Anda di halaman 1dari 16

PENYAKIT VIRUS EBOLA

OLEH:

1. Ni Luh Ade Sukartini (18C10001)


2. Putu Adinda Saraswati (18C10002)
3. Ni Putu Ananda Putri A (18C10004)
4. Ni Wayan Anggie Ekastuti (18C10006)
5. I Putu Artawan (18C10009)
6. Ni Kadek Ary Dian Pratiwi (18C10010)
7. Ni Luh Putu Arydani Satyarini (18C10011)
8. Ni Kadek Ayu Ananda Maharani (18C10012)
9. Ni Wayan Ayu Eka Perantini (18C10013)
10. Putu Ayu Laksmi Dewi (18C10014)
11. Ni Putu Ayu Mariani Erawati (18C10015)
12. Ni Kadek Ayu Sarastini (18C10017)
13. Bayu Krisna (18C10019)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN PELAJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada tuhan yang maha esa karena berkat rahmat-Nya
makalah ini yang berjudul “ Penyakit Virus Ebola” dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan waktu yang di berikan. Semoga
apa yang kami buat ini dapat hasil yang baik dan memuaskan. Terima kasih
kepada dosen yang sudah membimbing kami sehingga dapat menyelesaikan
tugas ini dengan baik.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
memiliki banyak sekali kekurangan dalam pembuatannya sehingga kami
meminta maaf apabila makalah ini masih ada kekurangan. Kami berharap
kritik dan saran agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi dan
kami harap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua, sekian dan terima
kasih.

Denpasar, 11 Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit virus Ebola (EVD; dulu dikenal sebagai demam berdarah Ebola)
disebabkan oleh infeksi virus Ebola yang tergolong dalam famili Filoviridae. Pada
manusia, tingkat kematian kasus EVD rata-rata 50% (bervariasi dari 25% hingga 90%
dalam kasus wabah sebelumnya).EVD pertama kali muncul pada tahun 1976 di
Sudan Selatan dan Republik Demokrasi Kongo, yaitu di sebuah desa dekat Sungai
Ebola, yang menjadi sumber nama penyakit ini. Penyakit ini muncul secara sporadis
sejak itu. Kasus EVD yang terkonfirmasi telah dilaporkan terutama di wilayah Afrika
sub-Sahara termasuk Republik Demokrasi Kongo, Gabon, Sudan Selatan, Pantai
Gading, Uganda dan Kongo. Wabah Ebola yang terjadi di Afrika barat pada bulan
Maret 2014 hingga Januari 2016 adalah wabah terbesar sejak virus Ebola pertama
kali ditemukan pada tahun 1976.

Gejala klinis EVD adalah penyakit akut parah yang diakibatkan oleh virus dan
sering kali berciri-ciri demam mendadak, keletihan yang amat sangat, nyeri otot, sakit
kepala dan sakit tenggorokan. Ini diikuti oleh muntah, diare, ruam, kerusakan fungsi
ginjal dan liver, dan dalam beberapa kasus, pendarahan internal maupun eksternal.
Cara penularanVirus Ebola ditularkan ke populasi manusia melalui kontak langsung
dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lain dari hewan yang terinfeksi.
Beberapa kelelawar pemakan buah dianggap sebagai inang alami virus Ebola. Di
Afrika, infeksi virus ini didokumentasikan melalui simpase, gorila, kelelawar
pemakan buah, monyet, antelope hutan dan landak yang terinfeksi dan ditemukan
sakit atau mati di hujan hujan. Virus ini kemudian menyebar ke masyarakat dari
manusia ke manusia, di mana infeksinya terjadi akibat kontak langsung (melalui luka
kulit atau membran mukus) dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lainnya
dari orang yang terinfeksi, dan kontak tak langsung dengan lingkungan yang
terkontaminasi cairan-cairan tersebut. Orang dapat menularkan penyakit ini selama
darah dan cairan tubuhnya mengandung virus ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Apa pengertian virus ebola?

1.2.2 Bagaimana Transmisi virus ebola?

1.2.3 Bagaimana pathogenesis virus ebola?

1.2.4 Bagaimana gejala dan tanda klinis penyakit ebola?

1.2.5 Bagaimana diagnosis penyakit ebola?

1.2.6 Bagaimana penanganan penyakit ebola di Indonesia?

1.2.7 Bagaimana pencegahan penyakit ebola?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian virus ebola

1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana transmisi virus ebola

1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana pathogenesis virus ebola

1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana tanda dan gejala klinis penyakit ebola

1.3.5 Untuk mengetahui diagnosis penyakit ebola

1.3.6 Untuk mengetahui penanganan penyakit ebola

1.3.7 Untuk mengetahui pencegahan terhadap penyakit ebola

1.4 MANFAAT

Penulisan makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui


pengertian virus ebola, bagaimana transmisi virus ebola, mengetahui baaimana tanda
dan gejala kronis penyakit ebola, mengetahui bagaimana diagnosis penyakit ebola
dan sebagai informasi menganai penanganan serta pencegahan terhadap penyakit
ebola itu sendiri.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Journal I

Judul jurnal Infeksi Virus Ebola


Volume dan Vol 6,hal (3) : 1-4
Halaman
Tahun 2014
Penulis Novie H. Rampengan

Pembahasan :

Pada jurnal pertama, tidak membahas mengenai pengertian virus ebola.


Transmisi virus ebola :
Virus ebola masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak langsung dari
darah,sekret tubuh, organ atau cairan tubuh lainnya dari individu yang terinfeksi.
Transmissi virus dari hewan ke manusia juga dapat terjadi saat manusia
berkontak dengan jaringan dan cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi.
Penanganan virus ebola :
Penanganan infeksi virus ebola hanya bersifat suportif untuk mempertahankan
fungsi jantung dan ginjal, menyeimbangkan elektrolit, dan mencegah komplikasi
penyerta. Umumnya penderita mengalami dehidrasi sehingga dibutuhkan
penggantian cairan dan faktor koagulasi yang berguna untuk menghentikan
perdarahan serta memperbaiki oksigenasi. Pada tahap awal infeksi virus ebola
dapat tidak terlalu berjangkit. Kontak dengan seseorang yang sedang terjangkit
virus ini pada tahap awal tidak terlalu berjngkit, tetapi seiring degan perjalanan
penyakit, kontak dengan cairan tubuh misalnya dari diare,muntahan.
Pencegahan virus ebola :
1. Isolasi pasien infeksi Ebola dari pasien lainnya.
2. Mengurangi penyebaran penyakit dari kera dan babi yang terinfeksi ke
manusia.
3. Menggunakan sarung tangan dan perlengkapan perlindungan diri yang
lengkap.
4. Persiapan pembakaran yang benar jenazah individuyang meninggal
karena virus ebola untuk mencegah penularannya.
2. Journal II

Judul jurnal Potensi Wabah Penyakit Virus Ebola (EVD) di Indonesia


dan Upaya Penanganannya.
Volume dan Hal 1-7
Halaman
Tahun 2016
Penulis Fernando Jahja Houten

Pembahasan :

Penyakit virus Ebola (EVD) adalah penyakit akibat infeksi virus mematikan Zaire
ebolavirus Yang termasuk dalam filovirus. Filovirus (famlili filoviridae) adalah
virus RNA yang terbungkus, linier, tidak tersegmentasi, negatif, dan beruntai
tunggal.
Dalam jurnal kedua ini tidak terdapat pembahasan terkait transmissi dari virus
ebola.
Penanganan virus ebola di Indonesia :
Pemerintah perlunya melakukan penilaian resiko dan pengawasan terus menerus
terhadap infeksi filovirusprimata dan hewan liar di Indonesia. Selain itu perlunya
sosialisasi terhadap masyarakat terutama yang menetap di aderah hutan untuk lebih
waspada terhadap hewan liar dan selalu menjaga kebersihan. Selain itu pemerintah
Indonesia juga terus meningkatkan kesadaran Ebola kepada pekerja publik dan
kesehatan.
Dalam jurnal ini tidak terdapat pencegahan untuk penyakit ebola.
3. Journal III

Judul jurnal Ebola Virus Desease – Masalah Diagnosis dan


Tatalaksana
Volume dan Vol 43.No. 8, hal 1-4
Halaman
Tahun 2016
Penulis Andi Putra Jayanegara

Pembahasan :

Ebola Virus Deseasea (EVD) merupakan salah satu zoonosis yang sangat menular
dan memiliki tingkat mortilitas yang tinggi pada manusia.
Dalam jurnal ketiga ini tidak terdapat pembahasan terkait transmissi dari virus
ebola.
Penanganan virus ebola :
Berdasarkan hasil jurnal belum adanya terapi spesifik yang terbukti efektif,
sehingga prinsip penatalaksanaannya berupa terapi suportif.
Pencegahan penyakit virus ebola :
Menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi ataupun mayat yang
terjangkit virus ebola. Meningkatkan kesadaran faktor resiko EVD dan upaya
perlindungan individu dengan mengurangi kontak dengan kelelawar, monyet,kera,
dan konsumsi daging mentah.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PENGERTIAN VIRUS EBOLA

Penyakit virus Ebola (EVD) adalah penyakit akibat infeksi virus mematikan
Zaire ebolavirus Yang termasuk dalam filovirus. Filovirus (famlili filoviridae) adalah
virus RNA yang terbungkus, linier, tidak tersegmentasi, negatif, dan beruntai tunggal.
Duan genera filovirus yaitu: Ebolavirus dan Marbugvirus telah diidentifikasi sebagai
penyebab penyakit mematikan pada manusian. Dalam genus Ebolavirus, terdapat 5
virus, EBOV (Zaire ebolavirus), Sudan virus (Sudan ebola virus), Reston virus
(Resnton ebolavirus), Tai Forest virus (Tai Foret ebolavirus),dan Bundibugyo virus
(Bundibugyo ebolavirus). Sebaliknya, genus Marburgvirus mengandung spesies virus
tunggal (Marburg Marburgvirus). (Martines er AL.,2015)

3.2 TRANSMISI VIRUS EBOLA

Infeksi Ebola terjadi melalui mukosa, luka, kulit atau tusukan jarum yang telah
terkontaminasi. Sebagian besar penularan ke manusia diakibatkan oleh kontak dengan
hewan atau manusia dan bangkai hewan yang terinfeksi . Virus Ebola adalah salah
satu virus yang paling virulen pada manusia dan dapat membunuh hingga 70-80%
dari pasien dalam waktu 5-7 hari (Khan et al.1999). Wabah Ebola di Afrika,
menunjukkan bahwa penularan dari orang ke orang dapat terjadi melalui kontak
dengan cairan tubuh yang terinfeksi seperti keringat, feses, muntahan, air mata, ASI,
air mani, urine dan darah, khususnya pada tahap akhir infeksi ketika jumlah virus
mencapai puncak. Dalam darah biasanya virus menghilang setelah melewati masa
akut, namun pada beberapa cairan tubuh, virus Ebola masih dapat di ekskresikan.
Penularan secara seksual sangat mungkin terjadi karena virus dapat diisolasi dari
cairan vagina atau air mani penderita yang telah dinyatakan sembuh. Proses
kesembuhan merupakan proses yang lama karena virus dapat diisolasi dari pasien
sekitar 82 hari setelah timbulnya penyakit . Penularan melalui Jarum suntik telah
dilaporkan saat wabah Ebola yang terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan, karena
buruknya teknik keperawatan dan penggunaan kembali Jarum atau alat medis lainya
yang tidak didesinfeksi. (Carroll et al. 2013).
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa evulusi molekuler virus Ebola
selama tranmisi dari orang ke orang, sangat kecil dapat terjadi sementara pengenalan
awal infeksi virus Ebola ke populasi manusia sering dianggap sebagai akibat kontak
dengan bangkai primata terinfeksi, mamalia lain atau kontak langsung dengan inang
reservoir yang terinfeksi namun demikian beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa hanya kelelawar yang berpotensi dapat bertindak sebagai reservoir untuk
EBOV dan MARV.

3.3 PATOGENESIS

Efek akhir dari infeksi virus ebola ialah syok yang disebabkan oleh beberapa
proses yang memengaruhi satu sama lainnya, yaitu : replikasi virus sistemik, supresi
sistem imun, peningkatan permeabilitas pembukuh darah, dan koagulopati. Infeksi
pada sel target utama seperti monosit/makrofag dan sel dendritikmenghasilkan
penyebaran sistemik dari virus,dan aktivasi diferensiasi sel. Monosit/makrofag yang
teraktivasi akan menghasilkan sitokin proinflamasi dan tissue factors, sedangkan
aktivasi sel dendritik yang terganggu menyebabkan rendahnya perlindungan respon
imun. Meskipun virus tidak menginvasi limfosit dan sel natural killer (Nk), apostosis
ekstensif dari sel-sel sekitarnya dapat terjadi. Sel endothelial kemudian diaktivasi
oleh sitokin proinflamasi dan partikel virus yang menyebabkan permeabilitas
meningkat. Tissue factors yang dihasilkan oleh monosit/makrofag menginduksi
koagulopati dan juga dapat meningkatkan inflamasi.

3.4 GEJALA PENYAKIT VIRUS EBOLA (EDV)

Menurut jurnal Martinez et al. (2015). Infeksi Ebola terdiri dari beberapa fase.
Selama fase akut penyakit, EBOV dapat terdapat dicairan tubuh termasuk ASI, air
liur, air mani, tinja, keringat, air mata dan urin. Pada air mani, EBOV dapat bertahan
hingga tiga bulan setelah timbulnya gejala. Periode inkubasi untuk EVD yang
ditularkan dari orang ke orang yang laun biasanya berkisar kisar 8-11 hari, tetapi
terdapat kasus dimana di laporkan paling singkat 2 hari dan paling lama 21 hari. Pada
fase klinis awal EVD, pasien menunjukan tanda dan gejala penyakit tropis umum
(mis., demam berdarah, malaria, demam tifoid dan infeksi virus lainnya). Gejala lain
yang dapat muncul antara lain : demam, sakit kepala, asthenia ekstrim, arthralgia,
myalgia dan sakit punggung mulai bermunculan.

El sayed et al. (2016) menunjukan bahwa gejala gastrointestinal (GI) progresif


juga sering terjadi dalam 3-5 hari dari gejala onset. Manifestasi gejala GI termasuk
nyeri perut, anoreksia, mual, muntah dan diare yang mengarah pada ketidak
seimbangan elektrolit yang mendalam, penurunan volume intravascular, dan syok.
Injeksi konhjungtiva, ruam, cegukan, pernafasan dan temuan neurologis juga telah
dilaporkan. Pendarahan adalah tanda klinis terakhir yang terjadi pada kurang dari
20% pasien dengan EVD. Penelitian menemukan perdarahan, sesak nafas, dan
myalgia yang secara independen terkait dengan kematian. Kerusakan klinis dapat
berkembang dengan cepat yang mengakibatkan kematian dalam 7-10 hari.

Penyakit EDV menargetkan terutama hati, korteks adrenal, jaringan limfatik,


dan beberapa sel sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan bnyak efek patologis.
Demam berdarah Ebola (EHF) adalah gejala khas untuk infeksi virus Ebola. Ukuran
yang relatif besar dari EBOV memungkinkan terjadinya cidera vascular traumatis
sehingga menjelaskan asal usul EHF. Namun, kemungkinan ini diragukan pada
analisis histologis vascular dari berbagai jaringan selama otopsi. Kurangnya bukti
untuk terjadinya lesi vascular yang substansial pada primata yang terinfeksi virus
Ebola dolaporkan dalam banyak penelitian. Investigasi laboratorium terhadap pasien
ebola yang mengalami demam derdarah mengkonfirmasi adanya kelainan koagulasi
(konsumsi faktor pembekuan) yang bermanifestasi secara klinis sebagai petekie,
ecchymoses, perdarahan mukosa, kemacetan, dan perdarahan yang tidak terkendali
dilokasi venipuncture selama EHF.

Jurnal El Sayed et al. (2016) menjelaskan bahwa gangguan hati dan nekrosis
hepatoselular akibat induksi ebola pada pasien atau primata yang terinfeksi dan
gangguan sekunder dalam protein dan sintesis faktor koagulasi mungkin menjadi
faktor yang mendasari kecenderungan hemoragik, fibrinolisis, koagulopati konsumtif,
peningkatan konsentrasi produk degradasi fibrin, dan trombositopenia menyebabkan
kehilangan darah yang jarang terjadi terutama disaluran pencernaan. Koagulopati
yang diinduksi ebola mungkin disebabkan oleh pelepasan faktor-faktor jaringan dari
monosit dan makrofag yang terinfeksi atau pengurangan cepat dalam kadar serum
protein C (anti koagulan alami) yang dicatat selama infeksi virus zaire ebola pada
monyet cynomolkus.

Koteks adrenal juga berpotensi menjadi jaringan yang terkena virus ebola
dimana infeksi adrenokortikal dan nekrosis dilaporkan pada pasien dan primata
selama epidemic virus ebola, yang dapat menjelaskan gangguan cairan dan elektrolit.
Kehilangan cairan masif karena muntah hebat dan diare yang banyak dapat
menyebabakn dehidrasi dan syok hipovolemik yang biasanay terjadi pada infeksi
stadium akhir virus ebola.

Jaringan limfatik yang terinfeksi virus ebola akan mengalami penipisan


limfoid dan nekrosis dilaporkan di limpa, timus, dan kelenjar getah bening pada
pasien dan primata terinfeksi menyebabkan kerusakan pada imunitas yang
diperantarai sel dan humoral. Limfopenia berat serta kerusakan fungsi ginjal dan hati
yang signifikan, yang dapat tercermin dalam nitrogen urea darah tinggi, kreatinin
serum , dan enzim. Apotosis limfosit selama pathogenesis virus ebola mungkin
menjadi penyebab mendasar untuk limfopenia progresif dan penipisan limfoid dan
dilaporkan disebabkan oleh aktivasi faktor tumor necrosis (TNF). Penekanan
kekebalan dan respon inflamasi sistemik karena pelepasan sitokin dan mediator
proinflamasi lainnya juga dapat menyebabkan gangguan sistem vascular, koagulasi
dan kekebalan. ( El Sayed et al., 2016)

Dalam jurnal yang ditulis Martinez et al. (2015) menunjukan tidak


ditemukannya rasio kematian antara pasien yang berusia kurang dari 10 tahun dan
yang berusia antara 11-20 tahun. Tetapi pasien berusia kurang dari 30 tahun memiliki
tingkat fatalitas kasus yang jauh lebih rendah dari pada mereka yang berusia 30
tahun. Populasi yang rentan termasuk anak-anak di bawah usia 5 tahun, wanita hamil
dan orang tua. Tidak ada bukti yang menunjukan bahwa wanita hamil lebih rentan
terhadap infeksi EBOV dari pada populasi umum. Namun, ibu hamil memiliki
peningkatan resiko untuk mengidap penyakit parah dan kehilangan janin. Meskipun
demikian, pasien memiliki kemungkinan selamat yang lebih tinggi ketika
mengunjungi Ebola Treatment Center lebih awal setelah timbulnya gejala.

3.5 DIAGNOSA PENYAKIT VIRUS EBOLA

Dalam perkembangan metode diagnosa, ebola, Martinez. Et al (2015)


menjelaskan bahwa terdapat dua yang paling terkenal dan efektif yaitu ELISA dan
RT-PCR. Sebelum tahun 2000, metode deteksi antigen ELISA adalah standar emas
untuk deteksi EBOV pada beberapa wabah. Beberapa tes pendeteksian antigen
lainnya saat ini sedang dalam evaluasi dan dapat digunakan dalam waktu dekat untuk
melengkapi pengujian RT-PCR. Pengujian ELISA sebagian besar telah digantikan
oleh RT-PCR, yang memungkinakan deteksi lebih cepat dan sekarang dapat
digunakan dalam platform pengujian seluler (portabel) dalam pengaturan wabah.

Tes asam nukleat (NAT), khususnya RT-PCR, dianggap sebagai standar emas
untuk diagnosis EVD, sebagian karena sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam
mendeteksi genom virus Ebola. RT-PCR adalah tes amplifikasi asam nukelat yang
cepat dan ssangat sensitif untuk mendeteksi asam nukleat EBOV. Sensitivitas dan
spesifisitas RT-PCR masing – masing sekitar 100% dan 97%. Dalam 3 hari pertama
penyakit, uji molekuler mungkin tidak mendeteksi genom virus yang dapat mengarah
pada hasil negatif palsu, pengambilam sampel yang tepat, pengumpulan,
penyimpanan atau transportasi, dan teknik RT-PCR yang tepat harus diterapkan untuk
menghindari kontaminasi silang, RT-PCR kuantitatif telah dikembangkan dan
mungkin dapat digunakan untuk memantau viral load karena data menunjukkan
viremia tinggi mungkin dikaitkan dengan hasil yang tidak diinginkan dan kematian.
Pemantuan viral load EBOV dapat digunakan untuk menilai tanggapan pengobatan.

Teknik PCR portabel saat ini sedang dikembangkan dan ditampilkan untuk
siap digunakan dilapangan untuk diagnosis cepat (10-13 menit). Teknik ini
diantisipasi memiliki persyaratan keamanan hayati minuman dan tidak memerlukan
infrastruktur laboratorium. Teknik PCR portabel dapat memainkan peran yang lebih
efektif dalam pengawasan dan pengendalian penyakit termasuk wabah Ebola dan
penyakit menular lainnya.

3.6 PENCEGAHAN PENYAKIT EBOLA

Virus Ebola mampu menular antar manusia hanya dengan kontak langsung,
sehingga pencegahannya sulit. Yang terutama adalah mengindari kontak langsung
dengan orang yang terinfeksi ataupun mayat yang terjangkit virus Ebola.
Meningkatkan kesadaran faktor risiko EVD dan upaya perlindungan individu adalah
cara efektif unstuk mengurangi penularan manusia, antara lain dengan mengurangi
kontakdengan kelelawar, monyet, atau kera dan konsumsi daging mentah. Produk –
produk hewani ( darah dan daging ) harus dimasak matang sebelum dikonsumsi.

Petugas kesehatan yang merawat pasien diduga atau dikonfrmasi virus Ebola
harus menerapkan langkah – langkah ekstra pengendalian infeksi untuk mencegah
kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien dari perrmukaan yang terkontaminasi
atau bahan seperti pakaian dan selimut. Jika kontak dekat ( dalam 1 meter ) dengan
pasien petugas kesehatan harus memakai pelindung wajah, pakaian pelindung lengan
panjang dan sarung tangan. Pekerja laboratorium juga berisiko terinfeksi jika tidak
dilindungi dengan benar. Sampel dari manusia dan hewan harus ditangani oleh staf
terlatih dan diproses di laboratorium yang sesuai. Mayat para korban meninggal
akibat EVD harus ditangani dengan benar karena berpotensi menularkan EVD.

Menonaktifkan virus Ebola dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu


dengan sinar ultraviolet dan radiasi sinar gamma, penyemprotan formalin dengan
konsentrasi 1% beta-propiolactone, dan desinfektan phenolic serta pelarut lipid-
deoxycholate dan ether. Sampai saat ini, beelum ditemukan vaksin yang bisa
mencegah infeksi virus Ebola.
3.7 PENGOBATAN DAN VAKSINASI

Hingga saat ini, pengobatan spesifik untuk penyakit Ebola belum ditemukan.
Terapi suportif seperti rehidrasi dengan oral atau cairan intravena serta perlakuan
sesuai dengan gejala akan meningkatkan kesembuhan untuk pasien. Untuk hewan
yang terinfeksi biasanya dietanasi. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian
vaksinasi, namun hingga saat ini vaksin Ebola belum tersedia dan oleh karena itu
pembuatan vaksin virus Ebola dan Filo perlu mendapat prioritas tinggi guna
pencegahan terhadap meluasnya penyakit ini.

Kendala pembuatan vaksin Ebola dapat disebabkan oleh perbedaan virus


Ebola berdasarkan klasifikasi taksonomi yang didasarkan pada urutan dan perbedaan
serologis molekul glikoprotein (GP) spesies Ebola. Molekul GP merupakan satu –
satunya protein permukaan virus yang merupakan target respon imun protektif dalam
pengembangan vaksin. Sebagai contoh asam amino virus ZEBOV dan SEBOV
mempunyai kesamaan/homologi hanya 50%. Perbedaan antigenik tersebut
menyebabkan sedikitnya proteksi silang diantara spesies Ebola, seingga vaksin yang
dihasilkan tidak dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap infeksi
ZEBOV dan SEBOV yang merupakan spesies Ebola yang patogen terhadap manusia.
Kondisi ini pula yang dapat menjadikan virus Ebola sebagai salah satu senjata
biologis yang potensial. Vaksin inaktif atau vaksin atenuasi tidak memungkinkan
untuk dikembangkan karena faktor risiko keamanan dan efek samping
pascavaksinasi. Untuk itu, pengembangan vaksin Ebola berbasis rekayasa genetik
perlu dikembangkan untuk pencegahan infeksi pada manusia. Melalui rekayasa
genetik efek samping pascavaksinasi dapat diminimalkan.

Swenson et al. (2008) telah mengembangkan vaksin berbasis rekayasa


genetika dengan menggunakan cadvax-panfilo yaitu mengekspresikan antigen GP
dari lima spesies kelompok virus Ebola. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin
platform cadvax ini berhasil melindungi primata ketika ditantang dengan lima spesies
virus Filo seperti ZEBOV, SEBOV, MARV, Musoke dan MATV CI67. Kedepan,
hasil ini dapat menginspirasi penggunaan vaksin tunggal untuk melawan beberapa
spesies virus filo.
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Virus ebola adalah penyakit akibat infeksi virus mematikan Zaire
ebolavirus Yang termasuk dalam filovirus. Adapun transmisi dari virus ebola
tersebut yaitu Infeksi Ebola terjadi melalui mukosa, luka, kulit atau tusukan
jarum yang telah terkontaminasi. Sebagian besar penularan ke manusia
diakibatkan oleh kontak dengan hewan atau manusia dan bangkai hewan yang
terinfeksi .
Adapun juga pathogenesis dari virus ebola tersebut diantaranya efek akhir
dari infeksi virus ebola ialah syok yang disebabkan oleh beberapa proses yang
memengaruhi satu sama lainnya, yaitu : replikasi virus sistemik, supresi sistem
imun, peningkatan permeabilitas pembukuh darah, dan koagulopati. Banyak
gejala yang muncul salah satunya Kehilangan cairan masif karena muntah hebat
dan diare yang banyak dapat menyebabakn dehidrasi dan syok hipovolemik yang
biasanay terjadi pada infeksi stadium akhir virus ebola.
Ada diagnosa virus ebola dan pencegahan virus ebola yaitu kontak dengan
darah dan cairan tubuh pasien dari perrmukaan yang terkontaminasi atau bahan
seperti pakaian dan selimut. Jika kontak dekat ( dalam 1 meter ) dengan pasien
petugas kesehatan harus memakai pelindung wajah, pakaian pelindung lengan
panjang dan sarung tangan. Pekerja laboratorium juga berisiko terinfeksi jika
tidak dilindungi dengan benar.
Pengobatan virus ebola Untuk hewan yang terinfeksi biasanya dietanasi.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi, namun hingga saat ini
vaksin Ebola belum tersedia dan oleh karena itu pembuatan vaksin virus Ebola
dan Filo perlu mendapat prioritas tinggi guna pencegahan terhadap meluasnya
penyakit ini.

4.2 SARAN
Mencegah lebih baik dari pada mengobati, Sebaiknya menghindari area
yang terkena serangan virus ebola, tidak kontak dengan darah dan cairan tubuh
pasien dari perrmukaan yang terkontaminasi atau bahan seperti pakaian dan
selimut. Jika kontak dekat ( dalam 1 meter ) dengan pasien petugas kesehatan
harus memakai pelindung wajah, pakaian pelindung lengan panjang dan sarung
tangan. Pekerja laboratorium juga berisiko terinfeksi jika tidak dilindungi dengan
benar.
DAFTAR PUSTAKA

Jayanegara.2016.Ebola Virus Desease Masalah Diagnosis dan


Tatalaksana.www.cdkjournal.com.1-10
Rampengan.2014.Infeksi Virus Ebola.https://ejournal.unsrat.ac.id.1-8
Jahja Fernando.2019.Potensi Wabah Penyakit Virus Ebola di Indonesia dan
Upaya Penanggulangannya.https://osf.io.com.1-15

Anda mungkin juga menyukai