Anda di halaman 1dari 7

1.

Latar Belakang

Ebola Virus Desease (EVD) pertamakali muncul pada tahun 1976 di dua tempat
berbeda, pertama di Nzara, Sudan dan yang lainnya di Yambuku, Republik Demokratik Kongo.
Yang terakhir terjadi di sebuah desa dekat Sungai Ebola, yang dimana kemudian menjadi nama
dari penyakit tersebut. Ebola dan Marburg hemorrhagic fever yang termasuk dalam genus virus
Filo yang merupakan penyakit zoonosis yang menyebabkan perdarahan menyeluruh disertai
demam dengan tingkat kematian yang tinggi, berkisar antara 50-90% pada manusia dan primata
(Kuhn et al. 2010; Olejnik et al. 2011). Wabah Ebola terbaru terjadi di Republik Guinea, Afrika
Barat, pada bulan Februari tahun 2014, yang menyebabkan 1.008 kasus pada manusia dan
diantaranya 632 meninggal dunia (Dudas & Rambaut 2014). Secara keseluruhan, total kasus
yang dilaporkan oleh WHO hingga 12 Oktober 2014, tercatat 8.997 kasus yang telah
dikonfirmasi di Guinea, Liberia, Senegal, Sierra Leone, Spanyol dan Amerika Serikat. Dari
kasus tersebut, 4.493 telah meninggal dunia (WHO 2014a). Oleh karena itu, WHO telah
memperingatkan bahaya penyebaran virus Ebola keluar dari benua Afrika. Kelompok virus
Ebola dan virus Filo, berasal dari Afrika, kecuali virus Reston , yang hingga saat ini hanya
ditemukan pada primata di Filipina. Lebih lanjut, virus Filo yang mirip dengan Ebola (Ebola-
like) yaitu virus Lloviu, telah teridentifikasi pada kelelawar di Spanyol, yang kemungkinan
merupakan genus lain (Negredo et al. 2011). Virus Ebola mempunyai lima spesies yang berbeda
dan genomnya tidak terlalu banyak berubah meskipun pada urutan sekuen nukleotida terdapat
perubahan sedikit, mutasi pembentukan spesies virus baru terjadi sangat lambat.
Virus Ebola merupakan virus yang patogen pada manusia dan kejadiannya terbatas di
negara Afrika. Namun, akhir-akhir ini dugaan ada penyebaran kasus Ebola baik pada manusia
maupun primata di Asia maupun di Amerika Serikat, menjadikan penyakit Ebola menjadi
perhatian dunia internasional. Kematian pada primata akibat infeksi virus Ebola, terutama gorila
dan simpanse, yang termasuk dalam hewan yang dilindungi secara internasional dan populasinya
sangat terbatas, dapat menyebabkan kepunahan spesies hewan tersebut. Demikian berbahayanya
virus Ebola menyebabkan Ebola digolongkan sebagai agen biologi kategori “A”, yaitu agen
biologi yang dapat dengan mudah ditransmisikan atau disebarkan dari orang ke orang,
menimbulkan angka kematian yang tinggi dan berpotensi menganggu kesehatan masyarakat,
sehingga menyebabkan kepanikan masyarakat dan sosial serta membutuhkan tindakan khusus
dalam penanganannya (US CDC 2014). Oleh karena itu, virus Ebola mulai menjadi perhatian
dunia internasional baik dalam kesehatan masyarakat, ancaman kepunahan populasi bangsa kera,
serta potensinya sebagai senjata biologik. Atas dasar itu, maka penulis mencoba mengulas
tentang penyakit Ebola, agar dapat dipahami dan dicarikan solusi untuk mencegah masuknya
penyakit tersebut.

2. Definisi
Penyakit Virus Ebola / Ebola Virus Disease (EVD) / Ebola Hemorrhagic Fever (EHV) atau
yang lebih singkatnya Ebola adalah suatu penyakit pada manusia atau primate yang disebabkan
virus Ebola. Gejala biasanya muncul 2 hari sampai 3 minggu setelah kontak dengan virus yang
meliputi demam, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sakit kepala, kemudian disusul dengan
muntah, diare dan ruam yang disertai dengan penurunan fungsi hati dan ginjal. Pada saat yang
sama, penderita akan mengalami pendarahan internal dan eksternal. Penyakit ini memiliki resiko
kematian yang tinggi yaitu membunuh 25% - 90 % penderita dengan rata – rata 50%. Hal ini
disebabkan tekanan darah yang rendah akibat kehilangan banyak cairan yang biasanya terjadi
setelah 6 – 16 hari sejak gejala muncul.

3. Epidemiologi
EBOV merupakan patogen agresif yang menyebabkan gejala demam dengan perdarahan
yang letal pada manusia dan hewan. Adanya penyakit ini pertama kali ditemukan di dekat sungai
Ebola dengan wabah di Zaire pada tahun 1976. Outbreak sudah terjadi di Afrika selama 27 tahun
dengan mortalitas berkisar antara 50-90%.2 Penyebaran virus Ebola tidak hanya terjadi di
Afrika. Jenis virus yang baru Reston ebolavirus (REBOV) ditemukan pada kerakera yang
diimpor dari Manila (Filipina) ke Amerika pada tahun 1989.
Di Afrika terdapat 3 jenis virus Ebola yang menyebabkan wabah terbesar, yaitu: EBOV,
Sudan ebolavirus dan Bundibugyo ebolavirus. Nilai fatalitas EBOV dapat mencapai 30-90%
tergantung pada jenis virus. Virus Ebola berasal dari golongan Filoviridae. Jenis ini merupakan
virion pleomorfik yang dapat berbentuk huruf U, angka 6, atau lingkaran, tetapi yang paling
sering terlihat di mikroskop elektron ialah struktur tubular panjang. Virus Ebola mengandung 1
molekul linear singlestranded dengan negative-sense RNA yang hampir mirip dengan
Paramyxoviridae.
4. Riwayat Alamiah penyakit
a. Patogenesis

Hasil akhir infeksi virus Ebola berat ialah syok yang disebabkan oleh beberapa proses yang
saling memengaruhi: replikasi virus sistemik, supresi sistem imun, peningkatan permeabilitas
vaskular, dan koagulopati. Infeksi primer dari sel target seperti monosit/makrofag dan sel
dendritik menghasilkan penyebaran sistemik dari virus dan aktivasi diferensiasi sel.
Monosit/makrofag diaktifkan untuk memroduksi sitokin proinflamasi dan tissue factors,
sedangkan sel dendritik teraktivasi yang rusak memperburuk respon imun protektif. Meskipun
virus tidak menginfeksi limfosit dan sel natural killer (NK), apoptosis terjadi pada semua tipe
sel. Sel endotel kemudian diaktivasi oleh sitokin proinflamasi dan partikel virus yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas. Pelepasan tissue factors dalam monosit/makrofag
merangsang koagulopati, yang juga mengakibatkan peningkatan inflamasi.

b. Gejala dan tanda klinis

Dikenal dua macam paparan terhadap virus ebola. Paparan primer adalah paparan
yang terjadi pada orang yang bepergian ke daerah endemik ebola (Afrika). Negara-negara di
Afrika yang merupakan daerah endemik virus ebola adalah Republik Kongo, Gabon, Sudan,
dan Pantai Gading (Ivory Coast). Paparan sekunder adalah paparan dari orang ke orang atau
dari hewan misalnya primata ke manusia.
Onset penyakit ini setelah terjadi inkubasi ialah 2-21 hari. Gejala klinis dapat dibagi
dalam 4 fase, yaitu:
1) Fase A: Influenza like syndrome. Terjadi gejala atau tanda nonspesifik seperti panas
tinggi, sakit kepala, artralgia, mialgia, nyeri tenggorokan, lemah badan, dan malaise.
2) Fase B: Bersifat akut (hari ke 1-6). Terjadi demam persisten yang tidak berespon
terhadap obat anti malaria atau antibiotik, sakit kepala, lemah badan yang terus menerus,
dan diikuti oleh diare, nyeri perut, anoreksia, dan muntah.
3) Fase C: Pseudo-remisi (hari ke 7-8). Selama periode ini penderita merasa sehat dengan
konsumsi makanan yang baik. Sebagian penderita dapat sembuh dalam periode ini dan
selamat dari penyakit.
4) Fase D: Terjadi agregasi (hari ke 9). Pada beberapa kasus terjadi penurunan kondisi
kesehatan yang drastis diikuti oleh gangguan respirasi; dapat terjadi gangguan
hemostasis berupa perdarahan pada kulit (petekia) serta gangguan neuropsikiatrik seperti
delirium, koma, gangguan kardiovaskular, dan syok hipovolemik

Diagnosis infeksi virus Ebola dapat dikonfirmasi bila dicurigai adanya demam yang
diikuti perdarahan dan adanya kontak dengan hewan yang dicurigai terinfeksi virus Ebola.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menggunakan metode PCR dan isolasi virus dengan
Vero cells. Pemeriksaan laboratorium tambahan mencakup ELISA untuk mendeteksi
antibodi spesifik IgG dan IgM Ebola.
5. Rantai Penularan Ebola

Sumber alamiah penyakit Ebola belum dikonfirmasi secara pasti namun kelalawar adalah
tersangka utama dalam sumber penularan. Terdapat tiga jenis kelalawar buah yang dapat
membawa virus Ebola tanpa terinfeksi virus tersebut yaitu Hypsignathus monstrosus, Epomops
franqueti and Myonycteris torquata. Tanaman, arthropda dan burung diduga memiliki potensi
dapat menyebarkan virus Ebola. Kelalawar diketahui bersarang di pabrik kapas dimana kasus
Ebola pertama terjadi pada tahun 1976. Dilakukan percobaan menginokulasikan EBOV ke 24
jenis tanaman dan 19 jenis vertebrata, hasilnya hanya kelalawar yang menjadi infektif. Kelalawar
tidak menunjukkan adanya gejala klinis sehingga terbukti sebagai sumber EBOV. Pada tahun
2002 – 2013 dilakukan survey terhadap terhadap 1.030 hewan termasuk 679 kelalawar dari
Gabon dan Republik Kongo, hasilnya terdapat virus EBOV pada 13 kelalawar buah. Antibodi
terhadap Zaire dan Reston virus ditemukan pada kelalawar buah di Bangladesh yang
menunjukkan bahwa kelalawar merupakan host dari virus Ebola.
Penularan dari binatang ke manusia diduga berasal dari kontak langsung dengan binatang
terutama kelalawar buah yang terinfeksi virus Ebola. Selain kelalawar, binatang lain seperti kera,
simpanse, gorila dan kera baboon dapat terinfeksi virus ini. Manusia dan binatang dapat
terinfeksi virus Ebola ketika mengkonsumsi buah yang sudah dimakan oleh kelalawar buah
yang membawa virus Ebola.
Virus Ebola dapat menyebar melalui kontak langsung dengan darah dan cairan tubuh
penderita yang mulai menunjukkan gejala. Cairan tubuh yang dapat membawa virus Ebola antara
lain air liur, mukosa, muntahan, feses, air mata, ASI, urin dan sperma. WHO menyatakan bahwa
hanya orang yang sangat sakit yang dapat menyebarkan virus Ebola melalui air liur. Kebanyakan
penderita menularkannya melalui darah, feses dan muntahan. Jalan masuk virus ke tubuh dapat
melalui hidung, mulut, mata dan luka.
Virus Ebola dapat bertahan selama 3 bulan pada sperma penderita setelah penderita
tersebut sudah sembuh. Virus ini juga terdapat pada ASI pada penderita yang sudah sembuh.
Pada tahun 2014 ditemukan virus Ebola pada mata seorang pasien Ebola setelah dikonfirmasi
bahwa virus Ebola tidak terdapat di darahnya.
Tubuh orang yang sudah meninggal akibat Ebola dapat menyebarkan virus tersebut.
Tercatat bahwa 69 % kasus Ebola di Guinea tahun 2014 disebabkan oleh kontak langsung
dengan mayat penderita saat upacara penguburan. Petugas kesehatan juga sangat beresiko
terinfeksi virus Ebola. Resiko penularan tersebut semakin besar ketika mereka tidak memakai
alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, pakaian pelindung, dan pelindung mata. Hal ini
banyak terjadi di Afrika dimana terdapat jumlah kasus yang tinggi dan sistem pelayanan
kesehatan yang buruk.

6. Upaya Pencegahan Pengawasan Penderita dan Penanggulangan Wabah


Untuk mengusahakan kelangsungan hidup dari pasien Ebola dapat dilakukan perawatan
rehidrasi (pemberian elektrolit dan air) melalui mulut dan suntikan yang bertujuan untuk
mengobati gejala yang spesifik. Sampai saat ini belum ditemukan perawatan yang pasti untuk
pasien Ebola namun perwatan yang berpotensi untuk penyembuhan untuk pasien Ebola seperti
pembentukan darah, terapi imun dan terapi obat – obatan sedang di evalusi lebih lanjut. Tidak
ada vaksin resmi untuk Ebola namun tedapat 2 vaksin yang berpotensi dan sedang
dikembangkan.
Adapun beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Pencegahan Primer
1) Mengurangi resiko penularan satwa liar ke manusia dari kontak dengan kelelawar buah
atau monyet/kera yang terinfeksi dan konsumsi daging mentah hewan tersebut.
2) Memasak produk hewani seperti daging sampai benar-benar matang
3) Tidak kontak langsung terutama dengan cairan tubuh penderita
4) Menjaga kebersihan lingkungan.
b. Pencegahan Sekunder
1) Petugas kesehatan harus selalu menggunakan Alat Pelindung Diri ( APD) saat merawat
pasien serta selalu menjaga kebersihan tangan.
2) Pengawasan terhadap penderita ebola : melaporkan kepada petugas kesehatan setempat
apabila ada yang dicurigai menderita ebola, desinfeksi serentak, pengobatan spesifik.
c. Pencegahan Tersier
1) Mengurangi jumlah dan dampak komplikasi, rehabilitasi dan karantina.
Daftar Pustaka

Center Of Disease Control and Prevention . 2014 Ebola Outbreak in West Africa - Reported
Cases Graph. http://www.cdc.gov/vhf/ebola/outbreaks/2014-west-africa/cumulative-cases-
graphs.html

Tyagi S, Kumara S, Singla M. Clinical aspects of Ebola hemorrhagic fever: a review.


International Journal of Pharma and Bio Sciences. 2010;1:1-9.

Bente D, Gren J, Strong J, Feldmann H. Disease modeling for Ebola and Marburg virus. DMM.
2009;2:12-7.

Anda mungkin juga menyukai