Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NN. A DENGAN DIAGNOSIS MEDIS CLOSE FRAKTUR
PATOLOGIS HUMERUS DEKSTRA EC. EWING SARCOMA +
PARAPLEGI UMN TYPE FRENKLE A EC. MBD SPINE + ULKUS
DECUBITUS GRADE IV
DI RUANG BEDAH GLADIOL RS DR SOETOMO

KELOMPOK 9

Fiadela Natalia, S.Kep. 132113143013


Cicilia Wahyu Indah Sari, S.Kep. 132113143031
Achmad Yuskir Rizal Rosuli, S.Kep. 132113143046
Wiwik Uswatun Hasanah, S.Kep. 132113143049
Adinda Reza Wibawati, S.Kep. 132113143061
Annisa Alivia Nabila, S.Kep. 132113143062
Anie Desiana, S.Kep. 132113143078
Irawati Dewi, S.Kep. 132113143081

A2017

Lailatun Nimah, S.Kep., Ns., M.Kep.

PRAKTIK PROFESI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NN. A DENGAN DIAGNOSIS MEDIS CLOSE FRAKTUR
PATOLOGIS HUMERUS DEKSTRA EC. EWING SARCOMA +
PARAPLEGI UMN TYPE FRENKLE A EC. MBD SPINE + ULKUS
DECUBITUS GRADE IV
DI RUANG BEDAH GLADIOL RS DR SOETOMO

KELOMPOK 9
Fiadela Natalia, S.Kep. 132113143013
Cicilia Wahyu Indah Sari, S.Kep. 132113143031
Achmad Yuskir Rizal Rosuli, S.Kep. 132113143046
Wiwik Uswatun Hasanah, S.Kep. 132113143049
Adinda Reza Wibawati, S.Kep. 132113143061
Annisa Alivia Nabila, S.Kep. 132113143062
Anie Desiana, S.Kep. 132113143078
Irawati Dewi, S.Kep. 132113143081
Laporan kasus ini telah disetujui pada tanggal 09 November 2021

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Ruangan Bedah Gladiol

Lailatun Nimah, S.Kep., Ns., M.Kep Ana Suciari, S.Kep., Ns


NIP. 198606022015042001 NIP. 197908132008012012
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbinganNya kami dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah dengan Pada Nn. A dengan Diagnosa Medis Close Fraktur Patologis
Humerus Dekstra ec. Ewing Sarcoma + Paraplegi UMN type frenkle A ec. MBD
Spine + Ulkus Decubitus Grade IV.

Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami Asuhan


Keperawatan Asuhan Keperawatan dengan Pada Diagnosa Medis Close Fraktur
Patologis Humerus Dekstra ec. Ewing Sarcoma + Paraplegi UMN type frenkle A
ec. MBD Spine + Ulkus Decubitus Grade IV. Ucapan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar
makalah ini. Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep, pemikiran dan penyusunan
pada makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dengan segala


kerendahan hati saran dan kritik sangat kami harapkan dari pembaca guna
meningkatkan pembuatan makalah pada tugas di waktu mendatang.

November 2021

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-
selnya tidak pernah dewasa. Tumor tulang merupakan kelainan pada
muskuloskeletal yang bersifat neoplastik (dapat berasal dari dalam tulang, timbul
dari jaringan atau sel-sel kartilago, fibrosa, atau dari unsur – unsur pembentuk
darah yang terdapat pada sumsum tulang). Tumor tulang yang paling banyak
ditemukan adalah osteosarkoma, kondrosarkoma, dan ewing sarkoma Namun,
ewing sarkoma / ES merupakan keganasan tulang tersering nomor dua pada anak
setelah osteosarkoma. Ewing sarkoma lebih umum mengenai laki-laki
dibandingkan perempuan, biasanya mengenai seseorang yang berumur 4 – 15
tahun, dan terjadi pada pertengahan tulang – tulang panjang seperti humerus,
femur, tibia, dan fibula.
European Intergroup Cooperative Ewing Sarcoma Study Group (EICESS)
prediksi tersering dari ES adalah pelvis (24,7%), femur (16,4%), di bawah lutut
(16,7%), iga (12,1%), dan humerus (4,8%). Beberapa area predileksi lain dari ES
antara lain skapula, kolum vertebra, klavikula dan tibia. Pada kasus ES skeletal
biasanya tumor berkembang dari bagian diafisis tulang. Lokasi ekstraskeletal
tersering antara lain dinding dada, otot paravertebra, ekstremitas, gluteus dan
ruang retroperitoneal.
Tumor tulang secara umum penyebab terjadinya tidak diketahui, namun
terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan tumor tulang, khususnya
ewing sarkoma. Faktor yang menyebabkan ewing sarkoma diantaranya faktor
genetik berupa translokasi pada kromosom 11 dan 22 (95% kasus), dan translasi
pada kromosom 21 dan 22 (terjadi pada 5% - 10% kasus), riwayat terapi radiasi
(biasanya 10 – 20 tahun sebelumnya) ; melakukan bedah ortopedi dengan
prosthease logam implan ; Virus : Masuknya rous sacoma virus yang
mengandung gen V-Src. V-Src (RNA virus) adalah tumor suatu gen yang dapat
mentransformasi sel normal menjadi sel tumor. V-Src dalam perjalanannya ikut
memanfaatkan material genetik dari host terinfeksi dengan cara merubah RNA-
nya menjadi DNA, virus dapat melakukan integrasi ke dalam kromosom. Selain
itu terdapat pula virus FBJ yang mengandung proto-onkogen c-Fos (merupakan
faktor transkip nuklear dalam memacu pembelahan sel), dimana virus FBJ ini
mengalami mutasi, mutasi disini berakibat pada tidak terkendalinya pertumbuhan,
hilangnya fungsi perbaikan dan kematian sel terprogram sehingga memacu
tumbuhnya tumor. Senyawa kimia : terpapar senyawa kimia seperti antrasiklin
dan seyawa pengalkil, beryllium dan methylcholanthrene merupakan senyawa
yang dapat menyebabkan perubahan genetik dan penyakit paget (adalah kondisi
tidak normal yang mengganggu proses regenerasi tulang, osteoklas /
penghancuran tulang lebih aktif dibandingkan osteoblas / pembentukan tulang
baru, sehingga osteoblas harus mengimbangi osteoklas dan membuat tulang
membesar secara tidak normal yang rapuh dan mudah patah (Ferguson, 2018).
Proses metastasis terjadi pada kanker, tidak terlepas pula pada kanker
tulang jenis ewing sarkoma. Metastasis terjadi secara hematogen maupun
limfogen. Tempat metastasis yang paling sering di tulang adalah lumbal vertebra,
diikuti oleh vertebra toraks, vertebra serviks, dan sakrum, sedangkan metastasis di
kerangka apendikular jarang. Metastasi yang mengenai lumbal (pada medulla
spinalis), akan menyebabkan paraplegia pada klien dan jenisnya tergantung
seberapa besar kanket metastase tersebut berkembang. Paraplegia sendiri adalah
kondisi di mana bagian bawah tubuh (ekstermitas bawah) mengalami kelumpuhan
atau paralysis yang disebabkan karena lesi transversal pada medulla spinalis.
Tulang adalah salah satu situs metastasis paling umum dari kanker dan
metastasis tulang adalah yang utama penyebab morbiditas pada pasien dengan
penyakit keganasan stadium lanjut. Perkembangan terbaru dalam perawatan
kanker, seperti pengenbangan agen target molekuler dan pos pemeriksaan
kekebalan inhibitor, telah meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan
kanker stadium lanjut . Akibatnya, perjalanan klinis pasien memanjang dan sering
disertai dengan morbiditas karena tulang metastasis. Morbiditas, seperti patah
tulang patologis dan kelumpuhan tulang belakang, menyebabkan gangguan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) dan kualitas hidup (QOL), dan
mempengaruhi prognosis karena perburukan kondisi umum pasien yang terkena
dan penghentian pengobatan untuk penyakit primer.
Dahulu, pengelolaan metastasis tulang tidak terlalu penting karena telah dianggap
paliatif dan tidak terkait dengan prognosis. Jadi, metastasis tulang terkadang
didiagnosis setelah mengalami komplikasi serius, seperti nyeri, patah tulang
patologis, dan tulang belakang kompresi kabel. Baru-baru ini, perlu untuk
memulai program manajemen tulang secara bersamaan dengan dimulainya
pengobatan kanker untuk secara efektif mencegah komplikasi serius dari
metastasis tulang. Selain itu, persyaratan pendekatan multidisiplin yang
melibatkan tim spesialis onkologi, perawatan paliatif, radioterapi, ortopedi,
kedokteran nuklir, radiologi, dan fisiatrik telah ditekankan . Tinjauan ini
menjelaskan perkembangan terbaru dalam pendekatan tim multidisiplin untuk
manajemen tulang pasien dengan kanker dengan metastasis tulang.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan
proses keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis paraplegia karena ewing
sarkoma di ruang Bedah Gladiol RSUD Dr. Soetomo
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan Definisi Paraplegia
2. Menjelaskan Etiologi Paraplegia
3. Menjelaskan Klasifikasi Paraplegia
4. Menjelaskan Manifestasi Klinis Paraplegia
5. Menjelaskan Patofisiologi Paraplegia
6. Menjabarkan WOC Paraplegia
7. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Paraplegia
8. Menjelaskan Penatalaksanaan Paraplegia
9. Menjelaskan Asuhan Keperawatan Umum Paraplegia
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosis medis paraplegia karena ewing sarkoma sehingga menunjang
pembelajaran praktik lapangan keperawatan stase keperawatan medikal bedah
pada program profesi ners.
1.3.2 Bagi Akademis
Menambah pengetahuan khususnya dalam mengenai asuhan keperawatan
medikal bedah pada kasus praplegia karena ewing sarkoma di RSUD Dr. Soetomo
BAB 2
KONSEP PENYAKIT

2.1 DEFINISI KANKER TULANG


Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-
selnya tidak pernah dewasa. Tumor tulang merupakan kelainan pada
muskuloskeletal yang bersifat neoplastik (dapat berasal dari dalam tulang,
timbul dari jaringan atau sel-sel kartilago, atau dari unsur – unnsur pembentuk
darah yang terdapat pada sumsum tulang). Tumor tulang atau bone tumor
secara garis besar terbadi dua, yakni primary bone tumor atau tumor tulang
primer, dan secondary bone tumor atau tumor tulang sekunder. Tumor tulang
primer artinya ialah bahwa tumor berasal dari atau menghasilkan sel-sel
tulang (osteogenik atau osteosid). Sedangkan tumor tulang sekunder artinya
ialah bahwa sel- sel tumor merupakan anak sebar dari tumor di tempat lain.
Tumor tulang primer ini terbagi lagi menjadi ganas dan jinak (Ferguson JL,
2018).
Klasifikasi umum tumor tulang:
Jaringan Asal Tumor Jinak Tumor Ganas
Tulang Osteoid osteoma Osteosarkoma
Osteoblastoma
Kista Tulang
Anueurisme
Kartilago Osteokondroma Kondrosarkoma
Kondroma
Enkondroma
Fibrosa Fibroma Fibrosarkoma
Sumsum Myeloma
Tidak jelas Tumor sel raksasa Sarcoma ewing
Histiositoma Histioaitoma
Fibrosa jinak Fibrosa ganas
- Ewing sarkoma adalah tumor agresif yang mengenai usia yang lebih
muda, yaitu berumur antara 4 – 15 tahun. Translokasi kromosom (11; 22)
digunakan oleh ahli patologi dalam diagnosis Ewing Sarkoma. Ewing
sarkoma adalah keganasan tulang primer kedua setelah osteosarkoma dan
paling umum terjadi pada anak – anak, terhitung 4% dari keganasan
pediatrik (Gopalakrishnan, 2016). Ewing sarkoma lebih umum mengenai
laki-laki dan jarang mengenai seseorang yang umurnya diatas 30 tahun.
Ewing sarkoma terjadi pada pertengahan dari tulang-tulang panjang (seperti
lengan dan kaki).
Selain itu, tumor dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium atau grading
tumor. Grading tumor didasarkan pada ukuran inti, pola pewarnaan,
aktivitas mitosis dan derajat seluler yang dievaluasi pada pemeriksaan
histologis: Tumor tingkat rendah - memiliki kapasitas terbatas untuk
kekambuhan lokal; Tumor tingkat menengah (agresif lokal- sering kambuh
secara lokal dan berhubungan dengan pola pertumbuhan infiltratif dan
destruktif lokal ; jarang bermetastasis – tumor agresif secara lokal
tetapi dapat menimbulkan metastasis jauh) ; dan Tumor tingkat tinggi atau
ganas- memiliki risiko signifikan untuk metastasis jauh.

Gambar 1. Stadium Tumor Tulang (Charles, 2011)

2.2 ETIOLOGI KANKER TULANG


Tumor tulang primer dapat terjadi secara spontan dan pada sebagian besar
kasus, etiologinya tidak diketahui (Choi JH, 2021), namun ada beberapa faktor
yang berhubungan dan memungkinkan menjadi faktor penyebab terjadinya
tumor tulang yang meliputi:
- Genetik : Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya
keganasan tulang : Osteosarkoma : Faktor genetik (Li-fraumeni
syndrome / P53 oncogene mutation ; retinoblastoma / Rb oncogene
alteration ; ruthmund – thomson syndrome / autosomal recessive)
misalnya sarcoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Akhir-
akhir ini dikatakan ada 2 tumor suppressor gene yang berperan secara
signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma yaitu protein
P53 (kromosom 17) dan Rb (kromosom 13). Ewing sarkoma :
translokasi pada kromosom 11 dan 22 (95% kasus), dan translasi pada
kromosom 21 dan 22 (terjadi pada 5% - 10% kasus). Selain itu, dari faktor
genetik terdapat senyawa kimia seperti antrasiklin dan seyawa pengalkil,
beryllium dan methylcholanthrene merupakan senyawa yang dapat
menyebabkan perubahan genetik.
- Radiasi : Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan
melebihi dosis juga diduga merupakan penyebab terjadinya tumor tulang
primer ini. Salah satu contoh adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk
penyakit tulang seperti kista tulang aneurismal, fibrous displasia, setelah
3-40 tahun dapat mengakibatkan tumor tulang primer.
- Virus : Masuknya rous sacoma virus yang mengandung gen V-Src. V-Src
(RNA virus) adalah tumor suatu gen yang dapat mentransformasi sel
normal menjadi sel tumor. V-Src dalam perjalanannya ikut memanfaatkan
material genetik dari host terinfeksi dengan cara merubah RNA-nya
menjadi DNA, virus dapat melakukan integrasi ke dalam kromosom.
Selain itu terdapat pula virus FBJ yang mengandung proto-onkogen c-Fos
(merupakan faktor transkip nuklear dalam memacu pembelahan sel),
dimana virus FBJ ini mengalami mutasi, mutasi disini berakibat pada tidak
terkendalinya pertumbuhan, hilangnya fungsi perbaikan dan kematian sel
terprogram sehingga memacu tumbuhnya tumor.
- Infeksi : Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan
oleh infeksi parasite, yaitu filariasis ; Ras tertentu memiliki kerentanan
lebih tinggi untuk mengidap kanker tulang seperti ras afrikan, arabian, dan
ras hispanik dan penyakit paget (adalah kondisi tidak normal yang
mengganggu proses regenerasi tulang, osteoklas / penghancuran tulang
lebih aktif dibandingkan osteoblas / pembentukan tulang baru, sehingga
osteoblas harus mengimbangi osteoklas dan membuat tulang membesar
secara tidak normal yang rapuh dan mudah patah (Ferguson, 2018).
- Riwayat kanker dalam keluarga atau metastase dari kanker lain ke jaringan
tulang sehingga menyebabkan terjadinya keganasan pada tulabg, kanker
tersebut seperti kanker payudara, kanker pelvis, kaner ovarium dan lain-lain

2.3 MANIFESTASI KLINIS KANKER TULANG


Berikut merupakan manifestasi klinis kanker tulang (Lily, 2014) :
- Gejala awal relatif tidak spesifik seperti nyeri dengan/tanpa teraba
massa. Nyeri regional /lokal dengan nyeri tekan diatasnya. dan atau
pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas
penyakit). Pembengkakan, Pembengkakan pada atau di atas tulang atau
persendian.
- Penurunan rentang gerak
- Dapat terjadinya fraktur patologis
- Pemeriksaan fisik mungkin didapatkan ada massa yang nyeri, keras,
edema, panas setempat, kulit diatas tumor hiperemi, hangat, edem, dan
terdapat pelebaran vena ; pergerakan klien terganggu; serta fungsi normal
menurun.
- Penurunan berat badan atau timbulnya gejala-gejala metastasis seperti nyeri
dada (atau dari tempat metastasis lainnya), dll.

2.4 PATOFISIOLOGI KANKER TULANG


Primary bone tumor merupakan neoplasma tulang primer yang sangat
ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
Penyebab primary bone tumor belum jelas diketahui, adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya hereditery.
Dikatakan beberapa virus onkogenik V-Src dan virus FB yang dapat
menimbulkan tumor tulang. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab
langsung tumor tulang dan translokasi pada kromosom 11 dan 22 (95%
kasus), serta translasi pada kromosom 21 dan 22 (terjadi pada 5% - 10%
kasus), khusus menyebabkan ewing sarkoma.
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan
respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan
tulang). Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa
ditemukan pada pertengahan tulang panjang seperti humerus, tibia, femur, dan
fibula. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat
yang berdifferensiasi jelek dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan
fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan
ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding
periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis
membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Tumor tulang, dimana dalam kasus ini adalah ewing sarkoma, dapat
bermetastasis baik secara limfogen maupun hematogen. Pada kasus ini, ewing
sarkoma bermetastasis sampai ke tulang belakang yang menyebabkan lesi pada
medulla spinalis. Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak
daerah jaras kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada
toto-otot bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi, yaitu lumbal 3. Pada
kasus ini gejala kelumpuhan /paraplegia yang ditemui dengan menggunakan
skala frankel didapatkan skala gangguan neurologis frankel A dengan
keseluruhan motorik dan sensorik tidak berfungsi dibawah lesi yang
menyerang tulang belakang. Akibat terputusnya lintasan somatosensory dan
lintas autonomy neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingakat
lesi kebawah, penderita tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta
tidak memperlihatkan reaksi neurovegetatif (Bromley, 2006).
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pencitraan Foto Polos. Pemeriksaan pencitraan awal pada kecurigaan tumor
tulang adalah foto polos dari dua proyeksi. Lesi tipikal pada sarkoma Ewing
adalah berbatas tidak tegas, permeatif atau “moth eaten”, lesi intramed-
uler destruktif yang disertai reaksi periosteal yang men-
genai diafisis atau metadiafisis tulang panjang Computed-Tomography (CT)
scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan dapat menunjukkan
pola destruksi tulang dan informasi mengenai ekstensi intrameduler, di
samping itu CT juga dapat memberikan gambaran keterlibatan ekstraosseus.16
Namun, demarkasi yang lebih jelas ditunjukkan MRI antara jaringan normal
dan abnormal sehingga MRI lebih baik daripada CT untuk memberikan
gambaran ekspansi ke bagian in- trameduler dan hubungan lesi ke saraf dan
pembuluh darah yang berdekatan serta dapat mengevaluasi perluasan massa
jaringan lunak yang dapat menjadi cukup besar tanpa memerlukan kontras
intravena.
Staging Enneking dkk. menciptakan sistem staging untuk tumor
muskuloskeletal untuk membantu pembuatan keputusan dalam tata laksana.
Sistem ini berdasarkan derajat keganansan ( grade) histologik tumor,
perluasan lokal, dan keberadaan metastasis. Histopatologi Biopsi untuk
mendapatkan spesimen dilakukan setelah dilakukan pencitraan. Metode biopsi
dapat dengan
aspirasi jarum halus (sitologi).

2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Ewing sarkoma biasanya tergantung dari lokasi tumor,
adanya metastasis, tingkat derajat beratnya penyakit serta usia dan kondisi
kesehatan umum pasien. Alternatif terapi yang biasanya dilakukan berupa
kombinasi kemoterapi, kemoterapi yang dilanjutkan dengan pembedahan
(neoadjuvant kemoterapi), serta kombinasi radioterapi dan kemoterapi. Tata
laksana sarkoma Ewing memerlukan kemoterapi sistemik digabungkan dengan
pembedahan atau radioterapi atau keduanya untuk kontrol lokal tumor. Dengan
penggunaan regimen terapi multimodal termasuk kombinasi kemoterapi,
pembedahan, dan radioterapi, angka kesembuhan 50% atau lebih dapat dicapai.4
Secara umum pasien mendapatkan kemoterapi sebelum tindakan untuk kontrol
lokal.
Pada pasien yang menjalani pembedahan, margin bedah dan respon
histologik perlu dipertimbangkan dalam tata laksana pasca bedah. Kemoterapi
merupakan pilihan pertama dalam penanganan Ewing sarkoma. Pemberian
kemoterapi biasanya dilakukan setiap interval 3 minggu menggunakan kombinasi
obat kemoterapi yang ada Jenis obat kemoterapi yang dapat diberikan antara lain:
Cyclophosphamide.
2.7 DEFINISI PARAPLEGIA
Paraplegia adalah kondisi di mana bagian bawah tubuh (ekstermitas bawah)
mengalami kelumpuhan atau paralysis yang disebabkan karena lesi transversal
pada medulla spinalis.
2.8 ETIOLOGI PARAPLEGIA
Penyebab paraparese menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut:
1. Faktor trauma tulang belakang, paling banyak terjadi karena jatuh dari
ketinggian.
2. Faktor infeksi myelin
3. Tumor atau neoplasma pada medulla spinalis
4. Abses tuberculosa
5. Spina bifida thoracoumbal
6. Proses degenerasi medulla spinalis
Paraplegia dapat terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang
dapat meningkatkan risiko seseorang menderita paraplegia, yaitu:
1. Melakukan olahraga atau pekerjaan yang berisiko mengalami cedera saraf
tulang belakang, seperti rugby atau menyelam
2. Memiliki riwayat penyakit saraf keturunan dalam keluarga, seperti
hereditary spastic paraplegia
3. Memiliki riwayat penyakit kanker yang dapat menekan sumsum tulang
belakang
4. Berusia 60 tahun ke atas
5. Memiliki gangguan tulang atau sendi
2.9 KLASIFIKASI PARAPLEGIA & FRANKEL
1. Paraparese spastik: terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN) sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau
hipertonus.
2. Paraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor
neuron (LMN) sehingga menyebabkan penurunan tonus otot atau
hypotonus.

1. FRANKEL SCORE A: kehilangan fingsi motorik dan sensorik lengkap


(complete loss)
2. FRANKEL SCORE B: Fungsi motorik hilang, fungsi sensorik utuh.
3. FRANKEL SCORE C: Fungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak
berguna (dapat menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat berjalan).
4. FRANKEL SCORE D: Fungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi
tidak dengan normal ”gait”).
5. FRANKEL SCORE E: Tidak terdapat gangguan neurologik

2.10 MANIFESTASI KLINIS PARAPLEGIA


1. Keluhan berupa kelemahan otot
2. Tidak dapat mengangkat badan untuk berdiri dari sikap duduk ataupun
sujud.
3. Gangguan fungsi motorik dan sensorik ekstremitas
4. Gangguan fungsi bladder dan bowel
5. Gangguan fungsi seksual
6. Gangguan peredaran darah di bawah
2.11 PATOFISIOLOGI PARAPLEGIA
Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah jaras
kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada toto-otot
bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal medulla
spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan
UMN pada otot-otot, kedua lengan yang berasal dari miotoma C6 sampai
miotoma C8, lalu otot-otot toraks dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua
ekstremitas (Bromley, 2006). Akibat terputusnya lintasan somatosensory dan
lintas autonomy neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingakat
lesi kebawah, penderita tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta
tidak memperlihatkan reaksi neurovegetatif (Bromley, 2006).
Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal
atau tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya
serupa dengan lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi
terjadi gangguan motorik berupa kelumpuhan LMN pada otot-otot yang
merupakan sebagian kecil dari otot-otot toraks dan abdomen, namun
kelumpuhan yang terjadi tidak begitu jelas terlihat dikarenakan peranan dari
otot-otot tersebut kurang menonjol, hal ini dikarenakan lesi dapat mengenai
kornu anterior medulla spinalis. Dan dibawah tingkat lesi dapat terjadi
gangguan motoric berupa kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral
segmen thorakal terputus (Apley, 2006).
Gangguan fungsi sensori dapat terjadi karena lesi yang mengenai
kornu posterior medulla spinalis maka akan terjadi penurunan fungsi
sensibilitas dibawah lesi, sehingga penderita berkurang merasakan adanya
rangsangan taktil, rangsangan nyeri, rangsangan thermal, rangsangan discrim
dan rangsangan lokas (Apley, 2006). Gangguan fungsi autonomy dapat terjadi
karena terputusnya jaras ascenden spinothalamicu sehingga inkotinensial urin
dan inkotinensial alvi.Tingkat lesi transversal di medulla spinalis mudah
terungkap oleh batas defisit sensorik.Dibawah batas tersebut, tanda-tanda
UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap (Apley, 2006).
2.12 PEMERIKSAAN PENUNJANG PARAPLEGIA
1. Foto rotgen : ditemukan adanya fraktur vertebrata.
2. CT Scan : ditemukan adanya edema medula spinalis
3. MRI : kemungkinan adanya kompresi, edema medula spinalis.
4. Serum kimia : ditemukan adanya hiperglikemia atau hipoglikemia ketidak
seimbangan elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan hemotoktrit.
2.13 PENATALAKSANAAN PARAPLEGIA
1. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan
pemasangan collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.
2. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan
pemberian oksigen,cairan intravena, pemasangan NGT.
3. Pengobatan
Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah
akibat autonomic hiperrefleksia akut. Kolinergik seperti bethanechol
chloride untuk menurunkan aktifitas bladder. Anti depresan seperti
imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan tonus leher bradder.
Antihistamin untuk menstimulus beta – reseptor dari bladder dan uretra.
Agen antiulcer seperti ranitidine Pelunak fases seperti docusate sodium.
4. Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya
fraktur dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.
WOC Kasus

Riwayat keluarga menderita Faktor lain-lain


Virus Onkogenik
suatu kanker (terutama kanker penyakit paget (adalah kondisi tidak normal
tulang) yang mengganggu proses regenerasi tulang,
Rous sacoma virus yang Virus FBJ yang osteoklas / penghancuran tulang lebih aktif
mengandung gen V-Src. V- mengandung proto-
Kelainan Genetika Src (RNA virus) adalah onkogen c-Fos (merupakan dibandingkan osteoblas / pembentukan tulang
Ewing sarkoma : translokasi tumor suatu gen yang dapat faktor transkip nuklear baru, sehingga osteoblas harus mengimbangi
pada kromosom 11 dan 22 mentransformasi sel normal dalam memacu pembelahan osteoklas dan membuat tulang membesar
(95% kasus), dan translasi pada menjadi sel tumor. V-Src sel), dimana virus FBJ ini secara tidak normal yang rapuh dan mudah
kromosom 21 dan 22 (terjadi dalam perjalanannya ikut mengalami mutasi, mutasi patah ; Infeksi : Keganasan pada jaringan
pada 5% - 10% kasus).
memanfaatkan material disini berakibat pada tidak lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh
genetik dari host terinfeksi terkendalinya pertumbuhan,
Perubahan genetik : terpapar infeksi parasite, yaitu filariasis ; Ras tertentu
senyawa kimia seperti dengan cara merubah RNA- hilangnya fungsi perbaikan
nya menjadi DNA, virus dan kematian sel memiliki kerentanan lebih tinggi untuk
antrasiklin dan seyawa
pengalkil, beryllium dan dapat melakukan integrasi terprogram sehingga mengidap kanker tulang seperti ras afrikan,
methylcholanthrene merupakan ke dalam kromosom. memacu tumbuhnya tumor. arabian, dan ras hispanik.
senyawa yang dapat
menyebabkan perubahan Penggunaan substansi
genetik Sel tulang normal yang Sel tulang yang terinfeksi
virus FBJ menjadi abnormal radioaktif dalam jangka
terinfeksi V-Sarc menjadi
dalam pembelahan waktu lama dan melebihi
abnormal (sel tumor)
dosis juga diduga
Kerusakan DNA merupakan penyebab
: DNA abnormal terjadinya tumor tulang
primer ini. Salah satu
Sifat sel kanker diturunkan contoh adalah radium.

Sel tulang bermutasi


Ewing’s Sarcoma

B1 B3
B2

Jika tumor tulang bermetastasis Proses hematopitik terganggu Massarumorabnormal


ke tulang disekitar paru / ke paru menekan saraf disekitarnya

Proses poliferasi sel kanker gg pembentukan gg pembentukan Gg pembentukan Pelepasan mediator nyeri dari
(menyebabkan sel tumbuh abnormal leukosit trombosit eritrosit otak
& mengalami perbesaran)
Imun menurun Gg koagulasi Gg produksi sel Nyeri, terutama di daerah
darah darah merah tumor
Gangguan ekspansi paru karena MK : Risiko Anemia
MK : Risiko infeksi Perdarahan
perbesaran masa sel abnormal
Kode : D.0142 Kode : D.0012 Nyeri akut Kode : D.0077 Nyeri
Suplai oksigen ke
tubuh berkurang kronis Kode: D.0078
Takipnea

MK : Keletihan Terjadi proses inflamsi


MK : Pola napas tidak efektif Kode :
B5 Kode : D.0057 Mengaktifkan eutrofil dan
D.0005 makrofaq
Spasme otot dan
MK : gg citra tubuh D.0083 Hipermetabolikkekakuan tulang B6
sertafraktur
Risiko kerapuhan Kemampuan Merangsang hipotalamus :
gg HDR situasional D.0087
pada tulang
patologik pergerakan mempengaruhi termostat
Sel normal akan memecah Destruksi tulang
menurun hipotalamus
protein dan cadangan
nutrisi
Hipertermi D.0130
Penurunan berat badan
Tirah baring yang lama
MK : Defisit nutrisi
Kode : D. 0019 Penurunan oksigen pada
MK : Risiko cidera bagian posterior tubuh
Kode : D.0136 MK : Difisit perawatan diri
(D.0109) ; Risiko jatuh
MK : risiko gangguan
(D.0143) atau
integritas kulit / jaringan D.
0139
gg mobilitas fisik D. 0054
Prosedur Tindakan

Metastase ke medulla spinalis


Kemoterapi Operasi

Mengenai Lumbal 3
Berefek mual/muntah Risiko fraktur patologikKurangnya
B4 informasi Tindakan insisi tumor
Praplegi dengan gangguan tentang
neurologis frankel A tindakan
MK : Risiko defisit nutrisi Merusak sel-sel Port de entry
operasiepital
Kode : D.0032 kulit MK : Ansietas (D.0080)
motorik dan sensorik tidak berfungsi Defisit pengetahuan
dibawah lesi (kelumpuhan pada (D.0111) MK : Risiko infeksi Kode :
daerah tubuh dibawah lumbal 3) Sel kulit kepala rusak D.0032

Alopesia
MK : Nyeri Akut (D.0077)
Gerak terbatas / Imobilisasi ; Tirah
baring gg mobilitas fisik D. 0054
MK : gg citra tubuh D.0083

Tidak mampu merawat diri

terputusnya lintasan
somatosensory dan lintas
autonomy neurovegetatif
asendens dan desendens MK : Difisit perawatan
diri (D.0109)

MK : inkontinensia fekal
D.0041 dan inkontinensia urin
refleks D.0045
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas : nama, usia, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, dan lain-lain
2. Keluhan Utama : Klien biasanya mengeluh nyeri. Nyeri mempunyai rentang
ringan – berat (nyeri dapat disebabkan karena invasi tumor langsung pada jaringan
lunak, menekan saraf perifer, atau disebabkan karena fraktur patologis). Biasanya
didapatkan laporan kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas , inkontinensia
defekasi dan berkemih pada fraktur patologis
3. Riwayat penyakit saat ini : riwayat penyakit yang dialami pasien mulai dari
sebelum dan terjadinya keluhan utama hingga saat pengkajian. Riwayat
kanker dari tanda gejala muncul, penetapan biopsi, keluhan yang paling
dirasakan hingga penanganan yang sudah diberikan untuk menangani
keluhan tersebut. Perawat mengobservasi dan mempalpasi area yanng diduga ada
tumornya, pakah ada pembengkakan lokal, apakah ada atropi otot dll ; perwat juga
menanyakan apakah pernah mempunyai riwayat terapi radiasi untuk pengobatan
kanker lain
4. Riwayat penyakit sebelumnya :Adanya riwayat infeksi, tumor; pernah
riwayat terapi radiasi; riwayat trauma tulang dll
5. Riwayat Keluarga : Riwayat kelurga dengan penyakit yang sama atau
riwayat kanker pada keluarga
6. Pemeriksaan 11 pola fungsional Gordon
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : aktivitas dan istirahat terganggu akibat kelemahan dan nyeri. Pada
fraktur patologis terjadi kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok
spinal) pada/dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan
adanya kompresi saraf).
b. Sirkulasi
Gejala : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posis atau
bergerak.
Tanda : hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ekstremitas dingin,
anemis dan pucat. Hilangnya keringan pada daerah yang terkena
c. Eliminasi
Tanda : inkontiensia defekasi dan berkemih. Retensi urine, distensi
abdomen, peristaltic usus hilang, melena, emisis berwarna seperti koping
tanah/hematemesis.
d. Integritas ego
Gejala : menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda :Takut, cemas, gelisah, menarik diri,
e. Makanan/cairan
Tanda :Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus
paralitik)
f. Higiene
Tanda :Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
(bervariasia)
g. Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan/kaki.paralisis
flasid/spastisitasdapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada area
spinal yang sakit.
Tanda : kelemahan, keelumpuhan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada saat syok spinal. Kehilangan sensai (derajat bervariasi
dapat kembali normal setelah syok spinal sembuh). Kehilangan tonus
otot/vasomotor.Kehilangan reflek/reflek asimetris termasuk tendon
dalam.Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari bagian tubuh
yang terkena
karena pengaruh trauma spinal.
h. Nyeri/kenyamanan.
Gejala : nyeri/nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.
Tanda :Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
i. Pernafasan
Gejala : napas pendek, sulit bernafas.
Tanda :Pernapasan dangkal, periode apnea, penurunan bunyi nafas, rongki,
pucat, sianosis.
j. Keamanan
Gejala :Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
k. Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.
Tanda : ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.

3.2 Diagnosa Prioritas Keperawatan


1. Nyeri kronis b.d infiltrasi tumor d.d mengeluh nyeri, tertekan, tampak
meringis, gelisah (D.0078)
2. Risiko perdarahan d.d proses keganasan (D.0012)
3. Gangguan mobilitas fisik b.d fraktur d.d mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, kekuatan otot menurun, retak gerak (ROM) menurun D.0054
4. Keletihan b.d kondisi fisiologis (kanker, anemia) d.d mengeluh lelah, tidak
mampu mempertahankan aktivitas rutin, tampak lesu (D.0057)
5. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskeletal, kelemahan d.d tidak
mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ ke toilet/berhias secara
mandiri, minat melakukan perawatan diri kurang (D.0109)

3.3 Kriteria Hasil dan Intervensi Keperawatan


Diagnosa SDKI Outcome SLKI Inetervensi SIKI
Nyeri kronis b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08298)
infiltrasi tumor d.d tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
mengeluh nyeri, 3x24 jam diharapkan karakteristik, durasi,
tertekan, tampak tingkat nyeri menurun frekuensi, kualitas,
meringis, gelisah dengan kriteria hasi: intensitas nyeri
(D.0078) (L.08066) (observasi)
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun (Observasi)
2. Meringis menurun 3. Identifikasi faktor yang
3. Tertekan menurun memperberat dan
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
(Observasi)
4. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(napas dalam)
(terapeutik)
5. Fasilitasi istirahat dan
tidur (terapeutik)
6. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(napas dalam)
(terapeutik)
7. Kolaborasi pemberian
analgetik (kolaborasi)
Risiko perdarahan d.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. 02067
proses keganasan tindakan keperawatan Observasi
(D.0012) 2x24 jam diharapkan 1. Monitor nilai
tingkat perdarahan hematokrit/hemoglobin
menurun dengan sebelum dan setelah
kriteria hasil: (L.02017) kehilangan darah
1. Kelembapan 2. Monitor koagulasi
membran mukosa Terapeutik
meningkat 1. Pertahankan bedrest
2. Hemoglobin selama perdarahan
membaik 2. batasi tindakan invasif,
3. Hematokrit jika perlu
membaik Edukasi
1. Anjurkan
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
2. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan
2. kolaborasi pemberian
produk darah
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Perawatan tirah baring
fisik b.d kerusakan intervensi Keperawatan I.14572
integritas struktur selama 3x24 jam Observasi
tulang d.d rentang gangguan mobilitas 1. monitor kondisi kulit
gerak menurun fisik menurun dengan 2. monitor komplikasi
(ROM) D.0054 kriteria hasil: tirah baring
Mobilitas fisik L.05042 Terapeutik
1. rentang gerak ROM 1. tempatkan pada
cukup meningkat Kasur terapeutik
2. pergerakan 2. pertahankan seprai
ekstremitas cukup tetep kering
meningkat danbersih
3. kelemahan fisik 3. posisikan senyaman
menurun mungkin
4. kekuatan otot Edukasi
meningkat 1. jelaskan tujuan
dilakukan tirah
baring

Anda mungkin juga menyukai