Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TUGAS E-LEARNING

KONSEP TEORI PENYAKIT VIRUS EBOLA


MATA KULIAH KEPERAWATAN TROPIK INFEKSI

Dosen Pembimbing :
Ika Nur Pratiwi S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh
Kelompok 1 :
1. Dika Putri Avianti (131711133001)
2. Anie Desiana (131711133016)
3. Anita Septya W. (131711133017)
4. Siti Nur Kholidah (131711133075)
5. Yustika Isnaini (131711133076)
6. Fitriana Syahputri (131711133118)
7. Adinda Reza W. (131711133131)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Virus Ebola (EVD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus mematikan Zaire ebolavirus yang termasuk dalam filovirus. Harrod (2014)
menjelaskan bahwa nama virus ebola (EBOV) berasal dari Sungai Ebola di Republik
Demokratik Kongo di mana wabah penyakit virus ebola pertama diidentifikasi pada tahun
1976. Pada bulan Maret 2014, terjadilah wabah Ebola terbesar sepanjang sejarah di
Afrika Barat. Sepanjang wabah tersebut, hampir 14.000 kasus telah dilaporkan di Guinea,
Sierra Leone, dan Liberia dengan hampir 5.000 kematian. Dalam jurnal Nidom et al.
(2012), dilaporkan penelitian dengan menggunakan sampel serum yang dikumpulkan dari
353 orangutan Borneo sehat (Pongo pygmaeus) di Pulau Kalimantan. Penelitian
menunjukkan bahwa 18,4% (65/353) dan 1,7% (6/353) dari sampel seropositif untuk
EBOV dan MARV, masing-masing, dengan sedikit reaktivitas silang antara antigen
EBOV dan MARV. Hasil ini menunjukkan adanya beberapa spesies filovirus atau virus
yang tidak diketahui terkait filovirus di Indonesia, beberapa di antaranya secara serologis
mirip dengan EBOV Afrika, dan transmisi virus dari inang reservoir yang belum
teridentifikasi ke populasi orangutan.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangutan Borneo (Pongo pygmaeus)


di Kalimantan teridentifikasi positif Zaire ebolavirus, Sudan ebolavirus, dan Bundibugyo
ebolavirus yang seharusnya hanya terdapat di Afrika. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
terjadinya wabah EDV di Indonesia bukanlah sesuatu yang mustahil. Dengan demikian,
pemerintah perlu melakukan penilaian risiko dan pengawasan terus menerus terhadap
infeksi filovirus primata dan hewan liar di Indonesia. Selain itu, perlunya sosialisasi
terhadap masyarakat terutama yang menetap di daerah hutan untuk lebih waspada
terhadap hewan lair dan selalu menjaga kebersihan. Masyarakat yang diserang atau
mendapatkan luka akibat hewan liar sebaiknya segera membersihkan diri dengan sabun.
Setelah itu penduduk dianjurkan untuk sesegera mungkin melakukan pemeriksaan ke
rumah sakit terdekat.
Berdasarkan jurnal Rajiah et al. (2015), WHO merekomendasikan pemerintah
Indonesia untuk menerapkan pencegahan kasus Ebola dengan pengawasan di bandara dan
mengeluarkan travel advisories. Kementerian Kesehatan telah memperkuat inspeksi ketat
para pendatang dari Afrika dan negara-negara Timur Tengah. Detektor panas juga telah
disiapkan pada titik kedatangan seperti bandara.. Seperti negara lain, pemerintah
Indonesia juga terus meningkatkan kesadaran Ebola kepada pekerja publik dan kesehatan.
Kantor imigrasi akan ketat dan ekstra hati-hati dalam mengeluarkan visa sementara serta
pemohon diminta untuk menjalani pemeriksaan medis. Tindakan pencegahan universal
dan tindakan pencegahan kontak akan ditambahkan ke prosedur standar dalam
memberikan perawatan kepada pasien yang berasal dari negara-negara dengan wabah
Ebola . Selain itu, rumah sakit, laboratorium, dan penyedia kesehatan masyarakat seperti
klinik dan farmasi harus menyiapkan deteksi dini dan mekanisme respon cepat dalam
mengantisipasi penyebaran Ebola di negara ini)

Penyakit ini diketahui tidak ada pengobatan yang spesifik. Pengobatan yang biasa
dilakukan yaitu mengisolasi pasien dan diberikan asupan cairan secara sering dan
membutuhkan rehidrasi secara oral ataupun melalui transfuse. Pencegahan yang dapat
dilakukan yaitu melakukan vaksin ebola bernama rVSV-ZEBOV (vaksin ini telah dalam
percobaan besar yang dipimpin oleh WHO di Guinea pada tahun 2015). Peran petugas
kesehatan yaitu mencegah infeksi virus dapat dengan suatu edukasi terkait higienitas
pribadi dan lingkungan seperti melakukan cuci tangan sebelum menyentuh mata, hidung
dan mulut menggunakan sabun atau berbahan dasar alkohol. Dengan adanya
permasalahan diatas, kelompok tertarik untuk membahas konsep dari ebola pada makalah
ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari penyakit virus ebola ?


2. Bagaimana etiologi dan klasifikasi dari penyakit virus ebola ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit virus ebola ?
4. Bagaimana patofisiologi dan WOC dari penyakit virus ebola ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit virus ebola ?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit virus ebola ?
7. Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit virus ebola ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Menjelaskan definisi dari penyakit virus ebola


2. Menjelaskan etiologi dan klasifikasi dari penyakit virus ebola
3. Menjelaskan manifestasi klinis dari penyakit virus ebola
4. Menjelaskan patofisiologi dan WOC dari penyakit virus ebola
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari penyakit virus ebola
6. Menjelaskan penatalaksanaan dari penyakit virus ebola
7. Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit virus ebola
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ebola Virus Disease (EVD) juga dikenal dengan istilah Ebola hemorrhagic fever
atau demam berdarah Ebola. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2018, Penyakit Virus Ebola adalah salah satu dari penyakit yang gejala klinisnya demam
dengan perdarahan, dan banyak mengakibatkan kematian pada manusia dan primate
(seperti monyet, gorilla, dan simpanse) dengan case fatality rate mencapai 90%. EVD
disebabkan oleh infeksi dengan virus dari genus Ebolavirus.
Virus ini sangat mudah menular dan sangat mematikan, penularannya melalui
kontak langsung ddengan darah atau cairan rubuh yang terkontaminasi virus atau terpapar
objek (seperti jarum) yang telah terkontaminasi dengan sekresi terinfeksi. Sampai saat ini
belum ditemukan vaksin yang terbukti efektif dan efisien untuk manusia. Untuk itu,
diperlukan usaha pencegahan yang addekuat sehingga mengurangi risiko tertular virus.

2.2 Etiologi
Virus Ebola berasal dari genus Ebolavirus, family Filoviridae. Famili Filoviridae
memiliki garis tengah 800nm dan Panjang mencapai 1000nm. Virus Ebola mengandung
molekul lurus dan RNA negative. Apabila dilihat dengan menggunakan mikroskop
electron, bentuk virus seperti berfilamen, atau kelihatan bercabang.

Gambar 1. Bentuk Virus Ebola


Genus Ebolavirus terdiri dari 5 spesies yang berbeda, yaitu :
1) Bundibugyo ebolavirus (BDBV)
2) Zaire ebolavirus (EBOV)
3) Reston ebolavirus (RESTV)
4) Sudan ebolavirus (SUDV)
5) Tai Forest ebolavirus (TAFV)

Bundibugyo ebolavirus (BDBV), Zaire ebolavirus (EBOV), dan Sudan ebolavirus


(SUDV) dikaitkan dengan wabah demam berdarah Ebola yang luas di Afrika, sementara
Reston ebolavirus (RESTV) dan Tai Forest ebolavirus (RESTV) tidak ditemukan
kaitannya dengan kejadian di Afrika, Spesies Reston ebolavirus (RESTV) ditemukan di
Filipina dan Cina. Spesies ini dapat menginfeksi manusia, tetapi tidak ditemukan laporan
penyakit atau kematian pada manusia.

2.3 Manifestasi Klinis

Salah satu alasan EHF begitu berbahaya adalah gejala yang beragam dan awal
penyakit ini mendadak, tetapi mirip dengan virus lain, sehingga demam berdarah tidak
didiagnosis dengan cepat. Masa inkubasi virus Ebola mulai dari hari ke-2 sampai hari ke-
21, umumnya antara 5 sampai 10 hari. Gejala-gejalanya antara lain demam, perdarahan,
nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, radang tenggorokan, lesu, disertai muntah, diare, dan
nyeri perut. Perdarahan mulai muncul hampir bersamaan dengan munculnya ruam
makulopapular, yaitu pada hari ke- 5 – 7, terjadi di berbagai tempat seperti mulut, mata,
telinga, hidung, dan kulit. Perdarahan hanya terjadi pada kurang dari 50% penderita dan
bahkan tidak ditemui padabeberapa kasus fatal , dapat juga ditemukan edema pada wajah,
leher, dan daerah genital (skrotum/ labia) dan hepatomegali. Bila sistem imun penderita
kuat, maka dalam 10 – 12 hari setelah onset demam dapat berangsur – angsur
menghilang. Pasien meninggal biasanya karena tidak meresponsnya sistem imun terhadap
virus. Tingkat kematian dapat mencapai 50% sampai 90%.

Manifestasi klinis dibagi menjadi empat tahapan utama :

1. Tahap A

Gejala influenza yaitu serangan tiba-tiba dengan gejala tidak khas seperti
demam tinggi, sakit kepala, nyeri persendian (arthralgia) dan otot (mialgia), sakit
tenggorokan, rasa sakit menyeluruh (malaise) dan mual.
2. Tahap B

Gejala pada tahap ini adalah mendadak sakit (antara hari ke 1−6), demam
menetap yang tidak respons terhadap obat antimalaria atau antibiotik, sakit kepala,
kelelahan yang sangat, diikuti dengan diare, sakit perut, tidak bernafsu makan
(anoreksia) dan muntah.

3. Tahap C.

Pengurangan gejala penyakit palsu (pseudo-remisi) (antara hari ke 7−8) selama


tahapan ini pasien merasa lebih baik dan ingin menyantap makanan, kondisi kesehatan
membaik. Beberapa pasien dapat sembuh selama tahapan ini dan bertahan dari
penyakit.

4. Tahap D.
Aggravation (hari 9) yaitu status kesehatan semakin buruk. Gejala berikut yang
diamati adalah gangguan pernapasan, gejala perdarahan, manifestasi kulit seperti:
ptekiechiae, purpura/ruam di seluruh tubuh yang mengandung darah, manifestasi saraf
dan kejiwaan, cardiovascular distress dan renjatan hipovolemik (kematian). Dari
manifestasi klinis ini, jelas bahwa ebola mirip dengan banyak penyakit tropis lainnya
seperti: malaria, demam tifoid atau kuning pada awal penyakit.
2.4 Patofisiologi
Virus ebola dapat ditularkan mealui kontak dengan host yang terinfeksi seperti kelelawar
pemakan buah, dan mamalia lainnya (Kumulungui, et al, 2016). Transmisi virus ebola juga
dapat melalui kontak langsung dengan luka, atau cairan tubuh lainnya seperti feces,
kerinngat, urin muntah, ASI, dan semen pasien yanng terjangkit ebola (National Center for
Emerging and Zoonotic Infection Disease,2015)
Filovirus yang menjangkit ke host melewati transmisi kontak langsung dengan cairan
tubuh akan bereplikasi di monosit, makrofag, sel dendrit, sel endotel, fibroblas, hepatosit, dan
sel adrenal ( Blaser, et al, 2014). Filovirus yang menginfeksi fagosit mononuklear memicu
produksi dan pelepasan faktor protein prokoagulan dan sitokinin proinflamasi sehingga
menyebabakan berbagai kerusakan di tubuh (Bennett, et al). Inkubasi virus ini berlngsung
selama 7 – 10 hari, namun bisa lebih cepat (2 hari) atau lebih lama (21 hari) (Michalek, et
al,2015).
Michalek, et al menambahkan, gejala klinis munncul denggan onset yang mendadak,
seperti demam yang diikuti dengan gejala yang mirip dengan flu, yakni sakit kepala,
malaise, myalgia, kemudian muntah dan diare. Hanya 30 – 50 % pasien yang mengalami
gejala hemoragik. Pada kasus yang berat, gejala ebola dikarakteristikkan dengan kerusakan
hati, gagal ginjal yang diikuti dengan kerusakan multiple organ dan komplikasi sistem saraf
pusat. Kematian disebabkan oleh kerusakan multipel organ dan perdarahan berat. Pada fase
terminal penyakit, pasien yang terinfeksi mengalami perdarahan sangat berat di
gastrointestinal yang di sebabkan oleh DIC ( Dissemainated Intravascular Coagulation) yang
kasusnya relatif jarang terjadi. Pada kasus yang tidak fatal atau asimptomatik dikaitkan
dengan respon spesifik IgM, IgG, respon cepat dan awal inflamasi, termasuk interleukin β,
interleukin 6, dan tumor necrosis fctor α.
Saat infeksi virus dan nekrosis limfoid sering ditemukan di limpa, timus, dan nodus
limfe. Banyak sel limfoid menjadi apoptosis sehingga terjadi deplesi limfoid dan limpopenia
progresif. Terjadi nekrosis fokal di berbagai organ tubuh. Kelainan koagulasi merupakan
karakteristik utama dari infeksi filovirus. Banyak studi histologi dan biokimia membuktikan
munculnya DIC. Mekanisme DIC belum sepenuhnya diketahui. hasil dari banyak studi
memaparkan pelepasan faktor jaringan prokoagulan dari makrofag dan monosit yang
terinfeksi berperan utama dalam perkembangan koagulan yang abnormal (Bennett, et al,
2014).
Infeksi filovirus yang juga dikarakteristikkan dangan sistem imunitas yang tersupresi dan
respon inflamasi sistemik dapat menyebabkan kerusakan vaskular dan siste imunitas, yang
berujung pada kerusakan multipel organ dan syok. Terdapat penelitian yang menyatakan
filovirus menyebar di tubuh melewati nodus limfe, liver, dan limpa (Michalek, etal, 2015)
2.5 WOC
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) assa)
Transkripsi-PCR (RT-PCR) untuk mendiagnosis infeksi ebolavirus Sudan pada pasien
yang dicurigai. Tes diagnostik RT-PCR dan antigen-capture terbukti sangat efektif untuk
mendeteksi ebolavirus dalam serum pasien, plasma, dan seluruh darah. Dalam sampel
yang dikumpulkan sangat awal dalam perjalanan infeksi, uji RT-PCR dapat mendeteksi
ebolavirus 24 hingga 48 jam sebelum deteksi dengan penangkapan antigen.
2. ELISA
Melihat antibodi yang diproduksi sistem imun tubuh dalam merespon virus. Tes yang
disebut dengan antigen-capture enzyme-linked immunosorbnet assay (ELISA) ini butuh
waktu lebih dari 3 hari untuk menunjukkan hasil positif. Adanya antibodi juga bisa
dideteksi setelah pasien pulih.
3. Deteksi antigen
4. Uji netralisasi serum
5. Mikroskop elektron
6. Isolasi virus dengan kultur sel
7. Tes deteksi antigen
8. ReEBOV
Dapat mendiagnosa Ebola hanya dengan waktu 15 menit. Metode tes ini telah diakui
oleh World Health Organisation (WHO). Perangkat tes Ebola bernama ReEBOV Antigen
Rapid Test dapat melakukan deteksi berdasarkan kandungan protein Ebola yang terdapat
dalam darah. WHO menyatakan tes ini dapat dilakukan dalam waktu singkat.
9. Laboratorium
Bahan pemeriksaan yang dibutuhkan untuk konfirmasi laboratorium pada PVE adalah
spesimen darah dengan ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) (vacutainer tutup ungu)
4 cc dan clot activator (vacutainer tutup kuning) sebanyak 4 cc dan sudah dilakukan
sentrifuge sebelum dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes). Pengambilan spesimen dilakukan dalam ≥ 72 jam setelah timbul gejala (±
3 hari), sebanyak 3 kali selama 3 hari berturut- turut. Spesimen harus tiba di laboratorium
segera setelah pengambilan. Penanganan spesimen dengan tepat saat pengiriman adalah
hal yang teramat penting. Sangat disarankan agar pada saat pengiriman spesimen tersebut
ditempatkan di dalam cold box dengan kondisi suhu 0-4° C atau bila diperkirakan lama
pengiriman lebih dari 3 hari disarankan spesimen dikirim dengan es kering.
2.7 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik yang terbukti efektif, sehingga prinsip
penatalaksaannya berupa terapi suportif. Penatalaksanaan syok juga harus dipikirkan
karena kebocoran vaskuler pada sirkulasi sistemik. Rehidrasi cairan baik oral maupun
parenteral harus segera diberikan untuk mencegah ataupun memperbaiki kondisi syok.
Pengobatan lain bersifat simptomatis.
Penanganan infeksi virus Ebola hanya bersifat suportif untuk mempertahankan
fungsi jantung dan ginjal, menyeimbangkan elektrolit, dan mencegah komplikasi
penyerta. Umumnya penderita mengalami dehidrasi sehingga dibutuhkan penggantian
cairan dan faktor koagulasi yang berguna untuk menghentikan perdarahan serta
memperbaiki oksigenasi. Rehidrasi oral dapat direkomendasikan tetapi kadang tidak
realistis karena adanya nyeri tenggorokan, muntah, dan lemah badan yang
berkepanjangan. Tujuan utama penanganan ialah untuk menyiapkan layanan kesehatan
yang optimal pada penderita dengan proteksi maksimal. Pada tahap awal infeksi virus
Ebola dapat tidak terlalu berjangkit. Kontak dengan seseorang yang sedang terjangkit
virus ini pada tahap awal tidak terlalu berjangkit, tetapi seiring dengan perjalanan
penyakit, kontak dengan cairan tubuh misalnya dari diare, muntah, atau perdarahan dapat
berakibat fatal.
2.8 Komplikasi
Setiap penderita memiliki respons sistem kekebalan tubuh yang berbeda terhadap
virus Ebola. Sebagian penderita dapat pulih dari Ebola tanpa disertai komplikasi, namun
sebagian lagi dapat mengalami kondisi yang mengancam nyawa, seperti:
1. Koma
2. Perdarahan hebat
3. Syok
4. Gagal berfungsinya organ-organ tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Bennett, John E, et al. 2014. Principles and Practice of Infectious Diseases. Kanada ; Elsevier
Sauders Ed.8
Henny Elfira Yanti, Aryati.2015. INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND
MEDICAL LABORATORY : PENYAKIT VIRUS EBOLA.Surabaya. Airlangga
University Press

Houten, Fernando Jahja. 2019. Potensi Wabah Penyakit Virus Ebola (EVD) di Indonesia dan
Upaya Penanganannya. Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret. Surakarta. Diakses melalui https://osf.io/96s48/download/?format=pdf pada
tanggal 5 Desember 2019 pukul 20.00 WIB

Indonesia, K. K. (2018, Mei 28). Kewaspadaan Terhadap Demam Lassa dan Penyakit Virus
Ebola . Surat Edaran Nomor: HK.02.02/II/206/2018.

Jayanegara, A. P. (2016). Ebola Virus Disease - Masalah Diagnosis dan tatalaksana. CDK-
243/vol.43 no.8 .

Kumulungui et al. 2006. Fruit Bats as Reservois of Ebola Virus. Nature Vol.438(1) Hal.575

Michalek et al.i 2015. Epidemiology and Pathogenesis of Ebola Viruses. Jurnal of Metallomics
and Nanotechnologies Vol.1 Hal.48-52

National Center for Emerging and Zoonotic Infection Disease. 2015. Ebola (Ebola Virus
Disease). Center for Control Diseases Prevention
Rampengan, Novie H. Infeksi Virus Ebola. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 3,
November 2014, hlm. 137-140

Anda mungkin juga menyukai