Anda di halaman 1dari 71

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KUALITAS TIDUR


SAAT MENYUSUN TUGAS AKHIR
PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN TINGKAT IV
STIKES BANYUWANGI
TAHUN 2021

Oleh :
Putu Krisna Yudha
Program Studi S1 Keperawatan STIKES Banyuwangi

Stres merupakan tekanan yang dirasakan akibat adanya ketidakseimbangan


antara masalah yang dihadapi dengan kemampuan mengatasinya. Berdasarkan potensi
terjadinya stres pada mahasiswa perlu dilakukan survei untuk melihat gambaran tingkat
stres mahasiswa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat stres
dengan kualitas tidur saat menyusun tugas akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan
Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan rancangan
korelasional yang mengkaji hubungan antar variabel dengan menggunakan pendekatan
cross sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 70 responden.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik
penarikan sampel purposive sampling. Penelitian ini menggunakan dua instrumen
kuesioner yaitu kuesioner ZSAS (Zung self-rating Anxiety Scale) untuk mengukur
tingkat stres dan kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) untuk mengukur
kualitas tidur. Analisa data menggunakan uji Rank Spearman dengan tingkat kesalahan
α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah mayoritas responden mengalami tingkat
stres ringan sejumlah 36 responden (51,43%) dan jumlah minoritas berada pada tingkat
stres berat yang berjumlah 3 responden (4,29%) dari 70 responden. Dan frekuensi
kualitas tidur mayoritas terjadi pada kualitas tidur dengan katagori cukup baik yang
berjumlah 35 responden (50,00%) dan frekuensi kualitas tidur minoritas terjadi pada
kualitas tidur dengan katagori baik yang berjumlah 0 responden (0%) dari 70
responden. Dari hasil uji tabulasi silang dengan menggunakan uji korelasi Spearman’s
Rho didapatkan nilai ρ value 0,795 (≥ 0,05). Berdasarkan analisa tersebut maka tidak
terdapat hubungan yang signifikan tingkat stres dengan kualitas tidur.

Kata-kata Kunci : Tingkat Stres dan Kualitas Tidur

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status sebagai seorang mahasiswa dipandang lebih daripada siswa sehingga

tuntutan terhadap mahasiswa menjadi lebih tinggi . Sebagai tuntutan di tahap akhir pada

bangku perkuliahan mahasiswa adalah membuat sebuah karya tulis ilmiah. Tuntutan

akademik yang dihadapi mahasiswa ini menjadi stresor bagi mahasiswa. Banyaknya

stresor dan tuntutan yang dihadapi menyebabkan mahasiswa yang menyusun tugas

akhir resiko mengalami stres (Lubis dan Nurlaila, 2010).

Pada umumnya, mahasiswa mengalami kesulitan dalam tulis menulis,

kemampuan akademik yang tidak memadai, adanya kurang ketertarikan mahasiswa

pada penelitian, kegagalan mencari judul skripsi, kesulitan mencari literatur dan bahan

bacaan, serta kesulitan menemui dosen pembimbing. Mahasiswa dituntut pula untuk

lebih dewasa dalam pemikiran, tindakan, serta perilakunya, karena semakin tinggi

pendidikan, semakin tinggi pula tekanan-tekanan yang dihadapi dalam segala aspek.

Akibatnya kesulitan-kesulitan yang dirasakan tersebut berkembang menjadi perasaan

negatif yang akhirnya dapat menimbulkan ketegangan, kekhawatiran, stres, rendah diri,

frustrasi, dan kehilangan motivasi yang akhirnya dapat menyebabkan mahasiswa

menunda penyusunan skripsinya, bahkan ada yang memutuskan untuk tidak

menyelesaikan skripsinya dalam beberapa waktu (Indarwati, 2018).

Stres pada mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir terjadi karena

mahasiswa tidak mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang ditemui. Stres yang

2
dialami mahasiswa termasuk stres negatif sebab memberi dampak buruk pada diri

mahasiswa tersebut. Stres yang dialami mahasiswa nampak pada segi fisik, emosional,

kognitif, maupun interpersonal. Ada dua faktor penyebab stres pada mahasiswa yang

sedang menyusun tugas akhir yaitu faktor ekstenal dan internal. Faktor internal berupa

kemampuan maupun kecerdasan mahasiswa itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal

berupa tuntutan kampus, keluarga, maupun finansial (Broto, 2016).

Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60

juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia.

Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial dengan

keanekaragaman penduduk tercatat sekitar 10 % dari total penduduk Indonesia

mengalami stres, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak

pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka

panjang (Indarwati, 2018).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh National College Health

Assesment pada 2709 mahasiswa mengalami depresi dan kekhawatiran berlebih di

pertengahan tahun 80-an berkisar antara 10-15%. Melonjak drastis di tahun 2010-an di

angka 33-40% dengan berbagai gejala yang mengikutinya seperti gangguan makan,

perubahan pola tidur, menyakiti diri sendiri hingga keputusan untuk bunuh diri. Di

tahun 2015 disimpulkan hasil yang senada bahwa 20% mahasiswa mencari perawatan

dan konsultasi jiwa terkait tekanan yang mereka alami di dunia akademik (Nurma

Gupita, 2017).

Pada tahun 2016 Nurliana Sipayung melakukan penelitian tentang coping stres

yang berhubungan dengan mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir. Dalam

3
penelitiannya dilaporkan bahwa terdapat 33 mahasiswa (62%) yang sedang menyusun

skripsi mengalami stres tinggi, kategori rendah berjumlah 20 mahasiswa (38%).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurma Gupita (2017) pada 53 mahasiswa yang

sedang menyusun skripsi melaporkan bahwa terdapat 58,5% responden mengalami

stres sedang dan 41,5% responden dengan stres ringan. Hal ini didukung juga oleh

penelitian lain yang dilakukan oleh Widya Oryza (2016) pada 54 mahasiswa yang

sedang menyusun skripsi dilaporkan bahwa mahasiswa paling banyak mengalami stres

berat sebanyak 28 mahasiswa (51,9%), yang mengalami stres sedang 19 mahasiswa

(35,2%), yang mengalami stres ringan sebanyak 7 mahasiswa (13,0%) dan yang tidak

mengalami stres 0 (0,0%). Dari hasil penelitiannya dikatakan bahwa mahasiswa paling

banyak mengalami stres berat yaitu sebanyak 28 mahasiswa (51,9%), hal ini

disebabkan karena faktor psikologis dari mahasiswa tersebut.

Stres dan gangguan tidur yang dialami oleh mahasiswa saat menyusun tugas

akhir juga didapatkan oleh peneliti berdasarkan hasil studi pendahuluan. Studi

pendahuluan dilakukan dengan teknik wawancara. Wawancara dilakukan kepada 20

Mahasiswa Tingkat IV yang sedang menyusun tugas akhir di Program Studi S1

Keperawatan STIKES Banyuwangi. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut

didapatkan informasi bahwa 7 orang mengalami tanda-tanda stres berupa kekacauan

pikiran, kegelisahan, dan kecemasan tanpa disertai gangguan tidur, 10 orang

mengalami tanda-tanda stres berupa kekacauan pikiran, kecemasan, dan kegelisahan

serta disertai gangguan tidur, sedangkan 3 orang belum memikirkan tugas akhir dan

belum terdapat tanda-tanda stres berupa kekacauan pikiran, kecemasan, dan

kegelisahan serta tidur yang terganggu.

4
Banyaknya tuntutan dalam menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi

menyebabkan mahasiswa rentan mengalami stres. Stresor yang terus-menerus dihadapi

mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi dapat berdampak pada kekacauan hormon

melatonin dan meningkatnya adrenalin serta hormon kortisol yang mengakibatkan

kualitas tidur pada mahasiswa terganggu. Apabila stres yang tidak mampu dikendalikan

dan diatasi akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif stres secara kognitif

seperti sulit berkonsentrasi. Dampak secara emosional seperti sulit memotivasi diri,

munculnya perasaan cemas, sedih, dan frustasi. Dan dampak secara fisiologis seperti

kesehatan yang terganggu, daya tahan tubuh menurun, dan gangguan pola tidur

(Muhammad Iqbal, 2018). Menurut Gaultney (2010), mahasiswa yang beresiko

mengalami gangguan tidur juga beresiko memiliki Grade Point Average (GPA) yaitu

nilai rata-rata akademik yang rendah. Selain itu, Gaultney juga menjelaskan bahwa

prestasi akademik mahasiswa yang mengalami gangguan tidur lebih rendah daripada

mahasiswa yang cukup tidur. Selain mendapatkan nilai rata-rata yang rendah gangguan

pola tidur yang terjadi berkelanjutan akan mengakibatkan kekebalan tubuh menurun,

kelelahan berlebih yang mengakibatkan seseorang mudah terserang penyakit, dan

mengakibatkan pencapaian kesuksesan akademik mahasiswa tidak bisa lulus dengan

IPK tinggi.

Dari latar belakang di atas, diharapkan bagi Prodi dapat memberikan kebijakan

kepada mahasiswa yang akan melakukan tugas akhir diberikan waktu persiapan selama

satu semester. Selain itu juga dari pihak kampus dapat bekerja sama dengan tim

kesehatan atau dinas kesehatan terkait untuk melakukan skrining kesehatan jiwa

sehingga dapat mencegah terjadinya stres yang lebih parah pada mahasiswa.

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, maka penulis

memperoleh rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah Hubungan Tingkat Stres dengan

Kualitas Tidur saat Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat

IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan umum penelitian

ini adalah untuk mengetahui Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur saat

Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES

Banyuwangi Tahun 2021.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan khusus penelitian

ini adalah :

a. Mengidentifikasi tingkat stres saat menyusun tugas akhir pada Mahasiswa S1

Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi tahun 2021.

b. Mengidentifikasi kualitas tidur saat menyusun tugas akhir pada Mahasiswa S1

Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi tahun 2021.

c. Menganalisis hubungan tingkat stres dengan kualitas Tidur saat menyusun tugas

akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi tahun

2021.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pihak Mahasiswa

6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai bahan

bacaan tambahan khususnya mengenai stres dan pola tidur bagi mahasiswa yang

berkepentingan dan diharapkan kepada mahasiswa agar dapat lebih siap dalam

menghadapi tugas akhir.

1.4.2 Bagi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat saat membahas dampak stres

terhadap pola tidur khususnya di stase jiwa agar dapat lebih menekankan bagaimana

cara mengurangi stres pada mahasiswa yang bersangkutan.

1.4.3 Bagi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau masukan

bagi peneliti selanjutnya khususnya penelitian mengenai stres mahasiswa dalam

penyusunan skripsi.

BAB 2
TUNJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Mahasiswa

2.1.1 Definisi Mahasiswa

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi, mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi. Bagi

mahasiswanya sendiri sebagai anggota Civitas di Akademika yang akan diposisikan

7
sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran diri sendiri dalam mengembangkan

potensi diri di Perguruan Tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi, dan/atau

profesional. Mahasiswa itu sebagaimana dimaksud sebelumnya akan secara aktif

mengembangkan potensinya dengan melakukan pembelajaran, pencarian kebenaran

ilmiah, dan/atau penguasaan, pengembangan, dan pengamalan dirinya di dalam suatu

cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk menjadi seorang ilmuwan,

intelektual, praktisi, dan/atau profesional yang berbudaya. Mahasiswa akan memiliki

kebebasan akademik dengan mengutamakan penalaran dan aklak mulia serta dapat

bertanggung jawab sesuai dengan budaya akademik.

Perkuliahan di tingkat akhir tantangan bagi para mahasiswa. Gelar “maha” mereka

semakin harus menuntut mereka keterlibatkan dalam masyarakat maupun dalam sektor

profesi. Nyatanya tantangan yang mereka hadapi itu sudah terjadi selama perkuliahan.

Tantangan itu terjadi mulai dari awal perkuliahannya sampai akhir perkuliahan yang

akan dia tempuh. Dengan bertambahnya tantangan bagi mereka pada tingkat akhir yang

merupakan keharusan mereka untuk lulus dan mengejar karir mereka, mahasiswa

tingkat akhir memiliki kebiasaan yang buruk yaitu kebiasaan untuk cepat menyerah

dalam menghadapi masalah yang mereka hadapi. Hal seperti ini dapat membuat mereka

tidak dapat berjalan seperti mana mestinya.

2.1.2 Peranan dan Fungsi Mahasiswa

Menurut Notoatmodjo (2013), seorang mahasiswa memiliki peran dan fungsi

yang penting bagi bangsa. Berikut yang menjadi tugas mahasiswa sebenarnya adalah :

1. Guardian of Value

8
Mahasiwa sebagai penjaga nilai-nilai masyarakat yang kebenarannya mutlak

seperti kejujuran, keadilan, gotong royong, integritas, empati, dan lainnya.

Mahasiswa dituntut mampu berpikir secara ilmiah tentang nilai-nilai yang

mereka jaga. Kemudian mahasiswa juga sebagai pembawa, penyampai, serta

penyebar nilai-nilai itu sendiri.

2. Agen perubahan (Agent of Change)

Mahasiswa juga sebagai penggerak yang mengajak seluruh masyarakat untuk

bergerak dalam melakukan perubahan kea rah yang lebih baik lagi dengan

melalui berbagai ilmu, gagasan, serta pengetahuan yang mahasiswa miliki.

3. Moral Force

Mahasiswa sebagai moral force diharuskan untuk memiliki moral yang baik.

Tingkat intelektualitas seorang mahasiswa akan disejajarkan dengan tingkat

moralitasnya. Ini yang menyebabkan mahasiswa menjadi kekuatan dari moral

bangsa yang diharapkan dapat menjadi contoh dan penggerak perbaikan moral

pada diri sendiri khususnya dan masyarakat.

4. Social Control

Mahasiswa melalui kemampuan intelektual, kepekaan sosial serta sikap

kritisnya, diharapkan mahasiswa mampu menjadi pengonrol sebuah kehidupan

sosial pada masyarakat dengan cara memberikan saran, kritik, serta solusi

untuk permasalahan sosial masyarakat ataupun bangsa.

2.2 Konsep Stres

2.2.1 Pengertian Stres

9
Stres merupakan sebuah bentuk respon tubuh seseorang yang memiliki beban

pekerjaan berlebihan. Jika seseorang tersebut tidak sanggup mengatasinya, maka orang

tersebut dapat mengalami gangguan dalam menjalankan pekerjaan (Hawari, 2016).

Stres diawali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya yang

dimiliki individu, karena semakin tinggi kesenjangan terjadi maka semakin tinggi pula

tingkat stres yang dialami individu. Stres dalam bahasa latin yaitu “stingere” yang

berarti “keras”, sampai pada abad ke-17 stres diartikan sebagai kesukaran, kesusahan,

kesulitan dan penderitaan, kemudian pada abad 18 stres lebih diartikan sebagai suatu

tekanan, kekuatan, ketegangan, dan usaha keras yang difokuskan pada manusia

terutama pada kekuatan mental manusia, Taylor (dalam Yosep, 2013).

Definisi stres sendiri dikemukakan oleh beberapa tokoh yakni, Rice (dalam

Nasution, 2011) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus

lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Sementara menurut Taylor

(dalam Yosep, 2013) stres adalah suatu kondisi dimana sistem respon manusia untuk

mengubah keseimbangan norma atau keadaan. Kemudian Mc Nemey (dalam Yosep,

2013) menyebutkan stres sebagai reaksi fisik, mental, kimiawi dari tubuh terhadap

situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan, dan

merisaukan individu. Pendapat lain Hans Selye (dalam Yosep, 2013) bahwa stres

adalah tanggapan tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap tuntutan dari luar,

kemudian tubuh akan berusaha beradaptasi terhadap untutan atau pengalaman stres.

Dapat disimpulkan bahwa stres adalah bentuk interaksi individu dengan kondisi

lingkungan yang mengakibatkan suatu ketegangan, tuntutan dan situasi yang

mengancam kondisi atau perasaanindividu yang dikarenakan individu belum cukup

10
kemampuan untuk mengatasinya sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi fisik,

mental dan kimiawi dari tubuh untuk dapat beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan

tersebut.

2.2.2 Penyebab Stres

Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan

terjadinya respon stres, stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik kondisi fisik,

psikologi, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja di rumah, sekolah, dan

lingkungan luar lainnya. Stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi

udara) dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial (seperti interaksi sosial).

Pikiran dan perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang

nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor. Notoatmodjo, (2012) membagi 3

(tiga) tipe kejadian yang dapat menyebabkan stres yaitu :

1. Daily Hassles yaitu kejadian kecil yang dapat terjadi berulang-ulang seperti

masalah kerja di kantor, sekolah, dan sebagainya.

2. Personal Stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau

kehilangan besar terhadap suatu yang terjadi pada level individual seperti

kehilangan orang yang dicintai.

3. Appraisal yaitu penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan

stressappraisal.

Menilai suatu keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan stres tergantung dari

2 faktor, yaitu faktor yang berhubungan dengan orangnya (personal factor) dan faktor

yang berhubungan dengan situasinya. Personal factor di dalamnya termasuk

intelektual, motivasi, dan personality charakteristics.

11
2.2.3 Jenis Stres

Safaria & Saputra (2015) membedakan stres menjadi 2, yaitu stres yang

merugikan atau merusak yang disebut distress dan stres menguntungkan atau

membangun yang disebut eustress.

1. Distress

Distress adalah stres yang bersifat kebalikan dengan eustress yaitu tidak sehat,

negatif, dan merusak. Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga

organisasi seperti tingkat ketidakhadiran (absentasi) yang tinggi, sulit

berkonsentrasi, dan sulit menerima hasil yang didapat (Safaria & Saputra,

2015).

2. Eustress

Eustress adalah sesuatu yang menghasilkan respon individu bersifat sehat,

positif, dan membangun. Respon positif tersebut tidak hanya dirasakan oleh

individu tetapi juga oleh lingkungan sekitar individu, seperti dengan adanya

pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi dan tingkat performance yang

tinggi (Safaria & Saputra, 2015).

2.2.4 Tahapan Stres

Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut Priyoto

(2014) tahapan stres dibagi menjadi enam tahap, yaitu:

a. Tahap Pertama

Merupakan tahapan stres yang paling rendah yang ditandai dengan semangat

bekerja yang besar, penglihatan tajam tidak sebagaimana umumnya, merasa

12
senang dengan pekerjaan, akan tetapi tanpa disadari cadangan energi yang

dimiliki semakin menipis.

b. Tahap Kedua

Pada tahap kedua ini seseorang memiliki ciri-ciri, yakni adanya perasaan

letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya segar, merasa mudah lelah

setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh perut atau

lambung tidak nyaman, detakan jantung lebih keras dari biasanya, otot

punggung semakin tegang, dan tidak bisa santai.

c. Tahap Ketiga

Pada proses tahap ketiga ini seseorang memiliki ciri-ciri, yakni adanya

gangguan lambung dan usus seperti maag, buang air tidak teratur,

ketegangan otot semakin terasa, mengalami gangguan pola tidur (insomnia),

perasaan ketidaktenangan semakin meningkat, dan koordinasi tubuh

terganggu.

d. Tahap Keempat

Pada proses tahap keempat ini seseorang memiliki ciri-ciri tidak mampu

melaksanakan kegiatan sehari-hari, segala pekerjaan yang menyenangkan

terasa membosankan, kehilangan kemampuan untuk merespon secara kuat,

mengalami gangguan pola tidur, dan sering mengalami perasaan ketakutan

dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

e. Tahap Kelima

Pada proses tahap kelima ini seseorang memiliki ciri-ciri kelelahan fisik

yang mendalam, tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang

13
ringan dan sederhana, mengalami gangguan sistem pencernaan yang berat,

dan kecemasan semakin meningkat.

f. Tahap Keenam

Pada proses tahap keenam ini seseorang mengalami panik dan perasaan takut

mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin tinggi, susah

bernafas, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan, serta tubuh terasa

gemetar dan berkeringat.

2.2.5 Tingkat Stres

Menurut Priyoto (2014) stres dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu:

1. Stres Rendah

Stres rendah adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti

terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan. Situasi seperti

ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam. Stresor rendah biasanya

tidak disertai dengan gejala yang berat. Ciri-cirinya, yaitu semangat meningkat,

penglihatan tajam, energi meningkat, kemampuan menyelesaikan pekerjaan

meningkat. Stres yang rendah berguna, karena dapat memacu seseorang untuk

berpikir dan berusaha lebih tangguh untuk menghadapi tantangan hidup.

2. Stres Sedang

14
Berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa hari. Situasi

perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan, anak yang sakit, atau

ketidakhadiran dari anggota keluarga merupakan penyebab stres sedang. Ciri-

ciri dari stres sedang, yakni sakit perut, otot-otot terasa tegang, perasaan tegang,

dan gangguan tidur.

3. Stres Tinggi

Stres pada kategori tinggi adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang

dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan

perkawinan secara terus menerus, kesulitan finansial yang berlangsung karena

tidak ada perbaikan, berpisah dengan keluarga, berpindah tempat tinggal, dan

memiliki penyakit kronis. Ciri-ciri dari stres pada kategori tinggi, yaitu sulit

beraktivitas, gangguan hubungan sosial, sulit tidur, negativistik, penurunan

konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan meningkat, tidak mampu melakukan

pekerjaan sederhana, gangguan sistem meningkat, dan perasaan takut

meningkat.

2.2.6 Dampak Stres

Stres dapat menghasilkan konsekuensi psikologis berupa kegelisahan, frustasi,

apatis, percaya diri yang rendah, agresif dan depresi. Selanjutnya hasil kognitif dari

stres mencakup konsentrasi yang buruk, ketidakmampuan untuk mengambil keputusan

yang benar atau sama sekali tidak mampu mengambil keputusan, hambatan mental, dan

penurunan rentang perhatian. Efek lain dari stres berifat prilaku seperti kecenderungan

untuk mengalami kecelakaan, prilaku impulsif, penyalahgunaan alkohol dan obat

terlarang, serta temperamen yang meledak-ledak. Terakhir, hasil fisiologis dari stres

15
mencakup detak jantung yang meningkat, tekanan darah naik, keringat, rasa panas

dingin, dan tingkat glukosa serta produksi gas asam lambung yang meningkat.

Syamsul Rizal (2013) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat

ditimbulkan stres, yaitu :

1) Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan,

depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah.

2) Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu

makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya

semangat untuk berolahraga yang berakibat timbulnya beberapa penyakit. Pada

saat stres juga terjadi peningkatan intensitas kecelakaan, baik di rumah, di

tempat kerja atau di jalan.

3) Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya

konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.

4) Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang

berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya

penyakit tertentu.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dampak atau akibat stres identik

dengan akibat yang negatif yang dapat merugikan dan mengganggu fungsi organ tubuh

seperti sistem peredaran darah, sistem pencernaan, depresi, sistem kekebalan tubuh

serta ketegangan otot dan tulang.

2.2.7 Respon Stres

Taylor (dalam Nasir & Muhith 2011) menyatakan bahwa stres dapat

menghasilkan berbagai respon. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa respon-

16
respon tersebut dapat berguna sebagai indikator terjadinya stres pada individu. Respon

stres dapat terlihat dalam berbagai aspek sebagai berikut :

1) Respon fisiologis

Situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua

sistem neuroendokrin,yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem

saraf simpatis berespon terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu

mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah

pengendaliannya. Hal ini dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,

detak jantung, nadi, dan sistem pernafasan.

2) Respon kognitif, dapat terlihat melalui terganggunya proses kognitif individu,

seperti pikiran kacau, menurunnya daya konsentrasi (sulit berkonsentrasi),

pikiran meloncat-loncat, dan pikiran tidak wajar.

3) Respon emosi

Dalam stres berkepanjangan, seiring dengan keletihan emosi ada

kecenderungan yang bersangkutan memperlakukan orang lain sebagai ‘sesuatu’

ketimbang ‘seseorang’. Hal ini dapat muncul sangat luas menyangkut emosi

yang mungkin dialami individu seperti jenuh, mudah menangis, frustasi, takut,

kecemasan, rasa bersalah, khawatir berlebihan, benci, malu, marah, sedih,

cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri.

4) Respon tingkah laku

Manakala stres menjadi distress, prestasi belajar menurun dan sering terjadi

tingkah laku yang tidsk diterima oleh masyarakat. Level stres yang cukup tinggi

17
berdampak negatif pada kemampuan mengingat informasi, mengambil

keputusan, dan mengambil langkah tepat.

2.2.8 Alat Ukur Stres

Menurut Notoatmodjo (2012) alat ukur stres merupakan hasil penilaian

terhadap berat ringannya stres yang dialami oleh seseorang yang biasanya berupa

kuesioner dengan menggunakan sistem scoring yang akan diisi oleh responden dalam

suatu penelitian. Ada beberapa jenis kuesioner yang sering dipakai untuk mengetahui

tingkat stres terutama pada mahasiswa antara lain :

1. Kessler Psychologycal Distres Scale

Alat ukur pada stres yang terdiri dari 10 pertanyaan atau bisa lebih yang

diajukan kepada responden dengan skor 1 untuk jawaban dimana responden

tidak pernah mengalami stres, 2 untuk jawaban jarang mengalami stres, 3 untuk

jawaban kadang-kadang mengalami stres, 4 untuk jawaban sering mengalami

stres, dan 5 untuk jawaban selalu mengalami stres dalam waktu 30 hari terakhir.

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

1. Skor ≤ 20 : tidak mengalami stres

2. Skor 20 – 24 : stres ringan

3. Skor 24 – 29 : stres sedang

4. Skor ≥ 20 : stres berat

2. Perceived Stres Scale

Self report questionnaire yang terdiri dari pertanyaan yang dapat mengevaluasi

tingkat stres selama beberapa bulan terakhir dalam kehidupan subyek

18
penelitian. Skor PSS diperoleh dengan reversing responses (sebagai contoh 0 =

4, 1 = 3, 2 = 2, 4 = 0). Soal dalam perceived stres scale ini akan menanyakan

tentang perasaan dan pikiran responden dalam beberapa bulan terakhir. Anda

akan diminta untuk mengidentifikasikan seberapa sering perasaan atau pikiran

dengan membulatkan jawaban atas pertanyaan yang ada, kemudian

menjumlahkan skor dari masing-masing jawaban.

1. Tidak pernah : diberi skor 0

2. Hampir tidak pernah : diberi skor 1

3. Kadang-kadang : diberi skor 2

4. Cukup sering : diberi skor 3

5. Sangat sering/selalu : diberi skor 4

Semua penilaian diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan stres

sebagai berikut :

a. Stres ringan (total skor 1 – 14)

b. Stres sedang (total skor 15 – 26)

c. Stres berat (total skor > 26)

3. Hassles Assesment Scale for Student in College (HASS/col)

Alat ukur stres yang terdiri dari 54 pertanyaan yang merupakan suatu skala

yang terdiri dari kejadian umum yang tidak menyenangkan bagi para

mahasiswa. Setiap kejadian tersebut diukur berdasarkan frekuensi terjadinya

dalam satu bulan, dalam bentuk skala sebagai berikut :

a. Tidak pernah : diberi skor 0

b. Sangat jarang : diberi skor 1

19
c. Beberapa kali : diberi skala 2

d. Sering : diberi skor 3

e. Sangat sering : diberi skor 4

f. Hampir setiap saat : diberi skor 5

Semua penilaian diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan stres

skor kurang dari 75 menunjukkan seseorang mengalami stres ringan, skor 75 –

135 menunjukkan seseorang mengalami stres ringan, skor lebih dari 135

menunjukkan seseorang mengalami stres berat.

4. Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS)

Zung Self-Rating Anxiety Scale adalah penilaian kecemasan yang dirancang

oleh William WK Zung, dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-II). Zung Self-

Rating Anxiety Scale memiliki 20 pertanyaan yang terdiri dari 15 pertanyaan ke

arah peningkatan stres/kecemasan (unfavourable) dan 5 pertanyaan ke arah

penurunan stress/kecemasan (favourable). Setiap pertanyaan favourable dan

unfavourable memiliki penilaian atau penskoran yang berbeda, penilaiannya

sebagai berikut :

1. Tidak cemas/normal : skor 20 – 44

2. Kecemasan/stres ringan : skor 45 – 59

3. Kecemasan/stres sedang : skor 60 – 74

4. Kecemasan/stres berat : skor 75 – 80

2.2.9 Faktor Penyebab Stres Mahasiswa Menyusun Tugas Akhir

20
Stres dapat terjadi dimana pun dan kapan pun serta pada siapa saja, termasuk

juga pada mahasiswa yang menyusun tugas akhir. Hal ini menjadi stressor tersendiri

yang akan menghambat proses belajar. Keberhasilan proses belajar mengajar sebagai

tujuan utama pendidikan tidaklah semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang

bersifat akademik, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non akademik.

Menurut Notoatmodjo (2012) faktor stres dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor

internal dan eksternal.

1. Faktor Internal

Faktor internal dapat berupa kondisi kesehatan psikis atau emosional,

kurangnya ketertarikan mahasiswa pada penelitian, tidak mempunyai

kemampuan dalam tulis-menulis, sistem sosial ekonomi atau dana yang

terbatas, kesulitan dalam mencari judul, dan sebagainya.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal dapat berupa adanya perubahan lingkungan, kondisi alam,

manajemen waktu dalam penyusunan tugas akhir, kurangnya fasilitas dalam

mencari literatur dan referensi yang sesuai dengan judul, proses revisi yang

berulang-ulang, dosen pembimbing yang sibuk dan sulit ditemui, dan

kurangnya konsultasi dengan dosen pembimbing.

2.2.10 Upaya Mengatasi Stres Mahasiswa Menyusun Tugas Akhir

Fenomena stres akademik dapat berdampak pada munculnya masalah

emosional, kecemasan, neurotik, hingga depresi pada mahasiswa. Oleh karenanya,

masalah stres akademik ini perlu diperhatikan dengan baik agar gejala emosional dan

21
kecemasan mahasiswa tingkat akhir dapat berkurang. Berikut adalah cara mengatasi

stres akademik saat mengerjakan tugas akhir menurut beberapa ahli yaitu:

1) Manajemen Waktu dengan Baik

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan tertundanya pengerjaan tugas akhir

adalah manajemen waktu yang buruk. Untuk mengatasi hal ini,

buatlah timeline pengerjaan tugas akhir secara rinci dan terstruktur. Dengan

menulis rencana secara rinci dan terstruktur, nantinya akan termotivasi untuk

menyelesaikan target tersebut dengan baik. Walau demikian, terkadang

membuat rencana to do list dalam proses pengerjaan tugas akhir dapat

membuat stres. Hal tersebut wajar terjadi, namun ada cara paling efektif dalam

membuat rencana pengerjaan tugas akhir yang rutin dan terstruktur yaitu

membuat “to do list” pengerjaan skripsi yang sederhana, ringan, dan mudah

dikerjakan sehingga yakin akan dapat mengerjakan semuanya tanpa merasa

keberatan. Kuncinya adalah, tulis dan lakukan semua list secara rutin dan

konsisten.

2) Mencari Dukungan Sosial

Saat mengalami stres akademik, mahasiswa akan mencari dukungan sosial dari

orang-orang terdekat di sekitarnya (Zavatkay, 2015). Dukungan sosial dan

peristiwa menyenangkan dipercaya dapat mengurangi tingkat stres seseorang.

Dengan menemui teman, sahabat, dan orang lain bisa dijadikan sebagai tempat

untuk berkeluh kesah akan dapat mengurangi tingkat stres. Berbagi dan

bercerita dengan orang lain bisa mengurangi pikiran-pikiran negatif yang ada.

Rasa percaya diri juga akan meningkat karena merasa orang lain akan

22
senantiasa mendukung apa pun yang terjadi. Selayaknya makhluk sosial,

manusia akan saling membutuhkan satu sama lain.

3) Aktif Secara Fisik

Situasi yang stressful serta penuh dengan tekanan akan meningkatkan produksi

hormon stres adrenalin dan kortisol di dalam tubuh. Latihan fisik atau olah

raga dapat digunakan sebagai pengganti untuk metabolisme hormon stres yang

berlebihan tersebut. Setelah metabolisme terjadi, tubuh dan pikiran akan

menjadi lebih tenang dan rileks dalam menghadapi sesuatu. Ketika merasa

stres, tertekan, dan jenuh saat mengerjakan tugas akhir, bisa melakukan jalan-

jalan dan menghirup udara segar. Aktivitas fisik tersebut bisa dilakukan secara

teratur ke dalam rutinitas harian misalnya dilakukan sebelum atau sesudah

mengerjakan tugas akhir atau setelah makan pagi. Aktivitas fisik yang

dilakukan secara teratur akan meningkatkan kualitas tidur.

4) Tidur Cukup dan Berkualitas

Sudah hal yang umum di kalangan mahasiswa untuk mengerjakan tugas akhir

di malam hari, kemudian lanjut hingga pagi hari. Namun akibatnya, tidur

kurang berkualitas dan jumlah jam tidur pokok tidak terpenuhi. Kekurangan

jam tidur adalah salah satu penyebab utama stress. Untuk mengatasi hal

tersebut, bisa dilakukan relaksasi diri sebelum tidur. Pastikan untuk

menghindarkan diri dari hal-hal yang mengingatkan pada rasa stres

mengerjakan tugas akhir. Sebisa mungkin, pekerjaan yang melelahkan mental

dijauhkan pada malam hari agar badan dan otak rileks saat akan tidur.

23
5) Mencoba Teknik Relaksasi

Teknik relaksasi sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi stres akademik

dan kecemasan. Salah satu teknik relaksasi yang paling sederhana dan dapat

dilakukan di mana saja adalah self-hypnosis. Hilangkan pikiran-pikiran negatif

yang selama ini menghantui. Jangan pernah merasa bahwa relaksasi adalah hal

yang sulit untuk dilakukan. Relaksasi adalah sebuah keterampilan yang akan

meningkat dengan sendirinya apabila sering dilakukan.

6) Senantiasa Berpikiran Positif

Pola pikir dapat menentukan tingkat stres akademik. Cobalah untuk menjadi

seseorang yang optimis dan memiliki pandangan baik ke masa depan. Percaya

pada diri sendiri bahwa semuanya bisa diselesaikan dengan baik. Jika terbiasa

berpikir optimis, maka otak akan otomatis merespon dengan perasaan bahagia

sehingga terhindar dari rasa cemas dan stres. Cara paling sederhana untuk

membiasakan berpikir optimis adalah dengan menulis atau

memasang wallpaper kata-kata motivasi di handphone. Bisa juga dilakukan

dengan memasang poster yang penuh inspirasi di dinding kamar tidur sehingga

nantinya setiap kali melihat poster tersebut, hati menjadi lebih damai dan

tenang. Mendengarkan lagu-lagu dengan nada dan lirik yang positif dan

bersemangat juga bisa membuat jiwa dan pikiran menjadi lebih damai.

2.3 Konsep Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk tetap tertidur dan

mendapatkan sejumlah tidur Rapid Eye Movement (REM) dan Non Rapid Eye

24
Movement (NREM) yang pas (Kozier, 2010). Menurut Delauner & Ladner 2012,

aktivitas tidur merupakan melambatnya pernapasan dan denyut jantung tetapi tetap

teratur. Fase pertama dari tidur disebut sebagai NREM. Setelah 90 menit atau lebih dari

tahap NREM akan memasuki tahap REM. Orang dewasa biasanya memiliki4 hingga 6

periode REM sepanjang malam terhitung 20% hingga 25% dari tidur (Kozier, 2010).

Menurut Asmadi (2013), kualitas tidur dapat dilihat melalui tujuh komponen yaitu :

1. Kualitas Tidur Subyektif

Penilaian subyektif diri sendiri terhadap kualitas tidur yang dimiliki, adanya

perasaan terganggu dan tidak nyaman pada diri sendiri yang berperan

terhadap penilaian kualitas tidur.

2. Latensi Tidur

Beberapa waktu yang dibutuhkan sehingga seseorang bias tertidur, ini

berhubungan dengan gelombang tidur seseorang.

3. Efisiensi Tidur

Didapatkan melalui prosentase kebutuhan tidur manusia dengan menilai jam

tidur seseorang dan durasi tidur seseorang, sehingga dapat disimpulkan

apakah sudah tercukupi atau tidak.

4. Penggunaan Obat Tidur

Obat tidur dapat menandakan seberapa berat gangguan tidur yang dialami,

karena penggunaan obat tidur diindikasikan apabila orang tersebut sudah

sangat terganggu pola tidurnya dan obat tidur dianggap perlu untuk

membantu tidur.

5. Gangguan Tidur

25
Seperti adanya mengorok, gangguan pergerakan sering terganggu dan mimpi

buruk dapat mempengaruhi proses tidur seseorang.

6. Durasi Tidur

Dinilai dari waktu mulai tidur sampai waktu terbangun, waktu tidur yang

tidak terpenuhi akan menyebabkan kualitas tidur buruk.

7. Daytime disfunction atau adanya gangguan pada kegiatan sehari-hari yang

diakibatkan oleh perasaan.

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur

Menurut Kozier (2010), tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:

1) Penyakit Fisik

Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distres fisik yang dapat menyebabkan

gangguan pola tidur seperti penyakit arthritis menyebabkan nyeri atau

ketidaknyamanan sehingga akan menyulitkan individu untuk tertidur atau

sleep apnea yang membuat kesulitan bernapas sehingga membuat individu

terbangun.. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang banyak

daripada biasanya. Di samping itu siklus bangun- tidur selama sakit dapat

mengalami gangguan.

2) Lingkungan

Lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Lingkungan

sekitar kamar yang bising, memiliki teman tidur yang mengalami masalah

tidur dan kondisi kamar seperti suhu, cahaya, ukuran dan kenyamanan tempat

tidur akan mempengaruhi proses tidur seseorang. Tidak adanya stimulus

tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur.

26
3) Kelelahan

Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin

lelah seseorang, semakin pendek siklus REM yang dilaluinya. Setelah

beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.

4) Gaya Hidup

Individu yang berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur

dalam waktu yang tepat. Individu yang memiliki jadwal kerja berubah-ubah,

misalnya jadwal kerja (shift) setiap minggu berubah akan mempengaruhi tidur.

5) Stres Emosional

Anxietas (kegelisahan) dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang.

Kondisi anxietas dapat meningkatkan kadar norepinephrin darah melalui

stimulus saraf simpatis. Keadaan stres yang dialami individu mempengaruhi

kemampuan individu untuk tidur atau tetap tertidur. Mayoral (2016)

menyatakan bahwa stres berat sangat lekat dengan jam tidur yang rendah.

Selain itu stres berat sangat berpengaruh dan berhubungan positif dengan

mimpi buruk dan keluhan tidur.

6) Stimulan dan Alkohol

Konsumsi obat yang memiliki efek samping tertentu dapat mempengaruhi

tidur. Obat diaretik berefek pada noktaria sehingga individu sering terbangun

pada malam hari (Delauner & Ladner, 2012). Rafknowledge (2014)

mengatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol atau kafein membuat

individu sulit tidur. Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat

merangsang sistem saraf pusat sehingga dapat mengganggu pola tidur.

27
Sedangkan konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur

REM.

2.3.2 Alat Ukur Kualitas Tidur

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah instrumen efektif yang digunakan

untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur orang dewasa. PSQI dikebangkan untuk

mengukur dan membedakan individu dengan kualitas tidur yang baik dan kualitas tidur

yang buruk. Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan

beberapa komponen yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Dimensi tersebut

dinilai dalam bentuk pertanyaan dan memiliki bobot penilaian masing-masing sesuai

dengan standar baku.

Validitas penelitian PSQI sudah teruji. Instrumen ini menghasilkan 7 skor yang

sesuai dengan domain atau area yaitu kualitas tidur subyektif, sleep latency, durasi

tidur, gangguan tidur, efisiensi kebiasaan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi

tidur pada siang hari. Tiap domain nilainya berkisar antara 0 (tidak ada masalah)

sampai 3 (masalah berat). Nilai setiap komponen kemudian dijumlahkan menjadi skor

global antara 0 – 21. PSQI memiliki konsistensi internal dan koefisien reliabilitas

(Cronbach’s Alpha) 0,83 untuk 7 komponen tersebut, dalam skala sebagai berikut :

Pola tidur baik :0

Pola tidur cukup baik :1–7

Pola tidur tidak baik : 8 – 14

Pola tidur sangat tidak baik : 15 – 21

2.4 Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur

28
Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar di Perguruan

Tinggi dengan masa studi minimal 4 tahun. Sebelum menyelesaikan studinya

mahasiswa akan melewati fase akhir yaitu menyusun tugas akhir. Tugas akhir

merupakan syarat bagi mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan atau Non-

Pendidikan. Biasanya dalam proses penyusunan tugas akhir mahasiswa mengalami

berbagai masalah yang dapat menimbulkan tekanan dalam diri mahasiswa yang sedang

menyusun tugas akhir dan menjadi sumber stres bagi mahasiswa itu sendiri. Stres

adalah bagian yang tidak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari di lingkungan

kampus. Mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir sering mengalami stres.

Mahasiswa dapat disebut mengalami stres, ketika mahasiswa merasakan adanya

ketidakmampuan dalam menghadapi sumber stres yang ada dan menyebabkan tekanan

dalam diri, karena dalam proses penyusunan tugas akhir biasanya mahasiswa akan

mengalami suatu masalah diantaranya frustasi atau kecemasan misalnya mahasiswa

mengalami frustasi karena sulit menentukan judul atau sulit dalam menentukan

fenomena serta mengalami kecemasan setiap akan menemui dosen pembimbing,

konflik misalnya mahasiswa ingin cepat menyelesaikan skripsinya namun dosen

terkadang sulit daitemui, desakan misalnya orang tua selalu mendesak agar anaknya

cepat menyelesaikan studinya dengan tepat waktu, perubahan misalnya usia yang

semakin bertambah, dan kekeliruan dalam berpikir misalnya mahasiswa merasa dirinya

paling sial karena teman-teman seangkatannya telah menyelesaikan studinya sedangkan

dia sendiri belum (Indarwati, 2018).

Masalah-masalah tersebut menyebabkan adanya tekanan dalam diri mahasiswa

yang dapat menyebabkan mahasiswa mengalami stres dalam menyusun tugas akhir.

29
Mahasiswa yang mengalami stres dalam penyusunan tugas akhir dapat memunculkan

beberapa dampak negatif, diantaranya menghindar dari pekerjaan, melakukan aktivitas

lain dan menunda-nunda pekerjaan serta yang paling parah berdampak pada gangguan

tidur. Mahasiswa yang dalam menyusun tugas akhirnya mengalami stres tidak menutup

kemungkinan akan mengalami gangguan tidur. Keadaan stres yang dialami individu

mempengaruhi kemampuan individu untuk tidur atau tetap tertidur (Muhammad Iqbal,

2018).

Mayoral (2016) menyatakan bahwa stres berat sangat lekat dengan jam tidur

yang rendah, selain itu stres berat sangat berpengaruh dan berhubungan positif dengan

mimpi buruk dan keluhan tidur.

Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa stres menjadi salah satu

faktor yang memunculkan adanya gangguan kualitas tidur. Jadi dapat disimpulkan

bahwa tingkat stres yang dialami mahasiswa saat menyusun tugas akhir memiliki

hubungan dengan kualitas tidur yang dimunculkan oleh mahasiswa tersebut.

2.5 Sintesis Penelitian

Adapun sintesis dari penelitian ini disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 2.1 Tabel Sintesis Penelitian

Penulis Desain Analisa Variabel Hasil Kesimpulan


Penelitian Data dan Alat
dan Ukur
30
Sampel
Muham- Desain Analisa Variabel Jumlah Tidak
mad Penelitian data dalam independent tertinggi terdapat
Iqbal : Cross penelitian : Tingkat responden hubungan
Sectional ini : Meng- Stres mengalami antara
Teknik gunakan uji Variabel tingkat stres tingkat stres
Pengambil somers’d dependent : ringan dengan
an Sampel Kualitas sejumlah kualitas
Penelitian Tidur. 45,5% dan tidur. Hal
: Simple Alat Ukur : kualitas tidur ini
Random Kuesioner tidak baik disebabkan
Sampling ZSAS dan sejumlah karena
PSQI 63,64%. Dari kualitas
hasil uji tidur yang
tabulasi dialami
silang mahasiswa
dengan sebagian
mengguna- besar
kan uji dipengaruhi
somers’d oleh
didapatkan kebiasaan
nilai ρ value mahasiswa
= 0,716. sehari-hari
sehingga
stres tidak
mempenga-
ruhi kualitas
tidur
mahasiswa.

Indarwati Desain Analisa Variabel Mahasiswa Stres yang


Penelitian data dalam independent mengalami dialami oleh
: Peneliti- penelitian : Stres gejala fisik mahasiswa
an Kuanti- ini : Variabel dengan yang sedang
tatif yang Mengguna- dependent : tingkat menyusun
menggu- kan Gejala ringan skripsi yaitu
nakan Program psikologis, sebanyak adanya
pendekat- SPSS di gejala fisik, 88.9% orang gejala fisik,
an perangkat dan gejala dengan psikologis,
deskriptif komputer perilaku gejala dan perilaku
Teknik atau Alat Ukur : seperti sesak yang
Pengam- komputer kuesioner napas, dirasakan
bilan portable DASS 42. berkeringat akibat
Sampel mengguna- berlebih, adanya

31
Penelitian kan skala detak jantung ketidakseim
: ordinal tidak stabil. bangan
purposive Mahasiswa antara
sampling mengalami masalah
gejala yang
psikologis dihadapi
dengan dengan
tingkat kemampuan
ringan mengatasi-
sebanyak nya, dan
85.2% orang tingkat stres
dengan yang
gejala seperti dialami oleh
cemas, mahasiswa
mudah marah tingkat
karena hal akhir.
yang sepele,
merasa sedih
dan
tertekan,
mudah panik,
takut dan
gelisah.
Kemudian
mahasiswa
mengalami
gejala
perilaku pun
dengan
tingkat
ringan
sebanyak
92.6% orang
dengan
gejala seperti
merasa sulit
untuk
bersantai,
tidak mampu
bersabar jika
mengalami
penundaan
serta
kehilangan
minat dan
32
inisiatif
dalam
melakukan
sesuatu.

Widya Desain Analisa Variabel Hasil uji Ada


Oryza Penelitian data dalam independent statistik hubungan
: Cross penelitian : Tingkat didapatkan tingkat stres
Sectional ini : Stres nilai dengan
Teknik Korelasi Variabel koefisien kejadian
Pengambil Chi dependent : korelasi insomnia
an Sampel Square. Insomnia sebesar 0,449 pada
Penelitian Alat Ukur : dengan taraf mahasiswa
: kuesioner signifikansi tingkat akhir
purposive Kessler 0,001 (α < DIV Bidan
Sampling Psychologic 0,05). Pendidik
al Distress Reguler
Scale dalam
penyusunan
skripsi di
Universitas
‘Aisyiyah
Yogyakarta
tahun 2016
dengan
keeratan
hubungan
sedang.

Henricus Desain Analisa Variabel Gejala stres Stres terjadi


Dimas Penelitian data dalam independent yang dialami karena
Frandi : penelitian :- mahasiswa mahasiswa
Cahyo deskriptif ini : Variabel penulis penulis
Broto kualitatif Analisis dependent : skripsi terdiri skripsi tidak
dengan kualitatif - Stres dari : (1) mampu
metode model Alat Ukur : Gejala fisik mengatasi
studi interaktif kuesioner yang kesulitan-
kasus Depression meliputi tidur kesulitan
Teknik Anxiety tidak teratur, yang
Pengambil Stress Scale makan tidak ditemui
an Sampel 42 (DASS teratur, sakit dalam
Penelitian 42). kepala, proses
:- mudah lelah, penyusunan
dan sakit skripsi.
punggung,
33
(2) Gejala
emosional
yang
meliputi
kegelisahan,
ketakutan
berlebih dari
dalam diri,
dan mudah
marah, (3)
Gejala
kognitif yang
meliputi
mudah lupa,
mudah
melakukan
kesalahan,
dan sulit
menemukan
ide.

Yafi Desain Analisa Variabel Tingkat stres Sebanyak


Sabila Penelitian data dalam independent responden 59,3%
Rosyad : Metodo- penelitian :- berada pada mahasiswa
logi ini : Variabel kategori STIKes
kuantitatif Mengguna- dependent : normal Yogyakarta
dengan kan Tingkat sebanyak yang
pendekat- aplikasi Stres 59,3%, mengerja-
an Microsoft Alat Ukur : kategori stres kan skripsi
deskriptif excel pada kuesioner ringan tidak
Teknik perangkat Depression sebesar mengalami
Pengambil komputer Anxiety 18,8%, stres, namun
an Sampel Stress Scale kategori sebanyak
Penelitian 42 (DASS sedang 18,6%
: sampling 42). 11,1%, berada pada
jenuh kategori tingkat stres
berat 7,4%, ringan
dan sisanya sebanyak
dalam 18,5% dan
kategori selebihnya
sangat berat. pada tingkat
stres sedang
sampai
sangat berat.

34
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Faktor yang Faktor yang


mempengaruhi stres mempengaruhi
pada mahasiswa kualitas tidur :

35
Faktor Internal : pada mahasiswa
1.Kondisi Kesehat- Faktor Internal :
An Psikis atau 1. Penyakit Fisik
Emosional STRES KUALITAS TIDUR 2. Kelelahan
2.Kondisi Kemam- 3. Gaya Hidup
puan Fisik 4. Stres Emosi-
3. Kondisi Ekonomi onal
Faktor Eksternal : Faktor Eksternal :
1. Kondisi Lingku- 1. Lingkungan
ngan 2. Alkohol dan
2. Keterbatasan Fa- Obat-obatan
silitas
3. Manajemen Waktu

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur
Mahasiswa Saat Menyusun Tugas Akhir

Keterangan :
: diteliti

: tidak diteliti

: berhubungan

Faktor yang mempengaruhi stres pada mahasiswa yang sedang mengerjakan

tugas akhir dibagi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal yang

mempengaruhi stres adalah kondisi kesehatan psikis atau emosional, kondisi

kemampuan fisik, dan kondisi ekonomi. Sedangkan faktor eksternal yang

mempengaruhi stres adalah kondisi lingkungan, keterbatasan fasilitas, dan manajemen

waktu.

36
Apabila stres tidak ditangani dan berkelanjutan dapat menimbulkan dampak

negatif terhadap kualitas tidur. Kualitas tidur juga dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kualitas tidur

adalah penyakit fisik, kelelahan, gaya hidup, dan stres emosional. Sedangkan faktor

eksternal yang mempengaruhi kualitas tidur adalah lingkungan dan alhohol & obat-

obatan.

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah kerangka konsep di atas, maka diajukan

hipotesis penelitian yaitu ada hubungan yang signifikan tingkat stres dengan kualitas

tidur saat menyusun tugas akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES

Banyuwangi Tahun 2021.

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan rancangan

korelasional yang mengkaji hubungan antar variabel dengan menggunakan pendekatan

cross sectional. Cross sectional adalah jenis penelitian yang melakukan waktu

37
pengukuran observasi data variabel bebas (independent) dan variabel terikat

(dependent) hanya satu kali pada saat itu juga. Pada jenis ini variabel independent dan

variabel dependent dinilai secara simultan pada satu saat, jadi tidak ada tidak lanjut.

Tentunya tidak semua subyek penelitian harus diobservassi pada hari atau waktu yang

sama, akan tetapi baik variabel independent atau variabel dependent dinilai hanya satu

kali saja (Nursalam, 2013). Penelitian ini menganalisa hubungan tingkat stres dengan

kualitas tidur saat menyusun tugas akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV

STIKES Banyuwangi Tahun 2021.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Nursalam,

2013). Populasi yang akan digunakan dalam penelitian yaitu seluruh Mahasiswa S1

Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021. Dari hasil pendataan

jumlah populasi keseluruhan sebanyak 85 orang.

4.2.2 Sampel

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias

penelitian, khususnya terhadap variabel-variabel kontrol yang ternyata mempunyai

pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Adapun kriteria inklusi sampel adalah :

a. Bersedia menjadi responden

b. Responden berstatus Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES

Banyuwangi Tahun 2021 yang sedang menyusun skripsi

38
c. Responden yang sementara bimbingan proposal

Pengambilan sampel dalam penelitian perlu digunakan cara atau teknik-teknik

tertentu sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik penarikan sampel purposive

sampling. Purposive sampling adalah pengambilan anggota sampel dari populasi

dilakukan berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik

untuk dijadikan sampel penelitiannya. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi relatif

kecil dan karakteristik responden yang homogen dengan strata pendidikan yang sama

yaitu menempuh pendidikan S1, umur yang relatif sama 20-25 tahun serta sementara

berada pada level penyusunan tugas akhir. Jadi jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian adalah berjumlah 70 orang.

4.3 Kerangka Kerja

Populasi :
85 orang Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi

Teknik Sampling :
Purposive Sampling

Sampel :
70 orang Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi

39
Desain :
Deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional

Pengumpulan Data :
Menggunakan Kuesioner

Variabel Independent : Variabel Dependent :


Tingkat stres Kualitas tidur

Pengolahan Data :
Editing, coding, scoring, data entry, cleaning, dan tabulating

Analisa Data :
spss

Hasil dan Kesimpulan

Laporan Penelitian

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Tingkat Stres dengan


Kualitas Tidur
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu

(Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu :

1. Variabel bebas (independent)

40
Variabel independent dalam penelitian ini adalah tingkat stres saat menyusun

tugas akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi

Tahun 2021.

2. Variabel terikat (dependent)

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kualitas tidur saat menyusun

tugas akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi

Tahun 2021.

4.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu

yang didefinisikan tersebut sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan

observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena. Pada

definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi

(Nursalam, 2013).

Tabel 4.1 Definisi Operasional Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur saat
Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV
STIKES Banyuwangi Tahun 2021
Skor
Definisi
Variabel Parameter Instrumen Skala
Operasional
Kriteria
Variabel Hasil 1. Fisik Kuesioner Ordinal 1. Normal
independent : pengukuran 2. Psikologis ZSAS 20-44
Tingkat stres kondisi (Zung self- 2. Stres

41
saat psikis dan 3. Emosi rating ringan
menyusun emosi yang 4. Perilaku Anxiety 45-49
tugas akhir dialami saat Scale) 3. Stres
pada menyusun sedang
Mahasiswa tugas akhir 60-74
S1 pada 4. Stres
Keperawatan Mahasiswa berat
tingkat IV S1 75-80
STIKES Keperawatan
Banyuwangi Tingkat IV
Tahun 2021 STIKES
Banyuwangi
Tahun 2021
Variabel Hasil 1. Kualitas Kuesioner Ordinal 1. Tidur
dependent : pengukuran tidur PSQI dengan
Kualitas tidur tentang subyektif (Pittsburgh baik 0
saat siklus 2. Latensi, Sleep 2. Tidur
menyusun bangun dan efisiensi, Quality dengan
tugas akhir tidur saat dan durasi Index) cukup
pada menyusun tidur baik 1-7
Mahasiswa tugas akhir 3. Gangguan 3. Tidur
S1 pada ketika dengan
Keperawatan Mahasiswa tidur tidak
tingkat IV S1 malam baik 8-
STIKES Keperawatan 4. Mengguna 14
Banyuwangi Tingkat IV kan obat 4. Tidur
Tahun 2021 STIKES tidur dengan
Banyuwangi 5. Terganggu sangat
Tahun 2021 nya tidak
aktivitas di baik 15-
siang hari 21

4.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang

didapat dari pernyataan tertutup yaitu :

a. Kuesioner variabel tingkat stres menggunakan kuesioner ZSAS (Zung self-

rating Anxiety Scale). Zung Self-Rating Anxiety Scale memiliki 20

pertanyaan yang mencakup 4 indikator respon yaitu respon fisik, respon

emosi, respon psikologi, dan respon perilaku. Setiap pernyataan memiliki

42
skor penilaian “4” untuk responden yang menjawab selalu, skor “3” bila

menjawab sering, skor “2”bila menjawab kadang-kadang, dan skor “1” bila

menjawab tidak pernah.

b. Kuesioner variabel kualitas tidur menggunakan kuesioner PSQI (Pittsburgh

Sleep Quality Index). Pittsburgh Sleep Quality Index berisi 9 pertanyaan

yang mencakup 7 skor yang sesuai dengan domain atau area yaitu kualitas

tidur subyektif, sleep latency, durasi tidur, gangguan tidur, efisiensi

kebiasaan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi tidur pada siang hari.

Setiap pernyataan memiliki skor penilaian “4” untuk responden yang

menjawab selalu, skor “3” bila menjawab sering, skor “2”bila menjawab

kadang-kadang, dan skor “1” bila menjawab tidak pernah.

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi S1 Keperawatan di STIKES

Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

4.6.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret sampai 24 Mei 2021.

4.7 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses

pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,

2013). Dalam melakukan penelitian ini, prosedur yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

43
1. Setelah proposal disetujui oleh pembimbing dan penguji, peneliti mengajukan

permohonan ijin kepada bagian akademik untuk memperoleh data dan jumlah

mahasiswa yang menyusun tugas akhir di Program S1 Keperawatan Tingkat IV

STIKES Banyuwangi Tahun 2021.

2. Peneliti menemui calon responden dengan chat melalui aplikasi whatsapp untuk

mengadakan pendekatan serta memberikan penjelasan kepada calon responden

mengenai penelitian yang akan dilakukan dan menunggu pertanyaan dari

responden jika ada yang bertanya.

3. Menanyakan kesediaan responden dengan memberikan surat pernyataan

kesediaan menjadi responden berupa informed concent.

4. Apabila responden semua setuju peneliti mulai melakukan pendataan jumlah

responden kemudian membuat undian untuk memilih sampel yang akan

dijadikan subyek penelitian.

5. Responden yang terpilih sebagai sampel mengisi kuesioner, kemudian setelah

selesai dikumpulkan kembali kepada peneliti.

6. Setelah semua terkumpul peneliti meneliti ulang kembali apakah kuesioner

yang diberikan sudah terisi semua atau belum.

7. Apabila semua dirasa sudah cukup peneliti melakukan pengolahan data dan

teknik analisa data.

4.8 Pengolahan Data dan Teknik Analisa Data

4.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini

disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah, belum

44
memberikan informasi apa-apa dan belum siap disajikan (Nursalam, 2013). Proses

pengolahan data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan. Apabila ada

data-data yang belum lengkap, jika memungkinkan perlu dilakukan

pengambilan data ulang untuk melengkapi data-data tersebut. Tetapi kalau tidak

memungkinkan maka data yang tidak lengkap tersebut tidak diolah atau

dimasukkan dalam pengolahan “data missing”.

Editing adalah tahap dimana peneliti memeriksa kembali daftar pernyataan

yang telah diserahkan kembali oleh responden dan memeriksa kelengkapan

jawaban satu per satu apakah cek list sudah diisi sesuai petunjuk yang telah

ditentukan yang meliputi :

a. Mengecek kelengkapan identitas pengisian.

b. Setelah lengkap baru menyesuaikan kodenya.

c. Mengecek kekurangan masing-masing kekurangan isian data.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan memberikan kode numeric (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Coding atau mengkode data

mengisentifikasi kualitatif atau membedakan aneka karakter yang meliputi data

demografi seperti :

a. Jenis Kelamin :

1 = laki-laki 2 = Perempuan

b. Status Tinggal :

45
1 = bersama orang tua 2 = kost

c. Umur

3. Scoring

Scoring yaitu menentukan skor/nilai untuk tiap item pertanyaan dan tentukan

nilai terendah dan tertinggi.

a. Untuk mengukur variabel tingkat stres mahasiswa saat menyusun tugas

akhir bila responden menjawab pertanyaan terlampir setiap waktu diberikan

skor “4”, bila menjawab pertanyaan sebagian waktu diberikan skor “3”, bila

menjawab pertanyaan kadang-kadang diberikan skor “2”, dan bila

menjawab pertanyaan tidak pernah diberikan skor “1”.

b. Untuk mengukur gangguan tidur mahasiswa saat menyusun tugas akhir bila

responden menjawab pertanyaan yang berisi pernyataan negatif sering

diberikan skor “3”, bila menjawab pertanyaan kadang-kadang diberikan

skor “2”, dan bila menjawab pertanyaan tidak pernah diberikan skor “1”.

Jika responden menjawab pertanyaan yang berisi pernyataan positif sering

diberikan skor “1”, bila menjawab pertanyaan kadang-kadang diberikan

skor “2”, dan bila menjawab pertanyaan tidak pernah diberikan skor “3”.

4. Data Entry

Data yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam

program atau “software” komputer. Dalam proses ini dituntut ketelitian dari

orang yang melakukan “data entry” ini. Apabila tidak akan terjadi bias,

meskipun hanya memasukkan data.

5. Cleaning

46
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan,

perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya

kesalahan kode, adanya ketidaklengkapan, dan lain sebagainya. Kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data

cleaning).

6. Tabulating

Tabulating adalah proses membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan

penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Nursalam, 2013). Proses

pengelompokan jawaban-jawaban yang serupa dan menjumlahkan dengan teliti

dan teratur. Setelah jawaban terkumpul kita kelompokkan jawaban yang sama

dengan menjumlahkannya. Pada tahapan ini data yang diperoleh untuk setiap

variabel disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi berupa tabel.

4.8.2 Teknik Analisa Data

1). Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

setelah variabel penelitian (Nursalam, 2013). Untuk menganalisa hubungan tingkat

stres dengan kualitas tidur saat menyusun tugas akhir pada Mahasiswa S1

Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021, penyajiannya dalam

bentuk distribusi dari persentase tiap variabel.

1. Data Umum

Data Demografi yaitu pengolahan data untuk karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin, umur, dan status tinggal dengan disribusi frekuensi

menggunakan rumus :

47
P = Ʃf x 100%

SN

Keterangan :

P = angka persentase

f = frekuensi jumlah responden

SN = banyaknya responden

2. Data Khusus

a. Variabel Independent

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu dilakukan

pengolahan data. Hasil observasi dapat diinterpretasikan sebagai berikut

dengan menggunakan rumus dari William WK-Zung :

Tidak cemas/stres : skor 20 – 44

Kecemasan/stres ringan : skor 45 – 59

Kecemasan/stres sedang : skor 60 – 74

Kecemasan/stres berat : skor 75 – 80

b. Variabel Dependent

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu dilakukan

pengumpulan data. Hasil observasi dapat diinterpretasikan sebagai berikut

dengan menggunakan rumus dari PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) :

Pola tidur baik :0

Pola tidur cukup baik :1–7

Pola tidur tidak baik : 8 – 14

Pola tidur sangat tidak baik : 15 – 21

48
2). Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap 2 (dua) variabel yang diduga berkorelasi atau

berhubungan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini analisis bivariat dilakukan

untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan kualitas tidur saat menyusun tugas

akhir pada Mahasiswa Tingkat IV S1 Keperawatan STIKES Banyuwangi Tahun

2021. Pengolahan analisa data bivariat ini dengan menggunakan bantuan spss. Uji

statistik yang digunakan adalah uji Rank Spearman dengan tingkat kesalahan α =

0,05. Dasar digunakannya uji statistik Rank Spearman adalah jika data yang akan

diolah mengandung unsur skala ordinal.

Adapun pedoman signifikansi memakai panduan : Bila P value < α (0,05),

keputusan hasil uji statistik dengan membandingkan nilai P (p-value) dan nilai α (0,05)

maka berlaku ketentuan sebagai berikut :

a. Apabila p ≤ 0,05, berarti ada hubungan signifikan tingkat stres dengan kualitas

tidur saat menyusun tugas akhir pada Mahasiswa Tingkat IV S1 Keperawatan

STIKES Banyuwangi Tahun 2021.

b. Apabila p ≥ 0,05, berarti tidak ada hubungan signifikan tingkat stres dengan

kualitas tidur saat menyusun tugas akhir pada Mahasiswa Tingkat IV S1

Keperawatan STIKES Banyuwangi Tahun 2021.

Untuk mengetahui keeratan hubungan antara 2 variabel tersebut dapat dicari

dengan menggunakan KK (Koefisien Korelasi) dengan menggunakan spss.

Tabel 4.2 Daftar Nilai Keeratan Hubungan Antar Variabel

No. Nilai Kategori

1 0,00 – 0,25 Sangat lemah

49
2 0,26 – 0,50 Cukup

3 0,51 – 0,75 Kuat

4 0,76 – 0,99 Sangat Kuat

5 1,00 Sempurna

Sumber : Sugiyono, 2013

4.9 Etika Penelitian

Penelitian dilakukan dengan memperhatikan aspek etika penelitian. Etika

penelitian dimaksudkan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden, melindungi,

dan menghormati hak responden berupa sekumpulan prinsip dan nilai peraturan yang

tidak tertulis yang digunakan oleh peneliti.

Penelitian ini tidak menimbulkan bahaya dan manfaat secara langsung kepada

responden serta tidak menempatkan responden pada situasi yang merugikan atau

beresiko merugikan responden. Penelitian ini menjaga kerahasiaan data yang diberikan

karena identitas responden tidak dicantumkan pada format kuesioner hanya

dicantumkan kode inisial. Calon responden akan mendapat penjelasan terkait penelitian

sebelum menyatakan kesediaan menjadi responden (terlampir).

Penjelasan terkait penelitian akan disampaikan secara tertulis maupun lisan.

Responden dipilih secara acak dan bukan berdasarkan pertimbangan personal peneliti.

Seluruh responden akan mendapat perlakuan yang sama terkait dengan penelitian.

Penelitian bersifat sukarela dan semua responden diberi hak penuh untuk menyetujui

atau menolak menjadi subyek penelitian dengan cara menandatangani informed

concent (terlampir).

50
4.10 Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti mengakui adanya kelemahan dan

kekurangan, sehingga memungkinkan hasil yang ada belum optimal antara lain:

1. Pengumpulan data tidak dapat bisa dipantau secara langsung. Hal ini karena

terdapat sebagian responden mengisi kuesioner secara daring ketika pandemik

COVID-19.

2. Peneliti tidak mengetahui kondisi subjek dengan pasti saat pengisian skala

sehingga dimungkinkan terjadinya pengisian yang tidak sesuai dengan keadaan

yang sebenarnya.

3. Pengumpulan data menggunakan kuesioner bersifat subyektif sehingga

kejujuran responden sangat menentukan data yang diberikan.

4. Pada penelitian ini peneliti tidak mencantumkan beragam karakteristik

responden seperti status ekonomi dan suku yang seharusnya diteliti

dikarenakan adanya adanya keterbatasan waktu.

51
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Banyuwangi merupakan kampus

swasta yang berdiri di atas lahan seluas 3 (tiga) hektar yang beralamat di Jalan Letkol

Istiqlah No. 109, Lingkungan Mojoroto R, Penataban, Kecamatan Giri, Kabupaten

Banyuwangi, Jawa Timur. Kampus STIKES Banyuwangi berdiri pada tahun 2006 dan

merupakan kampus yang telah berkonversi dari Akper Blambangan pada tahun

sebelumnya.

Awalnya STIKES Banyuwangi memiliki 5 (lima) Program Studi. Seiring

perkembangan, STIKES Banyuwangi menambah 4 (empat) Program Studi baru

sehingga pada saat ini menjadi 9 (sembilan) dimana mayoritas Program Studi tersebut

telah memiliki Akreditasi B. Sembilan Program Studi tersebut adalah Program Studi S1

52
Keperawatan, D3 Keperawatan, D3 Kebidanan, D3 Farmasi, Ners Perawat, S1 Gizi, S1

Kebidanan, Ners Bidan, dan D4 Teknologi Laboratorium Medis.

Peneliti memilih Program Studi S1 Keperawatan sebagai tempat penelitian

karena Program Studi S1 Keperawatan adalah Program Studi tempat peneliti

menempuh pendidikan. Pengambilan data diambil dengan mengambil sampel dari satu

angkatan tahun 2017 Program Studi S1 Keperawatan kelas 4A dan kelas 4B yang

sedang menyusun tugas akhir tahun 2021. Pengambilan data dilakukan dengan cara

pengisian kuesioner secara online menggunakan google form dan semua hasil data

tergantung dari kejujuran dari responden.

5.1.2 Karakteristik Demografi Responden

1). Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden saat Menyusun Tugas Akhir
Berdasarkan Jenis Kelamin pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV
STIKES Banyuwangi Tahun 2021

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)


.
1. Laki-Laki 16 22,86
2. Perempuan 54 77,14
Jumlah 70 100
Sumber : Kuesioner Responden saat Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1
Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021
Pada tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis

kelamin perempuan sebanyak 54 orang (77,14%) dan minoritas responden berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 16 orang (22,86%).

2). Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tinggal

53
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden saat Menyusun Tugas Akhir
Berdasarkan Status Tinggal pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV
STIKES Banyuwangi Tahun 2021

No Status Tinggal Jumlah Persentase (%)


.
1. Dengan Orang Tua 52 74,29
2. Kost 18 25,71
Jumlah 70 100
Sumber : Kuesioner Responden saat Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1
Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa mayoritas responden status

tinggalnya bersama orang tua sebanyak 52 orang (74,29%) dan minoritas responden

status tinggalnya dengan kost sebanyak 18 orang (25,71%).

3). Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden saat Menyusun Tugas Akhir
Berdasarkan Umur pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES
Banyuwangi Tahun 2021

Umur Frekuensi Persentase (%)


20 3 4,28
21 21 30,00
22 40 57,14
23 4 5,72
24 2 2,86
Sumber : Kuesioner Responden saat Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1
Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021
Berdasarkan tabel 5. 3 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden

berumur 22 tahun sebanyak 40 orang (57,14%) dan minoritas responden berumur 24

tahun sebanyak 2 orang (2,86%).

5.1.3 Variabel yang Diukur

54
1). Tingkat Stres Responden

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres pada Responden saat Menyusun Tugas
Akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi
Tahun 2021

No Tingkat Stres Frekuensi (f) Persentase (%)


.
1. Normal 27 38,57
2. Stres Ringan 36 51,43
3. Stres Sedang 4 5,71
4. Stres Berat 3 4,29
Jumlah 70 100
Sumber : Kuesioner Responden saat Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1
Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021
Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan bahwa frekuensi responden yang mengalami

tingkat stres normal sebanyak 27 orang (38,57%), mengalami tingkat stres ringan

sebanyak 36 orang (51,43%), mengalami tingkat stres sedang sebanyak 4 orang

(4,29%), dan mengalami tingkat stres berat sebanyak 3 orang (4,29%).

2). Kualitas Tidur Responden

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Responden saat Menyusun Tugas Akhir
pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun
2021

No Kualitas Tidur Frekuensi (f) Persentase (%)


.
1. Tidur dengan Baik 0 0
2. Tidur dengan Cukup Baik 35 50,00
3. Tidur dengan Tidak Baik 29 41,43
4. Tidur dengan Sangat Tidak Baik 6 8,57
Jumlah 70 100
Sumber : Kuesioner Responden saat Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1
Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021
Dari tabel 5.5 di atas didapatkan bahwa frekuensi kualitas tidur responden

dengan katagori cukup baik sebanyak 35 orang (50,00%), frekuensi kualitas tidur

55
dengan katagori tidak baik 29 orang (41,43%), frekuensi kualitas tidur dengan katagori

sangat tidak baik 6 orang (8,57%), dan frekuensi kualitas tidur responden dengan

katagori baik 0 orang (0%).

Berdasarkan hasil dari ketujuh komponen pengukuran kualitas tidur didapatkan

jumlah skor tertinggi dan skor terendah. Skor tertinggi berada pada komponen efisiensi

tidur dengan total skor 208 dan jumlah nilai rata-rata 2,97. Dan komponen dengan total

skor terendah berada pada komponen penggunaan obat-obatan tidur dengan total skor

18 dan jumlah nilai rata-rata 0,26 (terlampir).

3). Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur Responden

Tabel 5.6 Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur Responden
saat Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV
STIKES Banyuwangi Tahun 2021

Tingkat Stres * Kualitas Tidur Crosstabulation


Count
Kualitas Tidur
Tidur Cukup Tidur Sangat
Baik Tidur Tidak Baik Tidak Baik Total
Normal 10 16 1 27
Stres Ringan 23 11 2 36
Tingkat Stres
Stres Sedang 2 1 1 4
Stres Berat 0 1 2 3
Total 35 29 6 70

Tabel 5.7 Hasil Analisa dengan Menggunakan Uji Statistik Rank Spearman
Correlations
Tingkat Stres Kualitas Tidur
Spearman's rho Correlation Coefficient 1.000 -.032
Tingkat Stres Sig. (2-tailed) . .795
N 70 70
Kualitas Tidur Correlation Coefficient -.032 1.000

56
Sig. (2-tailed) .795 .
N 70 70

Berdasarkan hasil dari tabulasi silang di tabel 5.6 didapatkan bahwa responden

dengan tingkat stres normal dan memiliki kualitas tidur cukup baik sebanyak 10 orang

(14,29%). Responden dengan tingkat stres normal dengan kualitas tidur tidak baik

sebanyak 16 orang (22,86%) dan 1 orang (1,43%) dengan tingkat stres normal dengan

kualitas tidur sangat tidak baik. Responden dengan tingkat stres ringan dan memiliki

kualitas tidur cukup baik sebanyak 23 orang (32,86%), tingkat stres ringan dengan

kualitas tidur tidak baik sebanyak 11 orang (15,71%), dan 2 orang (2,86%) mengalami

stres ringan dengan kualitas tidur sangat tidak baik. Untuk responden yang mengalami

tingkat stres sedang dengan kualitas tidur cukup baik sebanyak 2 orang (2,86%),

responden yang mengalami stres sedang dengan kualitas tidur tidak baik sebanyak 1

orang (1,43%), dan sebanyak 1 orang (1,43%) mengalami stres sedang dengan kualitas

tidur sangat tidak baik. Dan untuk responden yang mengalami stres berat dengan

kualitas tidur cukup baik sebanyak 0 orang (0%), stres berat dengan kualitas tidur tidak

baik sebanyak 1 orang (1,43%), dan 2 orang (2,86%) mengalami stres berat dengan

kualitas tidur sangat tidak baik.

Dan berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan uji korelasi Spearman’s

Rho dari tabel 5.7 didapatkan ρ value 0,795 (≥ 0,05), sehingga dapat dikatakan tidak

terdapat hubungan signifikan tingkat stres dengan kualitas tidur saat menyusun tugas

akhir pada Mahasiswa S1 Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021. Hal ini

memiliki arti bahwa ada Penerimaan Ho dan Penolakan Ha. Hasil penelitian ini selaras

57
pada penelitian sebelumnya oleh Muhammad Iqbal yang menyebutkan bahwa tidak ada

hubungan atau korelasi antara tingkat stres dengan gangguan tidur (p-value 0,828 >

0,05) (Muhammad Iqbal, 2018).

Berdasarkan nilai koefisien kontingensi 0,320 keeratan hubungan diantara dua

variabel adalah sedang. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas tidur selain stres. Ada lima faktor yang mempengaruhi baik

buruk nya kualitas tidur yaitu lingkungan tidur, faktor latensi tidur, kondisi medis,

masalah kesehatan mental dan gangguan pada tidur (Perry dan Potter, 2015).

5.2 Pembahasan

5.2.1 Tingkat Stres saat Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1


Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 70 responden saat

menyusun tugas akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES

Banyuwangi Tahun 2021 sesuai dengan tabel 5.4 didapatkan bahwa frekuensi

responden yang mengalami tingkat stres normal sebanyak 27 orang (38,57%),

mengalami tingkat stres ringan sebanyak 36 orang (51,43%), mengalami tingkat stres

sedang sebanyak 4 orang (4,29%), dan mengalami tingkat stres berat sebanyak 3 orang

(4,29%). Ini menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami stres dan minoritas

responden tidak mengalami stres/normal. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang

dilakukan oleh Desi Ratnawati (2019), didapati bahwa dari 81 responden pada

penelitian ini didapatkan hampir seluruh responden memiliki tingkat stres ringan, yaitu

sebanyak 44 (54,3%) responden, stres sedang sebanyak 28 (34,6%) responden, stres

58
berat sebanyak 7 (8,6%) responden, dan stres sangat berat sebanyak 3 (2,5%)

responden.

Stres merupakan suatu respon individu, baik berupa respon fisik maupun psikis,

terhadap tuntutan atau ancaman yang dihadapi sepanjang hidupnya, yang dapat

menyebabkan perubahan pada diri individu, baik perubahan fisik, psikologi, maupun

spiritual (Asmadi, 2013).

Pada saat melakukan penelitian, peneliti menanyakan pada responden hal apa

saja yang membuat responden sampai merasakan stres. Dari hasil telah diketahui

bahwa dari 70 responden terdapat 3 orang yang mengalami stres berat, yang

disebabkan karena pembiayaaan perkuliahan sehingga menyebabkan reaksi atau respon

tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental / beban kehidupan) dan waktu

penyelesaian tugas akhir yang sudah dekat. Mereka beranggapan bahwa skripsi itu

adalah hal yang sangat menakutkan dan memberatkan. Mereka juga beranggapan

sepertinya tidak ada jalan keluar untuk bisa menyelesaikan skripsi sesuai dengan waktu

yang telah ditentukan akibatnya akan menimbulkan stressor yang berat dan kecemasan

yang berlebihan. Dengan kejadian seperti ini mahasiswa sebaiknya lebih bisa dapat

manajemen waktu dengan baik untuk mengerjakan tugas akhir seperti penyusunan

skripsi misalnya belajar dengan giat, meningkatkan pengetahuan tentang penelitian,

mencari bahan-bahan dan referensi yang dibutuhkan dalam penyusunan tugas akhir,

sehingga dapat selesai tepat waktu dan dapat mengalokasikan waktu sebaik mungkin

dari melakukan ujian proposal, penelitian, sampai dengan ujian hasil sesuai dengan

waktu yang diharapkan dan sehingga menghindari terjadinya stres yang dapat

menyebabkan gangguan kualitas tidur. Sedangkan responden yang tidak mengalami

59
stres/normal ini dikarenakan mereka memiliki kecerdasan emosional sehingga mampu

mengelola emosi dengan baik. Mereka beranggapan permasalahan apapun yang

dihadapi akan lebih mudah diatasi dengan hati yang tentram dan tenang. Selain itu

diakibatkan karena adanya langkah yang baik dalam menanggulangi gejala perilaku

yang dirasakan, seperti dengan melakukan hal-hal yang membuat dirinya tenang

dengan menceritakan masalah yang dihadapi kepada teman, saudara atau orang tua. Di

samping itu mereka beranggapan bahwa skripsi sebagai ancaman yang masih wajar

sehingga masih mampu mengatasi stresor yang dihadapi selama menyusun skripsi,

apalagi selama menyusun skripsi mayoritas responden status tinggalnya bersama orang

tua sehingga mereka merasa sangat diringankan bebannya saat menyusun skripsi.

Mereka bisa menyampaikan keluh kesahnya tentang kendala-kendala yang dihadapi

dalam penyusunan skripsi kepada orang tua sehingga mereka merasa terhibur dan bisa

menghilangkan kecemasan yang dialami.

Rata-rata tingkat stres yang rendah dan sedang dialami mahasiswa yang sedang

menyusun skripsi karena dalam masa perkembangan menjadi mahasiswa proses

pertumbuhan otak mencapai puncaknya. Hal ini adalah karena selama periode, proses

pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memproses

informasi berkembang dengan cepat. Sehingga memiliki kemampuan merumuskan

perencanaan strategis atau kemampuan mengambil keputusan. Selain itu juga

perkembangan integritas yang dialami mahasiswa sudah baik. Integritas paling tepat

dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-

benda, orang-orang, produk-produk, dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan

60
penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya.

(Desmita, 2012:200 dalam Rabiatul Adawiyah, 2017).

Hasil penelitian berdasarkan keempat indikator tingkat stres berupa gejala fisik,

emosi, psikologis, dan perilaku didapatkan jumlah skor tertinggi dan skor terendah.

Dari hasil keempat indikator didapatkan jumlah skor tertinggi dan skor terendah. Skor

tertinggi berada pada gejala fisik (indikator 1) dengan total skor 1146 dan jumlah nilai

rata-rata 16,37 dan indikator dengan skor terendah berada pada gejala perilaku

(indikator 4) dengan total skor 275 dengan jumlah nilai rata-rata 3,93 (terlampir).

Gejala stres bersifat fisik yang dirasakan responden juga dikategorikan ringan

apabila pernyataan responden yang mengatakan tidak sesuai dengan dirinya atau tidak

pernah dirasakan dalam dirinya maupun kadang-kadang atau sesuai dengan dirinya

sampai tingkat tertentu, gangguan fisik yang dirasakan saat sebelum dan setelah

bimbingan skripsi, seperti tidak menghabiskan banyak energi, tidak teramat gemetar,

dan detak jantung stabil.

Gejala stres fisik ringan ini juga terjadi akibat adanya langkah yang baik dalam

menanggulangi gejala stres bersifat fisik yang dirasakan, misalnya dengan melakukan

hal-hal yang membuat keadaan tubuh stabil yakni lari pagi, menggerak-gerakkan badan

(senam) hal ini diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ismiati (2015)

mengenai coping stres mahasiswa yang mengerjakan skripsi.

Gejala perilaku stres yang dirasakan responden dikategorikan ringan apabila

pernyataan responden yang mengatakan tidak sesuai dengan dirinya atau tidak pernah

dirasakan dalam dirinya maupun kadang-kadang (sesuai dengan dirinya sampai tingkat

tertentu) gangguan perilaku yang dirasakan saat sebelum dan setelah bimbingan skripsi,

61
seperti terkadang sulit merasa santai, terkadang tidak sabar ketika mengalami

penundaan serta kadang-kadang sulit meningkatkan inisiatif dalam melakukan sesuatu.

Gejala perilaku stres ringan ini juga terjadi akibat adanya langkah yang baik

dalam menanggulangi gejala perilaku yang dirasakan, misalnya dengan melakukan hal-

hal yang membuat dirinya tenang seperti menceritakan masalah yang di hadapi dengan

teman atau orang tua.

Stres dapat dijadikan sebagai stimulus untuk perubahan dan perkembangan

sehingga dalam hal ini dapat dianggap positif atau dianggap perlu. Meskipun demikian

stres yang terlalu berat dapat menyebabkan sakit, penilaian yang buruk dan

ketidakmampuan untuk bertahan. Stres dapat terjadi di manapun dan pada siapapun

terutama pada mahasiswa saat menyusun tugas akhir. Tuntutan untuk menyelesaikan

tugas akhir membuat mahasiswa menjadi cemas dan mudah gelisah. Kecemasan dan

kegelisahan apabila tidak diatasi dapat menimbulkan stres (Muhammad Iqbal, 2018).

Menurut Kozier (2010), stres dapat disebabkan oleh 2 (dua) faktor yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal stres disebabkan oleh kondisi kesehatan

psikis atau emosional, kondisi kemampuan fisik, dan kondisi ekonomi. Sedangkan

faktor eksternal stres dipengaruhi oleh hambatan lingkungan, keterbatasan fasilitas, dan

manajemen waktu.

Berat atau ringannya stres tergantung dari masing-masing individu dalam

mengatasi stresnya dalam menyusun tugas akhir. Berdasarkan hasil penelitian terhadap

responden saat menyusun tugas akhir, responden menilai tugas akhir sebagai ancaman

yang masih wajar sehingga masih mampu mengatasi stresor yang dihadapi saat

menyusun tugas akhir. Hal tersebut dapat terlihat pada hasil yang menunjukkan bahwa

62
mayoritas mahasiswa mengalami stres ringan. Persepsi responden terhadap stres

membuat penyelesaian tugas akhir tidak menjadi penghambat untuk melakukan

aktivitas lain seperti olah raga, bekerja, ataupun berorganisasi. Selain itu berdasarkan

informasi yang didapat dari responden diketahui bahwa tugas akhir yang diselesaikan

responden merupakan usulan atau penelitian lanjutan dari masing-masing dosen

pembimbing. Hal ini mempengaruhi mahasiswa banyak dibantu oleh dosen dalam

penyelesaian tugas akhir dan menilai tugas akhir itu sebagai hal yang wajar sehingga

lebih percaya diri untuk menyelesaikan tugas akhir dengan baik.

5.2.2 Kualitas Tidur saat Menyusun Tugas Akhir pada Mahasiswa S1


Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 70 responden yaitu

Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV saat menyusun tugas akhir STIKES

Banyuwangi sesuai dengan tabel 5.5 didapatkan bahwa frekuensi kualitas tidur

responden dengan katagori cukup baik sebanyak 35 orang (50,00%), frekuensi kualitas

tidur dengan katagori tidak baik 29 orang (41,43%), frekuensi kualitas tidur dengan

katagori sangat tidak baik 6 orang (8,57%), dan frekuensi kualitas tidur responden

dengan katagori baik 0 orang (0%). Ini menunjukkan bahwa mayoritas responden

memiliki kualitas tidur yang buruk dibandingkan dengan yang memiliki kualitas tidur

baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Desi Ratnawati

(2019), didapati bahwa dari 81 responden mahasiswa Kebidanan di Universitas

‘Aisyiyah Yogyakarta tahun 2019 lebih banyak mengalami kualitas tidur buruk

sebanyak 63 (77.8%), dibandingkan kualitas tidur baik sebanyak 18 (22.2%).

63
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada kualitas tidur responden

sebagian besar responden mengatakan susah tidur karena cemas dengan banyaknya

tugas yang harus diselesaikan sehingga mengakibatkan mahasiswa kelelahan dan susah

untuk istirahat. Dan didapatkan yang paling banyak mengalami kulitas tidur kurang

baik dan berdasarkan dengan teori bahwa jam tidur pada normalnya adalah 7-8 jam

untuk dewasa muda, dan didapatkan hasil berdasarkan jawaban rata- rata responden

bahwa tidur hanya 4-6 jam dikarenakan tugas, sulit memulai untuk tidur dan gangguan

pada saat tidur, seperti bangun untuk ke kamar mandi, mendapat mimpi buruk dan

batuk.

Hal ini dibenarkan dalam teori bahwa ketidaknyamanan fisik seperti kecemasan

atau depresi dapat menyebabkan masalah tidur (Desi Ratnawati, 2019). Rutinitas harian

sesorang mempengaruhi pola tidur seseorang. Maka dari itu istirahat yang cukup sangat

penting demi menjaga stabilitas kerja tubuh dan menghindari berbagai dampak yang

timbul akibat dari kurangnya tidur dimalam hari oleh banyaknya aktivitas, dampak dari

kualitas tidur yang kurang baik adalah hilangnya fokus saat berkendara, hilang

konsentrasi saat belajar, kurang tidur dapat menyebabkan konsentrasi menurun,

memperburuk kondisi kesehatan tubuh, stres yang meningkat, kulit terlihat lebih tua,

pelupa dan obesitas atau kegemukan. Gejala yang dialami jika kurangnya tidur pada

seseorang yaitu kesulitan untuk jatuh tertidur atau tercapainya tidur yang nyenyak.

Keadaan ini dapat berlangsung sepanjang malam dan dalam tempo berhari- hari,

berminggu-minggu bahkan lebih, merasa lelah saat bangun tidur dan tidak merasakan

kesegaran, sering tidak merasa tidur sama sekali, sakit kepala di pagi hari, kesulitan

berkonsentrasi, mudah marah, mata merah dan mudah mengantuk di siang hari.

64
Hasil penelitian berdasarkan 7 (tujuh) komponen kualitas tidur berupa respon

kualitas tidur subyektif, latensi tidur (kesulitan memulai tidur malam), lama tidur

malam, efisiensi tidur, gangguan ketika tidur, menggunakan obat-obatan tidur, dan

terganggunya aktivitas di siang hari, didapatkan jumlah skor tertinggi dan skor

terendah, dimana skor tertinggi pada komponen efisiensi tidur dengan total skor 208

dan jumlah nilai rata-rata 2,97. Dan komponen dengan total skor terendah berada pada

komponen penggunaan obat-obatan tidur dengan total skor 18 dan jumlah nilai rata-

rata 0,26. Responden yang mengalami kualitas tidur buruk menilai tidur sebagai

kebutuhan yang tidak memiliki aturan waktu pelaksanaan sehingga bisa tidur kapanpun

yang diinginkan dan tanpa harus menggunakan obat-obatan tidur.

Destiana (2012) dalam Muhammad Iqbal (2018) mendefinisikan gangguan

kualitas tidur merupakan suatu kondisi ketika individu mengalami atau beresiko

mengalami perubahan kualitas dan kuantitas pola tidur yang menimbulkan

ketidaknyamanan atau mengganggu hidup yang diinginkan. Kualitas dan kuantitas tidur

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit fisik, kelelahan, gaya hidup, stres

emosional, lingkungan serta penggunaan alkohol dan obat-obatan. Pendapat lain

mengatakan bahwa tidur dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang kurang

nyaman sehingga dapat mempengaruhi kualitas tidur menjadi tidak baik.

Menurut Potter & Perry (2015), responden yang mengalami kualitas tidur tidak

baik disebabkan oleh peningkatan stimulus yang diterima oleh Reticular Activating

System (RAS) sehingga hormon katekolamin disekresi membuat responden terjaga atau

terbangun. Sebaliknya ketika pada responden terjadi penurunan RAS maka terjadi

sekresi pada hormon serotonin sehingga membuat responden dapat tidur dengan baik.

65
Sedangkan menurut teori Kozier (2010), mekanisme RAS akan bekerja ketika

menerima stimulus audio, visual, nyeri, dan taktil sehingga mengeluarkan hormon

katekolamin yaitu hormon untuk tetap terjaga. Responden dapat menerima segala

stimulus yang akan meningkatkan stimulus ke RAS dan menurunkan stimulus ke

Bulbar System Reticular (BSR) atau sebaliknya, dikarenakan RAS dan BSR bekerja

secara intermittent. Stimulus tersebut berasal dari kebiasaan atau kondisi responden

ketika akan tidur, misalnya diiringi suara musik atau televisi atau cahaya kamar yang

berlebih, menjadi stimulus yang akan diterima oleh RAS. Stimulus ke RAS membuat

katekolamin disekresikan dan menyebabkan individu terjaga atau terbangun. Namun

ketika stimulus tersebut menghilang atau individu mentoleransinya maka stimulus ke

RAS oleh BSR untuk mengeluarkan serotonin sehingga individu dapat tertidur atau

tetap tertidur.

Responden dengan kualitas tidur tidak baik dapat disebabkan oleh aktivitas

yang membuat kelelahan fisik. Kelelahan fisik sepanjang hari dapat menyebabkan

kualitas tidur terganggu (Potter & Perry, 2015). Individu dengan kelelahan sepanjang

hari akan merasakan ketidaknyamanan pada tubuh saat malam hari. Hal ini akan

menyebabkan individu sulit rileks sehingga sulit untuk memulai tidurnya. Namun

tingkat rileks setiap individu berbeda-beda sehingga walaupun ada beberapa responden

yang tidak mengalami kelelahan akibat aktivitas, responden tetap dapat merasakan

kesulitan untuk rileks karena hanya melakukan hal yang sama sepanjang hari.

Responden yang mengalami kualitas tidur cukup baik menilai tidur sebagai

kebutuhan yang tidak memiliki aturan waktu pelaksanaan sehingga bisa tidur kapanpun

yang diinginkan dan tanpa harus menggunakan obat-obatan tidur. Bagi responden yang

66
mengalami kualitas tidur tidak baik berpendapat bahwa kualitas tidur yang tidak baik

tidak berdampak pada kesehatan. Aspek inilah yang menyebabkan responden tidak

mengetahui jenis gangguan kualitas tidur dan dampak bagi kehidupan sehingga tidak

melakukan pencegahan dengan maksimal.

5.2.3 Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur saat Menyusun Tugas
Akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi
Tahun 2021

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara tingkat stres dengan kualitas tidur saat menyusun tugas akhir pada Mahasiswa

S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi tahun 2021. Hasil ini selaras dengan

hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal yang menyebutkan

bahwa tidak ada hubungan atau korelasi antara tingkat stres dengan gangguan tidur (p-

value 0,828 35 > 0,05) (Iqbal, 2018). Secara fisiologi, banyak studi menyatakan tidur dan

stres saling berkait antara satu sama lain yaitu berhubungan dengan hipothlamus-pituitary-

adrenal (HPA) axis (Almojali et al., 2017).

Bagaimanapun juga faktor tunggal tidak dapat mempengaruhi gangguan kualitas tidur yaitu

selain akibat tekanan akademik, dapat disebabkan oleh penyakit fisik sehingga

menimbulkan nyeri, pengunaan obat-obatan, aktivitas fisik, asupan nutrisi dan diet

(Pangestika, Lestari and Setyowati, 2017).

Menurut Mayoral (2016), faktor dukungan sosial yang berperan signifikan

terhadap pengelolaan tingkat stres yang berdampak pada gangguan kualitas tidur.

Mahasiswa yang stres tetapi tetap berinteraksi dengan teman ataupun orang tua akan

memiliki lebih banyak energi untuk mengatasi stres sehingga stres tersebut tidak

mengganggu pemenuhan tidurnya. Sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki

67
dukungan sosial akan merasa bosan melakukan aktivitas untuk mengatasi rasa

bosannya sehingga tidak menutup kemungkinan akan mengalami gangguan kualitas

tidur.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami

tingkat stres ringan dengan kualitas tidur katagori cukup baik yaitu sebanyak 23 orang

(32,86%) dan minoritas mengalami tingkat stres berat dengan kualitas tidur katagori

cukup baik sebanyak 0 orang (0%). Hal ini terjadi karena koping maladaftif dilakukan

oleh responden dengan tingkat stres ringan dan berat, seperti merokok (Mayoral, 2016).

Stres yang ringan membuat individu tidak menyadari bahwa dirinya sedang

menghadapi suatu atau beberapa ancaman secara teratur. Sebaliknya, individu dengan

stres berat tidak mampu mengatasi ancaman kronis yang dihadapinya.

Ketidakseimbangan emosi dan pikiran yang dialami oleh individu dengan stres ringan

maupun stres berat akan menstimulus mekanisme RAS meningkat dan BSR menurun

sehingga berpengaruh terhadap kualitas tidur.

Gangguan kualitas tidur memiliki banyak jenis dan masing-masing jenis

gangguan tidur disebabkan oleh hal tertentu misalnya insomnia dialami oleh individu

yang tidak mengalami stres, prevalensi sleep apnea meningkat karena kenaikan berat

badan, diabetes, dan hipertensi (Potter & Perry, 2015). Stres yang dialami tidak

mempengaruhi penyakit kronis, tidak terpasang alat medis, tidak mengkonsusmsi obat-

obatan yang mempengaruhi tidur – bangun malam hari sehingga memungkinkan

responden untuk tetap dapat tertidur walaupun mengalami stres.

Keadaan terjaga atau bangun dipengaruhi oleh sistem RAS (Potter & Perry,

2015). Bila aktivitas RAS ini meningkat maka individu dalam keadaan terjaga atau

68
bangun, tetapi bila aktivitas RAS menurun maka individu dalam keadaan tidur.

Aktivitas RAS ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter yang tidak

terpengaruh oleh tingkat stres.

BAB 6

69
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan data dan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021 saat

menyusun tugas akhir mayoritas mengalami tingkat stres ringan sebanyak 36

orang (51,43%) dan minoritas mengalami tingkat stres berat sebanyak 3 orang

(4,29%).

2. Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021 saat

menyusun tugas akhir mayoritas memiliki kualitas tidur dengan katagori cukup

baik sebanyak 35 orang (50,00%) dan minoritas memiliki kualitas tidur dengan

katagori baik yang berjumlah 0 orang (0%).

3. Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES Banyuwangi Tahun 2021 saat

menyusun tugas akhir mayoritas mengalami tingkat stres ringan dengan kualitas

tidur katagori cukup baik yaitu sebanyak 23 orang (32,86%) dan minoritas

mengalami tingkat stres berat dengan kualitas tidur katagori cukup baik

sebanyak 0 orang (0%). Dan hasil analisis dengan uji korelasi Spearman’s Rho

didapatkan nilai p value 0,795 (≥ 0,005), sehingga hasilnya dapat dikatakan

tidak terdapat hubungan signifikan tingkat stres dengan kualitas tidur saat

menyusun tugas akhir pada Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat IV STIKES

Banyuwangi Tahun 2021.

6.2 Saran

70
1. Bagi Mahasiswa.

Diharapkan kepada mahasiswa yang berkepentingan agar dapat menjadikan

hasil penelitian ini sebagai informasi dan bahan bacaan tambahan khususnya

mengenai stres dan pola tidur dan diharapkan kepada mahasiswa agar dapat

lebih siap dalam menghadapi tugas akhir.

2. Bagi Keperawatan.

Diharapkan kepada bagian keperawatan agar dapat melakukan upaya

pencegahan stres dalam penyusunan tugas akhir seperti menganjurkan orang tua

mahasiswa lebih memberikan dukungan dan motivasi agar dapat menekankan

bagaimana cara mengurangi stres pada mahasiswa yang bersangkutan serta

memfasilitasi sarana dan prasarana pada mahasiswa dalam penyusunan tugas

akhir.

3. Bagi Penelitian

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar memperhatikan faktor internal

maupun eksternal yang dapat menyebabkan stres dalam menyusun skripsi pada

mahasiswa. Karena pada penelitian ini hanya berfokus pada tingkat stres

mahasiswa. Selain hal tersebut peneliti selanjutnya juga dapat memperkaya

hasil penelitian dengan memperluas orientasi kancah penelitian, tidak hanya di

Program Studi S1 Keperawatan saja tetapi juga pada Program Studi lain

sehingga semakin komprehensif dan banyak mengungkap wacana baru yang

semakin luas.

71

Anda mungkin juga menyukai