Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN RISIKO TINGGI


ASFIKSIA

Oleh:

KELAS II.2
KELOMPOK 2

1. Ni Ketut Dini Wulandari (P07120016053)


2. Ayu Sri Dewi (P07120016062)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan paper yang membahas mengenai
asuhan keperawatan anak dengan risiko tinggi asfiksia. Dalam penyusunan
paper ini, penulis berusaha untuk menyajikan secara ringkas dan mudah asuhan
keperawatan anak dengan risiko tinggi asfiksia untuk dapat membantu
mahasiswa dalam mempelajari asuhan keperawatan anak dengan risiko tinggi
asfiksia. Sumber informasi penyajian uraian tersebut penulis peroleh dari hasil
pencarian di jurnal resmi dari situs internet sehingga sangat mendukung
penyelesaian paper ini.
Berkat bantuan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu-persatu, yang telah bekerjasama dalam memberikan
informasi serta kepercayaan dosen pembimbing sehingga paper ini dapat
terselesaikan pada waktunya.
Penulis menyadari paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan oleh penulis. Penulis berharap
semoga paper ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten .

Denpasar, Januari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
....................................................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah

1
1.3 Tujuan Penulisan

2
1.4 Manfaat Penulisan

BAB II KONSEP TEORI


2.1 Pengertian
....................................................................................................................................
3
2.2 Etiologi
....................................................................................................................................
4
2.3 Pathways
....................................................................................................................................
6
2.4 Manifestasi Klinik

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Konsep Dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Aspiksia
....................................................................................................................................
13

BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan

46

iii
4.2 Saran

46

DAFTAR PUSTAKA

47

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Menurut SUSENAS 2001
kematian utama pada periode neonatal disebabkan oleh (bayi umur <28 hari)
yaitu prematuritas disertai berat lahir rendah (29,2 persen), asfiksia lahir (27
persen), tetanus neonatorum (9,5 persen), masalah pemberian makan (9,5
persen), kelainan kongenital (7,3 persen), gangguan hematologi/ikterus (5,6
persen), pnemonia (2,8 persen), dan sepsis (2,2 persen). Dari data ini
menunjukkan bahwa asfiksia lahir berada pada tingkat tertinggi kedua setelah
BBLR. Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan
ekstrauterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi. Frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia
sangat tinggi.
Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya pemahaman konsep
mengenai asfiksia serta bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan pada
bayi dengan asfiksia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah konsep aplikasi asuhan keperawatan pada bayi dengan
asfiksia?

1
1.3 Tujuan Tulisan
1. Untuk mengetahui konsep aplikasi asuhan keperawatan pada bayi dengan
asfiksia.

1.4 Manfaat Tulisan


1. Manfaat Teoritis
Penulisan makalah ini dapat menambah kajian pustaka mengenai konsep
dan aplikasi asuhan keperawatan pada bayi dengan gangguan asfiksia.
2. Manfaat Praktis
Makalah ini dapat dijadikan sebagai pedoman awal bagi mahasiswa
keperawatan atau tenaga kesehatan (perawat) yang nantinya dapat
dipraktikan di lingkungan masyarakat.

2
BAB II
KONSEP TEORI

1.1 Pengertian
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2008).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Perubahan-perubahan yang terjadi pada
asfiksia antara lain hipoksia, dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2011)
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya
(Prawirohardjo, 2010)
Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan PaO2),
hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

Asfiksia adalah perubahan patologis yang disebabkan oleh kurangnya oksigen


dalam udara pernapasan, yang mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia (Dorland,
2002). Sedangkan asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Subianto,
2009). Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai
dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Haupt (1971)
memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan pendarahan pada bayi sebagai akibat
hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kardiovaskular serta komplikasinya
sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan
adaptasi bayi baru lahir (James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis yang
dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan
difus pada jaringan otak bayi yang sudah meninggal karena hipoksia. Karena itu
tidaklah mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada
penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan

3
mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan
tersebut di atas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai
dengan perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.

2.2 Etiologi

Keadaan asfiksia terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi


seperti pengembangan paru – paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini
dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (2008) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma

2. Asfiksia dalam persalinan


a. Kekurangan O2.
1) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
2) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri.
3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
4) NuProlaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
5) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
6) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
7) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
1) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
2) Trauma dari dalam : akibat obat bius.

4
Sedangkan menurut Betz et al. (2001), asfiksia dapat dipengaruhi beberapa
faktor yaitu :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan
pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma
yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan
kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernapasan, hipoplasia paru.

5
2.3 Pathway
Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan factor lain : anestesi,
Presentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan


Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat
Bersihan jln nafas
Pola nafas tidak efektif
inefektif

Apneu suplai O2 suplai O2


Ke paru dlm darah

Resiko
ketdkseimbangan
6
suhu tubuh
Kerusakan otak G3 metabolisme
Resiko cidera
& perubahan asam basa

DJJ & TD Kematian bayi Asidosis respiratorik

Janin tdk bereaksi


Terhadap rangsangan G3 perfusi ventilasi
Proses keluarga
terhenti Kerusakan
pertukaran gas

7
2.4 Manifestasi klinis
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt,
halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir


a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Pernafasan cuping hidung
d. Hipoksia
e. Asidosis metabolik atau respiratori
f. Perubahan fungsi jantung
g. Kegagalan sistem multiorgan
h. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik,
kejang, dan menangis kurang baik/tidak baik.
i. Nilai apgar kurang dari 6
Untuk menentukan tingkat asfiksia, apakah bayi mengalami asfiksia berat,
sedang atau ringan/normal dapat dipakai penilaian apgar. Di bawah ini
tabel untuk menentukan tingkat asfiksia yang dialami.
Table Apgar skor

Klinis 0 1 2

Frekuensi jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit

Usaha nafas Tidak ada Tak teratur Tangis kuat

Reflek Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan


kuat/melawan

Tonus otot Lumpuh Fleksi ekstrimitas Gerak aktif


(lemah)

8
Warna kulit Biru pucat Tubuh kemerahan Kemerahan
ekstrimitas biru seluruh tubuh
Nilai 0-3   : Asfiksia berat
Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk
memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi
tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar).

3. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
a. Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2 dalam darah sedikit.
b. Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena
bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
c. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
d. Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena
sering terjadi hipoglikemi.
4. Analisa gas darah
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
a. pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolik.
b. pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
c. pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung
turun karena terjadi hipoksia progresif.

9
d. HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
5. Pemeriksaan urin
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
a. Natrium (normal 134-150 mEq/L)
b. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
c. Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

4. Penatalaksanaan Medis
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.

b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif


3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan. Cara resusitasi dibagi dalam tindakan
umum dan tindakan khusus :
 Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
2) Pembersihan jalan nafas
3) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
 Tindakan khusus
1) Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan

10
intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2
tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai
asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan
pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini
disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung
eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu
ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika
tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum
dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau
stenosis jalan nafas.
2) Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam
waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus
segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2
intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika
hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan
tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari
ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan
dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas

11
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika
setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung
atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera
dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan,
apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur,
meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

12
BAB III
PEMBAHASAN
KONSEP DAN APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN ASPIKSIA

1. PENGKAJIAN
 Pengumpulan Data
a. Data Subyektif
Data subyektif terdiri dari:
1) Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu), umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat Riwayat
kesehatan
2) Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
a) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk,
merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti
diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
b) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran
multiple, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital,
riwayat persalinan preterm.
c) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinuitas atau periksa tetapi
tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
d) Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
e) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
3) Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu
dikaji:
Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik
solusio plasenta maupun plasenta previa.

13
Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan,
persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.
Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat
penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.
4) Riwayat post natal yang perlu dikaji antara lain :
a) Apgar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS
(0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia
ringan.
b) Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).
Preterm/BBLR < 2500 gram, untuk aterm  2500 gram lingkar
kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
c) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial
aesofagal.
5) Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan
absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap
sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan
kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan
juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi
disamping untuk pemberian obat intravena.
a) Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
b) Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
c) Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

14
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
6) Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekuensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekuensi, jumlah
7) Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia.
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama
jenis psikotropika.
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu
melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
8) Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung
dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali
dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat
mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya
dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif
b.  Data Obyektif
1) Keadaan umum
Pada bayi baru lahir post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya
merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif
dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya
terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2) Tanda-tanda Vital
Bayi baru lahir post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan
asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipotermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila
suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C –
37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal

15
antara 30-40 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat
pernafasan belum teratur.

 Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanogo dan verniks.
b. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.
c. Mata
Warna conjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjungtiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
d. Hidung
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
e. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
f. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
g. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
h. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing
dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
i. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah  arcus
costaae     pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising

16
usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.
j. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda –
tanda infeksi pada tali pusat.
k. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
l. Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari feses.
m. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang
atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
n. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf
pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan
Potter Patricia A, 1996 : 109-356)

17
2. Diagnosa Keperawatan
Data Problem Etiologi Diagnosa
1. Obyektif (O) : Bersihan jalan Produksi mucus Bersihan jalan nafas tidak efektif
a. Terdengar suara nafas nafas inefektif. yang banyak. berhubungan dengan produksi mukus
tambahan banyak
b. Terdengar ronkhi
basah ketika
auskultasi
c. RR > 24 kali per
menit
2. Obyektif (O) : Pola nafas Hipoventilasi Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
b. Ekspansi dada tidak inefektif. /hiperventilasi hipoventilasi/ hiperventilasi
sama kanan kiri
c. RR cepat > 24 kali per
menit
d. Terdengar suara nafas
tambahan
3. Obyektif (O) : Kerusakan Ketidakseimbangan Kerusakan pertukaran gas berhubungan
a. RR cepat > 24 kali per pertukaran gas. perfusi ventilasi dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
menit
4. Obyektif (O) : Risiko cedera. Anomali Risiko cedera berhubungan dengan anomali
a. Anak tampak rewel kongenital tidak kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi

18
b. Tampak cedera pada terdeteksi atau pemajanan pada agen-agen infeksius
anggota tubuh anak tidak teratasi
pemajanan pada
agen-agen
infeksius.
5. Obyektif (O) : Risiko Kurangnya suplai Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh
a. Suhu anak < 365 0 C ketidakseimbangan O2 dalam darah. berhubungan dengan kurangnya suplai O2
b. Anak tampak rewel suhu tubuh. dalam darah.
6. Obyektif (O) : Proses keluarga Pergantian dalam Proses keluarga terhenti berhubungan
terhenti. status kesehatan dengan pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga. anggota keluarga.

3. Intervensi Keperawatan

Hari/ Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Tanggal Keperawatan
Bersihan jalan nafas Setelah diberikan asuhan 4.3 Tentukan kebutuhan oral/ 1. Untuk memungkinkan

19
tidak efektif keperawatan selama … x 24 suction tracheal. reoksigenasi.
berhubungan dengan jam diharapkan bersihan jalan 4.4 Auskultasi suara nafas 2. Pernapasan bising, ronki dan
produksi mukus nafas efektif dengan kriteria sebelum dan sesudah suction. mengi menunjukkan
banyak hasil: tertahannya secret.
-Menunjukkan jalan nafas 4.5 Beritahu keluarga 3. Membantu memberikan
bersih tentang suction. informasi yang benar pada
-Suara nafas normal tanpa keluarga.
suara tambahan 4.6 Bersihkan daerah bagian 4. Mencegah
-Tidak ada penggunaan otot tracheal setelah suction obstruksi/aspirasi.
bantu nafas selesai dilakukan.
-Tidak adanya sianosis. 4.7 Monitor status oksigen 5. Membantu untuk
pasien, status hemodinamik mengidentifikasi perbedaan
segera sebelum, selama dan status oksigen sebelum dan
sesudah suction sesudah suction.
Pola nafas tidak Setelah diberikan asuhan 1. Pertahankan kepatenan jalan 1. Untuk menghilangkan
efektif berhubungan keperawatan selama … x 24 nafas dengan melakukan mucus yang terakumulasi
dengan jam diharapkan pola nafas pengisapan lender dari nasofaring, tracea.
hipoventilasi/ efektif dengan kriteria hasil: 2. Auskultasi jalan nafas untuk 2. Bunyi nafas menurun/tak
hiperventilasi -Menunjukkkan pola nafas mengetahui adanya ada bila jalan nafas
efektif dengan frekuensi nafas penurunan ventilasi obstruksi sekunder. Ronki
30-40 kali/menit dan irama dan mengi menyertai

20
teratur obstruksi jalan
-Ekspansi dada simetris nafas/kegagalan pernafasan.
-Mampu menunjukkan 3. Berikan oksigenasi sesuai 3. Memaksimalkan bernafas
perilaku peningkatan fungsi kebutuhan dan menurunkan kerja nafas.
paru
Kerusakan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji bunyi paru, frekuensi 1. Penurunan bunyi nafas
pertukaran gas keperawatan selama … x 24 nafas, kedalaman nafas dan dapat menunjukkan
berhubungan dengan jam diharapkan produksi sputum atelektasis. Ronki, mengi
ketidakseimbangan mempertahankan pertukaran menunjukkan akumulasi
perfusi ventilasi gas yang normal dengan secret/ketidakmampuan
kriteria hasil: untuk membersihkan jalan
-Menunjukkan perbaikan nafas yang dapat
ventilasi dan oksigenasi menimbulkan peningkatan
jaringan kerja pernafasan.
-Tidak ada gejala distres 2. Pantau saturasi O2 dengan 2. Penurunan kandungan
pernafasan oksimetri oksigen (PaO2) dan/atau
-PaCO2 dalam batas normal. saturasi atau peningkatan
-PaO2 dalam batas normal. PaCO2 menunjukkan
kebutuhan untuk
intervensi/perubahan
program terapi.

21
3. Berikan oksigen tambahan 3. Alat dalam memperbaiki
yang sesuai. hipoksemia yang dapat
terjadi sekunder terhadap
penurunan
ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru.
Risiko cidera Setelah diberikan asuhan 1. Cuci tangan setiap sebelum 1. Mengurangi kontaminasi
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 dan sesudah merawat bayi silang.
anomali kongenital jam diharapkan diharapkan 2. Pakai sarung tangan steril 2. Mencegah penyebaran
tidak terdeteksi atau risiko cidera dapat dicegah infeksi/kontaminasi silang.
tidak teratasi dengan kriteria hasil : 3. Lakukan pengkajian fisik 3. Untuk mengetahui apakah
pemajanan pada -Bebas dari cidera/ komplikasi secara rutin terhadap bayi ada kelainan pada bayi.
agen-agen infeksius -Mendeskripsikan aktivitas baru lahir, perhatikan
yang tepat dari level pembuluh darah tali pusat
perkembangan anak dan adanya anomali
-Mendeskripsikan teknik 4. Ajarkan keluarga tentang 4. Membantu keluarga untuk
pertolongan pertama tanda dan gejala infeksi dan mendapatkan pendidikan
melaporkannya pada dan pengetahuan yang benar
pemberi pelayanan kesehatan tentang tanda dan gejala
infeksi begitu juga dengan
penanganan yang benar.

22
5. Berikan agen imunisasi 5. Membantu memberi
sesuai indikasi kekebalan anak terhadap
(imunoglobulin hepatitis B agen infeksi.
dari vaksin hepatitis B bila
serum ibu mengandung
antigen permukaan hepatitis
B (Hbs Ag), antigen inti
hepatitis B (Hbs Ag) atau
antigen E (Hbe Ag).

5. Risiko Setelah diberikan asuhan 1. Hindarkan pasien dari 1. Menghindari terjadinya


ketidakseimbangan keperawatan selama … x 24 kedinginan dan tempatkan hipotermia.
suhu tubuh jam diharapkan suhu tubuh pada lingkungan yang
berhubungan dengan normal dengan kriteria hasil: hangat.
kurangnya suplai O2 -Temperatur badan dalam batas 2. Monitor temperatur dan 2. Mengetahui terjadinya
dalam darah normal (36.5-37oC) warna kulit. hipotermi.
-Tidak terjadi distress 3. Monitor TTV. 3. Perubahan tanda-tanda vital
pernafasan yang signifikan akan
-Tidak gelisah mempengaruhi proses
-Perubahan warna kulit regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.

23
4. Jaga temperatur suhu tubuh 4. Menghindari terjadinya
bayi agar tetap hangat. hipotermia
5. Tempatkan BBL pada 5. Mambantu BBL tetap
inkubator bila perlu. berada pada keadaan yang
sesuai dengan keadaannya.

6. Proses keluarga Setelah diberikan asuhan 1. Buat hubungan dan akui 1. Mambantu orang terdekat
terhenti berhubungan keperawatan selama … x 24 kesulitan situasi pada untuk menerima apa yang
dengan pergantian jam diharapkan koping keluarga. terjadi dan berkeinginan
dalam status keluarga adekuat dengan untuk membagi masalah
kesehatan anggota kriteria hasil: dengan staf.
keluarga -Percaya dapat mengatasi 2. Tentukan pengetahuan akan 2. Sediakan informasi untuk
masalah. situasi sekarang. memulai perencanaan
-Kestabilan prioritas. perawatan dan membuat
-Mempunyai rencana darurat. keputusan. Kurangnya
-Mengatur ulang cara informasi dapat
-perawatan. mengganggu respons
-Status kekebalan anggota pemberi/penerima asuhan
keluarga. terhadap situasi penyakit.

24
-Anak mendapatkan perawatan 3. Informasi dapat mengurangi
3. Ikutsertakan orang terdekat
tindakan pencegahan. perasaan tanpa harapan dan
dalam pemberian informasi,
-Akses perawatan kesehatan. tidak berguna. Keikutsertaan
pemecahan masalah dan
dalam perawatan akan
perawatan pasien sesuai
meningkatkan perasaan
kemungkinan.
kontrol dan harga diri.

25
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan bayi dengan aspiksia sesuai dengan intervensi
atau rencana asuhan keperawatan.

5. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan criteria hasil dari masing-masing diagnose.

26
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BY. Ny P
DI RUANG CILINAYA RSUD BADUNG
TANGGAL 07 - 10 FEBRUARI 2017

Tanggal pengkajian     : 7 Februari 2017


Nama pengkaji            : Artini
Ruang                          : Cilinaya
Waktu pengkajian       : Jam 07.30 WIB

A.    IDENTITAS
1.   Identitas Klien                                   
Nama                                       : By Ny. Partiyah
Tanggal lahir                           : 6 Februari 2017, jam 23.45 WIB
Umur                                       : 0 hari 7 3/4  jam
Jenis kelamin                           : Laki-laki
BB                                           : 2750 gram
PB/TB                                     : 48 cm
Alamat                                     : Denpasar
Agama                                     : Islam
Pendidikan                              :--
Suku bangsa                            : Indonesia
Tanggal masuk                        : 6 Februari 2017
No. RM                                   : 851755
Diagnosa Medik                      : Asfiksia berat

2.   Identitas penanggung jawab   :


Nama                                       : Ny. T
Umur                                       : 60 thn
Jenis kelamin                           : Perempuan
Alamat                                     : Denpasar
Agama                                     : Islam

27
Pendidikan                              : SD
Pekerjaan                                 : Petani
Hubungan dengan klien          : Nenek bayi

B.     RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan utama
Bayi lahir post SC dengan sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
Bayi baru lahir post SC dengan indikasi gagal vakum 1x, bayi di vakum
1x±15 menit kemudian gagal. 1 jam sebelum lahir direncanakan SC, bayi
lahir secara SC, jenis kelamin laki-laki, bayi tidak langsung nangis, nafas
tidak spontan, BB 2750 gram, PB: 48cm, Apgar skor : 3-4-5, tonus otot
lemah, bayi pucat, air ketuban hijau. Hasil TTV : Nadi : 105 x/m, RR : 46
x/m, S : 350C. Pada jam 23.46 bayi dapat bernafas spontan, jam 00.00 bayi
dibawa ke peristi, jam 00.05 di cek TTV( Nadi : 140x/m, RR : 80x/m), bayi
mengalami sianosis, tonus otot sangat lemah, bayi agak pucat.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 februari 2017  jam 07.30 WIB
keadaan bayi masih lemah, tonus otot lemah, agak sianosis, bayi menangis.
Hasil TTV( N : 148x/m, S : 35,50C, RR : 55x/m).
3. Riwayat penyakit dahulu
Tidak terkaji
4. Riwayat penyakit keluarga
Di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun dan
menular seperti HIV, hepatitis, TBC, DM, HT.
5. Riwayat kehamilan
G1 P0 A0, umur kehamilan 38 minggu lebih 4 hari, ANC: 9x, presentasi kepala
6. Riwayat persalinan

Bayi baru lahir post SC a/i gagal vakum 1x, bayi di vakum 1x±15 menit
kemudian gagal. 1 jam sebelum lahir direncanakan SC, bayi lahir secara SC,
bayi tidak langsung nangis, nafas tidak spontan, air ketuban hijau, APGAR
Score: 1-2-3.
APGAR Score 1 menit 5 menit 10 menit

28
1.      Appearance/ 0 0 1
warna kulit
2.      Pulse/ nadi 1 1 1
3.      Grimace 0 0 0
4.      Respiratory 0 1 1
5.      Activity/ tonus 0 0 0
otot
TOTAL 1 2 3

7. Riwayat imunisasi
Belum mendapat imunisasi Hbo dan lainnya
8. Genogram
Tidak terkaji
9. Kebutuhan cairan
Bayi usia 0 hari, rumus: 100ml/BB(kg) /hari atau 120-140ml/kg BB/hari. Jadi
kebutuhannya 100ml/2,75kg/hari=275ml/hari atau
120/2,75kg/hari=330ml/hari. 140ml/2,75kg/hari=385ml/hari, jadi
kebutuhannya 330-385ml/hari.
10. Kebutuhan kalori
Bayi usia 0 hari, rumus: 80-90kkal/kgBB/hari
= 80x2.75kg    =220kkal/hari
 = 90x2,75kg   =247,5kkal/hari
 Jadi kebutuhan kalorinya 220-247,5kkal/hari

C.     PENGKAJIAN FUNGSIONAL (GORDON)


1. Pola persepsi Manajemen Kesehatan
Jika ada keluarga yang sakit maka langsung di bawa ke mantri/ bidan
terdekat.
2. Pola Nutrisi/Metabolik
Diit ditunda
3. Pola Eliminasi
Bayi sudah BAK 3x bau khas, warna kuning jernih dan BAB 1x mekonium
warna hijau kehitaman
4. Pola Aktivitas dan Latihan

29
Bayi belum bergerak aktif disebabkan tonus otot masih lemah , gerakannya
masih lemah
5. Pola Tidur/Istirahat
Bayi tidur selama ±5jam dan terbangun menangis jika BAB/BAK atau sebab
lain yang mengganggu kenyamanan bayi
6. Pola Persepsi Kognitif
Tidak terkaji
7. Pola Konsep Diri
Tidak terkaji
8. Pola Peran dan Hubungan
Bayi adalah anak pertama yang kelahirannya sangat diharapkan oleh kedua
orang tuanya dan keluarga lain, hubungan dengan ibunya kurang karena harus
terpisah dengan ibunya sementara waktu untuk menjalani perawatan di ruang
peristi.
9. Pola Seksualitas/Reproduksi
Alat reproduksi lengkap yaitu antara testis dan penis ada dan sudah terbentuk
alat kelamin yang sempurna, tidak ada kelainan pada lubang saluran urinnya,
dapat BAK tanpa kesulitan dan kesakitan.
10. Pola Koping dan Toleransi Stress
Bayi selalu menangis jika merasa tidak nyaman
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Setelah bayi lahir di adzani, bayi beragama islam sama dengan orang tuanya.

D.    PEMERIKSAAN FISIK
1. TTV                             :  S: 35,50C, N: 148x/menit, RR: 55x/menit
2. Keadaan umum           : Lemah
3. Antropometri              : BB: 2750 gram, PB:
48cm, LILA: 11cm, LK: 32cm,LD:31cm
4. Kepala                         :Mesocepal, tampak bekas
luka di kaput ektrasi, ubun-ubun/fontanel anterior
dan pesterior belum menutup

30
5. Mata                            :Simetris, sklera tak
ikterik, konjungtiva tak anemis, tidak ada kotoran
yang melekat di mata
6. Telinga                        :Simetris, tidak ada
serumen, tidak ada kelainan bentuk telinga
7. Mulut                          :Mukosa bibir agak
kering, tidak ada labio palatoschizis, agak sianosis
8. Hidung                        : Simetris, tidak ada polip, tidak ada secret
9. Leher                           :Tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid dan tidak ada peningkatan vena
jugulasis
10. Dada
Jantung                       
a. Inspeksi               :Tampak retraksi dinding dada interkostalis dan
suprasternalis
b. Perkusi                 : Bunyi pekak
c. Palpasi                 : Tidak teraba ictus cordis, tidak ada nyeri tekan
d. Auskultasi            : S1-S2 Reguler, tidak ada bunyi tambahan

Paru                            
a. Inspeksi              : Expansi dada tidak optimal
b. Perkusi                : Terdengar bunyi sonor
c. Palpasi                 : Fokal fremitus seimbang antara kanan dan kiri
d. Auskultasi           : Bunyi vesikuler, ada bunyi nafas tambahan ronkhi. 
11. Abdomen       
a.     Inspeksi                 : tali pusat masih basah, perut cembung, agak
sianosis
b.     Auskultasi             : peristaltik 12 x/mnt
c.     Perkusi                  : tympani
d.     Palpasi                   : tidak teraba pembesaran hepar
12. Punggung                    : simetris
13. Kulit                            : elastis, akral dingin, terlihat sianosis

31
14. Ekstermitas
a.   Atas                       : lengkap kedua tangan, untuk bergerak  masih
lemah, tidak ada kelainan bentuk tangan
b.   Bawah                   :lengkap kedua kaki, untuk bergerak masih lemah,
masih  pucat, akral dingin
15. Genetalia                     : alat kelamin yaitu antara kedua testis dan penis
sudah terbentuk sempurna, tidak ada kelainan pada anatomi fisiologinya.
16. Anus                            : Berlubang, tidak ada kecacatan, sudah dilakukan
colok dubur

E.     REFLEK
1.      Moro : (+) masih lemah
2.      Roothing            : (+) masih lemah
3.      Walking                 : (+) masih lemah
4.      Grosping                   : (+) masih lemah
5.      Sucking                  : (+) masih lemah
6.      Tonick neck            : (+) masih lemah
7.      Swallowing              : (+) masih lemah

F.      ELIMINASI
1.      Miksi                           : (+) kuning jernih
2.      Mekonium                   : (+) hijau kehitaman

G.    HASIL KOLABORASI
1.      IVFD RL 10 tpm mikro
2.      Inj. Vit K 1mg
3.      Inj. Hepatitis B0
4.      inj. ampicilin 2x140 mg
5.      Erlamicetin salep mata
6.      O2 headbox 10 L/mnt

32
H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
  Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 7  Februari 2017, jam 00:59:09
WIB.
Pemeriksaan Hasil  Satuan Nilai Normal
Parameters
WBC 26,19 (10^3/uL) M: 4,8-10,8 F:
4,8-10,8
RBC 4,19 (10^6/uL) M: 4,7-6,1   F:
4,2-5,4
HGB 14,8 (g/dl) M: 14-18     F:
12-16
HCT 44,6 (%) M: 42-52     F:
37-47
MCV 106,4 (fl) 79,0-99,0
MCH 35,3 (pg) 27,0-31,0
MCHC 33,2 (g/dl) 33,0-37,0
PLT 287 (10^3/uL) 150-450
RDW-CV 16,1 + (%) 11,5-14,5
RDW-SD 61,9 + (fl) 35-47
PDW 8,7 - (fl) 9,0-13,0
MPV 8,6 – (fl) 7,2-11,1
P-LCR 14,2 (%) 15,0-25,0
DIFFERENTIAL
NEUT# 10,54 (10^3/uL) 1,8-8
LYMPH# 13,64 (10^3/uL) 0,9-5,2
MONO# 1,73 (10^3/uL) 0,16-1
EO# 0,19 (10^3/uL) 0,045-0,44
BASO# 0,09 (10^3/uL) 0-0,2
NEUT% 40,3 (%) 50-70
LYMPH% 52,1 (%) 25-40
MONO% 6,6 (%) 2-8
EO% 0,7 (%) 2-4
BASO% 0,3 (%) 0-1

  Pemeriksaan kimia darah pada tanggal 7 Februari 2017


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
GDS 188 Mgr% 70-120

I.       ANALISA DATA

33
tgl/jam DATA ETIOLOGI PROBLEM
7/2/2013 DS : - Penumpukan sekret Bersihan jalan
Jam DO: nafas tidak
07.40  Terlihat sianosis efektif
 Ada bunyi ronkhi pada
auskultasi paru
 RR : 55x/mnt
7/2/2013 DS : - Terpajan lingkungan Hipotermia
Jam DO : dingin
07.40  S : 35,5OC
 Terlihat pucat, agak sianosis
 Akral teraba dingin
7/2/2013 DS : - Prosedur invasif Resiko infeksi
Jam DO:
07.40  WBC : 26.19 10^3/uL
 tampak bekas luka di kaput
ektrasi
 tali pusat masih basah
 terpasang infus umbilical

J.       PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret
2.      Hipotermi b.d terpajan lingkungan dingin
3.      Resiko infeksi b.d prosedur invasive

K.    RENCANA KEPERAWATAN
Intervensi
Tgl/jam No.DP Tujuan dan KH ( NOC) TTD
( NIC )
7/2/2017 1 Setelah di lakukan- Cek dan
Jam 07.45 tindakan keperawatan observasi KU
selama 1x15 menit di dan TTV
harapkan bersihan jalan- Atur posisi
nafas efektifdengan KH : untuk

34
- Tidak ada secret memaksimalka
- Tidak sianosis n ventilasi
- Tidak ada  bunyi- Lakukan
tambahan pengisapan
- RR dapat menggunakan
dipertahankan 30 –60 suction
x/mnt - Beri oksigen
- Dapat menangis keras sesuai program
- Tak tampak retraksi
dinding dada
7/2/2017 2 Setelah di lakukan - Cek dan
Jam 07.45 tindakan keperawatan observasi KU
selama 3x24 jam di dan TTV
harapkan hipotermi teratasi - Selimuti bayi
dengan KH : dan gunakan
- Suhu tubuh bayi tutup kepala
normal 36-37OC - Gunakan
- Akral hangat pakaian hangat
- Tidak sianosis dan kering
- -          Tidak pucat - Tempatkan
bayi dalam
incubator
- Pelihara suhu
lingkungan
stabil
- Cek dan pantau
suhu
7/2/2017 3 Setelah di lakukan - Cek dan
Jam 07.45 tindakan keperawatan observasi KU
selama 3x24 jam di dan TTV
harapkan resiko infeksi - Pantau tanda
tidak terjadi dengan KH : dan gejala
- Tidak di temukan infeksi

35
tanda-tanda infeksi - Cuci tangan
- Suhu tubuh normal sesudah dan
- Leukosit turun atau sebelum
normal(4,8-10,8) melakukan
tindakan
- Gunakan
teknik aseptic
dan antiseptic
- Kolaborasi
pemberian
antibiotik
- Pantau hasil
lab(WBC)

L.     IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tgl/jam No.DX Implementasi Respon TTD
7/2/2017
08.00 1,2,3 - Mengobservasi KU dan- KU lemah, TTV : S:
mengecek TTV 35,70C N: 125x/m,
RR:47x/m.
- Lendir dihisap
08.30 1 - Melakukan suction sampai bersih
dantidak ada suara
tambahan
- Terapi headbox 10L
1 - Melanjutkankan terapi headbox x/mnt lancar
- Mengganti popok, membedong- Bayi dibedong,
09.00 2 dengan kain yang kering, dikepala tertutup
menutupi kepala dengan kain kain, tersorot lampu
kering, tetap menempatkan bayi untuk kehangatan
didalam inkubator dan tubuhnya didalam
memberikan lampu penghangat inkubatotor

36
untuk kehangatan bayi
- Memelihara suhu ruangan dan- Suhu ruangan
lingkugan tetap stabil inkubator 29,8 0C
10.00 - Memantau tanda dan gejala- Tidak ada tanda-
infeksi tanda infeksi yang
11.00 2 muncul
- Memberikan terapi injeksi- Injeksi ampicillin
amicillin 140mg dengan mencuci 140mg masuk dan
14.00 3 tangan sebelum dan sesudah bayi tidak menangis
melakukan tindakan saat disuntik
16.00 3 - Imunisasi Hbo masuk
- Memberikan imunisasi Hbo
diawali dengan cuci tangan dan
21.00 3 diakhiri dengan cuci tangan - N : 128 x/m, S :
- Mengukur TTV 35,80C, RR : 45 x/m
- KU: lemah

22.00 2,3 - Mengukur dan memantau KU - S : 36,20C, N:


114x/m, RR : 45 x/m
- Mengukur TTV - Bayi dibedong dan
2,3 diganti popok dengan
8/2/2017 kain yang diganti
04.00 2,3 - Mengganti popok dan bedong - KU : lemah

- Popok dan bedong


05.00 2,3 bayi sudah diganti
- Mengobservasi KU bayi dengan kain yag
kering
- Mengganti popok dan bedong - Injeksi ampicillin 140
07.00 1,2,3 mg masuk dan bayi
menangis saat
10.00 2,3 disuntik

37
- Memberikan terapi injeksi- S : 35,50C, RR : 37
ampicillin 140 mg x/m, N : 86 x/m
- Bayi menangis saat
11.00 3 disekah, tali pusat
- Mengukur TTV bersih tetapi masih
basah
- Menyeka bayi dan merawat tali- KU : Lemah
13.30 2,3 pusat - Bayi terpakai popok
dan bedong dengan
14.30 3 kain kering
- Mengobservasi KU - Injeksi ampicillin 140
- Mengganti popok dan bedong mg
- S: 35,80C, N: 100
16.00 1,2,3 x/mnt, RR: 40 x/mnt
17.30 2,3 - Memberikan inj. Ampicilin 140- KU lemah
mg - Minum 5 cc gumoh
- Mengukur TTV 2x
19.00 3 - S: 36,2 0C, N: 125
x/mnt. RR: 36 x/mnt
20.30 2,3 - Mengobservasi KU - 5 cc gumoh lagi
- Memberikan minum pengganti- NGT terpsang, residu
asi 1cc lendir
21.00 2,3 - Mengukur TTV - 5cc masuk lewat
22.00 NGT
- KU lemah
23.30 2,3 - Memberikan minum - Inj. Ampicilin 140
- Memasang NGT mg masuk
9/2/2017 - Minum 15 cc, residu
02.30 - Memberi minum 1cc
04.00 - Minum 5cc, residu
- Mengobservasi KU 1cc
04.30 2,3 - Memberikan inj. Ampicilin 140- S : 36,40c, N : 140

38
mg x/m, RR : 48 x/m
05.30 3 - Memberikan minum dan- Bayi bersih
mengecek residu - 5cc masuk lewat
- Memberikan minum dan NGT, residu 0,8cc
mengecek residu
- Mengukur TTV
2,3
- Menyeka bayi, dressing infus,
2 dan merawat tali pusat
- Memberi minum dan mengecek
residu
07.00 2,3 - Mengobservasi KU - KU lemah, menangis
- BAK
10.00 2,3 - Mengganti popok  - S: 37OC, N: 139
10.30 2,3 - Mengukur TTV x/mnt, RR: 36 x/mnt
- KU lemah
- BAB dan BAK
14.00 2,3 - Mengobservasi KU - S:36,9OC, N:140
15.00 2,3 - Mengganti popok x/mnt. RR: 45 x/mnt
16.00 2,3 - Mengukur TTV - KU lemah, kembung,
gumoh

21.00 2,3 - Mengobservasi KU

M.   EVALUASI KEPERAWATAN
Tgl/jam No.DP SOAP TTD
7/2/2017 1,2,3 S : -
Jam O:
14.00 - Masih agak terlihat sianosis, pucat, akral agak
teraba dingin
- KU : Lemah, bayi menangis keras

39
- N : 128 x/m, S : 35,8 0C, RR : 45 x/m
A: masalah  bersihan jalan nafas teratasi sebagian,
hipotermi, resiko infeksi teratasi sementara
ditandai dengan suhu  meningkat menjadi 35,8 0 C,
masih sianosis
P : pertahankan intervensi sampai tercapai kriteria
hasil
- Pantau KU dan TTV
- Berikan terapi injeksi dan lanjutkan terapi
oksigen sesuai program
- Pantau tanda-tanda infeksi

7/2/2017 2,3 S:-


Jam O:
21.00 - KU : Lemah
- S : 36,2 0 c, N : 114 x/m, RR : 45 x/m.
- Tidak sianosis, pucat berkurang, akral
masih hangat
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
A : hipotermi teratasi sementara, resiko infeksi
teratasi sementara
P : pertahankan intervensi memberikan
kehangatan
8/2/2017 2,3 S : -
Jam O:
07.00 - Masih pucat, sianosis
- Akral teraba dingin, S : 35,10C, N : 86 x/m,
RR : 37 x/m
- KU : Lemah
A : hipotermi, resiko infeksi teratasi sementara
P : pertahankan intervensi
- Monitor KU dan TTV

40
- Selimuti bayi dan gunakan tutup kepala
- Gunakan pakaian hangat dan kering
- Tempatkan bayi dalam incubator
- Pelihara suhu lingkungan/Inkubatorstabil
- Cuci tangan sesudah dan sebelum
melakukan tindakan

Jam 2,3 S : -


14.00 O:
- Tidak terlihat pucat, tidak sianosis,
akral dingin
- S : 35,70C, N : 139 x/m, RR : 36x/m
- KU : Lemah
- Minum ditunda
- Tidak ada tanda-tanda klinis infeksi
A : hipotermi, resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, resiko infeksi
P : pertahankan dan lanjutkan intervensi
- Monitor KU dan TTV
- Selimuti bayi dan gunakan tutup kepala
- Gunakan pakaian hangat dan kering
- Pelihara suhu lingkungan/Inkubatorstabil
- Pantau tanda-tanda infeksi
- Cuci tangan sesudah dan sebelum
melakukan tindakan

Jam 2,3 S : -


21.00 O:
- Tidak terlihat pucat, tidak sianosis, akral
hangat
- Akral teraba dingin, S : 36,90C, N : 140 x/m,

41
RR : 45x/m, terpasang NGT karena selalu
gumoh jika diberi minum
- KU : Lemah
- Tidak ada tanda-tanda klinis infeksi
A : hipotermi, resiko infeksi, resiko nutrisi kurang
dari kebutuhan  tubuh
P : pertahankan intervensi
- Monitor KU dan TTV
- Pantau tanda-tanda dan gejala infeksi 
- Cuci tangan sesudah dan sebelum
melakukan tindakan

9/2/2017 2,3 S  : -


Jam O:
07.00 - Tidak terlihat adanya tanda dan gejala
infeksi
- Tidak tampak sianosis, akral hangat, tidak
pucat
- S : 36,40c, N : 140 x/m, RR : 48 x/m
- Terpasang NGT
- Injeksi mpicillin 140mg masuk
- KU : masih lemah, bayi menangis
- Tali pusat mulai kering
A : hipotermi, resiko infeksi teratasi, resiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
P  : pertahankan intervensi
- Monitor TTV
- Pantau tanda dan gejala infeksi
- Cuci tangan sesudah dan sebelum
melakukan tindakan
- Lanjutkan terapi program injeksi

42
Jam 2,3 S  : -
14.00 O:
- Tidak terlihat adanya tanda dan gejala infeksi
- Tidak tampak sianosis, akral hangat, tidak
pucat
- S : 36,10c, N : 125 x/m, RR : 50x/m
- KU : masih lemah, bayi menangis
- Residu 2 cc
- Minum 15cc
- Tali pusat mulai kering
A : hipotermi, resiko infeksi,masalah baru : resiko
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi
P  : pertahankan intervensi
- Monitor TTV dan KU
- Pantau tanda dan gejala infeksi
- Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan
tindakan
- Lanjutkan terapi program injeksi
- Pantau minum dan residunya
- Jaga kehangatan

S  : -
Jam 1,2,3 O:
21.00 - Tidak terlihat adanya tanda dan gejala infeksi
- Tidak tampak sianosis, akral hangat, tidak
pucat
- S : 36,70c, N : 136 x/m, RR : 42x/m
- KU : masih lemah
- Terpasang NGT
- Residu 0,4 cc
- Minum 30 cc

43
- Tali pusat kering
A : hipotermi, resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh belum teratasi, resiko infeksi
teratasi
P  : pertahankan intervensi
- Monitor TTV dan KU
- Pantau tanda dan gejala infeksi
- Cuci tangan sesudah dan sebelum
melakukan tindakan
- Lanjutkan terapi program injeksi
- Pantau minum dan residunya
- Jaga kehangatan

44
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan PaO 2),
hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). Keadaan
asfiksia terejadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti
pengembangan paru – paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat
terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Aspikisa
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yakni faktor ibu, faktor plasenta, faktor
fetus dan faktor neonates. Pada kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat
dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya
pengeluaran mekonium. Pada bayi setelah lahir terdapat ciri-ciri seperti bayi
pucat dan kebiru-biruan, usaha bernafas minimal atau tidak ada, pernafasan
cuping hidung, hipoksia, asidosis metabolik atau respiratori, perubahan fungsi
jantung, kegagalan sistem multiorgan, kalau sudah mengalami perdarahan di
otak maka ada gejala neurologik, kejang, dan menangis kurang baik/tidak baik,
nilai apgar kurang dari 6.

4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahamannya terhadap
materi mengenai konsep dan aplikasi asuhan keperawatan bayi dengan risiko
tinggi aspiksia. Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya
dan menambah pengetahuan.

45
DAFTAR PUSTAKA

Deslidel, dkk. 2012. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita. Perpustakaan
Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KTD).

Latief, Abdul dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Ridha, H Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Zr, Arief. Weni Kristiyana Sari. 2009. Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak.
Yogyakarta: Nuha Medika.

46

Anda mungkin juga menyukai