Disusun Oleh
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat-Nya telah diselasaikannya Tugas yang berjudul " TUGAS
KEPERAWATAN ANAK LP DAN ASKEP TEORI HISRCHPRUNG ".
Adapun tujuan umum dari penyusunan Asuhan Keperawatan ini adalah
tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak. Atas dukungan moral dan
materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..............................................................................................................2
1.4 Tujuan.................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1 Definisi................................................................................................................................3
2.3 Macam-macam Penyakit Hirschprung.............................................................................4
2.4 Etiologi Penyakit Hirschprung..........................................................................................4
2.5 Patofisiologi.........................................................................................................................5
2.6 Manifestasi Klinis...............................................................................................................6
2.7 Komplikasi..........................................................................................................................6
2.8 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................7
2.9 Penatalaksanaan...............................................................................................................12
BAB III....................................................................................................................................13
ASKEP TEORI.......................................................................................................................13
3.1 Pengkajian........................................................................................................................13
3.2 Analisi Data......................................................................................................................15
3.3 Diagnosa Keperawatan....................................................................................................16
3.4 Intervensi Keperawatan...................................................................................................17
3.5 Implementasi....................................................................................................................22
3.6 Evaluasi.............................................................................................................................22
WOC........................................................................................................................................23
Bab IV
4.1Kesimpulan …………………………………………………………………………..24
4.2 Saran…………………………………………………………………………………24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor
genetik dan faktor lingkungan.
1.4 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
3
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran
balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.
Kolon terbagi atas kolon asenden, tranversum, desenden, dan sigmoid. Kolon
membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut
dengan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka
dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu
kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama usus yang terakhir disebut sebagai
rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter
ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9
inci).
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
terdehidrasi sampai berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorpsi sekitar 800 ml air per
hari dengan berat akhir feses yang dikeluarkan adalah 200 gram dan 80%-90%
diantaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak terabsorpsi, bakteri,
sel epitel yang terlepas, dan mineral yang tidak terabsorpsi.
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70%
dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibanding anak perempuan.
4
2.4 Etiologi Penyakit Hirschprung
Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi
ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk
berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di
kolon.
Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon
sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134).
2.5 Patofisiologi
2.7 Komplikasi
Berikut adalah komplikasi penyakit Hirschprung yaitu :
6
b. Enterokolitis (akut)
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya barium enema merupakan
pemeriksaan diagnostik untuk mendeteksi PH secara dini pada neonatus.
Keberhasilaan pemerikasaan radiologi pasien neonatus sangat bergantung pada
kesadaran dan pengalaman spesialis radiologi pada penyakit ini, disamping teknik
yang baik dalam memperlihatkan tanda-tanda yang diperlukan untuk penegakkan
diagnosis.
a. Foto Polos Abdomen
7
ataupun perforasi gaster. Pada foto polos abdomen neonatus, distensi usus
halus dan distensi usus besar tidak selalu mudah dibedakan.
Pada pasien bayi dan anak gambaran distensi kolon dan gambaran
masa feses lebih jelas dapat terlihat. Selain itu, gambaran foto polos juga
menunjukan distensi usus karena adanya gas. Enterokolitis pada PH dapat
didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur
irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme,
ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan
barium enema.
b. Barium enema
8
terlihatnya zona transisi. Zona transisi mempunyai 3 jenis gambaran yang bisa
ditemukan pada foto barium enema yaitu 1. Abrupt, perubahan mendadak.
2. Cone, berbentuk seperti corong atau kerucut.
3. Funnel, bentuk seperti cerobong.
Selain itu tanda adanya enterokolitis dapat juga dilihat pada foto barium
enema dengan gambaran permukaan mukosa yang tidak teratur. Juga terlihat gambar
garis-garis lipatan melintang, khususnya bila larutan barium mengisi lumen kolon
yang berada dalam keadaan kosong. Pemerikasaan barium enema tidak
direkomendasikan pada pasien yang terkena enterokolitis karena adanya resiko
perforasi dinding kolon.
Retensi barium 24-48 jam setelah pengambilan foto barium enema merupakan
hal yang penting pada PH, khusunya pada masa neonatus. Foto retensi barium
dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan foto polos abdomen untuk elihat
retensi barium. Gambaran yang terlihat yaitu barium membaur dengan feses ke arah
proksimal di dalam kolon berganglion normal. Retensi barium dengan obtipasi kronik
yang bukan disebabkan PH terlihat semakin ke distal, menggumpal di daerah rektum
dan sigmoid. Foto retensi barium dilakukan apabila pada foto enema barium ataupun
yang dibuat pasca-evakuasi barium tidak terlihat tanda PH. Apabila terdapat jumlah
retensi barium yang cukup signifikan di kolon, hal ini juga meningkatkan kecurigaan
PH walaupun zona transisi tidak.
2. Anorectal manometry
9
Pemeriksaan anorektal manometri dilakukan pertama kali oleh Swenson pada
tahun 1949 dengan memasukkan balón kecil dengan kedalaman yang berbeda- beda
dalam rektum dan kolon. Alat ini melakukan pemeriksaan objektif terhadap fungsi
fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spingter anorektal. Pada dasarnya,
alat ini memiliki 2 komponen dasar yaitu transduser yang sensitif terhadap tekanan
seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau
komputer. Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit
Hirschsprung adalah :
1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi.
2. Tidak didapati kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus
aganglionik; Motilitas usus normal digantikan oleh kontraksi yang tidak terkoordinasi
dengan intensitas dan kurun waktu yang berbeda-beda.
3. Refleks inhibisi antara rektum dan sfingter anal internal tidak berkembang.
Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feses.
Tidak dijumpai relaksasi spontan. Dalam prakteknya pemeriksaan anorektal
manometri tersebut dikerjakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan
histologis meragukan, misalnya pada kasus PH ultra pendek. Laporan positif palsu
hasil pemeriksaan manometri berkisar antara 0-62% dan hasil negatif palsu 0-24%.
Pada literature disbutkan bahwa sensitivitas manometri ini sekitar 75-100% dan
spesifisitasnya 85-95 %. Hal serupa hamper tidak jauh beda dengan hasil penelitian
lain yang menyatakan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas
sebesar 95%. Perlu diingat bahwa refleks anorektal pada neonatus prematur atau
neonatus aterm belum berkembang sempurna sebelum berusia 12 hari. Keuntungan
metode pemeriksaan anorektal manometri adalah aman, tidak invasif dan dapat segera
10
dilakukan sehingga pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi
umum.
3. Pemeriksaan Histopatologi
11
anastesi umum, dapat menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan ikat yang
mempersulit tindakan bedah definitif selanjutnya. Disamping itu juga teknik ini dapat
menyebabkan komplikasi seperti perforasi, perdarahan rektum, dan infeksi. Noblett
tahun 1969 mempelopori teknik biopsi isap dengan menggunakan alat khusus, untuk
mendapatkan jaringan mukosa dan sub-mukosa sehingga dapat melihat keberadaan
pleksus Meissner.
Metode ini dapat dikerjakan lebih sederhana, aman, dan tidak memerlukan
anastesi umum serta akurasi pemeriksaan yang mencapai 100%. Akan tetapi, menurut
sebuah penelitian dikatakan bahwa akurasi diagnostic biopsi isap rektum bergantung
pada specimen, tempat specimen diambil, jumlah potongan seri yang diperiksa dan
keahlian dari spesialis patologis anatomi. Apabila semua kriteria tersbeut dipenuhi
akurasi pemeriksaan dapat mencapai yaitu 99,7%.9 Untuk pengambilan sampel
biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate. Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan
sel ganglion Meisner dan ditemukan penebalan serabut saraf. Apabila hasil biopsi isap
meragukan, barulah dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus
Auerbach.
2.9 Penatalaksanaan
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau
double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali
normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur berikut :
a) Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
b) Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion
dengan saluran anal yang dibatasi.
c) Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
d) Intervensi bedah
Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami
obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat
dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi
di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.
1) Persiapan prabedah
a) Lavase kolon
12
b) Antibiotika
c) Infuse intravena
d) Tuba nasogastrik
e) Perawatan prabedah rutin
f) Pelaksanaan pasca bedah, terdiri dari :
• Perawatan luka kolostomi
• Perawatan kolostomi
• Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan peningkatan
suhu.
• Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk diterima.
Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu kolostomi.
Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana membersihkan stoma dan
bagaimana memakaikan kantong kolostomi. (Betz, 2002 : 198)
BAB III
ASKEP TEORI
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan
kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih
sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan
kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan
sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru Iahir. Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah
Iahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah
dan diare.
13
b. Riwayat kesehatan sekarang
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya
3. Pemeriksaan fisik
14
didapatkan pada kondisi syok atau sepsis diikuti dengan keluarnya udara dan
mekonium atau tinja yang menyemprot. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area
abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan :
1) Inspeksi: Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan
rectum dan feses akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan
berbau busuk
2) Auskultasi: Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut
dengan hilangnya bising usus.
3) Perkusi: Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
4) Palpasi: Teraba dilatasi kolon abdominal.
4. Pola Kebiasaan
1. Bernafas :pada pasien hirscprug biasanya mengalami gangguan pola napas atau sesak
karena adanya distensi abdomen
2. Makan dan minum : Biasanya pasien yang menderita penyakit hirschprung akan
mengalami gangguan pola makan karena pasien yang menderita hirscprung disertai
denga muntah-muntah
3. Eliminasi: biasanapasien penderita hirscprung mengalami gangguan eliminasi karena
pasien dengan penyakit hirscprung disertai demgan diare
4. Bergerak : biasanya pada pasien hirscprung tidak mengalami gangguan bergerak
5. Tidur dan istirahat : biasanya pada pasien hirscprung takan mengalami gangguan tidur
dan istirahat karena nyeri pada perut
6. Pakaian : Biasanya pasien yang mengalami hirscprung tidak ada masalah pada
berpakaian
7. Suhu :pada pasien hirscprung akan mengalami gamgguan pola kebutuhan suhu
Karena pasien hirscprug mengalami deman diatas normal 37,8 c
8. Kebersihan: pada pasien hirscprung tidak mengalami gangguan pola kebutuhan
kebersihan
9. Menghindari bahaya lingkungan : pada pada pasien hirscprung tidak mengalami
gangguan pada pola kebutuhan menghindai bahaya lingkungan
10. Berkomunikasi dengan orang lain : pada pasien hiscprung tidak mengalami gangguan
pada pola kebutuhan berkomunikasi
11. Beribadah : biasanya pada pasien hirscprung tidak mengalami gangguan kebutuhan
beribadah
15
12. Bekerja : Biasanya pada pasien hirscprung akan mengalami gangguan pada pola
bekerja/ beraktivitas karena kondisinya lemah
13. Bermain/berekreasi : biasanya pada pasien hirsprung akan mengalami gangguan pola
kebutuhan bermain/berekreasi karena kondisi lemah
14. Belajar : Pada pasien hirscprung tidak mengalami gangguan pada kebutuhan belajar
atau memanfaatkan fasilitas kesehatan
16
6. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak
17
3.4 Intervensi Keperawatan
NO PERENCANAAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1 Gangguan eliminasi BAB : obstipasi Dapat melakukan eliminasi 1. Mual muntah berkurang 1. Monitor bising usus setiap 2 jam sekali 1. Untuk mengetahui pergerakan
berhubungan dengan spastis usus dan dengan beberapa adaptasi 2. Defekasi lencer 2. Monitor pergerakan usus, meliputi usus
tidak adanya daya dorong sampai fungsi eliminasi secara 3. Tidak memuntahkan ASI dan frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan 2. Untuk mengetahui
normal dan bisa dilakukan formula yang diberikan warna dengan cara yang tepat konsistensis , frekuensi, bentuk,
3. Monitor tanda – tanda vital volume, warna feses
4. Jaga intake/asupan yang akurat dan catat 3. Untuk mengetahui adanya
output tanda – tanda syok
5. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI pada 4. Menjaga keseimbangan cairan
anaknya setiap 2 jam dalam tubuh pasien
6. Berikan terapi IV, jika diperlukan 5. Agar asupan cairan tubuh
7. Kolaborasi dengan dokter tentang rencana seimbang
pembedahan 6. Membantu memenuhi cairan
dalam tubuh
7. Untuk melanjutkan pengobatan
selanjutnya
2 Gangguan nutrisi kurang dari Asupan nutrisi dapat terpenuhi 1. Berat badan normal 1. Timbang pasien secara berkala 1. Mengetahui penurunan atau
kebutuhan tubuh berhubungan 2. Intake ASI/formula yang adekuat 2. Monitor tanda- tanda vital peningkatan berat badan
dengan intake yang inadekuat. 3. Mual/muntah berkurang 3. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi 2. Mengetahui tanda – tanda syok
18
4. Nafsu makan meningkat 4. Tingkatkan asupan oral (ASI/formula) 3. Mengetahui asupan cairan yang
5. Gunakan sute alternative (NGT dan masuk pada tubuh
parenteral), jika diperlukan 4. Membantu meningkatkan
asupan nutrisi
5. Nutrisi parenteral dibutuhkan
jika kebutuhan per-oral yang
sangat kurang dan untuk
mengantisipasi pasien yang
sudah mulai merasa mual dan
muntah
3 Resiko kekurangan cairan tubuh Asupan cairan tubuh dapat 1. Tidak terjadi tanda – tanda 1. Timbang pasien secara berkala 1. Mengetahui adanya penurunan
berhubungan muntah dan diare. terpenuhi dehidrasi 2. Monitor tanda – tanda vital atau peningkatan berat badan
2. Tanda – tanda vital dalam rentang 3. Monitor perubahan status paru atau 2. Mengetahui adanya tanda –
normal jantung yang menunjukkan kelebihan tanda syok
3. Intake ASI/formula yang adekuat cairan atau dehidrasi 3. Mengetahui adanya perubahan
4. Mual/muntah berkurang 4. Amati turgor kulit secara berkala status paru dan jantung
5. Monitor status hidrasi (misalnya, 4. Untuk mengetahui status
membrane mukosa lembab, denyut nadi hidrasi
adekuat, dan tekanan darah ortostatik) 5. Untuk mengetahui status
6. Intruksikan anggota keluarga untuk hidrasi
mencatat warna, volume, frekuensi dan 6. Mengetahui karakteristik dari
konsistensi tinja
19
7. Berikan terapi IV, seperti yang ditentukan tinja
8. Tingkatkan intake/cairan per oral 7. Membantu memenuhi
9. Posisikan untuk mencegah aspirasi kebutuhan cairan dalam tubuh
10. Konsultasikan dengan dokter jika tanda – 8. Meningkatkan asupan cairan
tanda dan gejala kelebihan volume cairan dalam tubuh
menetap atau memburuk 9. Mencegah aspirasi saat muntah
10. Untuk melakukan tindakan
selanjutnya
4 Gangguan rasa nyaman berhubungan Diharapkan kebutuhan rasa 1. Bayi/ anak tidak menangis 1. Sarankan orang tua hadir selama prosedur 1. Untuk kenyamanan anak
dengan adanya distensi abdomen. nyaman terpenuhi 2. Bayi.anak tenang pengobatan 2. Menyediakan manajemen nyeri
3. Tidak mengalami gangguan pola 2. Berikan tindakan kenyamanan sesuai usia non- pharcological
tidur 3. Kaji nyeri 3. Mengetahui tingkat nyeri dan
4. Ciptakan lingkungan yang mendukung dan menentikan tindakan
penuh kasih saying selanjutnya
5. Berikan analgetik yang sesuai 4. Terapi menggabungkan budaya
klien dan usia serta faktor
perkembangan
5. Mengurangi nyeri
5 Ketidakefektifan pola nafas Pola nafas pasien paten 1. Menunjukkan jalan nafas yang paten 1. Monitor tanda – tanda vital secara berkala 1. Untuk mengetahui tanda –
berhubungan dengan distensi (klien tidak merasa tercekik, iram 2. Monitor respirasi dan status O2 tanda syok
abdomen nafas, frekuensi pernafasan dalam 3. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara 2. Mengetahui status O2 dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas
20
abnormal) tambahan tubuh dan respirasi
2. Tanda – tanda vital dalam rentang 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan 3. Mengetahui adanya suara
normal ventilasi tambahan
3. Tidak ada sianosis dan dispnea 5. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan 4. Untuk memaksimalkan
keseimbangan ventilasi dan mencegah aspirasi
5. Mengoptimalkan keseimbangan
cairan dalam tubuh
6 Nyeri akut berhubungan dengan Rasa nyeri dapat berkurang 1. Bayi/anak tidak menangis 1. Monitor tanda – tanda vital 1. Untuk mengetahui tanda –
insisi pembedahan 2. Bayi/anak tenang 2. Observasi dan monitor skala nyeri tanda syok
3. Tidak mengalami gangguan pola 3. Anjurkan keluarga berada disisi klien 2. Mengetahui tingkat nyeri
tidur untuk meningkatkan rasa aman dan 3. Memberikan rasa nyaman dan
4. Nyeri dapat berkurang ke skala 0- 2 mengurangi ketakutan tenang pada klien
4. Dorong keluarga untuk mendapingi klien 4. Memberikan rasa aman dan
dengan cara yang tepat tenang pada klien
5. Ciptakan lingkungan yang tenang dan 5. Mendukung keamanan dan
mendukung ketenangan pada klien
6. Berikan sentuhan usapan yang lembut dan 6. Memberikan rasa aman dan
menenangkan pada anak/bayi tenang pada klien untuk
7. Berikan pijatan bagian tubuh dan lembut distraksi rasa nyeri
dan menenangkan 7. Memberikan rasa aman dan
8. Berikan analgesik sesuai resep tenang pada klien untuk
21
distraksi rasa nyeri
8. Mengurangi nyeri
7 Kurang pengetahuan berhubungan Pengetahuan orang tua tentang 1. Ibu mengungkapan suatu pemahan 1. Jelaskan pada ibu tentang penyakit yang 1. Untuk mengetahui
dengan keadaan status kesehatan kesehatan anaknya dapat tentang proses penyakitnya dialami oleh anaknya perkembangan anaknya
anak bertambah 2. Ibu memahami terapi yang di 2. Berikan ibu jadwal pemeriksaan 2. Mengurangi kecemasan
programkan oleh dokter diagnostik 3. Mengurangi ras kecemasan
3. Berikan informasi tentang rencana operasi 4. Untuk meningkatkan
4. Berikan penjelasan pada ibu tentang pengetahuan ibu dalam
perawatan setelah operasi perawatan anaknya
A.
22
3.5 Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dari perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan
mandiri, saling ketergantungan / koaborasi dan tindakan rujukan / ketergantungan
3.6 Evaluasi
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong dapat teratasi dengan kriteria hasil
a. Pola eliminasi berfungsi normal dengan kriteria defekasi normal
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat dapat teratasi dengan kriteria hasil
a. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Resiko kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare dapat teratasi dengan
kriteria hasil
a. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi,
turgor kulit normal
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen dapat teratasi
dengan kriteria hasil
a. Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis,
tidak mengalami gangguan pola tidur.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dapat teratasi
dengan kriteria hasil
a. Pola nafas efektif
b. Kecepatan dan irama pernafasan dalam batas nomal
6. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan dapat teratasi dengan kriteria hasil
a. Nyeri berkurang
b. Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak meringis,
tidak mengalami gangguan pola tidur
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak dapat teratasi
dengan kriteria hasil
a. Pengetahuan orang tua bertambah tentang kesehatan anaknya
23
Predisposisi genetik gangguan perkembnngan dari sistem saraf enterik
dengan tidak adanya sel – sel ganglion bagian distal kolon
WOC
MK : Kebutuhan nutisi
anoreksia
24 kurang dari kebutuhan
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan
keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga
usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk
setiap individu. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami
dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya
tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga,
dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang
terjadi.
3.2 Saran
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit
hisprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M, Howa d K. But her, Joanne M.Dochterman, Cheryl M.Wagner. 2016.
Nursing Intervensions Classification (NIC). Jakarta : Elsevier
Motorhead, Sue, Marion Johnson, Meridean L.Maas, Elizabeth Swanson. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Jakarta: Elsevier
26