Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT


DARURAT PADA FRAKTUR DAN DISLOKASI

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen
Bencana
Dosen Pengampu : Hirza Ainin Nur, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 9 :

1. Maul Musyarofah ( 20191492 )

2. Popi Patmawati ( 20191507)

3. Salma Rosaliana ( 20191515)

4. Tri Rakhmawati Sa’adah (20191527)

AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS

Jl. Lingkar Raya Kudus-Pati Km. 5 Jepang Kec. Mejobo, Kudus

TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada
Fraktur Dan Dislokasi” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Ibu Hirza Ainin Nur, S.Kep, Ns, M.Kep. Mata kuliah keperawatan Gawat
Darurat Dan Manajemen Bencana. Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu
Hirza Ainin Nur, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen mata kuliah keperawatan Gawat
Darurat Dan Manajemen Bencana yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan pada mahasiswa.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kudus, 16 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Anatomi Fisiologi Fraktur dan Dislokasi

2.1.2 Pengertian Fraktur Dan Dislokasi

2.1.3 Etiologi Fraktur dan Dislokasi

2.1.4 Patofisiologi Fraktur dan Dislokasi

2.1.5 Pathway

2.1.6 Manifestasi Klinis Fraktur dan Dislokasi

2.1.7 Klasifikasi Fraktur dan Dislokasi

2.1.8 Komplikasi Fraktur dan Dislokasi

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Fraktur dan Dislokasi

2.1.10 Penatalaksanaan Medis Fraktur dan Dislokasi

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

2.2.3 Implementasi

2.2.4 Evaluasi

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus

3
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan


hilangnya kontinuitas jaringan tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian
(Helmi, 2012). Fraktur ekstremitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang
membentuk lokasi pada ekstremitas atas (tangan, pergelangan tangan, siku, lengan
atas, dan bahu) dan ekstremitas bawah (pinggul, paha, lutut, kaki bagian bawah,
dan pergelangan kaki) (UT Southwestern Medical Center, 2016). Fraktur
ektremitas bawah adalah fraktur atau patah tulang yang dapat terjadi pada tulang
anggota gerak bawah, meliputi tulang femur, tulang tibia, tulang cruris, fibula, dan
tulang-tulang kecil pada bagian kaki (Depkes RI, 2011).

Menurut Organisasi kesehatan dunia (World Health Organization) terjadi


peningkatan kasus fraktur setiap tahunnya. Pada tahun 2008 terdapat 13 juta kasus
atau 2,7% orang mengalami kasus fraktur, kemudian meningkat pada tahun 2009
18 juta kasus atau 4,2% dan pada tahun 2010 meningkat lagi menjadi 21 juta
kasus atau 4,5%. Pada tahun 2012-2013 terdapat sebanyak 5,6 juta orang
meninggal dunia dan 1,3 juta orang mengalami fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas (WHO, 2013). Sedangkan di Indonesia sendiri angka terjadinya insiden
fraktur cukup tinggi, berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI pada tahun
2013 didapatkan data bahwa 8 juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis
dan penyebab fraktur yan berbeda-beda. Berdasarkan hasil survey Depkes RI
didapatkan hasil 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami
cacat fisik, 15% mengalami stres psikologis seperti cemas bahkan sampai depresi,
dan 15% mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes RI, 2013).

Berdasarkan Depkes RI tahun 2011 dari sekian banyak kasus fraktur di


Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi
yang paling tinggi diantara fraktur lainnya, yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang
dengan kasus fraktur ektremitas bawah akibat kecelakaan, 19.625 orang
mengalami fraktur pada tulang femur, 14,027 orang mengalami fraktur cruris,

5
3.775 orang mengalami fraktur tibia,970 orang mengalami fraktur pada tulang-
tulang kecil di kaki, dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Faktor penyebab
terbanyak pada fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan
lalu lintas, dan sebagainya (Depkes RI, 2005). Faktor lain yang dapat
menyebabkan fraktur adalah cedera olahraga, insiden kecelakaan, bencana alam
dan lain sebagainya (Mardiono, 2010). Pada umunya fraktur disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik, kekuatan sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang yang menentukan fraktr tersebut lengkap atautidak lengkap.
Fraktur juga diakibatkan oleh penekanan yang berulang atau keadaan patologis
dari tulang itu sendiri (Price & Wilson, 2006). Apabila fragmen tulang tersebut
mengenai dan merobek kulit disebut sebagai fraktur terbuka, sedangkan apabila
fragmen dan tenaga dari luar tidak merobek kulit dikatakan sebagai fraktur
tertutup (Apley et al, 2010).

Fraktur terbuka pada ekstremitas sering menimbulkan komplikasi seperti


perdarahan hebat, nyeri, infeksi, dan bahkan amputasi. Pada fraktur terbuka sering
membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan area yang mengalami
cidera yang berguna untuk menghentikan perdarahan dan mencegah terjadinya
infeksi pada tulang (Gustilo & Anderson, 2011). Fraktur dapat mempengaruhi
jaringan disekitarnya yang mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokalisasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh
darah (Brunner & Suddarth, 2007).Kerusakan fragmen tulang ekstremitas
memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas fisik yang diikuti spasme otot
yang memberikan manifestasi deformitas, yaitu pemendekan yang apabila
dibiarkan akan berisiko malunion (Nasjad, 2003).

Penanganan yang dilakukan terhadap fraktur dapat dengan pembedahan


atau tanpa pembedahan, meliputi imobilisasi, reduksi, dan rehabilitasi. Reduksi
merupakan prosedur yang sering dilakukan untuk mengoreksi fraktur, salah satu
cara dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal melalui proses
operasi (Smeltzer & Bare, 2002). Perubahan posisi yang tidak stabil untuk fraktur
dapat dilakukan perencanaan tindakan Open Reduction and Internal Fixation
(ORIF) dengan menggunakan plate dan skrup atau kombinasi keduanya (Russel
dan Palmieri (1995) dalam Maher, Salmond, dan Pullino (2002).

6
Gandhi, Viscussi (2009) mengatakan bahwa lebih dari 50% pasien post
operasi fraktur mengeluhkan nyeri sebagai keluhan utama. Hampir dari semua
tindakan pembedahan akan mengakibatkan nyeri, nyeri merupakan masalah utama
bagi sebagian besar pasien post operasi fraktur.Menurut The International
Association For The Study Of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, serta menggambarkan kondisi
terjadinya suatu kerusakan (Potter & Perry, 2010). Sjamsuhidajat (2005),
mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan bersumber dari penatalaksanaan terhadap
fraktur. Pernyataan ini juga di perkuat oleh Suyono (2003) yaitu penatlaksanaan
fraktur yang tidak efektif merupakan salah satu penyebab nyeri pada fraktur.
Nyeri juga berakibat pada aspek psikologi yang mana nyeri dapat merespon stres
yang dapat mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta penghambat
penyembuhan, respon yang lebih parah akan mengarahkan pada ancaman merusak
diri sendiri (Salmond & Pullino, 2002).

Peran perawat medikal surgikal dalam memberikan asuhan keperawatan


pada pasien fraktur dapat dengan melakukan tindakan pengobatan yang meliputi
pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi. Tindakan farmakologi yaitu
berkolaborasi dengan tim medis lain seperti dokter untuk memberikan obat -
obatan, misalnya obat analgetik, analgetik non narkotika, dan obat anti inflamasi
non steroid (NSAID) (Potter &Perry, 2006). Sedangkan peran perawat dalam
terapi nonfarmakologis meliputi beberapa metode yang digunakan untuk
penanganan nyeri pre dan post pembedahan seperti menggunakan terapi relaksasi
nafas dalam, guided imagery, terapi musik, massage, dan terapi distraksi lainnya
(Andarmoyo, 2013).

Teknik relaksasi merupakan salah satu metode nonfarmakologi dalam


manajemen nyeri. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika
rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi terjadi (Potter & Perry, 2005).
Salah satu teknik relaksasi yang dapat mengurangi nyeri adalah teknik guided
imagery. Guided imagery menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek posistf tertentu (Smeltzer & Bare,
2002). Guided imagery relaxation telah berpengaruh terhadap kondisi dan gejala

7
pada masalah jantung dan angina , headache back pain dan penyakit respirasi.
Butterton (2008) mengungkapkan bahwa guided imagery merangsang sistem
kontrol desendens dan mempengaruhi produksi endorfin. Endorfin memiliki efek
relaksasi pada tubuh dimana endorfin merupakan ejektor dari rasa rileks dan dapat
menimbulkan efek analgesia yang akhirnya mengeliminasi neurotransmiter rasa
nyeri pada pusat persepsi sehingga efek yang bisa muncul adalah nyeri berkurang
(Guyton, 2014).

Menurut Ratnasari (2012) menyebutkan bahwa guided imagery dapat


menurunkan persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakan. Penelitian ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Andaryani (2013) tentang pengaruh
teknik relaksasi guided imagey terhadap skala nyeri pada pasien fraktur femur di
ruang bedah RSUP dr. Mohammad Hoesin palembang tahun 2013, yang
membuktikan bahwa adanya pengaruh relaksasi imajinasi terbimbing terhadap
intensitas nyeri.

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan intervensi keperawatan yang


paling mudah diterapkan pada pasien dengan nyeri karena mudah dan tidak
memerlukan biaya. Menurut Westerdahl (2014) pasien dianjurkan untuk
melakukan teknik nafas dalam tiga set dalam 10 nafas dalam dengan jeda 30-60
detik antara setiap set yang dilakukan perjam pada saat bangun tidur dalam jam
pertama pasca operasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asta Rizky
(2018) didapatkan bahwa terapi guided imagerydan teknik relaksasi nafas dalam
efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien setelah operasi fraktur. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Meity Nur (2014) didapatkan hasil
bahwa terdapat penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur
dengan terapi audio guided imagery dan teknik nafas dalam dari nyeri sedang ke
nyeri ringan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi fisiologi fraktur dan dislokasi ?


2. Apa pengertian fraktur dan dislokasi ?
3. Bagaimana etiologi fraktur dan dislokasi ?
4. Bagaimana patofisiologi fraktur dan dislokasi ?

8
5. Bagaimana manifestasi klinis fraktur dan dislokasi ?
6. Apa saja klasifikasi fraktur dan dislokasi ?
7. Apa saja komplikasi fraktur dan dislokasi ?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang fraktur dan dislokasi ?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis fraktur dan dislokasi ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan fraktur dan dislokasi ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi fraktur dan dislokasi.


2. Untuk mengetahui pengertian fraktur dan dislokasi .
3. Untuk mengetahui etiologi fraktur dan dislokasi .
4. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur dan dislokasi.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis fraktur dan dislokasi .
6. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi fraktur dan dislokasi .
7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi fraktur dan dislokasi .
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang fraktur dan dislokasi .
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis fraktur dan dislokasi .
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan fraktur dan dislokasi .

9
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Anatomi Fisiologi Fraktur dan Dislokasi

1) Anatomi Fisiologi Fraktur


Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh.
Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006).

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh


dan tempat untuk melekatnya otot - otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas
206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan
darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam - garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi
sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan
elastis (Price dan Wilson, 2006). Tulang ekstrimitas bawah atau anggota
gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang

10
panggul terdiri dari 31 pasang antara lain: tulang koksa, tulang femur,
tibia, fibula, patella, tarsalia, meta
tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk
gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan
simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
b. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar
di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan
dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput
femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat
taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian
ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis dan medialis.Diantara dua kondilus
ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau
mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian
pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar
anatomi os tibia dan fibula.
d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai
bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil
yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum
kuboideum, kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang
pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan
dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.

11
f. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang
pendek yang masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari
banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua
buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian
(osteum sesarnoid).
Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran
dalam pergerakan.Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,
ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006).
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis
sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun
tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai
matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas
mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran
penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang,
sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka
kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik
tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau
pada kasus metastasis kanker ke tulang.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas
adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,
osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik
yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral
tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006)
antara lain:
1. Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang
menyokong dan memberi bentuk tubuh.

12
2. Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting,
misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan
paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di
bentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi Adanya tulang dan otot memungkinkan
terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat,
tulangmemberikan suatu system pengungkit yang di gerakan oleh
otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system
pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat
padanya.
4. Deposit Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan
elemen-elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90%
fosfor tubuh.
5. Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow.
Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit
dalam sumsum merah tulang tertentu.
2) Anatomi Fisiologi Dislokasi

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus


pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah jaringan ikat.
Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, dan
jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :
1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.

13
Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau
penyakit karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif
dan banyak mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid : misalnya tulang patela
6. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.

Histologi tulang :

1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak


terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan
kolagen.
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan
tulang trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah
sel, dan jaringan kolagen.

a. Fisiologi sel tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis
sel : osteoblas, osteosit, osteoklas.
1. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen
tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.

14
2. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang
padat.
3. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti
osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel ini
menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks
dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang
sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami
pembentukan dan absorpsi pada suatu tingkat yang konstan,
kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak yang lebih
banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi tulang.
Proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini
membuat tulang dapat berespons terhadap tekanan yang
meningkat dan mencegah terjadi patah tulang.
Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung
kekuatan mekanis yang semakin meningkat. Perubahan
membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses
penuaan. Matriks organi yang sudah tua berdegenerasi
sehingga membuat tulang relatif menjadi lemah dan rapuh.
Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks
organik baru sehingga memberi tambahan kekuatan pada
tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon.
Peningkatan kadar hormon paratiroid mempunyai efek
langsung dan segera pada mineral tulang yang
menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak
memasuki serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid
secara perlahan meneyebabkan peningkatan jumlah dan
aktivitas osteklas sehingga terjadi demineralisasi.
Metabaolisme kalsium dan fosfat sangat berkaitan erat.

15
Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan
90% dari seluruh fosfat tubuh.
Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi
tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan
absropsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon
paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon
paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang.
Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi
tulang, antara lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium
dan fosfat oleh usus halus.

b. Anatomi Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul
sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe
sendi sebagai berikut :
1. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak
dapat bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang
rawan. Tulang yang satu dengan tulang lainnya
dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang
dapat sedikit bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi
yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh tulang rawan
hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya dapat sedikit
bergerak.

16
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat
digerakkan dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi
dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa
padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan
penyambung berpembuluh darah banyak, serta sinovium
yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh
sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi
sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental
yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial
normalnya bening , tidak membeku, dan tidak berwarna,
jumlah yang ditimbulkan dalam tiap-tiap sendi relatif kecil
(1-3ml).
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak
mendapat aliran darah, limfe,atau persarafan. Oksigen dan
bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi
yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan
kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah
cedera atau ketika usia bertambah.beberapa kolagen baru
pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu yang
lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian
kemampuan hidrofiliknya. Perubahan ini berarti tulang
rawan akan kehilangan kemampuannya untuk menahan
kerusakan bila diberi beban berat.
Aliran darah kesendi banyak yang menuju
sinovium. Pembuluh darah mulai masuk melalui tulang
subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat
tebal dibagian sinovium yang menempel langsung pada
ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan didalam
plasma berdifusi dengan mudah kedalam ruang sendi.
Proses peradangan dapat sangat menonjol disinovium
karena didaerah tersebut banyak mendapat aliran darah dan

17
juga terdapat banyak sel mast dan sel lain serta zat kimia
yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang dan
memperkuat respon peradangan.
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah
yang berdekatan terutama adalah jaringan penyambung
yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam
sel yang ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-
sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada jaringan
penyambung ( seperti sel mast, sel palsma, limfosit,
monosit, dan leukosit polimorfonuklear).
Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar
adalah kolagen dan elastin. Kolagen dapat dipecahkan oleh
kerja kolagenase. Serat-serat elastin memiliki sifat elastis,
serat ini terdapat dalam ligamen, dinding pembuluh darah
besar, dan kulit. Elastin dipecahkan oleh enzim yang
disebut elastase.

2.1.2 Pengertian Fraktur Dan Dislokasi

1) Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang


biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer,
2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2011).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan

18
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2009).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh
jenisnya, luasnya, dan tipenya yang biasanya disebabkan oleh trauma /
tenaga fisik.
2) Dislokasi
Dislokasi persendian adalah suatu kondisi dimana posisi tulang
pada tubuh tidak berada ditempat yang tepat. (Pearce EC, 2000)
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang
terjadi.Dislokasi terjadi bila sendi terlepas dan terpisah, dengan ujung
ujung tulang tidak lagi menyatu. Bahu, siku, jari, pinggul, lutut, dan
pergelangan kaki merupakan sendi sendi yang paling sering mengalami
dislokasi. (Thygerson A, dkk, 2011)
Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempat yang
seharusnya.Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulut, adalah karena
sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain sendi
rahangnya terlepas atau mengalami dislokasi. (Mohamad kartono, 1975)
Dislokasi adalah pergeseran permukaan articular suatu sendi
sehingga aposisi hilang.Sendi harus diistirahatkan dan diimobilisasi hingga
jaringan lunak sembuh, dan pada beberapa kasus, sendi mungkin perlu
pemulihan terbuka. (Brooker Chris,EGC)
Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang
yang membentuk persendian terhadap tulang lain. (Sjamsuhidajat,2011.
Buku Ajar lImu Bedah, edisi 3,Halaman 1046)
Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi
tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis.
(Brunner & Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol 3,Halaman 2355)

19
Dislokasi sendi adalah fragmen frakrtur saling terpisah dan
menimbulkan deformitas.(Kowalak, 2011, Buku Ajar Patofisiologi,
Halaman 404).

2.1.3 Etiologi Fraktur dan Dislokasi


1) Etiologi Fraktur
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami :
a. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
b. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi
dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila
tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang
mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
d. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
2) Etiologi Dislokasi
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot
akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada
usia 30 tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga
lutut mengalami dislokasi.
3. Pukulan

20
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian
lututnya dan menyebabkan dislokasi.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya
pemanasan.
5. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
6. Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara
tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
7. Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai
yang licin.
8. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2.1.4 Patofisiologi Fraktur dan Dislokasi


1) Patofisiologi Fraktur
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka maupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem local maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping
itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan
dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya

21
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas
yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh (wijaya dan Putri, 2013)
2) Patofisiologi Dislokasi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena
kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen
sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat
dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya
penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal
tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan
yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu
dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu
masalah yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada
ligamen. Ligamen akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya
serabut yang ringan maupun total ligamen akan mengalami robek dan
ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal
tersebut akan membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah
edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa sangat nyeri.
Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam
setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.

22
2.1.5 PATHWAY
Trauma langsung Trauma tidak langsung kondisi patologis

Diskontinuitas tulang Fraktur pergeseran


Nyeri
Fragmen tulang

Perubahan jaringan Kerusakan fragmen


sekitar tulang

pergeseran spasme otot tekanan sumsum


fraktur laserasi kulit tukang > tinggi dari
tulang peningkatan kapiler kapiler

Kerusakan
deformitas pelepasan histamin reaksi stress klien
integritas
kulit
gangguan
fungsi protein plasma melepaskan
hilang katekolamin

Gangguan
Edema memobilisasi
mobilitas
fisik asam lemak
penekan pembuluh
darah bergabung dengan

23
trombosis
penurunan emboli
perfusi jaringan
menyumbat
pembuluh darah
Gangguan
perfusi
jaringan

2.1.6 Manifestasi Klinis Fraktur dan Dislokasi


1) Manifestasi Klinis Fraktur
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa).
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui
dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat
melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai
2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

24
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera.
2) Manifestasi Klinis Dislokasi
a. Mengalami keterbatasan gerak
b. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan)
c. perubahan kontur sendi
d. perubahan panjang ekstremitas misalnya dislokasi anterior sendi
panggul.
e. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
f. Deformitas pada persendiaan : Kalau sebuah tulang diraba secara
sering akan terdapat suatu celah.Hilangnya tonjolan tulang yang
normal, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi
anterior sendi bahu.
g. Gangguan gerakan (kehilangan mobilitas normal) : Otot-otot tidak
dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
h. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi : Pembengkakan
ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.
i. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi : Sendi bahu, sendi siku,
metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
j. Kekakuan

2.1.7 Klasifikasi Fraktur dan Dislokasi


1) Klasifikasi Fraktur
Jenis – jenis fraktur (Brunner dan Suddart, 2011)

25
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius
dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah
tulang dan biasanya mengalami pergeseran
b. fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian
dari tengah tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari
satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari
satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu
tapi tidak pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap
ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih
utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen
tulang yang juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
 Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa
cedera jaringan lunak sekitarnya.
 Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau
memar kulit dan jaringan subkutan.
 Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio
jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

26
 Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan
lunak yang nyata ddan ancaman sindroma
kompartement.
b. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata / kompleks )
merupakan fraktur dengan luka pada kulit, menbran
mukosa sampai kepatahan tulang yang dibagi menjadi 3
grade :
 Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )
 Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan
lunak yang ekstensif
 Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan
mengalami kerusakan jaringan lunak. Yang
ekstensif.
2) Klasifikasi Dislokasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya (Brunner & Suddart,
2002, KMB, edisi 8, vol 3,Halaman 2356) adalah:
a) Dislokasi congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan, paling sering terlihat pada pinggul.
b) Dislokasi spontan atau patologik, akibat penyakit sendi dan atau
jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis
tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
c) Dislokasi traumatic, kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan
saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat
anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada
orang dewasa.

Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya (Brunner & Suddart, 2002,KMB,


edisi 8, vol 3,Halaman 2356)dapat dibagi menjadi :

27
a) Dislokasi Akut, Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip.
Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi
b) Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti
oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang
minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada
shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering
dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Disloksi berdasarkan tempat terjadinya :
a) Dislokasi Sendi Rahang .
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :Menguap atau terlalu
lebar dan terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka,
akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
b) Dislokasi Sendi Bahu.
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di
anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior
(dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior).
c) Dislokasi Sendi Siku.
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang
dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan
siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-
tonjolan tulang siku.
d) Dislokasi Sendi Jari.
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong
dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari
dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung
tangan.
e) Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal.
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi
persendian.
f) Dislokasi Panggul.

28
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior
dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum
(dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum
(dislokasi sentra).
g) Dislokasi Patella.
Paling sering terjadi ke arah lateral, reduksi dicapai dengan
memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil
mengekstensikan lutut perlahan-lahan.Apabila dislokasi dilakukan
berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.

2.1.8 Komplikasi Fraktur dan Dislokasi


1) Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur menurut Mutaqqin (2008) yaitu:
1. Komplikasi awal
a) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal,
hematom melebar dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh
tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada bagian yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen
Kompikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang,
saraf, pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem
atau perdarahan yang menekan otot, sraf, pembuluh darah atau tekanan
luar seperti gips Fat embolism syndrome (FES)
Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang
mengakibatkan komplikasi serius pada fraktur tulang panjang, terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun.
Ditandai dengan adanya gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takipnea dan demam.
c) Infeksi
Biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat terjadi juga
pada penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin dan plat
yang tepasang didalam tulang. Sehingga pada kasus fraktur resiko
infeksi yang terjadi lebih besar baik karena penggunaan alat bantu
maupun prosedur invasif.
d) Nekrosis avaskuler

29
Aliran darah ketulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan
nekrosis tulang. Biasanya diawali dengan adanya iskemia volkman.
e) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kepiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.
2. Komplikasi lama
a) Delayed union
Kegagalan fraktur terkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan ruang untuk menyambung. Ini terjadi karena suplai darah
ketulang menurun.
b) Non-union
Kompilasi ini terjadi karena adanya fraktur yang tidak sembuh
antara 6 sampai 8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga
terdapat infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi yang
disebut infected pseudoarthosis. Fraktur dapat menyebabkan infeksi
c) Mal- union
Keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya tapi terdapat
deformitas (perubahan bentuk tulang) yang berbentuk angulasi.

2) Komplikasi Dislokasi
Komplikasi dislokasi meliputi :
a. Komplikasi dini
 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil
yang mati rasa pada otot tersebut.
 Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
 Fraktur dislokasi
 Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi,CRT(capillary refill time)
menurun,sianosis pada bagian distal,hematoma melebar,dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan
darurat spilinting,perubahan posisi pada yang sakit,tindakan
reduksi,dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen

30
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau
perdarahan yang menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau
karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu
kuat.
c. Komplikasi lanjut
d. Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara
otomatis membatasi abduksi.
e. Kelemahan otot.
f. Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Fraktur dan Dislokasi


1) Pemeriksaan Penunjang Fraktur
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran
3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus
atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-
ray:
a) Bayangan jaringan lunak.
b) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.

31
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik


khususnya seperti:

a) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi


struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
b) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal
dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
c) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
d) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase
yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain :
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.

32
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
2) Pemeriksaan Penunjang Dislokasi
a) Sinar X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik untuk
menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dengan dislokasi sendi
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana
tulang dan sendi berwarna putih.
b) CT Scan
CT Scan yaitu pemeriksaan sinar X yang lebih canggih dengan
bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail
dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada pasien dislokasi
ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada
tempatnya.
c) MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang
magnet dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar X atau bahan
radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama
jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada
pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari
mangkuk sendi.

2.1.10 Penatalaksanaan Medis Fraktur dan Dislokasi


1) Penatalaksanaan Medis Fraktur
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
a. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,

33
namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang
rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan
daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara
pemasangan bidai atau gips.
a) Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.

b) Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai
dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
 Immobilisasi dan penyangga fraktur
 Istirahatkan dan stabilisasi
 Koreksi deformitas
 Mengurangi aktifitas
 Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah
 Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
 Gips patah tidak bisa digunakan
 Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien

34
 Jangan merusak / menekan gips
 Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
 Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu
lama
b. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari
fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu
yang lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap
seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi
internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu
panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
i. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur,
dan pada keadaan emergency
ii. Traksi mekanik, ada 2 macam :
 Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur
yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4
minggu dan beban < 5 kg.
 Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa
yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
 Mengurangi nyeri akibat spasme otot
 Memperbaiki & mencegah deformitas

35
 Immobilisasi
 Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk
nyeri tulang sendi)
 Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
A. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga
menimbulkan gaya tarik
B. Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus
seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan
C. Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi
lapisan khusus
D. Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
E. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan
lantai

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang


logam pada pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan
ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya
insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang
yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi
dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali.
Sesudah direduksi, fragmen- fragmen tulang ini dipertahankan
dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
2) Penatalaksanaan Medis Dislokasi

36
Penanganan medis secepatnya adalah solusi untuk dislokasi persendian.
Obat penghilang rasa sakit juga dapat diberikan selama penanganan medis.
(Davies K, 2007)
Penatalaksanaan keperawatan
a. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
 R: Rest = Diistirahatkan adalah  pertolongan pertama yang
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
 I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
 C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
 E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi
oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1. Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya :
dua puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh
menit.
2. Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus
dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang
waktu sepuluh menit.
3. Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam
bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh – dua
puluh menit.
4. Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke
bagian tubuh yang cedera.
c. Latihan ROM

37
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari
tergantung jaringan yang sakit.
Penatalaksanaan medis : Farmakologi
d. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri.
Berikut contoh obat analgetik :
1. Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa
1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,
maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
2. Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet
; Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi :
hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping :
mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal
500mg  lalu 250mg tiap 6jam.
3. Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah pertama yang paling penting dalam proses
keperawatan. Jika langkah ini tidak di tangani dengan baik, perawat akan
kehilangan kontrol atas langkah-langkah selanjutnya dari proses keperawatan.
Tanpa pengkajian keperawatan yang tepat, tidak ada diagnosa keperawatan, dan
tanpa diagnosa keperawatan, tidak ada tindakan keperawatan mandiri (Herman,
2015)
Pengkajian meliputi:
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, nomer register, tanggal masuk Rumah
Sakit, diagnose medis.

38
2. Pengkajian Primer
Menurut Paul Krisanty (2016) Setelah pasien sampai di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankandanmengaplikasikan prinsipAirway, Breathing, Circulation,
DisabilityLimitation, Exposure (ABCDE).
a) Airway : Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami
fraktur meliputi, pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang
dapat disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula
atau maksila, fraktur laring atau trachea. Usaha untuk
membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebral servikal
karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu
diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak
boleh melibatkan hiperektensi leher.
b) Breathing : Setelah melakukan airway kita harus menjamin
ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik
dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka
uantuk melihat pernapasan yang baik.
c) Circulation : Kontrol perdarahan vena dengan menekan langsung
sisi area perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri
paling dekat dengan perdarahan. Curiga hemoragi internal (pleural,
parasardial, atau abdomen) pada kejadian syok lanjut dan adanya
cidera pada dada dan abdomen. Atasi syok, dimana klien dengan
fraktur biasanya mengalami kehilangan darah. Kaji tanda- tanda
syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi
halus.
d) Disability :kaji kedaan neurologis secara cepat yang dinilai adalah
tingkat kesadaran (GCS), ukuran dan reaksi pupil. Penurunan
kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen dan penurunan
perfusi ke otak, atau disebabkan perlukaan pada otak. Perubahan
kesadaran menuntut dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan
ventilasi, perfusi dan oksigenasi.

39
e) Exsposure : jika exsposure dilakukan di Rumah Sakit, tetapi jika
perlu dapat membuka pakaian, misalnya membuka baju untuk
melakukan pemeriksaan fisik thoraks. Di Rumah Sakit klien harus
di buka seluruh pakaiannya, untuk evaluasi klien. Setelah pakain
dibuka, penting agar klien tidak kedinginan klien harus diberikan
slimut hangan, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan
intravena.
3. Pengkajian Sekunder
Bagian dari pengkajian sekunder pada pasien cidera
muskuloskeletal adalah anamnesis danpemeriksaan fisik. tujuan
dari survey sekunder adalah mencari cidera - cidera lain yang
mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun terlewatkan
dan tidak terobati. Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka
kita harus mengambil riwayat AMPLE daripasien, yaitu Allergies,
Medication, Past Medical History, Last Ate dan Event (kejadian
atau mekanisme kecelakaan). Mekanisme kecelakaan penting
untuk ditanyakan untuk mengetahui dan memperkirakan cedera
apa yang dimiliki oleh pasien, terutama jika kita masih curiga ada
cidera yang belum diketahui saat primary survey, Selain riwayat
AMPLE, penting juga untuk mencari informasi mengenai
penanganan sebelum pasien sampai di rumah sakit. Pada
pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk
dievaluasi adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan
cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular (3)status sirkulasi, (4)
integritas ligamentum dan tulang. Cara pemeriksaannya dapat
dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai
warna dan perfusi, luka,deformitas, pembengkakan, dan memar.
Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk menemukan
pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan bagian punggung.
Bagian distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan
adanya gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak pada

40
daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury dengan
ancaman sindroma kompartemen.
Pada pemerikasaan Feel, kita menggunakan palpasi untuk
memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi.Pada
periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan
abnormal. Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba
pulsasi bagian distal darifraktur danjuga memeriksa capillary refill
pada ujung jari kemudian membandingkan sisi yang sakit dengan
sisi yang sehat. Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi,
dapat digunakan alat Doppler yang dapat mendeteksi aliran darah
di ekstremitas. Pada pasien dengan hemodinamik yang normal,
perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi
danadanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri. Selain
itu hematoma yang membesar atau pendarahan yang memancar
dari luka terbuka menunjukkan adanya traumaarteria.
Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat
cedera muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut
syaraf dan iskemia sel syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf
memerlukan kerja sama pasien. Setiap syaraf perifer yang besar
fungsi motoris dan sensorisnya perlu diperiksa secara sistematik.
4. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada pasien fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lama
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri di gunakan:
a) Provoking Incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presitasi nyeri.
b) Quality Of Pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan. Apakah
seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
c) Region : Apakah rasaa sakit bias reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

41
d) Severity (scalr) Of Pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau menerangkkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
5. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini biasa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bias ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
member petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit – penyakit tersebut seperti kangker tulang dan penyakit
pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sulit untuk
menyambung.
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan
dan kangker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : dikaji GCS klien
b. System Integumen : kaji ada tidaknya eritema, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
c. Kepala : kaji bentuk kepala, apakah terdapat benjolan, apakah ada
nyeri kepala
d. Leher : kaji ada tidaknya penjolan kelenjar tiroid, dan reflek
menelan.
e. Muka : kaji ekspresi wajah klien wajah, ada tidak perubahan fungsi
maupun bentuk. Ada atau tidak lesi, ada tidak oedema.
f. Mata : kaji konjungtiva anemis atau tidak (karena tidak terjadi
perdarahan).
g. Telinga : kaji ada tidaknya lesi, nyeri tekan, dan penggunaan alat
bantu pendengaran.
h. Hidung : kaji ada tidaknya deformitas, dan pernapasan cuping
hidung.
i. Mulut dan Faring : kaji ada atau tidak pembesaran tonsil,
perdarahan gusi, kaji mukosa bibir pucat atau tidak.

42
j. Paru :
1) Inspeksi : kaji ada tidaknya pernapasan meningkat.
2) Palpasi : kaji pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3) Perkusi : kaji ada tidaknya redup atau suara tambahan.
4) Auskultasi : kaji ada tidaknya suara nafas tambahan.
 Jantung
a) Inspeksi : kaji ada tidaknya iktus jantung.
b) Palpasi : kaji ada tidaknya nadi meningkat, iktus teraba
atau tidak.
c) Perkusi : kaji suara perkusi pada jantung
d) Auskultasi : kaji adanya suara tambahan
 Abdomen
a) Inspeksi : kaji kesimetrisan, ada atau tidak hernia
b) Auskultasi : kaji suara Peristaltik usus klien
c) Perkusi : kaji adanya suara
d) Palpasi : ada atau tidak nyeri tekan
 Ekstremitas
a) Atas : kaji kekuatan otot, rom kanandan kiri, capillary
refile, perubahan bentuk tulang
b) Bawah : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary
refile, dan perubahan bentuk tulang

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Menurut NANDA (2015) diagnose keperawatan yang di tegakkan pada klien
dengan fraktur meliputi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (00132).
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
nyeri, penurunan kekuatan otot (00085)
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan pada
tonjolan tulang (00047).
d. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan intregritas kulit (kerusakan
kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/ traksi tulang) (00004)

2.2.3 IMPLEMENTASI
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (00132).
Tujuan : diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil :

43
Menyatakan nyeri berkurang, menunjukkan tindakan santai, mampu
berprtisipasi dalam beraktivitas.
Intervensi :
a) Kaji nyeri klien
b) Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase,
perubahan posisi)
c) Lakukan kompres air dingin selama fase akut 24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.
d) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
nyeri, penurunan kekuatan otot (00085)
Tujuan : Dapat menunjukkan kemampuan untuk melakukan aktifitas
Kriteria hasil :
Meningkatkan dan mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi,
mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan atau fungsi
yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
Intervensi :
1. Kaji imobilisasi klien
2. Bantu latihan rentan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klieN.
3. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/ eliminasi) sesuai
keadaan pasien
4. Lakukan perawatan tirah baring klien
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan pada
tonjolan tulang (00047).
Tujuan :
Diharapkan ketidaknyamanan hilang, tidak ada kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mncegah kerusakan kulit atau
memudahkan penyembuhuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan
luka sesuai waktu atau penyembuuhan lesi.
Intervensi :

44
1. Kaji kulit untuk luka terbuka
2. Lakukan perawatan tirah baring
3. Masase kulit terutama dengan penonjolan tulang dan area distal
bebat / gips.
4. Bersihkan kulit menggunakan sabun dan air
d. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan intregritas kulit (kerusakan
kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/ traksi tulang) (00004)
Tujuan : Diharapkan penyembuhan luka sesuai waktu
Kriteria hasil :
Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen
atau eritema dan demam.
Intervensi :
1. Kaji adanya infeksi atau iritasi pada luka
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril
3. Monitor tanda – tanda vital
4. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai
indikasi.

2.2.4 EVALUASI
Menurut Wahid (2013) menyatakan evaluasi pada klien fraktur meliputi:
1. Nyeri berkuarang atau hilang
2. Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
3. Pertukaran gas adekuat
4. Tidak adanya gangguan dalam mobilisasi fisik
5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
6. Infeksi tidak terjadi
7. Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

45
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 KASUS

Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 28 juni 2021 pukul 07.00 WIB di ruang
Abu Bakar RSI Sunan Kudus
A. IDENTITAS KLIEN
1. Nama : Tn. Y
2. Umur : 20 Tahun
3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : Swasta
6. Status Perkawinan : Belum menikah
7. Alamat : Mejobo , Kudus
8. Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
9. No Registrasi : 337***
10. Diagnosa Medis : Close Fraktur Femur 1/3 tengah sinestra
B. IDENITAS PENANGGUNG JAWAB
1. Nama : Tn. K
2. Umur : 45 Tahun

46
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan : SMP
5. Alamat : Mejobo, Kudus
6. Hubungan dengan pasien : Ayah
C. RIWAYAT KEPERAWATAN
a) Keluhan Utama
Pasien mengatakan kaki kiri pasien tidak dapat di gerakkan.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan kaki kiri pasien bagian paha tidak dapat di
gerakkan dan terasa nyeri saat gerakkan di karenakan pasien
mengalami kecelakaan saat berangkat mengantar susu kedelai.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah di rawat di rumah sakit.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak memiliki penyakit keturunan.
GENOGRAM

e) Riwayat Kesehatan Lingkungan


Pasien mengatakan lingkungan rumah pasien bersih, udara bersih, jauh
dari polusi udara.
D. PENGKAJIAN FOKUS
E. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum : Lemah
2) Kesadaran : Composmentis GCS : E:4 M:6
V:5

47
3) Tanda-tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Respirasi : 22x/ menit
- Nadi : 80x/ menit
- Suhu : 36,2 ͦC
4) BB : 54 kg TB : 160 cm
5) Kepala : Mesocephal
Muka : Pucat
Mata : Konjungtivatidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Simetris, Bersih, tidak ada secret
Telinga : Tidak ada gangguan pendengaran
Mulut : Bersih
6) Leher : Terpasang neckolar
7) Dada
Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ic teraba di ICS ke 5 mid klavikula sinestra
Pe : Pekak
A : Bunyi jantung I dan II lup dup
Paru-paru : I : Tidak ada jejas di dada
Pa : Pengembangan dada kuat angkat ka/ki
Pe : Sonor pada seluruh lapang paru
A : Suara nafas vesikuler
8) Abdomen : I : Suara nafas vesikuler
A : Bising usus terdengar 23x/menit
Pe : Kuadran I sonor kuadran II, III, IV tympani
Pa : Tidak ada nyeri tekan
9) Ekstremitas
Atas : tidak ada lesi,tangan bias digerakkan dengan baik
Bawah : tidak ada lesi , kaki kiri tidak bias digerakkan dengan baik
Skala kekuatan otot : 5 5
5 3
10) Genetalia : Bersih, terpasang DC

48
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laboratorium : Tanggal 28 Juni 2021
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi Rutin
- Hemoglobin 13.6 13.5-17.5
- Hematokrit 42 33-45
- Leukosit 10.5 4.5-11.0
- Trombosit 239 150-450
- Eritrosit 5.01 4.50-5.90
- Golongan Darah O
Hemostasis
- PT 14.5 10.0-15.0
- APTT 30.3 20.0-40.0
- INR 1.210
Kimia Klinik Elekrolit
- Na darah 137 136-145
- Kal darah 3.1 3.3-5.1
- Clorida darah 10.2 98-106
- Glukosa darah sewaktu 60-40
Serologi Hepatitis
HBSAg Rapid Non Reactive Non Reactive

HASIL RONTGEN
Hasil:
- Tampak fraktur di OS Femur 1/3 tengah kiri
- Trabekulasi tulang normal
- Celah dan permukaan sendi dalam batas normal
- Tak tampak klasifikasi abnormal
- Tak tampak erosi/destruksi tulang
- Tak tampak soft tissue mass/sweilling
- Pergeseran sendi (-)

49
Kesimpulan: Fraktur OS Femur 1/3 tengah kiri
TERAPI OBAT
Cairan IV
 Nacl 0,9% 20tpm

Obat parenteral
 Inj. Ranitidin 50mg
 Inj. Cefazolin 1gr
 Fenitoin 100gr
 Inj. Metamizol 1gr

G. ASUHAN KEPERAWATAN
ANALISA DATA
Nama : Tn. Y No CM : 337***
Umur : 20 Tahun Ruang : Abu Bakar
N Hari/tgl Data Problem Etiolo TTD
o gi
1 Senin DS: Nyeri akut Agen
. 28 Juni Klien mengeluh nyeri pada kaki cidera
2021 kiri bagian paha Fisik
P: Nyeri bertambah saat di
gerakkan
Q: Nyeri seperti diremasremas
R: Nyeri pada bagian femur 1/3
tengah sinestra (di
sekitar pada kiri) S:
Skala nyeri 7 T: Hilang
timbul
DO:
- Klien tampak lemas
- Klien tampak meringis
kesakitan
TD: 100/80 mmHg
N: 80x/menit
S: 36,2ͦ c

50
2 Senin DS: Klien mengeluh kaki kirinya Hambatan Penurunan
. 28 Juni sulit untuk digerakkan mobilitas fisik Kekuatan
2021 DO: Otot
- Kekuatan otot ektremitas atas
ka/ki: 5/5, ekstremitas bawah
ka/ki: 5/3
- Klien tampak membutuhkan
bantuan orang lain saat beraktifitas

3 Senin DS: Resiko Adanya


. 28 Juni Klien mengatakan bagian paha infeksi luka
2021 klien sebelah kiri tampak ada terbuka
luka dan merasa sakit.
DO:
- Leukosit 10.5 ribu/ul
- Suhu 36,2
- Tampak ada kemerahan
- Klien tampak menahan
sakit

PROBLEM LIST

Nama : Tn. Y No CM : 337***


Umur : 20 Tahun Ruang : Abu Bakar
No Data Fokus Diagnosa Tanggal Tanggal TTD
Keperawatan ditemuka Teratasi
n
1. DS: Nyeri akut 28 Juni
Klien mengeluh nyeri berhubungan 2021
pada kaki kiri bagian dengan agen
paha cedera fisik
P: Nyeri bertambah
saat di gerakkan

51
Q: Nyeri seperti
diremasremas
R: Nyeri pada bagian
femur 1/3 tengah
sinestra (di
sekitar pada kiri) S:
Skala nyeri 7 T: Hilang
timbul
DO:
- Klien tampak lemas
- Klien tampak
meringis kesakitan
TD: 100/80 mmHg
N: 80x/menit
S: 36,2ͦ c
2. DS: Klien mengeluh Hambatan 28 Juni
kaki kirinya sulit untuk mobilitas fisik 2021
digerakkan berhubungan
DO: dengan
- Kekuatan otot penurunan
ektremitas atas ka/ki: kekuatan otot
5/5, ekstremitas bawah
ka/ki: 5/3
- Klien tampak
membutuhkan bantuan
orang lain saat
beraktifitas
3. DS: Resiko infeksi 28 Juni
Klien mengatakan berhubungan 2021
bagian paha klien dengan adanya
sebelah kiri tampak luka terbuka
ada luka dan merasa
sakit.

52
DO:
- Leukosit 10.5 ribu/ul
- Suhu 36,2
- Tampak ada
kemerahan
- Klien tampak
menahan sakit

NURSING CARE PLAN

Nama : Tn. Y No CM : 337***


Umur : 20 Tahun Ruang : Abu Bakar
No Hari/ Diagnosa Tujuan Intervensi TT
Tangga Keperawata D
l n
1. Senin Nyeri akut Setelah di lakukan - Berikan penjelasan
28 Juni berhubungan tindakan keperawatan pada klien tentang
2021 dengan agen selama 8 jam di penyebab nyeri
cedera fisik harapkan nyeri - Kaji skala nyeri
berkurang dan dapat - Ajarkan klien tentang
teratasi dengan Kriteria teknik mengurangi rasa
Hasil: nyeri
- Mengkaji skala nyeri - Observasi TTV
P,Q,R,S,T - Kolaborasikan dengan
- Skala nyeri turun tim medis dalam
menjadi 4 pemberian analgesik
- Klien mampu
mengontrol nyeri
2. Senin Hambatan Setelah di lakukan - Berikan istirahat yang
28 Juni mobilitas tindakan keperawatan cukup
2021 fisik selama 8 jam di - Berikan latihan

53
berhubungan harapkan pasien mampu aktivitas secara bertahap
dengan memiliki cukup energi - Bantu klien dalam
penurunan untuk beraktivitas dan memenuhi kebutuhan
kekuatan otot dapat teratasi dengan sesuai yang di inginkan
Kriteria Hasil:
- Klien mampu
melakukan aktivitas
mandiri sesuai
kemampuan
- Klien mampu untuk
memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri
3. Senin Resiko Setelah di lakukan - Observasi TTV
28 Juni infeksi tindakan keperawatam - Lakukan perawatan
2021 berhubungan selama 8 jam di luka
dengan harapkan pasien tidak
adanya luka terjadi infeksi dan dapat
terbuka teratasi dengan Kriteria
Hasil:
- Tidak ada tanda-tanda
infeksi
- Luka bersih, tidak
lembab dan tidak kotor

NURSING NOTE

Nama : Tn. Y No CM : 337***


Umur : 20 Tahun Ruang : Abu Bakar
Hari/tangga Jam No Implementasi respon TTD
l D
P
Senin 28 07.30 1 Memberikan S: Klien bersedia untuk

54
Juni 2021 penjelasan pada mendengarkan
klien tentang penjelasan perawat
penyebab nyeri O: - Klien tampak
meringis kesakitan
- Klien tampak pucat
07.45 1 Mengkaji skala S: P: Nyeri bertambah
nyeri saat di gerakkan
Q: Nyeri seperti
diremas-remas
R: Nyeri pada bagian
femur 1/3 tengah
sinesta
S: Skala nyeri 7
T: Hilang timbul
O: Klien tampak
meringis kesakitan
08.00 1 Mengajarkan S: Klien bersedia
teknik relaksasi mengikuti intruksi
nafas dalam perawat
O: Klien tampak
mengikuti apa yang di
ajarkan oleh perawat
08.15 1 Mengobservasi S: Klien bersedia
Tanda-tanda mengikuti intruksi
vital O: TD:100/80 mmHg
N:80x/menit S:36,2
RR:22x/menit
08.30 2 Memberikan S: Klien mengatakan
istirahat yang kaki kirinya terasa nyeri
cukup sulit beristirahat
O: - Klien sulit
beristirahat
- Klien tampak meringis

55
kesakitan
08.45 2 Membantu S: Klien bersedia
dalam dibantu beraktivitas
beraktivitas O: Klien tampak masih
sulit untuk beraktivitas
09.15 3 Mengobservasi S: Klien bersedia
tanda-tanda vital O: TD:100/80 mmHg
N:80x/menit S:36,2
RR:22x/menit
09.30 3 Memberikan S: Klien bersedia
perawatan luka O: - Klien tampak
meringis kesakitan
- Luka bersih tidak ada
tanda-tanda infeksi

PROGRESS NOTE

Nama : Tn. Y No CM : 337***


Umur : 20 Tahun Ruang : Abu Bakar
Hari/tangga No Diagnosa Evaluasi TTD
l D Keperawatan
P
Senin 28 1 Nyeri akut S: Klien mengatakan nyeri
Juni 2021 berhubungan dengan pada kaki kiri bagian paha
agen cedera fisik P: Nyeri bertambah saat di
gerakkan
Q: Nyeri seperti diremas-
remas
R: Nyeri pada bagian
femur 1/3 tengah sinestra
(di sekitar pada kiri)
S: Skala nyeri 7
T: Hilang timbul
O: Klien tampak meringis

56
kesakitan
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjut intervensi
- Observasi TTV
- Kaji skala nyeri
- Ajarkan teknik relaksasi
Senin 28 2 Hambatan mobilitas S: Klien mengeluh kaki
Juni 2021 fisik berhubungan kirinya sulit untuk
dengan penurunan digerakkan
kekuatan otot O: Klien tampak sulit
beraktivitas
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Meminta keluarga
untuk
mendampingi saat
beraktivitas
Senin 28 3 Resiko infeksi S: Di bagian paha klien
Juni 2021 berhubungan dengan sebelah kiri tampak ada
adanya luka terbuka luka
O: Klien tampak menahan
sakit
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi tanda-
tanda infeksi
- Melakukan perawatan
luka
- Mengobservasi TTV

57
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN

58

Anda mungkin juga menyukai