OLEH:
Puji syukur kepada tuhan yang maha esa karena berkat rahmat-Nya
makalah ini yang berjudul “ Penyakit Virus Ebola” dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan waktu yang di berikan. Semoga
apa yang kami buat ini dapat hasil yang baik dan memuaskan. Terima kasih
kepada dosen yang sudah membimbing kami sehingga dapat menyelesaikan
tugas ini dengan baik.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
memiliki banyak sekali kekurangan dalam pembuatannya sehingga kami
meminta maaf apabila makalah ini masih ada kekurangan. Kami berharap
kritik dan saran agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi dan
kami harap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua, sekian dan terima
kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit virus Ebola (EVD; dulu dikenal sebagai demam berdarah Ebola)
disebabkan oleh infeksi virus Ebola yang tergolong dalam famili Filoviridae. Pada
manusia, tingkat kematian kasus EVD rata-rata 50% (bervariasi dari 25% hingga 90%
dalam kasus wabah sebelumnya).EVD pertama kali muncul pada tahun 1976 di
Sudan Selatan dan Republik Demokrasi Kongo, yaitu di sebuah desa dekat Sungai
Ebola, yang menjadi sumber nama penyakit ini. Penyakit ini muncul secara sporadis
sejak itu. Kasus EVD yang terkonfirmasi telah dilaporkan terutama di wilayah Afrika
sub-Sahara termasuk Republik Demokrasi Kongo, Gabon, Sudan Selatan, Pantai
Gading, Uganda dan Kongo. Wabah Ebola yang terjadi di Afrika barat pada bulan
Maret 2014 hingga Januari 2016 adalah wabah terbesar sejak virus Ebola pertama
kali ditemukan pada tahun 1976.
Gejala klinis EVD adalah penyakit akut parah yang diakibatkan oleh virus dan
sering kali berciri-ciri demam mendadak, keletihan yang amat sangat, nyeri otot, sakit
kepala dan sakit tenggorokan. Ini diikuti oleh muntah, diare, ruam, kerusakan fungsi
ginjal dan liver, dan dalam beberapa kasus, pendarahan internal maupun eksternal.
Cara penularanVirus Ebola ditularkan ke populasi manusia melalui kontak langsung
dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lain dari hewan yang terinfeksi.
Beberapa kelelawar pemakan buah dianggap sebagai inang alami virus Ebola. Di
Afrika, infeksi virus ini didokumentasikan melalui simpase, gorila, kelelawar
pemakan buah, monyet, antelope hutan dan landak yang terinfeksi dan ditemukan
sakit atau mati di hujan hujan. Virus ini kemudian menyebar ke masyarakat dari
manusia ke manusia, di mana infeksinya terjadi akibat kontak langsung (melalui luka
kulit atau membran mukus) dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lainnya
dari orang yang terinfeksi, dan kontak tak langsung dengan lingkungan yang
terkontaminasi cairan-cairan tersebut. Orang dapat menularkan penyakit ini selama
darah dan cairan tubuhnya mengandung virus ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana tanda dan gejala klinis penyakit ebola
1.4 MANFAAT
KAJIAN PUSTAKA
1. Journal I
Pembahasan :
Pembahasan :
Penyakit virus Ebola (EVD) adalah penyakit akibat infeksi virus mematikan Zaire
ebolavirus Yang termasuk dalam filovirus. Filovirus (famlili filoviridae) adalah
virus RNA yang terbungkus, linier, tidak tersegmentasi, negatif, dan beruntai
tunggal.
Dalam jurnal kedua ini tidak terdapat pembahasan terkait transmissi dari virus
ebola.
Penanganan virus ebola di Indonesia :
Pemerintah perlunya melakukan penilaian resiko dan pengawasan terus menerus
terhadap infeksi filovirusprimata dan hewan liar di Indonesia. Selain itu perlunya
sosialisasi terhadap masyarakat terutama yang menetap di aderah hutan untuk lebih
waspada terhadap hewan liar dan selalu menjaga kebersihan. Selain itu pemerintah
Indonesia juga terus meningkatkan kesadaran Ebola kepada pekerja publik dan
kesehatan.
Dalam jurnal ini tidak terdapat pencegahan untuk penyakit ebola.
3. Journal III
Pembahasan :
Ebola Virus Deseasea (EVD) merupakan salah satu zoonosis yang sangat menular
dan memiliki tingkat mortilitas yang tinggi pada manusia.
Dalam jurnal ketiga ini tidak terdapat pembahasan terkait transmissi dari virus
ebola.
Penanganan virus ebola :
Berdasarkan hasil jurnal belum adanya terapi spesifik yang terbukti efektif,
sehingga prinsip penatalaksanaannya berupa terapi suportif.
Pencegahan penyakit virus ebola :
Menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi ataupun mayat yang
terjangkit virus ebola. Meningkatkan kesadaran faktor resiko EVD dan upaya
perlindungan individu dengan mengurangi kontak dengan kelelawar, monyet,kera,
dan konsumsi daging mentah.
BAB III
PEMBAHASAN
Penyakit virus Ebola (EVD) adalah penyakit akibat infeksi virus mematikan
Zaire ebolavirus Yang termasuk dalam filovirus. Filovirus (famlili filoviridae) adalah
virus RNA yang terbungkus, linier, tidak tersegmentasi, negatif, dan beruntai tunggal.
Duan genera filovirus yaitu: Ebolavirus dan Marbugvirus telah diidentifikasi sebagai
penyebab penyakit mematikan pada manusian. Dalam genus Ebolavirus, terdapat 5
virus, EBOV (Zaire ebolavirus), Sudan virus (Sudan ebola virus), Reston virus
(Resnton ebolavirus), Tai Forest virus (Tai Foret ebolavirus),dan Bundibugyo virus
(Bundibugyo ebolavirus). Sebaliknya, genus Marburgvirus mengandung spesies virus
tunggal (Marburg Marburgvirus). (Martines er AL.,2015)
Infeksi Ebola terjadi melalui mukosa, luka, kulit atau tusukan jarum yang telah
terkontaminasi. Sebagian besar penularan ke manusia diakibatkan oleh kontak dengan
hewan atau manusia dan bangkai hewan yang terinfeksi . Virus Ebola adalah salah
satu virus yang paling virulen pada manusia dan dapat membunuh hingga 70-80%
dari pasien dalam waktu 5-7 hari (Khan et al.1999). Wabah Ebola di Afrika,
menunjukkan bahwa penularan dari orang ke orang dapat terjadi melalui kontak
dengan cairan tubuh yang terinfeksi seperti keringat, feses, muntahan, air mata, ASI,
air mani, urine dan darah, khususnya pada tahap akhir infeksi ketika jumlah virus
mencapai puncak. Dalam darah biasanya virus menghilang setelah melewati masa
akut, namun pada beberapa cairan tubuh, virus Ebola masih dapat di ekskresikan.
Penularan secara seksual sangat mungkin terjadi karena virus dapat diisolasi dari
cairan vagina atau air mani penderita yang telah dinyatakan sembuh. Proses
kesembuhan merupakan proses yang lama karena virus dapat diisolasi dari pasien
sekitar 82 hari setelah timbulnya penyakit . Penularan melalui Jarum suntik telah
dilaporkan saat wabah Ebola yang terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan, karena
buruknya teknik keperawatan dan penggunaan kembali Jarum atau alat medis lainya
yang tidak didesinfeksi. (Carroll et al. 2013).
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa evulusi molekuler virus Ebola
selama tranmisi dari orang ke orang, sangat kecil dapat terjadi sementara pengenalan
awal infeksi virus Ebola ke populasi manusia sering dianggap sebagai akibat kontak
dengan bangkai primata terinfeksi, mamalia lain atau kontak langsung dengan inang
reservoir yang terinfeksi namun demikian beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa hanya kelelawar yang berpotensi dapat bertindak sebagai reservoir untuk
EBOV dan MARV.
3.3 PATOGENESIS
Efek akhir dari infeksi virus ebola ialah syok yang disebabkan oleh beberapa
proses yang memengaruhi satu sama lainnya, yaitu : replikasi virus sistemik, supresi
sistem imun, peningkatan permeabilitas pembukuh darah, dan koagulopati. Infeksi
pada sel target utama seperti monosit/makrofag dan sel dendritikmenghasilkan
penyebaran sistemik dari virus,dan aktivasi diferensiasi sel. Monosit/makrofag yang
teraktivasi akan menghasilkan sitokin proinflamasi dan tissue factors, sedangkan
aktivasi sel dendritik yang terganggu menyebabkan rendahnya perlindungan respon
imun. Meskipun virus tidak menginvasi limfosit dan sel natural killer (Nk), apostosis
ekstensif dari sel-sel sekitarnya dapat terjadi. Sel endothelial kemudian diaktivasi
oleh sitokin proinflamasi dan partikel virus yang menyebabkan permeabilitas
meningkat. Tissue factors yang dihasilkan oleh monosit/makrofag menginduksi
koagulopati dan juga dapat meningkatkan inflamasi.
Menurut jurnal Martinez et al. (2015). Infeksi Ebola terdiri dari beberapa fase.
Selama fase akut penyakit, EBOV dapat terdapat dicairan tubuh termasuk ASI, air
liur, air mani, tinja, keringat, air mata dan urin. Pada air mani, EBOV dapat bertahan
hingga tiga bulan setelah timbulnya gejala. Periode inkubasi untuk EVD yang
ditularkan dari orang ke orang yang laun biasanya berkisar kisar 8-11 hari, tetapi
terdapat kasus dimana di laporkan paling singkat 2 hari dan paling lama 21 hari. Pada
fase klinis awal EVD, pasien menunjukan tanda dan gejala penyakit tropis umum
(mis., demam berdarah, malaria, demam tifoid dan infeksi virus lainnya). Gejala lain
yang dapat muncul antara lain : demam, sakit kepala, asthenia ekstrim, arthralgia,
myalgia dan sakit punggung mulai bermunculan.
Jurnal El Sayed et al. (2016) menjelaskan bahwa gangguan hati dan nekrosis
hepatoselular akibat induksi ebola pada pasien atau primata yang terinfeksi dan
gangguan sekunder dalam protein dan sintesis faktor koagulasi mungkin menjadi
faktor yang mendasari kecenderungan hemoragik, fibrinolisis, koagulopati konsumtif,
peningkatan konsentrasi produk degradasi fibrin, dan trombositopenia menyebabkan
kehilangan darah yang jarang terjadi terutama disaluran pencernaan. Koagulopati
yang diinduksi ebola mungkin disebabkan oleh pelepasan faktor-faktor jaringan dari
monosit dan makrofag yang terinfeksi atau pengurangan cepat dalam kadar serum
protein C (anti koagulan alami) yang dicatat selama infeksi virus zaire ebola pada
monyet cynomolkus.
Koteks adrenal juga berpotensi menjadi jaringan yang terkena virus ebola
dimana infeksi adrenokortikal dan nekrosis dilaporkan pada pasien dan primata
selama epidemic virus ebola, yang dapat menjelaskan gangguan cairan dan elektrolit.
Kehilangan cairan masif karena muntah hebat dan diare yang banyak dapat
menyebabakn dehidrasi dan syok hipovolemik yang biasanay terjadi pada infeksi
stadium akhir virus ebola.
Tes asam nukleat (NAT), khususnya RT-PCR, dianggap sebagai standar emas
untuk diagnosis EVD, sebagian karena sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam
mendeteksi genom virus Ebola. RT-PCR adalah tes amplifikasi asam nukelat yang
cepat dan ssangat sensitif untuk mendeteksi asam nukleat EBOV. Sensitivitas dan
spesifisitas RT-PCR masing – masing sekitar 100% dan 97%. Dalam 3 hari pertama
penyakit, uji molekuler mungkin tidak mendeteksi genom virus yang dapat mengarah
pada hasil negatif palsu, pengambilam sampel yang tepat, pengumpulan,
penyimpanan atau transportasi, dan teknik RT-PCR yang tepat harus diterapkan untuk
menghindari kontaminasi silang, RT-PCR kuantitatif telah dikembangkan dan
mungkin dapat digunakan untuk memantau viral load karena data menunjukkan
viremia tinggi mungkin dikaitkan dengan hasil yang tidak diinginkan dan kematian.
Pemantuan viral load EBOV dapat digunakan untuk menilai tanggapan pengobatan.
Teknik PCR portabel saat ini sedang dikembangkan dan ditampilkan untuk
siap digunakan dilapangan untuk diagnosis cepat (10-13 menit). Teknik ini
diantisipasi memiliki persyaratan keamanan hayati minuman dan tidak memerlukan
infrastruktur laboratorium. Teknik PCR portabel dapat memainkan peran yang lebih
efektif dalam pengawasan dan pengendalian penyakit termasuk wabah Ebola dan
penyakit menular lainnya.
Virus Ebola mampu menular antar manusia hanya dengan kontak langsung,
sehingga pencegahannya sulit. Yang terutama adalah mengindari kontak langsung
dengan orang yang terinfeksi ataupun mayat yang terjangkit virus Ebola.
Meningkatkan kesadaran faktor risiko EVD dan upaya perlindungan individu adalah
cara efektif unstuk mengurangi penularan manusia, antara lain dengan mengurangi
kontakdengan kelelawar, monyet, atau kera dan konsumsi daging mentah. Produk –
produk hewani ( darah dan daging ) harus dimasak matang sebelum dikonsumsi.
Petugas kesehatan yang merawat pasien diduga atau dikonfrmasi virus Ebola
harus menerapkan langkah – langkah ekstra pengendalian infeksi untuk mencegah
kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien dari perrmukaan yang terkontaminasi
atau bahan seperti pakaian dan selimut. Jika kontak dekat ( dalam 1 meter ) dengan
pasien petugas kesehatan harus memakai pelindung wajah, pakaian pelindung lengan
panjang dan sarung tangan. Pekerja laboratorium juga berisiko terinfeksi jika tidak
dilindungi dengan benar. Sampel dari manusia dan hewan harus ditangani oleh staf
terlatih dan diproses di laboratorium yang sesuai. Mayat para korban meninggal
akibat EVD harus ditangani dengan benar karena berpotensi menularkan EVD.
Hingga saat ini, pengobatan spesifik untuk penyakit Ebola belum ditemukan.
Terapi suportif seperti rehidrasi dengan oral atau cairan intravena serta perlakuan
sesuai dengan gejala akan meningkatkan kesembuhan untuk pasien. Untuk hewan
yang terinfeksi biasanya dietanasi. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian
vaksinasi, namun hingga saat ini vaksin Ebola belum tersedia dan oleh karena itu
pembuatan vaksin virus Ebola dan Filo perlu mendapat prioritas tinggi guna
pencegahan terhadap meluasnya penyakit ini.
4.1 KESIMPULAN
Virus ebola adalah penyakit akibat infeksi virus mematikan Zaire
ebolavirus Yang termasuk dalam filovirus. Adapun transmisi dari virus ebola
tersebut yaitu Infeksi Ebola terjadi melalui mukosa, luka, kulit atau tusukan
jarum yang telah terkontaminasi. Sebagian besar penularan ke manusia
diakibatkan oleh kontak dengan hewan atau manusia dan bangkai hewan yang
terinfeksi .
Adapun juga pathogenesis dari virus ebola tersebut diantaranya efek akhir
dari infeksi virus ebola ialah syok yang disebabkan oleh beberapa proses yang
memengaruhi satu sama lainnya, yaitu : replikasi virus sistemik, supresi sistem
imun, peningkatan permeabilitas pembukuh darah, dan koagulopati. Banyak
gejala yang muncul salah satunya Kehilangan cairan masif karena muntah hebat
dan diare yang banyak dapat menyebabakn dehidrasi dan syok hipovolemik yang
biasanay terjadi pada infeksi stadium akhir virus ebola.
Ada diagnosa virus ebola dan pencegahan virus ebola yaitu kontak dengan
darah dan cairan tubuh pasien dari perrmukaan yang terkontaminasi atau bahan
seperti pakaian dan selimut. Jika kontak dekat ( dalam 1 meter ) dengan pasien
petugas kesehatan harus memakai pelindung wajah, pakaian pelindung lengan
panjang dan sarung tangan. Pekerja laboratorium juga berisiko terinfeksi jika
tidak dilindungi dengan benar.
Pengobatan virus ebola Untuk hewan yang terinfeksi biasanya dietanasi.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi, namun hingga saat ini
vaksin Ebola belum tersedia dan oleh karena itu pembuatan vaksin virus Ebola
dan Filo perlu mendapat prioritas tinggi guna pencegahan terhadap meluasnya
penyakit ini.
4.2 SARAN
Mencegah lebih baik dari pada mengobati, Sebaiknya menghindari area
yang terkena serangan virus ebola, tidak kontak dengan darah dan cairan tubuh
pasien dari perrmukaan yang terkontaminasi atau bahan seperti pakaian dan
selimut. Jika kontak dekat ( dalam 1 meter ) dengan pasien petugas kesehatan
harus memakai pelindung wajah, pakaian pelindung lengan panjang dan sarung
tangan. Pekerja laboratorium juga berisiko terinfeksi jika tidak dilindungi dengan
benar.
DAFTAR PUSTAKA