas
pertama memburuhkan tekanan 15-20 cm H2O.
d. Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara
nafas dikedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar.
e. Apabila   dengan   tahapan   diatas   dada   bayi   masih   tetap   kurang
berkembang, sebaiknya dilakukan inkubasi endotrakheal (ET) dan
ventilasi pipa ET-balon.
9. Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP
a. Frekuensi denyut jantung bayi dinilai   setelah  selesai  melakukan
ventilasi 15-20 detik pertama.
b. Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori yaitu :
9

1) Lebih dari 100 x/menit.


2) Antara 60-100 x/menit.
3) Kurang dari 60 x/menit.
c. Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100x/menit bayi mulai
bernafas spontan. Dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang
frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan dan oksigen
arus bebas diberikan, jika wajah bayi tampak merah oksigen dapat
dikurangi secara bertahap. Apabila pernafasan spontan dan adekuat
terjadi lanjutkan VTP.
d. Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 x/menit. VTP
dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi. Apabila
frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit, dimulai kompresi dada
bayi.
e. Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit, VTP dilanjutkan,
periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan benar
100% segera dimulai kompresi dada bayi
10. Memasang Kateter orogastrik
a. VTP balon dan sungkup lebih lama dari 2 menit harus dipasang
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, karena selama
ventilasi udara dari orofaring dapat masuk ke oesofagus dan lambung.
b. Alat yang dipakai adalah pipa orogastrik no. 8F semprit 20 ml.
11. Kompresi dada
a. Kompresi dada dilakukan 1/3 bagian bawah tulang dada dibawah garis
khayal yang dapat menghubungkan kedua putting susu bayi, hati-hati
jangan menekan prosesus sifadeus.
b. Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit adalah 90 kompresi
dada dan 30 ventilasi (3:1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan
3 kali dalam 1,5 detik dan Vi detik untuk ventilasi 1 kali.
10

12. Memberikan obat-obatan


a. Obat-obatan diberikan apabila frekuensi jantung bayi tetap dibawah 60
permenit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen
100%). Dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi
jantung nol.
b. Dosis obat didasarkan pada berat bayi (ditaksis).
c. Vena umbilikus adalah tempat yang dipilih untuk pemberian obat.
d. Epinefrin ialah obat pertama yang diberikan. Dosis 0,1 - 0,3 ml/kg BB
untuk larutan berkadar 1 : 10.000 diberikan IV atau melalui pipa
endotrakeal.
e. Volume expanders digunakan untuk menanggulangi efek hipovolemia.
Dosis 10 ml/kg BB diberikan intra vena (IV) dengan kecepatan
pemberian selama waktu 5 sampai 10 menit
13. Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal
a. Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit
tindakan resusitasi dilakukan tidak ada respon dari bayi.

2.2 Konsep Asuhan kebidanan


2.2.1 Pengkajian
A. Data Obyektif
1. Identitas
a. Bayi
Nama bayi : Untuk membedakan identitas pasien.
Jenis kelamin : Untuk membedakan identitas bayi.
Tgl / jam lahir : Untuk menentukan waktu kejadian.
b. Orang Tua
Nama ibu : Untuk membedakan pasien yang satu
dengan yang lain dan memudahkan
mengidentifikasi pasien.
Umur : Untuk mengetahui apakah umur ibu pada
saat melahirkan terlaku tua atau terlalu
11

muda. Usiaresiko tidak mempengaruhi


terjadi asfiskia terutama asfiksia berat.
Kebangsaan : Untukmengetahui latar belakang adat-
siatiadat dan kebudayaan pasien.
Agama : Untuk mengetahui bagaimana kita
memberikan dukungan kepada ibu dalam
menghadapi keadaan bayinya.
Pendidikan :Untuk mengetahui latar belakang tingkat
pendidikan dan bagaimana kita memberikan
konseling.
Pekerjaan : Untuk mengetahui status social ekonomi
karena pada status ekonomi rendah
kemungkinan kurang mengkonsumsi
makanan bergizi. Hal ini dapat
mempengaruhi asfiksia. Untuk mengetahui
beban kerjanya karena klien yang bekerja
berat akan berpengaruh pada kehamilan
salah satunya asfiksia berat.
Alamat : Untuk mengetahui kondisi temapt
tinggalnya.
2. Riwayat kehamilan, persalinan sekarang
a. Riwayat Kehamilan
1) Pemeriksaan kehamilan
Apabila pemeriksaan kehamilan tidak dilakukan oleh
tenaga kesehatan, maka resiko selama ibu hamil tidak dapat
dideteksi sedini mungkin
2) Imunisasi selama kehamilan
Pada ibu hamil selama hamil mendapat imunisasi TT 2x
untuk memberikan kekebalan pada ibu dan bayi terhadap
penyakit tetanus toxoid.

3. Riwayat Persalinan
12

a. Penolong persalinan
Untuk mengetahui oleh siapa ibu ditolong saat melahirkan
apabila ditolong oleh bukan tenaga kesehatan pada bayi dengan
asfiksia tidak dapat ditangani dengan tepat dan cepat karena
kurangnya pengetahuan dalam menangani asfiksia dan harus
dirujuk.
b. Jenis persalinan
Untuk mengetahui jenis persalinan pada saat ibu melahirkan
persalinan dengan partus lama. Pada tindakan vacum ekstrasi
oleh forcep dapat menyebabkan bayi asfiksia.
c. Tempat persalinan
Tempat bersih, nyaman akan membantu ibu dalam proses
menghadapi persalinan dan memperkecil kemungkinan
terjadinya infeksi dalam persalinan. Tempat persalinan di
rumah pada kasus bayi dengan asfiksia tidak dapat ditangani
dengan baik dan dianjurkan untuk dirujuk. Tetapi apabila
ditolong di rumah sakit dapat ditangani dengan secepat
mungkin dan dengan sebaiknya karena sarana prasarana yang
lebih lengkap.
d. Lama persalinan
Persalinan yang terlalu lama dapat mengakibatkan gangguan
baik pada ibu maupun pada janin dan hai ini dapat
menyebabkan bayi asfiksia.
e. Masalah yang terjadi selama persalinan.
f. Pada kasus neonatus dengan bayi asfiksia keadaan air ketuban
yang keruh atau bercampur dengan mekonium pada letak
kepala sangat mempengaruhi terhadap bayi dengan asfiksia.
13

4. Pemeriksaan Yang dilakukan Pada Bayi


a. Antropometri
Pada bayi normal pemeriksaan antropometri yaitu berat badan 2500 -
4000 gram, panjang badan 46 - 52 cm, lingkar kepala 33 - 34 cm,
lingkar dada 30 - 33 cm. Sedangkan pada kasus asfiksia pemeriksaan
antropometri yaitu berat badan < 2500 gram, panjang badan < 46 cm,
lingkar kepala < 33 cm, lingkar dada < 30 cm.
b. Reflek
Pada bayi baru lahir normal pergerakan tonus otot kuat. Sedangkan
pada kasus asfiksia berat biasanya pergerakan tonus otot lemah.
c. Menangis
Pada bayi baru lahir normal setelah bayi baru lahir akan segera
menangis dengan kuat. Sedangkan pada asfiksia sesaat setelah lahir
bayi menangis sangat lemah bahkan tidak sama sekali. Pada kasus
asfiksia berat bayi tidak menangis segera.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
1) Pada bayi normal
a) Suhu bayi sekitar 36 - 37° C.
b) Nadi antara 100 - 120 x/menit.
c) Nafas teratur
2) Pada kasus asfiksia berat
a) Suhu bayi hipotermi yaitu dibawah 36° C.
b) Nadi < 100 x/menit.
c) Nafas megap-megap sampai apnea.
d) Nafas megap-megap atau tidak bernafas
b. Kepala : Pada kasus asfiksia biasanya kepala dalam
keadaan normal.
c. Mata : Pada bayi asfiksia reflek untuk membuka mata
lemah.
d. Hidung : Pernafasan megap-megap menandakan bahwa bayi
mengalami kesulitan dalarn benafas. Pengeluaran sekret dari hidung
14

mengakibatkan bayi mengalami kesulitan benafas. Pada kasus asfiksia


biasanya pernafasan belum teratur dan cepat.
e. Mulut :Pada asfiksia biasanya reflek menghisap masih
lemah dan warna pada bibir berwarna kebiruan.
f. Telinga : Pada kasus asfiksia keadaan telinga normal.
g. Leher : Pada kasus asfiksia biasanya pergerakan leher
masih lemah.
h. Dada : Pada bayi baru lahir normal bentuk dada simetris
dan tidak ada tarikan dinding otot dada. Sedangkan pada kasus asfiksia
berat bentuk dada tidak simetris, berarti belum terbentuknya otot-otot
dada yang kurang sempurna. Pada kasus asfiksia ditemukan
adanya tarikan dinding dada.
i. Perut : Bentuk perut normal adalah silindris, pada
kasus asfiksia keadaan perut normal.
j. Tali Pusat : Pada bayi baru lahir normal tali pusat berkisar
40 cm atau lebih. Sedangkan pada kasus asfiksia tali pusat
cenderung lebih pendek. Pada kasus asfiksia tali pusat bisa normal
bisa tidak. Pada talipusat yang sangat pendek dapat menyebabkan 
asfiksia.
k. Kulit : Pada bayi normal wama kulit biasanya merah.
Sedangkan pada asfiksia warna kuiit bayi biasanya pucat, cyanosis.
l. Punggung : Pada asfiksia biasanya bentuk punggung normal.
m. Ekstremitas : Pada kasus asfiksia gerakan kaki dan tangan
biasanya pasif atau lemah, warna kulit padaekstremitas atas dan
bawah pucat, cyanosis.
n. Genetalia : Pada wanita, labia mayora dan minora dalam
keadaan normal, sedangkan pada laki-laki testis dalam
keadaan normal.
o. Anus : Lubang anus ada dan normal.
2.2.2
15

Intepretasi Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa adalah masalah dan kebutuhan klien berdasarkan inteprestasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa : bayi lahir pada hari/..... jam berapa lahir spontan
dengan asfiksia berat                                  
Do :
1. Denyut jantung terus menurun. Frekuensi jantung 110 x/menit.
2. Pernafasan megap-megap dalam usaha nafas 20
x/ menit tidak teratur.
3. Tonus otot neuromuskuler berkurang.
4. Reflek lemah dengan sedikit gerakan.
5. Warna kulit tubuh kebiruan, ekstremitas kebiruan.
6. Tidak segera menangis

2.2.3 Identifikasi Diagnosa Potensial


Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau 
diagnosa potensial lainnya berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa
serta identifikasi.
1. Potensial terjadinya kerusakan saraf otot.
2. Potensial terjadinya asidosis.
3. Potensial terjadinya apnea.
4. Potensial terjadinya henti jantung.

2.2.4 Identifikasi Kebutuhan Segera


1. Tindakan resusitasi.
2. Kolaborasi dengan dokter spesialisasi anak untuk teraphy dan
tindakan lebih lanjut.
16

2.2.5 Intervensi
1. Langkah-langkah resusitasi.
2. Bersihkan jalan nafas.
3. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk telapak kaki bayi.
4. Nilai usaha nafas bayi, frekuensi denyut jantung, warna kulit.
5. Berikan O2 2 liter dengan tekanan >30 cm H2O

2.2.6 Implementasi
1. Mencegah kehilangan panas dengan alat pemancar panas
yang telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat, rneletakkan   bayi  
hangat. Bayi   diletakkan   dibawah   alat pemancar panas.
2. Mengeringkan tubuh bayi dan kepala bayi dengan menggunakan handuk
atau selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan mekonium
dianjurkan dengan menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium
dihisap dari trakhea).
3. Meletakkan bayi dalam posisi benar. Bayi diletakkan terlentang diatas alas
yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (extensi) untuk
mempertahankan agar leher tetap tengadah letakkan handuk atau selimut
yang digulung dibawah bahu bayi sehingga bahu bayi terangkat ¾ - 1 inci.
4. Membersihkan jalan nafas. Kepala bayi dimiringkan agar cairan
berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian belakang, mulut dibersihkan
apabila ada mekonium   kental    dan   bayi   mengalami    depresi  
harus dilakukan penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa
endotrakhea (pipa ET).
5. Menilai usaha nafas bayi, frekuensi denyut jantung, warna kulit.
6. Memberikan O2 2 liter dengan tekanan 30 cm H2O. Melakukan resusitasi
atau VTP (Ventilasi Tekanan Positif).

2.2.7 Evalusi
Telah diidentifikasikan di dalam masalah dan diagnose:
1. Bayi dalam keadaan hangat ditempatkan di dalam incubator.
2. Oksigen terpasang 1-2 liter.
17

3. Bayi menangis lemah, pernafasan belum teratur, wama kulit kemerahan.


4. Tali pusat dalam keadaan bersih, tidak ada perdarahan.
5. Apnae dan henti jantung tidak terjadi.
6. Kerusakan saraf otak tidak terjadi.
7. Asidosis pada bayi tidak terjadi
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “M” DENGAN ASFIKSIA


INTRAUTERINE DI RUMAH SAKIT X

Tanggal           : 12 Maret 2008


Jam                  : 05.30 WIB
Oleh                : Bidan

3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Bayi
Nama bayi : bayi Ny. M
Umur bayi : 0 hari
Tgl / jam lahir : 12 Maret 2008 jam 09.00 WIB
Berat badan : 2900 gram
Panjang badan : 48 cm
No. register : 301726
b. Orang Tua
Nama Ibu : Ny. M
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Bangsa : Sunda / Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan                    : Tidak bekerja

18
19

2. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sekarang


a. Riwayat kehamilan
1) Pemeriksaan kehamilan
a) Triwulan I : 2 kali kebidan, selama triwulan I ibu masih
mengalami keluhan mual dan muntah, nafsu makan
berkurang.
b) Triwulan II : 2 kali tempat pemeriksaan di BPS selama
hamil triwulan II tidak ada keluhan.
c) Triwulan III : 5 kali yaitu 1 kali tiap bulan sampai usia
kehamilan 9 bulan.
2) Imunisasi
Ibu mendapatkan imunisasi TT 2 kali selama kehamilan TTl
pada usia kehamilan 4 bulan dan TT2 pada usia kehamilan 5
bulan di BPS.
3) Penyakit yang diderita selama kehamilan
Selama kehamilan tidak peraah menderita penyakit berat dan
tidak pernah dirawat di Rumah sakit.
b. Riwayat persalinan
Persalinan ditolong oleh bidan lahir secara spontan di ruang
bersalin RSUD. 
Warna air ketuban            : keruh bercampur mekonium
Lama persalinan Kala I : pembukaan 5—10 cm selama 6 jam
Kala II : 1 jam 45 menit
Kala III : 10 menit

3.2 Interpretasi Data Dasar

DX : Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny “M” Dengan Asfiksia Intrauterine Di


Rumah Sakit X
DS : ibu mengatakan telah melahirkan bayinya secara spontan.
20

DO :
1. Antropometri
a. Berat badan : 2900 gram.
b. Panjang badan : 48 cm.
c. Lingkar lengan : 10,5 cm.
d. Lingkar kepala : 32 cm.
e. Lingkar dada : 29 cm
2. Refleks
a. Moro : Baik.
b. Tonic neck : Lemah.
c. Garff : Baik.
d. Rooting : Lemah
3. Menangis : segera setelah lahir tidak menangis
4. Tanda-tanda vital
a. Suhu : 36° C.
b. Nadi : 130x/menit.
c. Pernafasan : 72 x/menit.
d. Apgar Score : 2/4

3.3 Identifikasi Diagnosa Potensial


Apnoe pada bayi   

3.4 Identifikasi Kebutuhan Segera


1. Kolaborasi dengan dokter spesialis anak.
2. Pemberian O2, obat antibiotic untuk mencegah hipotermi
21

3.5 Intervensi
Tanggal :12 Maret 2008
Pukul : 05.30 WIB

1. Letakkan bayi di tempat hangat.


2. Keringkan tubuh dan kepala bayi.
3. Letakkan bayi dalam posisi yang benar.
4. Bersihkan jalan nafas dengan penghisap lender.
5. Lakukan rangsangan taktil.
6. Nilai pernafasan dan warna kulit bayi.
7. Berikan O2 pada bayi.
8. Observasi TTV bayi.
9. Berikan terapi sesuai instruksi dokter.
10. Lakukan perawatan tali pusat.
11. Pertahankan bayi tetap hangat.

3.6 Implementasi
Tanggal : 12 Maret 2008
Pukul : 05.40 WIB

1. Meletakkan bayi di tempat yang hangat bayi diletakkan dibawah alat


pemancar panas.
2. Mengeringkan tubuh dan kepala bayi dengan menggunakan handuk kering
dan hangat.
3. Meletakkan bayi dalam posisi benar yakni bayi diletakkan terlentang dialas
datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi) diganjal bantal.
4. Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lender, mulut dan hidung bayi
dibersihkan. 22
5. Melakukan rangsangan taktil dengan cara menepuk telapak kaki bayi.
6. Menilai pernapasan bayi, frekuensi denyut jantung, warna kulit dengan hasil
pemafasan 70 x/menit, denyut jantung 130 x/menit, warna kulit kebiruan.
7. Memberikan O2 pada bayi O2 terpasang 2 liter per menit.
8. Mengobservasi tanda-tanda vital bayi.
Keadaan Umum bayi : Lemah
Nadi : 130 x/menit
Suhu : 36°C
Pernafasan : 70 x/menit.
9. Pemberian   teraphy   sesuai   dengan   intruksi   dokter yakni
pemberian injeksi cefotaxin 100 mg (IV).
10. Melakukan perawatan tali pusat dengan membungkus memakai kasa keadaan
tali pusat bersih dan kering.
11. Mempertahankan kehangatan bayi dengan cara bayi dibungkus dan
dihangatkan dalam inkubator.
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengkajian pada bayi baru lahir asfiksia Ny. “M” penulis
Menemukan kesenjangan antara teori dengan lahan praktek, diantaranya :

4.1  Pengkajian
Salah satu faktor yang mempengaruhi bayi asfiksia yaitu riwayat penyakit
ibu, diantaranya hipertensi dan penyakit paru.
Setelah dilakukan pengkajian pada bayi Ny. M dengan asfiksia ternyata
Ny. M selama kehamilannya tidak pernah mengalami hipertensi maupun penyakit
paru.
Maka ada kesenjangan antara teori dengan praktek di lapangan yaitu
riwayat penyakit ibu.

4.2   Interpretasi Data
Pada langkah interpretasi data pada bayi Ny. M dengan asfiksia berat,
penulis menegakkan diagnosa dengan melihat keadaan umum lemah, nadi 100-
120 x/mnt, pernafasan >60 x/mnt, suhu 36-37°C, dinyatakan sesuai teori menurut
(Prawirohardjo, 2002 : 200) dan setelah dilakukan pemeriksaan pada bayi Ny. M
dengan keadaan umum lemah, nadi 130 x/mnt, pernafasan 70 x/mnt, suhu 36°C.
NCB, SMK 0 hari dengan asfiksia berat.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dengan praktek di lapangan.

4.3   Identifikasi Masalah dan Diagnosa Potensial


Kemungkinan diagnosa atau masalah potensial yang dapat ditegakkan
pada kasus asfiksia berat yaitu apnoe, hipotermi, asidosis.
Tidak ada kesenjangan dalam menenrukan diagnosa atau masalah
potensial pada kasus asfiksia berat antara teori dan diagnosa di lapangan.
24
23
4.4  ldentifikasi Kebutuhan Segera
Dari diagnosa yang ditegakkan pada kasus asfiksia berat semua tindakan
yang dilakukan didahului kolaborasi dengan dokter spesialis anak, diantaranya
pemberian O2, obat antibiotik mencegah hipotermi. Tidak ada kesenjangan antara
teori dengan lahan praktek.

4.5  Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh


Dalam memberikan asuhan pada bayi Ny. M dengan asfiksia berat
tindakan yang dilakukan diantaranya pemberian O2, antibiotik, mencegah
hipotermi dengan menempatkan bayi pada inkubator.
Pada bayi Ny. M dengan asfiksia akan dipasang O2 1 - 2 liter, diberikan
antibiotik ditempatkan pada inkubator.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dengan praktek lapangan.

4.6  Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan asuhan pada bayi Ny.M dengan asfiksia berat
dilakukan sesuai perencanaan yaitu pemasangan O2 1 — 2 liter, pemberian
antibiotik yaitu cefataxime, bayi ditempatkan pada inkubator.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.

4.7  Evaluasi
Dalam tahap evaluasi setelah memberikan asuhan pada bayi dengan
asfiksia berat diharapkan keadaan umum bayi baik, pernafasan normal 40 -60
x/menit, tidak terjadi hipotermi.
Pada bayi Ny. M keadaan bayi sekarang, keadaan umum bayi baik,
pernafasan 54 x/menit, tidak hipotermi.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
BAB V

PENUTUP

5.1   Kesimpulan
Bayi baru lahir normal biasanya ditandai dengan menangis kuat. Warna
kulit merah, Apgar score 7-9, panjang badan 46 - 50 cm, berat badan 2500 - 4000
gram, lingkar kepala 32 - 35 cm, lir.gkar dada 30 - 33 cm. (Prawirohardho, 2002 :
213)
Setelah melakukan asuhan pada bayi Ny. M dengan asfiksia berat dengan
berat badan 3000 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada
29 cm, lingkar lengan 10,5, menangis sesaat setelah melahirkan dan tidak
menangis lagi, tanda-tanda vital : suhu 36° C, nadi 130 x/menit, pernafasan 72
x/menit, Apgar score 2/4.
Penanganan bayi baru lahir dengan asfiksia berat yaitu kebutuhan O2 -> O2
terpasang, mencegah hipotermi dengan cara meletakkan bayi pada inkubator,
memberikan antibiotik berupa Cefotaxime telah diberikan secara I.V.
Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia berat maka
dapat diambil kesimpulan bahwa bayi dengan asfiksia berat harus ditangani
dengan sebaik-baiknya agar terhindar dari apnoe atau kematian.

5.2  Saran
5.2.1 Bagi Petugas Kesehatan
Bagi pihak petugas kesehatan di RS khususnya pada bidan / perawat
diruang perinatologi agar lebih meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam
menangani dan memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia.

25
26

5.2.2 Bagi Staf RS


Bagi para staf yang terkait di ruang perinatologi RS diharapkan lebih
meningkatkan pelayanan secara cepat dan tepat pada kasus asfiksia sehingga
dapat mengurangi kemungkinan lebih buruk
5.2.3 Bagi Mahasiswa Kebidanan
Bagi    mahasiswa   D    III    Kebidanan   agar   lebih meningkatkan
pengetahuannya dalam memahami asfiksia dan menggali ilmu-ilmu yang didapat
dan mempraktekkan ilmu tersebut sesuai prosedur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSHS Bagian Pertama
(Obstetri). Bandung. 2005

J Midwifery Womens Health. 2005;50(6):498-506.

Anda mungkin juga menyukai