Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HIPERTIROID

Disusun oleh :
Vici meilansari
61119101

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.
Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
inayah-NyA kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ilmiah tentang
Hipertiroid.
Terlepas dari segala hal tersebut, Saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan
lapang dada menerima segala saran dan kritik agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang hernia ini bisa memberikan
manfaat untuk pembaca.

Batam, 28 januari 2021

Penyusun

2
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1....................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................5
A. definisi...........................................................................................................................5
B. epidemiologi..................................................................................................................5
C. Patofisiologi Hipertiroid................................................................................................5
D. Manifestasi Klinis Hipertiroid......................................................................................6
E. Penyebab Hipertiroid.....................................................................................................7
F. diagnosis........................................................................................................................7
G. penatalaksaan................................................................................................................8
BAB III................................................................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................12
A. kesimpulan..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertiroid adalah respon jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon
tiroid yang berlebihan. Hipertiroid ditemukan pada 0,8 – 1,3% pada populasi di seluruh
dunia. Di Indonesia, prevalensi hipertiroid mencapai 6,9%. Hipertiroid bisa disebabkan
oleh stimulasi reseptor Thyroid-Stimulating Hormone (TSH) yang berlebihan, sekresi
otonom hormon tiroid, kerusakan folikel tiroid dengan pelepasan hormon tiroid, dan
sekresi hormon tiroid dari sumber ekstratiroidal. Hipertiroid paling banyak disebabkan
oleh penyakit Graves yang merangsang aktivitas berlebihan kelenjar tiroid melalui
reseptornya. Sebagian besar pasien dengan hipertiroid ditandai dengan adanya pembesaran
kelenjar tiroid, atau juga bisa disebut dengan struma. Pada penyakit Graves, struma diikuti
oleh adanya kelainan pada mata (oftalmopati) dan kulit (dermopati). Ketiga hal tersebut
disebut dengan trias Graves.
Dasar penatalaksanaan hipertiroid adalah membatasi sekresi hormon tiroid, baik
dengan cara pemberian terapi yang menghambat sintesis atau pelepasan hormon tiroid,
maupun dengan menurunkan jumlah jaringan kelenjar tiroid. Terdapat tiga pilihan terapi
yang efektif untuk hipertiroid, yaitu pengobatan antitiroid, iodin radioaktif, dan
pembedahan. Eropa dan Jepang lebih menganjurkan pemberian pengobatan antitiroid
sebagai pilihan pertama pasien dengan hipertiroid, sementara Amerika Serikat lebih
menganjurkan iodin radioaktif. Namun, semua pilihan terapi pengobatan tersebut memiliki
risiko dan risiko kegagalan terapi.
Pengobatan antitiroid terdiri dari obat-obatan dari kelas tionamid, yaitu
propylthiouracil (PTU), metimazol, dan karbimazol. Pemilihan pengobatan antitiroid
didasarkan pada pengalaman masing-masing klinisi. Namun, PTU memiliki keunggulan
dalam hal menghambat konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3) dalam jaringan
tiroid dan perifer. PTU masih menjadi salah satu pilihan utama pengobatan antitiroid,
terutama pada pasien hamil dan pasien dengan krisis tiroid. Selain itu, Decroli (2014)
menyatakan bahwa PTU juga memiliki efek imunologis sehingga dijadikan salah satu
modalitas terapi yang penting pada penyakit Graves.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. definisi
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah produksi
jumlah hormon tiroid dalam tubuh.dengan katalain kelenjar tiroid bekerja lebih
aktif,dinamakan dengan thyrotoksikosis,dimana berarti terjadi peningkatan level hormon
tiroid yang ekstrim dalam darah (Abdulraouf, 2017).

B. epidemiologi
Data epidemiologi hipertiroid menunjukkan prevalensi sebesar 0-8% di kawasan
Eropa dan 1-3% di Amerika Serikat.  Grave’s disease merupakan penyebab terbanyak
hipertiroid di Amerika Serikat (60-80%). Sedangkan toksik multinodular goitre dan toksik
adenoma masing-masing menyumbang 15-20% dan 3-5% dari kasus hipertiroid.
Global
Penyakit autoimun tiroid terjadi dalam frekuensi yang serupa pada etnis Kaukasia,
Hispanik dan Asia, namun lebih rendah pada etnis Afrika-Amerika.
Seua penyakit tiroid terjadi lebih sering pada jenis kelamin wanita. Rasio pria terhadap
wanita pada Grave’s disease adalah sedangkan pada toksik multinodular goitre dan toksik
adenoma adalah Graves ophthalmopathy lebih sering dijumpai pada wanita.
Insidensi puncak penyakit autoimun tiroid terjadi pada orang yang berusia 20-40 tahun.
Toksik multinodular goitre lebih sering terjadi pada orang berusia di atas 50 tahun,
sedangkan toksik adenoma lebih sering terjadi pada usia lebih muda.

C. Patofisiologi Hipertiroid
Hipertiroidi adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan
dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan
produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan
perifer.
Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme jaringan,
proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein. Hormon-hormon tiroid
ini berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh melalui mekanisme transport asam
amino dan elektrolit dari cairan ekstraseluler kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim
dalam sel dan peningkatan proses-proses intraseluler.
Pada mamalia dewasa khasiat hormon tiroid terlihat antara lain :

5
— aktivitas lipolitik yang meningkat pada jaringan lemak
— modulasi sekresi gonadotropin
— mempertahankan pertumbuhan proliferasi sel dan maturasi rambut
— merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang menghasilkan kalorigenesis dan
fosforilasi oksidatif pada jaringan hati, ginjal dan otot. Dengan meningkatnya kadar
hormon ini maka metabolisme jaringan, sintesa protein dan lain-lain akan terpengaruh,
keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi, taki-kardi, fibrilasi atrium,
kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang meningkat, berat badan yang menurun.
Kadangkadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat badan, payah jantung,
kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui sebabnya. Patogenesis PG
masih belum jelas diketahui. Diduga peningkatan kadar hormon tiroid ini disebabkan oleh
suatu aktivator tiroid yang bukan TSH yang menyebabkan kelenjar timid hiperaktif.
Aktivator ini merupakan antibodi terhadap reseptor TSH, sehingga disebut sebagai
antibodi reseptor TSH. Anti-bodi ini sering juga disebut sebagai thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI) Dan ternyata TSI ini ditemukan pada hampir semua penderita
PG.Selain itu pada PG sering pula ditemukan antibodi terhadap tiroglobulin dan anti
mikrosom.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua antibodi ini mempunyai peranan dalam
terjadinya kerusakan kelenjar tiroid. Antibodi mikrosom ini bisa ditemukan hampir pada
60 -70% penderita PG, bahkan dengan pemeriksaan radioassay bisa ditemukan pada
hampir semua penderita, sedangkan antibodi tiroglobulin bisa ditemukan pada 50%
penderita.
Terbentuknya autoantibodi tersebut diduga karena adanya efek dari kontrol immunologik
(immunoregulation), defek ini dipengaruhi oleh faktor genetik seperti HLA2 dan faktor
lingkungan seperti infeksi atau stress.
Pada toxic nodular goiter peningkatan kadar hormon tiroid disebabkan oleh autonomisasi
dari nodul yang bersangkutan dengan fungsi yang berlebihan sedangkan bagian kelenjar
selebihnya fungsinya normal atau menurun.

D. Manifestasi Klinis Hipertiroid


Manifestasi klinis yang sering tampak adalah sering gugup, iritabilitas, peningkatan
respirasi, bedebar-debar, tremor, ansietas, susah tidur (insomnia), berkeringat banyak,
rambut rontok, dan kelemahan pada otot, khususnya kerja dari otot lengan dan kaki,
frekwesi buang air besar terganggu, kehilangan berat badan yang cepat, pada wanita

6
periode menstruasi lebih cepat dan aliran darah lebih kencang. Hipertiroid biasanya
mulainya lambat, tetapi pada beberapa pasien muda perubahan ini terjadi sangat cepat.
awalnya gejela dirasakan yang diartikan salah,contoh persaan gugup yang dianggap karena
stres (Abdulraouf, 2017)

E. Penyebab Hipertiroid
a. Penyakit Grave’s Hiperthiroid terjadi pada penyakit Grave’s, yang umumnya
yang ditandai biasanya mata akan kelihatan lebih besar karena kelopak mata ataas akan
membesar,kadang-kadang satu atau dua mata akan tampak melotot.Beberapa pasien
tampak terjadi pembesaran kelenjar thiroid (goiter) pada leher. Penyebab umum yang
paling banyak (>70%) adalah produksi berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid.kondisi ini juga disebut penyakit Grave’s. Grave’s disebabkan oleh antibodi dalam
darah yang ada pada tiroid menyebabkan banyak sekresi hormon tiroid ,dipengaruhi oleh
riwayat keluarga dan sering terjadi pada wanita (Abdulraouf, 2017).
b. Tiroiditis Tiroiditis adalah peradangan pada kelenjar tiroid. Penyebab lain dari
hipertiroid adalah ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul atau benjolan pada tiroid
yang tumbuh dan membesar yang menggangu pasien. Sehingga total output hormon tiroid
dalam darah meningkat dibanding normal, kondisi ini di ketahui sebagai toxic nodular atau
multi nodular goiter juga disebut sebagai tiroiditis, kondisi ini disebabkan oleh masalah
sistem hormon atau infeksi virus yang menyababkan kelelnjar menghasilkan hormon tiroid
(Abdulraouf, 2017).

F. diagnosis
Gambaran klinik hipertiroidi dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit
dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita
karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya
berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebardebar atau kelelahan. Dari
penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 geiala yang menonjol yaitu
− Nervositas
− Kelelahan atau kelemahan otot-otot
− Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik
− Diare atau sering buang air besar
− Intoleransi terhadap udara panas
− Keringat berlebihan
− Perubahan pola menstruasi
7
− Tremor
− Berdebar-debar
− Penonjolan mata dan leher
Gejala-gejala hipertiroidi ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa tahun
sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari
penyakitnya.
Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu : seorang penderita tegang
disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-tanda pada mata, telapak tangan
basah dan hangat, tremor, onchōlisis, vitiligo, pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia,
tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan waktu refleks Achilles. Atas dasar tanda-tanda
klinis tersebut sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.

G. penatalaksaan
Penatalaksanaan hipertiroid dapat mencakup pemberian obat antitiroid, ablasi
radioaktif iodine, dan pembedahan. Semua opsi terapi efektif pada pasien Grave’s disease,
sedangkan pada pasien toksik adenoma atau toksik multinodular goitre hendaknya memilih
ablasi radioaktif iodine dan pembedahan karena perjalanan penyakitnya jarang mengalami
remisi jika menggunakan medikamentosa saja.
Obat Antitiroid
Obat antitiroid yang digunakan adalah propylthiouracil, carbimazole, dan
methimazole. Mekanisme kerja golongan obat ini adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodine melalui inhibisi enzim tiroid peroksidase dan menghambat
proses coupling iodotirosin menjadi T4 dan T3. Khusus propylthiouracil mempunyai
keuntungan lainnya yakni mampu mengurangi konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer.
Pedoman European Thyroid Association merekomendasikan carbimazole dan methimazole
sebagai obat pilihan pertama pada pasien Grave’s disease yang tidak hamil.
Efek samping ringan terapi antitiroid adalah pruritus, artralgia dan gangguan ringan
saluran pencernaan. Sedangkan efek samping serius pada terapi ini adalah
agranulositosis, hepatitis, dan vaskulitis.
Dosis propylthiouracil yang direkomendasikan adalah 50-300 mg per oral setiap 8 jam.
Dosis methimazole adalah 5-120 mg per oral per hari.

Terapi Ablasi Radioaktif Iodine

8
Terapi ablasi radioaktif iodine bisa digunakan sebagai terapi pilihan pertama untuk
penatalaksanaan Grave’s disease, toksik adenoma, dan toksik multinodular
goitre. Kontraindikasi absolut terapi ini adalah kehamilan, menyusui, sedang program
hamil, ketidakmampuan untuk mematuhi rekomendasi keamanan radiasi, dan pada
kasus active moderate-to-severe or sight-threatening Graves’ orbitopathy.
Dosis optimal terapi radioaktif iodine menggunakan pendekatan dosis tetap dan dosis
kalkulasi sesuai data tes radioaktif iodine uptake. Sejumlah penelitian menemukan tidak
ada perubahan signifikan pada hasil terapi dengan dua pendekatan tersebut. Pada
umumnya, dosis tetap 10-15mCi digunakan untuk Grave’s disease sedangkan 10-20 mCi
untuk toksik nodular goitre.
Efek samping akibat terapi radioaktif adalah memperburuk Graves orbitopathy dan
menimbulkan tiroiditis akut. Tiroiditis akut akibat terapi radioaktif hanya bersifat
sementara dan cukup diterapi dengan obat anti inflamasi, steroid, dan beta adrenergik
bloker.
Tiroidektomi
Hingga saat ini, tiroidektomi merupakan terapi paling sukses dalam mengobati
hipertiroid akibat Grave’s disease dan toksik nodular goitre. Teknik near-total atau total
thyroidectomy merupakan prosedur pilihan sesuai rekomendasi pedoman klinis.
Tiroidektomi disarankan bagi pasien-pasien dengan karakteristik seperti
ukuran goitre yang besar, low uptake of radioactive iodine, atau kombinasi keduanya.
Tiroidektomi juga disarankan pada pasien suspek kanker tiroid, dan moderate-to-severe
Graves orbitopathy. Kontraindikasi terapi ini adalah kehamilan. Efek samping
tiroidektomi meliputi hipokalsemia akibat terangkatnya kelenjar paratiroid dan cedera
pada recurrent laryngeal nerve.
Terapi Lain
Terapi lain yang bisa diberikan pada pasien dengan hipertiroid antara lain
penghambat beta adrenergik, agen iodine, dan glukokortikoid.

Penghambat Beta Adrenergik

Penghambat beta adrenergik yang biasa digunakan


adalah atenolol atau propranolol. Penghambat beta adrenergik tidak mempengaruhi sintesis
hormon tiroid, namun digunakan untuk mengontrol gejala seperti palpitasi dan aritmia.
Penghambat beta adrenergik direkomendasikan pada semua pasien simptomatik, terutama
9
pasien usia tua dengan denyut nadi istirahat > 90 kali per menit atau ada disertai kondisi
kardiovaskuler. Propanolol lebih dipilih karena memiliki kemampuan menghambat
konversi T3 menjadi T4 di perifer.
Dosis propanolol yang dapat digunakan adalah 10-40 mg per oral setiap 8 jam. Sedangkan
dosis atenolol yang dapat digunakan adalah 25-100 mg per oral sekali sehari.

DASAR PENGOBATAN
Beberapa faktor hams dipertimbangkan, ialah :
1. Faktor penyebab hipertiroidi
2. Umur penderita
3. Berat ringannya penyakit
4. Ada tidaknya penyakit lain yang menyertai
5. Tanggapan penderita terhadap pengobatannya
6. Sarana diagnostik dan pengobatan serta pengalaman dokter dan klinik yang
bersangkutan. Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroidi meliputi :
A.Pengobatan Umum
B. Pengobatan Khusus
C. Pengobatan dengan Penyulit Pengobatan Umum
1) Istirahat. Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin
meningkat. Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang
melelahkan/mengganggu pikiran balk di rmah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat
dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit.
2) Diet. Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara
lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan
keseimbangan kalsium yang negatif.
3) Obat penenang. Mengingat pada PG sering terjadi kegelisahan, maka obat
penenang dapat diberikan. Di samping itu perlu juga pemberian psikoterapi. Pengobatan
Khusus.
1) Obat antitiroid.
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium, lithium, perchlorat dan
thiocyanat. Obat yang sering dipakai dari golongan thionamide adalah propylthiouracyl
(PTU), 1 - methyl - 2 mercaptoimidazole (methimazole, tapazole, MMI), carbimazole.
menghambat sintesis hormon tetapi tidak menghambat sekresinya, yaitu dengan

10
menghambat terbentuknya monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta
menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga
menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih murah
sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.
Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok sehingga
pengaruh pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada di
plasma. MMI dan carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis yang
diperlukan hanya satu persepuluhnya.
Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30 - 60
mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis
tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau
carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar.
Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU denganObat ini bekerja

11
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan
sekresi hormone tiroid dan Hipotiroidisme merupakan penurunan sekresi hormone kelenjar
tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi
kebut uhan jaringan tubuh akan hormone-hormon tiroid. Hipotiroidisme terjadi akibat
penurunan kadar hormon tiroid yang bersorkulasi. Hipotiroidisme ditandai dengan
miksedema, edema non-pitting dan boggy yang terjadi disekitar mata, kaki dan tangan dan
juga menginfiltrasi jaringan lain.
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis atau
hipotalamus. Kekurangan yodium pada janin akibat Ibunya kekurangan yodium. Keadaan
ini akan menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati, abortus, dan cacat bawaan,
yang semuanya dapat dikurangi dengan pemberian yodium. Akibat lain yang lebih berat
pada janin yang kekurangan yodium adalah kretin endemik. Kretin endemik ada dua tipe,
yang banyak didapatkan adalah tipe nervosa, ditandai dengan retardasi mental, bisu tuli,
dan kelumpuhan spastik pada kedua tungkai. Sebaliknya yang agak jarang terjadi adalah
tipe hipotiroidisme yang ditandai dengan kekurangan hormon tiroid dan kerdil. Penelitian
terakhir menunjukkan, transfer T4 dari ibu ke janin pada awal kehamilan sangat penting
untuk perkembangan otak janin. Bilamana ibu kekurangan yodium sejak awal
kehamilannya maka transfer T4 ke janin akan berkurang sebelum kelenjar tiroid janin
berfungsi

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Djokomoeljanto, R. (2009). Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroid. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran, Ed XI.
3. Jonklaas, J & Talbert, R.L. (2014). Thyroid Disorders. In DiPiro, J. T., Talbert, R.
L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M. (Eds). Pharmacotherapy:
A pathophysiologic approach ninth edition. USA: McGraw-Hill Education.
4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
5. Abalovich, M., Amino, N., Barbour, L. A., Cobin, R. H., Leslie, J., Glinoer, D., …
& Stagnaro, A. (2007). Management of thyroid dysfunction during pregnancy and
postpartum. J. Clin. Endocrinol. Metab. 92(8): S1-S47.
6. Abraham, P., Avenell, A., Park, C. M., Watson, W. A., & Bevan, J. S. (2005). A
systematic review of drug therapy for Graves’ hyperthyroidism. European Journal
of Endocrinology, 153(4), 489-498.

13

Anda mungkin juga menyukai