Anda di halaman 1dari 31

CAM ( CASE ANALYSIS METHODE)

ASMA BRONKHI
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Fasilitator : Nina Giartika S.Kep, M.Kep

Disusun oleh :
Safitri Baiti Misbakh (302019064)
Regiawati Juliastuti (302019072)
Kania Tri Astuti (302019073)
Seli Aprilianti (302019080)
Elsa Yulistiani (302019085)
Vera Apriliani (302019086)
Sultoni Jaelani (302019088)
Nurna Ningsi M.Tjan (302019093)
Majid Fahrizal Nurakbar (302019096)
Feri Fatur Rahman Saleh (302019097)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
Jln.K.H.A.Dahlan Dalam No.6 Bandung
2020
KATA PENGANTAR

Bismillahhirahmannirahhim
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia
serta Ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Sholawat serta salam kami limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarganya,sahabatnya serta umatnya hingga akhir zaman.
Kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini tentang””. disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Tanpa adanya dukungan , kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, untuk itu
kami mengucapkan terima kasih telah meluangkan waktunya untuk bekerja sama dalam
memberikan arahan dan saran demi kelancaran makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini
berguna dan bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca.

Bandung, 21 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................3
C. Tujuan..............................................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4
A. Definisi Asma Bronkhi..................................................................................................................4
B. Etiologi Asms Bronkhi....................................................................................................................5
C. Patofisiologi Asma Bronkhi.............................................................................................................5
D. Manifestasi Klinis............................................................................................................................7
E. Penatalaksanaan Asma Bronkhi..........................................................................................................7
F. Terapi farmakologi..........................................................................................................................8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. JJ (33 tahun) DENGAN GANGGUAN
SISTEM RESPIRASIDI RUANG KEMUNING LANTAI 2 RS HASAN SADIKIN BANDUNG............9
A. Pengkajian.......................................................................................................................................9
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................................22

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma saat ini telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara
yang dapat menurunkan produktivitas serta menurunkan kualitas hidup. Asma merupakan
penyakit inflamasi kronis saluran napas dimana banyak sel yang berperan terutama sel
mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Individu yang rentan,
proses inflamasi tersebut menyebabkan wheezing berulang, sesak napas, dada rasa
tertekan dan batuk terutama malam hari dan atau menjelang pagi. Episode ini bervariasi
dan sering reversibel, baik spontan maupun dengan pengobatan. Hambatan aliran udara
pada asma disebabkan oleh berbagai perubahan dalam saluran napas yaitu
bronkokontriksi, edema saluran napas, hiperresponsif saluran napas dan airway
remodeling. Asma Bronkial adalah kelainan yang berupa inflamasi kronik saluran
pernapasan yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa
berat didada (Depkes RI, 2009).
Prevalensi asma bronkial diperkirakan sebanyak 235 juta orang pada 2011. Di
negara berkembang angka kematian asma mencapai lebih 8%(WHO,2011). Prevalensi
asma pada orang dewasa sekitar 9,5%, sedangkan menurut jenis kelamin sebanyak 9,7%
pada perempuan dan 7,2% pada laki-laki (NCHS,2011). Indonesia merupakan salah satu
negara berkembang, sedangkan angka kasus asma masih cukup tinggi. Di Indonesia,
provinsi dengan prevalensi asma tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tengah dengan
persentase 7,8%, sedangkan Jawa Tengah menempati peringkat 17 yakni sebesar 4,3%
(Depkes RI, 2013).
World Health Organization (WHO) tahun 2010, mengemukakan bahwa hingga
saat ini jumlah pasien asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta pasien pada tahun 2025.
Prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada
12,5 juta pasien asma di Indonesia (Harahap, 2011, p.1).
Tingginya jumlah pasien asma bronchial ini mengharuskan adanya suatu upaya
pencegahan kekambuhan asma bronchial. Upaya pencegahan kekambuhan asma
bronchial berkaitan dengan perilaku, sehingga diperlukan pendekatan terhadap perilaku.
Rosenstock (1982) mengembangkan sebuah teori yaitu Health Belief Model (HBM).
Model ini menjelaskan alasan seseorang untuk melakukan tindakan pencegahan
berdasarkan persepsi seseorang terhadap penyakit yang dideritanya.
1

HBM menjelaskan bahwa semakin individu merasa terancam dengan gejala penyakit
yang ia alami maka semakin cepat individu mencari pertolongan medis. Seberapa besar
ancaman yang dirasakan individu akan gejala penyakit yang dialaminya tergantung pada
faktor
pengobatan. Kedua, perceived seriousness yaitu seberapa parah individu mempersepsikan
akibat jika tidak segera melakukan
pengobatan. Ketiga, perceived benefits, dimana individu menilai dengan
keuntungan yang akan didapatkan individu jika melakukan pengobatan. Keempat
perceived barriers, individu akan menilai apakah pengobatan menimbulkan efek samping
yang menyenangkan, biaya yang mahal dan apakah sulit menperolehnya. Dan unsur lain
yaitu cues to action yang merupakan isyarat untuk melakukan tindakan pengobatan atau
pencegahan (Sinaga, 2009, p.6).
Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi 3 domain besar, yaitu alergen, iritan, dan
hal-hal lain yang tidak tergolong dalam alergen maupun iritan (State of the Region’s
Health, 2002). Faktor risiko asma yang mempengaruhi perkembangan dan ekspresi asma
terdiri dari faktor internal (host factor) dan faktor eksternal (environmental factor). Faktor
internal terdiri dari genetik, obesitas, jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan ekspresi
emosi yang kuat atau berlebihan. Sedangkan faktor eksternal meliputi occupational
irritant, infeksi virus di saluran nafas, alergen, asap rokok, polusi udara, obat-obatan, dan
perubahan suhu terkait perubahan musim atau kondisi geografis lainnya (Suyono, 2001 ;
GINA, 2008).
Faktor eksternal menjadi berperan dominan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Banyak penelitian telah membuktikan hal ini. Riset di
Kanada menunjukkan bahwa infeksi virus, olahraga, asap rokok, debu, dan serbuk sari
bunga menempati lima peringkat teratas sebagai penyebab asma terbanyak di semua
golongan usia (State of Region’s Health, 2002). Di lingkungan kerja, dimana asma
meliputi asma kerja (occupational asthma) dan asma diperberat di tempat kerja (work-
aggravated asthma), occupational irritant yang paling sering menginduksi asma tersebut
adalah isosianat (dari cat semprot) sehingga disebut isocyanate-induced asthma
(Wahyuningsih, et al, 2003). Selain itu, riset di London menunjukkan bahwa berjalan
selama 2 jam di sepanjang jalan yang padat kendaraan bermesin diesel mempengaruhi
efek fungsional dan reaksi inflamasi pada orang dewasa dengan asma (Kaufman, 2007).
Di wilayah kerja Puskesmas Selat Kabupaten Karangasem Bali, asma termasuk dalam 5
besar penyakit dengan angka kunjungan tertinggi di awal tahun 2009. Penduduk setempat
melaporkan bahwa faktor yang paling sering menginduksi asma adalah polusi udara
terkait daerah pertambangan dan perubahan suhu terkait kondisi geografis wilayah yang
ada di daerah dataran tinggi.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan beberapa pertanyaan yang nantinya memuat
penjelasan penjelasan dalam makalah. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini
sebagai berikut:
1. Apa definisi Asma dan Asma Brinkhi?
2. Apa etiologi Asma Bronkhi?
3. Apa saja faktor penyebab Asma Bronkhi?
4. Bagaimana patofisiologi Bronkhi?

2
5. Bagaimana manifestasi klinis Asma Bronkhi ?
6. Bagaimana penatalaksanaan Asma Bronkhi?
7. Apa terapi farmakologi Asma Bronkhi?

C. Tujuan

Tujuan merupakan maksud dari pembuatan makalah atau kelanjutan dari sebuah
rumusan masalah. Adapun tujuan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. untuk mengetahui definisi Asma Bronkhi;
2. untuk mengetahui etiologi Asma Bronkhi;
3. untuk mengetahui apa saja faktor penyebab Asma Bronkhi;
4. untuk mengetahui patofisiologi Asma Bronkhi;
5. untuk mengetahui manifestasi klinis Asma Bronkhi;
6. untuk mengetahui penatalaksanaan Asma Bronkhi;
7. untuk mengetahui terapi farmakologi Asma Bronkhi.

3
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Asma Bronkhi


Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronis yang sering diderita oleh anak-
anak, orang dewasa, maupun para lanjut usia. Penyakit ini memiliki karakteristik
serangan periodik yang stabil (Sykes, et al, 2008). Terapi farmakologis yang ada selama
ini efektif untuk mengatasi serangan asma, namun kurang efektif untuk mengontrol
perkembangan asma. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penderita asma yang semakin
meningkat dewasa ini, di saat kemajuan dalam bidang pengobatan asma telah dicapai
(Arief, 2009).
Asma saat ini telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara
yang dapat menurunkan produktivitas serta menurunkan kualitas hidup. Asma merupakan
penyakit inflamasi kronis saluran napas dimana banyak sel yang berperan terutama sel
mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Individu yang rentan,
proses inflamasi tersebut menyebabkan wheezing berulang, sesak napas, dada rasa
tertekan dan batuk terutama malam hari dan atau menjelang pagi. Episode ini bervariasi
dan sering reversibel, baik spontan maupun dengan pengobatan. Hambatan aliran udara
pada asma disebabkan oleh berbagai perubahan dalam saluran napas yaitu
bronkokontriksi, edema saluran napas, hiperresponsif saluran napas dan airway
remodeling.
Prevalensi asma bronkial diperkirakan sebanyak 235 juta orang pada 2011. Di
negara berkembang angka kematian asma mencapai lebih 8%(WHO,2011). Prevalensi
asma pada orang dewasa sekitar 9,5%, sedangkan menurut jenis kelamin sebanyak 9,7%
pada perempuan dan 7,2% pada laki-laki (NCHS,2011). Indonesia merupakan salah satu
negara berkembang, sedangkan angka kasus asma masih cukup tinggi. Di Indonesia,
provinsi dengan prevalensi asma tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tengah dengan
persentase 7,8%, sedangkan Jawa Tengah menempati peringkat 17 yakni sebesar 4,3%
(Depkes RI, 2013).
World Health Organization (WHO) tahun 2010, mengemukakan bahwa hingga
saat ini jumlah pasien asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta pasien pada tahun 2025.
Prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada
12,5 juta pasien asma di Indonesia (Harahap, 2011, p.1).
Tingginya jumlah pasien asma bronchial ini mengharuskan adanya suatu upaya
pencegahan kekambuhan asma bronchial. Upaya pencegahan kekambuhan asma
bronchial berkaitan dengan perilaku, sehingga diperlukan pendekatan terhadap perilaku.
Rosenstock (1982) mengembangkan sebuah teori yaitu Health Belief Model (HBM).
4

Model ini menjelaskan alasan seseorang untuk melakukan tindakan pencegahan


berdasarkan persepsi seseorang terhadap penyakit yang dideritanya.
B. Etiologi Asms Bronkhi
Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada awal
kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10 tahun
dan
sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak- anak,
terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun perbandingan ini
menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota
yang lain dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.
4,5 Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma. Asma
alergi sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga seperti
rinitis, urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai dengan reaksi kulit terhadap
injeksi intradermal dari ekstrak antigen yang terdapat di udara, dan dapat pula disertai
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan atau respon positif terhadap tes provokasi
yang melibatkan inhalasi antigen spesifik.
Pada manusia alergen berupa debu rumah (tungau) marupakan pencetus tersering
dari eksaserbasi asma. Tungau-tungau tersebetut secara biologis dapat merusak struktur
daripada saluran nafas melalui aktifitas proteolitik, yang selanjutnya menghancurkan
integritas dari tight junction antara sel-sel epitel. Sekali fungsi dari epitel ini dihancurkan,
maka alergen dan partikel lain dapat dengan mudah masuk ke area yang lebih dalam yaitu
di daerah lamina propia. Penyusun daripada tungau-tungau pada debu rumah ini yang
memiliki aktivitas protease ini dapat memasuki daerah epitel dan mempenetrasi daerah
yang lebih dalam di saluran pernafasan.
Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune dan nonimunologi juga
merupakan pencetus daripada asma termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-kira 25%
sampai 30% dari penderita asma adalah seorang perokok. Hal ini menyimpulkan bahwa
merokok ataupun terkena asap rokok akan meningkatkan morbiditas dan keparahan
penyakit dari penderita asma. Terpapar asap rokok yang lama pada pasien asma akan
berkontribusi terhadap kerusakan dari fungsi paru, yaitu penurunan kira-kira 18% dari
FEV 1 selama 10 tahun.Pasien asma yang memiliki kebiasaan merokok akan
mempercepat terjadinya emfisema.
C. Patofisiologi Asma Bronkhi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan proses
yang sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari
bronkial, inflamasi dan remodeling saluran pernafasan. Asma Bronkial adalah kelainan
yang berupa inflamasi kronik saluran pernapasan yang menyebabkan hiperaktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang
berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat didada (Depkes RI, 2009). Asma
bronkial merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel dan elemen selularnya. Sampai saat ini kematian disebabkan oleh serangan asma
seperti sesak napas, mengi, dan lain-lain.

5
PATHWAY ASMA BRONKHI

FAKTOR PENCETUS

ALERGI IDOPATIK

EDEMA DINDING SPASME OTOT POLOS SEKRESI MUKUS


BRONKIOLUS BRONKIOLUS KENTALDIDALAM LUMEN
BRONKIOLUS

EKSPIRASI MENEKAN SISI DIAMETER


BERSIHAN JALAN NAFAS
LUAR BRONKIOLUS
TIDAK EFEKTIF
BRONKIOLUS MENGECIL

INTOLERANSI AKTIVITAS DISPNEA

GANGGUAN PERTUKARAN PERFUSI PARU TIDAK


GAS CUKUP MENDAPAT
VENTILASO

6
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma menurut Halim Danokusumo
(2000) dalam Padila (2015) diantaranya ialah :
a. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
3) Wheezingbelumada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6) BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
5)Stres
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu juga dapat
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalahnya (Wahid & Suprapto, 2013).

b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada
Rongen paru
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.
E. Penatalaksanaan Asma Bronkhi
Risiko berkembangnya asma bronkial merupakan interaksi antara faktor pejamu (host
faktor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang
mempengaruhi untuk berkembangnya asma bronkial, yaitu genetik, alergik (atopi),

7
hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras.7 Faktor lingkungan mempengaruhi
individu

7
dengan kecenderungan atau predisposisi asma bronkial untuk berkembang menjadi
asma bronkial, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala
asma bronkial menetap.7 Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi
lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosio-
ekonomi dan besarnya keluarga.7 Interaksi faktor genetik dengan lingkungan dipikirkan
melalui kemungkinan bahwa baik faktor lingkungan maupun faktor genetik masing-
masing meningkatkan risiko penyakit asma bronkial, dan pajanan lingkungan hanya
meningkatkan risiko asma bronkial pada individu dengan genetik asma bronkial.7 Faktor-
faktor yang mempengaruhi asma bronkial akan berbeda pada tiap individu.
F. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi jangka panjang yaitu memiliki efek samping terutama jika
tidak melakukan kontrol pengobatan. Penggunaan antileukotrien ataupun kortikosteroid
inhalasi beresiko memiliki efek samping penekanan pertumbuhan pada anak-anak,
peningkatan enzim hati, sakit kepala, mual, supresi adrenal, osteopenia, dan kematian
(Ducharme, Chauhan, 2014). Komplikasi dari pengobatan asma dapat dicegah dengan
memberikan pembaharuan terapi yaitu dengan diberikan terapi pendamping (terapi non
medis). Terapi non medis bertujuan mencapai gaya hidup yang normal, menghindari
serangan, dan mengembalikan fungsi paru yang optimal (Bruurs, Van Der Giessen &
Moed, 2013). Terapi yang paling sering digunakan untuk menangani pasien yang
mengalami serangan asma bronkial yaitu menggunakan terapi nebulizer dengan obat yang
digunakan adalah Combivent 0,1% 1 ML (1 MG) yang kandungannya adalah Salbutamol
dan Ipatropium Bromide dimana obat ini berfungsi untuk melonggarkan saluran nafas
dengan cara merelaksasi bronkus. Akan tetapi, Ipatropium Bromide juga mempunyai efek
samping yaitu menyebabkan mulut kering, mengantuk, dan gangguan penglihatan
sehingga pemberiannya harus tepat sesuai dengan dosis yang ada. Obat yang juga sering
digunakan yaitu Bisolvon 0,2 % 1 ML (2 MG) yang kandungannya yaitu Bromhexine
Hydrocloride yang berfungsi untuk mengencerkan dahak.
Terapi farmakologi pada pasien asma bronkial adalah pemberian terapi
kortikosteroid dan albuterol dalam bentuk inhalasi atau dengan nebulizer (Widjaya, I,
2010). Berdasarkan penggunaannya maka obat asma terbagi atas dua golongan yaitu
pengobatan jangka panjang untuk mengontrol gejala asma, dan pengobatan jangka cepat
untuk mengatasi serangan akut asma. Untuk mengatasi serangan akut asma yang paling
cepat biasanya menggunakan larutan Nebulizer, MDI (Metered - Dose Inhaler), dan DPI
(Dry - Power Inhaler) (Ikawati. Z., 2011).

8
9

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. JJ (33 tahun)

DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI

DI RUANG KEMUNING LANTAI 2 RS HASAN SADIKIN BANDUNG

A. Pengkajian
No Medrek: 0001494
Ruangan: Kemuning lt.02
Rumah sakit Hasan Sadikin

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. JJ
Usia / Tanggal lahir : 33 tahun, 3 Januari 1987
Alamat : kp.Dampyak Ds. Balekambang kec. Jongol kab Bogor
Pekerjaan : Parawisata
Agama : Islam
Pendidikan : SMA sederajat
Status perkawinan : Menikah
Cara pembayaran : Tunai

2. Identitas penanggung jawab


Nama : Tn KK.
Alamat : kp.Dampyak Ds. Balekambang kec. Jongol kab. Bogor
Hubungan dengan klien : Suami

3. Riwayat Kesehatan
Asma
a. Keluhan Utama
Sesak nafas yang hebat
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak kurang lebih 6 jam yang lalu, pasien mengeluh sesak nafas, sesak
timbul saat cuaca dingin dan terkena debu.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat asma (+), riwayat alergi debu/ asap (+)
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit asma dalam keluarga (ayah dan kakak pasien).
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas yang ditandai
dengan batuk dan wheezing(D.0149)
b. Pola napas tidak efektif b.d hamabatan upaya napas yang ditandai dengan
penggunaaan otot bantu pernapasan dan pola napas abnormal.(D.0005)

5.
6. INTERVENSI KEPERAWATA

10
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1.Bersihan jalan - Bersihan jalan Manajemen Jalan Napas -Memonitor
napas tidak efektif napas (L.01011) pola
b.d spasme jalan Setelah napas,bunyi
napas yang dilakukan Observasi napas,dan
ditandai dengan pemeriksaan 1 x - Monitor pola napas(frekuensi, sputum
batuk dan 24 jam kedalaman, usaha napas)
wheezing(D.0149 diharapkan - Monitor bunyi napas
bersihan jalan tambahan(mis.
napas dengan Gurgling,mengi,wheezing,,bronkh
kriteria hasil: i kering)
Kode:L.01001 -Monitor sputum(warna,
-Batuk (4) jumlah,aroma)
-Wheezing (2) Terapeutik
-pertahankan kepatenan jaln napas
dengan head-titt dan chin-lift
(Law –thrust jika curiga trauma
servikal)
-posisikan semi-foeler atau fowler
-berikan minum hangat
-lakukan fisioterapi sada,jika
perlu
-lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
-lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan ednotrakeal
-keluarkan sumbatan benda padat
dengan fosrsep McGill
-berikan oksigen, jia perlu
Edukasi
-Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari,jika tidak kontraindikasi

11
11
-Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,mukolitik,jika
perlu.

Manajemen Asma (L.01010)

Observasi
-Monitor frekuensi dan kedalam napas -Memonitor
-Monitor tanda dan gejala hipoksia (mis. frekuensi dan
Gelisah,agitasi,penurunan kesadaran) kedalaman
-Monitor bunyi napas tambahan napas,tanda dan
(mis.wheezing,mengi) gejala hipoksia
-Monitor saturasi oksigen dan bunyu napas
Terapeutik tambahan.
-Berikan posisi semi fowler 30-45
derajat
-Pasang oksimetri nadi
-Lakukan penghisapan lendir,jika perlu
-Berikan oksigen 6-15 L via sungkup
untuk mempertahankanSpO2>90%
-Pasang jalur intravena untuk pemberian
obat dan hidrasi

12
-Pola Napas -Ambil sampel darah
Setelah dilakukan intuk pemeriksaan hitung
pemeriksaan 1 x 24 darah lengkap dan AGD
jam diharapkan pola Edukasi
napas dengan kriteria -Anjurkan meminimalkan
hasil:Kode:L.01004 ansietas yang dapat
-Penggunaan otot meningkatkan kebutuhan oksigen
bantu (2) -Anjurkan bernapas
-Dispnea(2) lambat dan dalam
-Ajarkan teknik
pursued-lip breathing
Ajarkan mengidentifikasi
dan menghindari pemicu
(mis.debu,bulu hewan,serbuk
bunga,asap
,rokok,polutan udara,suhu
lingkungan ekstrem,alergi
makanan.)
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
bronkodilator sesuai indikasi
(mis.albuterol,
metaproterenol)
-Kolaborasi pemberian obat
tambahan jika tidak responsif
dengan bronkodilator
(mis.prednisolone,methylprednisole
,aminophylline)

Pemantauan respirasi(L.01014)

Observasi
-monitor
frekuensi,irama,kedalaman, dan
daya napas

13
Monitor pola napas(seperti -memonitor
bradipnea frekuensi,irama
,takipnea, ,kedalaman
hiperfentilasi,Kussamaul,Cheyne- dan daya
Stokes,Biot,Ataksik) napas.
-Monitor kemampuan
batuk efektif
-Monitor adanya produksi sputum
-Monitor adanya sumbatan jalan
2.Pola napas tidak napas
efektif b.d -Palpasi kesimetrisan ekspansi
hamabatan upaya paru
napas yang -Auskultasi bunyi napas
ditandai dengan -Monitor saturasi oksigen
penggunaaan otot -Monitor nilai AGD
bantu pernapasan -Monitor hasil x-ray toraks
dan pola napas Terapeutik
abnormal.(D.0005) -Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondiri pasien
-Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
-Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
-Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu

14
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny.JJ Usia : 33 tahun


………………
No medrek : 0001493
Ruang : Kemung lantai 2

Tanggal / jam Diagnose Tujuan Implementasi rasional Paraf


20 November 1. Bersihan Bersihan - Memonitor pola -Untuk NS SA
2020 – 08.00 jalan jalan napas napas(frekuensi, mengetahui pola
napas Setelah kedalaman, usaha napas) nafas, bunyi
dilakukan - Memonitor bunyi napas nafas, dan sputum
tidak
pemeriksaan tambahan(mis. -Mengidentifikasi
efektif b.d 1 x 24 jam Gurgling,mengi,wheezing,, dan menghindari
spasme diharapkan bronkhi kering) pemicu
jalan bersihan -Memonitor (mis.debu,bulu
napas jalan napas sputum(warna, hewan,serbuk
yang dengan jumlah,aroma) bunga,asap,rokok,
ditandai kriteria hasil: - Mempertahankan polutan
Kode:L.0100 kepatenan jaln napas udara,suhu
dengan
1 dengan head-titt dan chin- lingkungan
batuk dan -Batuk (4) lift (Law –thrust jika ekstrem,alergi
wheezing( -Wheezing curiga trauma servikal) makanan.)
D.0149) (2) -Memposisikan semi- -Kolaborasikan
foeler atau fowler pemberian
- Memberikan minum bronkodilator
hangat sesuai indikasi
- Melakukan fisioterapi (mis.albuterol,met
sada,jika perlu aproterenol)
- Melakukan penghisapan -
lendir kurang dari 15 detik
- Melakukan
hiperoksigenasi sebelum
penghisapan ednotrakeal
- Mengeluarkan sumbatan
benda padat dengan
fosrsep McGill
- Memberikan oksigen
- Menganjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,jika
tidak kontraindikasi

15
- Mengeluarkan sumbatan
benda padat dengan
fosrsep McGill
- Memberikan oksigen
- Menganjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,jika
tidak kontraindikasi
- Mengajarkan teknik
batuk efektif
- Kolaborasikan pemberian
bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik,jika perlu.
-Memonitor frekuensi dan
kedalam napas
-Memonitor tanda dan
gejala hipoksia (mis.
Gelisah,agitasi,penurunan
kesadaran)
-Memonitor bunyi napas
tambahan
(mis.wheezing,mengi)
-Memonitor saturasi
oksigen
-Memberikan posisi semi
fowler 30-45 derajat
-Memasang oksimetri nadi
-Melakukan penghisapan
lendir,jika perlu
-Memberikan oksigen 6-15
L via sungkup untuk
mempertahankanSpO2>90
%

16
-Memasang jalur intravena
untuk pemberian obat dan
hidrasi
-Mengambil sampel darah
intuk pemeriksaan hitung
darah lengkap dan AGD
-Menganjurkan
meminimalkan ansietas
yang dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen
-Menganjurkan bernapas
lambat dan dalam
-Mengajarkan teknik
pursued-lip breathing
-Mengajarkan
mengidentifikasi dan
menghindari pemicu
(mis.debu,bulu
hewan,serbuk
bunga,asap,rokok,polutan
udara,suhu lingkungan
ekstrem,alergi makanan.)
-Kolaborasikan pemberian
bronkodilator sesuai
indikasi
(mis.albuterol,metaprotere
nol)
-Kolaborasikan pemberian
obat tambahan jika tidak
responsif dengan
bronkodilator
(mis.prednisolone,methylp
rednisole,aminophylline)

17
20 November .Pola napas tidak Pola Napas -Memonitor - Untuk
2020 – 13.00 efektif b.d Setelah frekuensi,irama,kedalaman memonitor
hamabatan upaya dilakukan , dan daya napas frekuensi,irama,ke
napas yang pemeriksaan -Memonitor pola dalaman dan daya
ditandai dengan 1 x 24 jam napas(seperti napas.
penggunaaan otot diharapkan bradipnea,takipnea,hiperfe
bantu pernapasan pola napas ntilasi,Kussamaul,Cheyne-
dan pola napas dengan Stokes,Biot,Ataksik)
abnormal. kriteria -Memonitor kemampuan
(D.0005) hasil:Kode:L batuk efektif
.01004 -Memonitor adanya
-Penggunaan produksi sputum
otot bantu -Memonitor adanya
(2) sumbatan jalan napas
-Dispnea(2) -Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
-Auskultasi bunyi napas
-Memonitor saturasi
oksigen
-Memonitor nilai AGD
-Memonitor hasil x-ray
toraks
-Mengatur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondiri pasien
-Dokumentasikan hasil
pemantauan
-Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
-Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu

18
FORMAT DATA EVALUASI

Nama : Ny.JJ
Usia : 33 tahun
Alamat : Kp.Pasir Lanjung RT 01 RW 03 Ds, jagabaya Kec.Cimaung
Kab.Bandung
Identitas penanggung jawab :
Nama : Tn.KK
Usia : 45 tahun
Hub,dgn pasien : Suami
No. RM : 0001493

NO TGL/JAM MASALAH EVALUASI PARAF

1. Minggu, 22 -bersihan jalan nafas S : Klien mengatakan sesak NS RJ


November 2020 tidak efektif nafas timbul saat cuaca dingin
(08:00) dan terkena debu

O : klien tidak tampak sesak lagi


setelah diberikan oksigen

Wheezing (+), batuk


(+)berdahak putih encer, darah
tidak ada, demam (-).TD
110/70mmHg, nadi 168/menit
regular, RR 32x/menit cepat dan
dangkal

A : Masalah teratasi

19
1. P : tindakan yang diteruskan :
- Kaji frekuensi pernafasan
-Berikan klien terapi oksigen
-Anjurkan klien untuk batuk
efektif dan nafas dalam paut
TTV

I : - Memonitor pola
napas(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)

Pola nafas tidak efektif - Memonitor bunyi napas


tambahan(mis.
Gurgling,mengi,wheezing,,bronk
hi kering)
-Memonitor sputum(warna,
jumlah,aroma)
- Mempertahankan kepatenan
jaln napas dengan head-titt dan
chin-lift (Law –thrust jika curiga
trauma servikal)
-Memposisikan semi-foeler atau BR FF
fowler
- Memberikan minum hangat

Minggu 22
November E : Klien dan keluarga merasa
Oktober 2020 senang atas tindakan yang
(12:15) diberikan oleh perawat

R : Rencana keperawatan tidak


di ubah

20
20
. S :Pasien mengatakan dadanya
sudah makin membaik

O : Pasien terlihat lebih rifleks

A : masalah sudah semakin


teratasi

P : pemberian terapi

O2 nasal canul 2-4 L/permenit

Nebulisasi dengan ventolin

Salbutamol 3x2 mg

Ambroxsol syr 3x1 cth

I : - Mengatur interval
pemantauan respirasi sesuai
kondiri pasien

E : Klien sangat senang atas


tindakan yang dilakukan oleh
perawat
R : Rencana keperawatan tidak di
ubah

21
22

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronis yang sering diderita oleh anak-
anak, orang dewasa, maupun para lanjut usia. Penyakit ini memiliki karakteristik
serangan periodik yang stabil (Sykes, et al, 2008). Terapi farmakologis yang ada selama
ini efektif untuk mengatasi serangan asma, namun kurang efektif untuk mengontrol
perkembangan asma. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penderita asma yang semakin
meningkat dewasa ini, di saat kemajuan dalam bidang pengobatan asma telah dicapai
(Arief, 2009).
Risiko berkembangnya asma bronkial merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host faktor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik
yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma bronkial, yaitu genetik, alergik (atopi),
hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi
individu dengan kecenderungan atau predisposisi asma bronkial untuk berkembang
menjadi asma bronkial, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan
gejala-gejala asma bronkial menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen,
sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet,
status sosio-ekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik dengan lingkungan
dipikirkan melalui emungkinan bahwa baik faktor lingkungan maupun faktor genetik
masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma bronkial, dan pajanan lingkungan
hanya meningkatkan risiko asma bronkial pada individu dengan genetik asma bronkial.
Saran
Dari makalah ini, kami merasa belum maksimal dalam pembuatannya, maka dari itu kami
sangat membuka peluang kepada para pembaca untuk mengkritik dan memberi masukan,
Semoga makalah ini minimal memberikan hikmah untuk para pembaca dan menambah
wawasan tentang anemia tersebut.
23

DAFTAR PUSTAKA

Nuri, Anwar1 , 2018. Solehah, Umiana Tri , Muhammad, Maulana. Penatalaksanaan Asma
Bronkial Eksaserbasi pada Pasien Perempuan Usia 46 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran
Keluarga di Kecamatan Gedong Tataan. Majority Volume 7 Nomor 3 Desember 2018 .

Husna, Cut. 2014. Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma Bronchial Ditinjau Dari Teori Health
Belief Model Di Rsudza Banda Aceh. Idea Nursing Journal. Vol. V No. 3, September – Desember
2014

Aria, Mukhamad. Berawi, Khairunissa. 2020. FAKTOR – FAKTOR YANG


BERPENGARUH PADA TIMBULNYA KEJADIAN SESAK NAPAS PENDERITA
ASMA BRONKIAL. Vol 9 no 1 2020.

Yudhawati, Resti . Putu,Desak AK. 2017. Imunopatogenesis Asma. JURNAL


RESPIRASI. Vol 3 no 1 Januari 2017.

Anda mungkin juga menyukai